Siapa yang bilang? Ternyata anda belum
tahu semuanya, Banyak fakta tersembunyi menyelimuti peristiwa Karbala, tapi
sepandai-pandai bangkai disembunyikan, lama-lama baunya tercium juga. Apa
sebenarnya penyebab tragedi Karbala? Mengapa cucu Nabi yang satu ini hidupnya
berakhir tragis?
Banyak pembaca menunggu-nunggu artikel
kami yang terlambat muncul, asal pembaca tahu saja, kami pun ikut
menunggu-nunggu, menunggu rudal Iran dan Hizbullah menghujani Israel yang
membantai saudara-saudara kita di Gaza, tapi sampai Israel mundur tidak ada
satu pun rudal mereka yang jatuh di tanah Israel. Karena kami akan menulis
artikel khusus mengenai hal ini. Pembaca harus ingat, kita tidak mungkin
menyatakan agama Kristen adalah agama yang benar, hanya karena Hugo Chavez dan
Morales memutuskan hubungan diplomatik dengan israel.
Alhamdulillah, anak cucu Abu Bakar dan
Umar di Gaza berhasil merontokkan perlawanan Israel, tanpa bantuan Iran dan
Hizbullah. Asal pembaca tahu saja, Palestina masuk ke wilayah kaum Muslimin
pada era Umar bin al-Khaththab. Umar sendiri yang menaklukkan kota Al-Quds,
yang juga dikenal dengan nama Baitul Maqdis, tanah suci para Nabi.
Mari kita sambung lagi pembahasan
kita......
Imam Husein adalah imam kaum muslimin,
cucu Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- kita tidak perlu menukil
dalil yang berisi perintah untuk mencintai keluarga Nabi. Kita mencintai imam
Husein karena kita mencintai kakeknya.
Seperti sabda kakeknya, Imam Husein
–beserta sang kakak, Imam Hasan- adalah pimpinan pemuda penghuni Surga,
tentunya kita semua ingin masuk Surga. Namun berita itu mengandung perintah
bagi kita untuk mengikuti jalan hidup Imam Husein, karena jalan hidup imam
Husein akan membawa kita ke Surga. Isi isyarat itu jika kita terjemahkan ke
bahasa kita hari ini kira-kira bunyinya menjadi begini: “Kalau mau ke Surga,
ikuti imam Husein. Inilah inti pesan dari hadits Nabi yang memberitakan jaminan
Surga terhadap beberapa person. Asal pembaca tahu saja, yang dijamin Surga
bukan hanya imam Husein saja, jaminan Surga juga ada pada ayat Al-Qur’an: “Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka jannah-jannah yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah : 100)
Membicarakan kehidupan imam Imam
Husein tidak bisa lepas dari peristiwa tragis yang menjadi awal kehidupan
akherat baginya, yaitu peristiwa pembantaian yang terjadi di Karbala. Sudah
semestinya setiap muslim bersedih atas peristiwa tersebut. Bagaimana cucu Nabi
yang dicintainya, dibantai dengan darah dingin tanpa kasih sayang. Namun
peristiwa itu menjadi awal bagi kehidupan akherat, menyusul kakeknya
Muhammad -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-, beserta ayah ibunya. Berbahagia
di alam akherat, seperti yang dijanjikan Allah lewat lisan kakeknya.
Membicarakan peristiwa Karbala tak
akan lengkap sekiranya kita hanya memfokuskan pada peristiwa pembantaian itu
saja, tanpa pernah mengikuti episode sejarah sebelumnya. Hingga penilaian kita
tidak akan bisa utuh, karena tidak berdasarkan fakta yang utuh, yang memberi
kita gambaran tentang bagaimana peristiwa itu terjadi. Ini menimbulkan tanda
tanya, dan kesan yang ditangkap adalah episode ini sengaja untuk tidak terlalu
dibahas panjang lebar. Barangkali ini sebabnya mengapa episode sebelum
peristiwa Karbala terjadi sangat jarang diulas, mereka yang selalu mengulas dan
menganalisa kisah Karbala jarang menyinggung peristiwa yang terjadi sebelumnya,
yang mengakibatkan cucu Nabi ini dibantai.
Satu peristiwa tidak bisa lepas dari
peristiwa sebelumnya sebagai satu rangkaian peristiwa yang saling berhubungan,
tentunya tidak bisa dipisahkan begitu saja. Apa yang terjadi saat ini adalah
bagaikan memisahkan ayat dansabab nuzul-nya. Memisahkan peristiwa Karbala
dengan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya terjadi, yang akhirnya ikut
menyebabkan terjadinya pembantaian Karbala. Tapi sayang peristiwa itu seolah
terkubur ditelan bumi, jarang kita mendengar tentang peristiwa-peristiwa yang
melatarbelakangi dan merangkai pembantaian Karbala. Barangkali bisa kita mulai
dari pertanyaan penting, yang sayangnya jarang kita dengar. Barangkali akal
sehat kita sering tertutupi oleh kesedihan kita yang mendalam, yang barangkali
kita buat-buat sendiri, dengan mendengarkan kisah-kisah sedih pembunuhan Imam
Husein, dengan diberi bumbu suara yang menyayat hati, dan lain lagi akhirnya
kita lupa bertanya, “Mengapa peristiwa itu terjadi? Peristiwa apa yang menjadi
latar belakang peristiwa itu? Mengapa Imam Husein berangkat ke Karbala?”
Barangkali pertanyaan terakhir ini menjadi titik awal bagi perjalanan kita kali
ini untuk menelusuri peristiwa-perstiwa yang melatarbelakangi peristiwa
Karbala.
Peristiwa ini diawali ketika Yazid
menggantikan Mu’awiyah yang mangkat dan segera meminta agar Husein berbai’at.
Namun Husein menolak bersama Abdullah bin Zubair, dan keduanya pergi diam-diam
ke kota Mekah. Seperti kita ketahui bahwa Imam Husein adalah salah satu figur
umat Islam karena hubungan kekerabatannya dengan Nabi. Seluruh umat Islam
mencintainya, dari dulu hingga hari ini, hanya orang menyimpang dan menyimpan
penyakit di hatinya bisa membenci keluarga Nabi. Hingga ketika dia menolak
berbai’at, maka kabar beritanya tersebar ke segala penjuru, di antara mereka
yang mendengar kabar berita mengenai Imam Husein adalah warga Kufah. Lalu
mereka mengirimkan surat-surat kepada Imam Husein mengajaknya untuk datang ke
Kufah dan memberontak pada Yazid. Surat-surat itu begitu banyak berdatangan
kepada Imam, hingga jumlahnya mencapai puluhan ribu.
Ahmad Rasim Nafis -seorang penulis
Syi’ah- menerangkan, "Surat-surat penduduk Kufah kepada Husein a.s.
menyatakan, ‘Kami tidak memiliki Imam, oleh karena itu datanglah, semoga Allah
berkenan mempersatukan kita di atas kebenaran.’ Surat-surat itu mengandung
berbagai tanda tangan menghimbau kedatangan untuk menerima bai'at dan memimpin
umat untuk gerakan menghadapi para pendurhaka Bani Umayyah. Begitulah, kian
sempurnalah unsur-unsur dasar bagi gerakan Huseiniyah. Diantaranya: Adanya
hasrat mayoritas masyarakat yang menuntut reformasi dan mendorong Imam Husein
untuk segera memegang tampuk kepemimpinan bagi gerakan tersebut. Juga peristiwa
dorongan-dorongan di Kufah ini diungkapkan di dalam surat-surat bai’at dari
penduduk Kufah.” (Alaa Khutha Husain, hal. 94 ).
Muhammad Kadhim al-Qazwaini -seorang
ulama Syi’ah- menyatakan:, "Penduduk Irak menulis surat kepada Husein,
mengirim utusan, dan memohon agar beliau berangkat ke negeri mereka untuk
menerima bai’at sebagai Khalifah, sehingga terkumpul pada Husein sebanyak
12.000 surat dari penduduk Irak yang semuanya berisikan satu keinginan. Mereka
menulis: "Buah sudah ranum, tanaman sudah menghijau, Anda hanya datang
untuk menjumpai pasukan anda yang sudah bersiaga. Anda di Kufah memiliki
100.000 (seratus ribu) pedang. Apabila Anda tidak bersedia datang, maka kelak
kami akan menuntut anda di hadapan Allah." ( Faaji'atu ath-Thaff,
hal. 6 ).
Seorang ulama Syi’ah, Abbas al-Qummi
menerangkan: "Melimpah ruahlah surat-surat sehingga terkumpul pada beliau
di dalam satu hari sebanyak 600 surat berisikan janji hampa. Pada waktu itu pun
beliau menunda-nunda dan tidak menjawab mereka. Sehingga terkumpul pada beliau
sebanyak 12.000 surat. [ Muntaha al-Amaal, (1/430) ]. Ribuan
–tepatnya puluhan ribu- surat yang berdatangan berhasil meyakinkan Husein
mengenai kesungguhan penduduk Kufah. Husein mengutus Muslim bin Aqil untuk
mengecek keadaan kota Kufah dan melihat sendiri apa yang terjadi di sana. Dan
ternyata benar, sesampainya Muslim di sana ternyata banyak orang berbai’at pada
Muslim untuk “membela” Imam Husein melawan penguasa dhalim. Mereka menunggu
kedatangan sang Imam untuk memimpin mereka. Ridha Husein Shubh al-Huseini
-seorang penulis Syi'ah- mengatakan, "Lalu Muslim berangkat dari Mekah
pada pertengahan bulan Sya'ban, dan tiba di Kufah selepas lima hari bulan
Syawal. Orang-orang Syi'ah berdatangan berbai’at kepadanya, sehingga jumlah
mereka mencapai 18.000 orang. Sedang di dalam riwayat asy-Sya'bi, jumlah orang
yang berbai’at kepadanya mencapai 40.000 orang.” ( Asy-Syii'ah wa
Asyuura', hal. 167 ).
Dari situ ia mulai menerima
masyarakat. Dan menyebarluaslah seruan agar
berbai’at kepada Husein, sehingga jumlah orang-orang yang "bersumpah setia
sampai mati" mencapai 40.000 orang. Ada juga yang mengatakan, kurang dari
jumlah tersebut. Gubernur Yazid yang berada di Kufah ketika itu adalah
an-Nu'man bin Basyir. Sebagaimana disifatkan oleh para sejarawan, gubernur ini
seorang muslim yang tidak menyukai perpecahan dan lebih mengutamakan
kesejahteraan." [ Siiratul Aimmati al-Itsna 'Asyar, (2/57-58) ]
Seorang ulama Syi'i, Abdur Razaq
al-Muqarram menerangkan, "Orang-orang Syi'ah menjumpai Muslim di rumah
al-Mukhtar dengan sambutan hangat dan menampilkan sikap taat dan patuh. Sikap
yang membuat ia lebih gembira dan lebih bersemangat. Selanjutnya orang-orang
Syi'ah pun datang saling berbai’at kepadanya sampai tercatat sejumlah 18.000
orang. Bahkan ada yang mengatakan sampai sejumlah 25.000 orang. Sedang di dalam
riwayat asy-Sya'bi dinyatakan, orang-orang yang berbai’at kepadanya berjumlah
40.000 orang. Kemudian Muslim menulis surat kepada Husein bersama Abs bin
Syabib asy-Syakiri, memberitakan kepada beliau tentang kesepakatan penduduk
Kufah untuk patuh dan mereka yang menanti-nanti. Di dalamnya ia menyatakan:
"Seorang penunjuk jalan tidak akan mendustai keluarganya sendiri. Bahkan
sudah terdapat 18.000 orang penduduk Kufah yang berbai’at kepadaku. . ."
( Maqtal Husain, oleh al-Muqarram, hal. 147, dan Ma'saatu Ihda wa Sittiin,
hal. 24 ) Abbas Al-Qummi juga menerangkan, "Melalui riwayat yang
lalu, membuktikan bahwa orang-orang Syi'ah secara diam-diam menjumpai Muslim di
rumah Hani, secara rahasia. Lalu mereka pun saling mengikutinya, dan Muslim
menekankan kepada tiap-tiap orang yang berbai’at kepadanya agar tutup mulut dan
merahasiakan hal itu, sampai jumlah orang yang berbai’at kepadanya mencapai
25.000 laki-laki. Sementara Ibnu Ziyad masih belum mengetahui posisinya.
[ Muntaha al-Amaal, (1/437) ].
Sampai di sini barangkali anda membayangkan
bagaimana puluhan ribu orang bersiap siaga untuk menyambut kedatangan,
bagaimana mereka mempersiapkan persenjataan untuk “melawan penguasa dhalim” di
bawah pimpinan sang Imam. Tapi jangan berhenti membaca di sini, ternyata ending
kisah tak seindah yang anda bayangkan.
Melihat sambutan penduduk Kufah yang
begitu menggembirakan, Muslim mengirim surat pada Husein untuk segera datang.
Tapi apa yang terjadi, Yazid mengutus Ubaidilah bin Ziyad, untuk “menertibkan”
kota Kufah, hingga akhirnya menangkap Muslim bin ‘Aqil dan beberapa tokoh yang
mengajak untuk berbai’at pada Imam Husein. Ternyata satu orang saja dapat
menertibkan ribuan orang di Kufah yang telah berbai’at pada Imam Husein untuk
melawan orang-orang “dhalim”. Nyali mereka menjadi ciut dan melupakan bai’at
mereka pada Imam Husein
Ulama Syi'i Muhammad Kadhim
al-Qazwaini menerangkan, "Lalu Ibnu Ziyad masuk Kufah. Ia mengirim utusan
kepada para ulama setempat dan pimpinan-pimpinan kabilah, mengancam mereka
dengan datangnya pasukan dari Syam, dan memikat mereka, sehingga mereka pun
berpisah-pisah meninggalkan Muslim sedikit demi sedikit sehingga tingggal
Muslim seorang diri. ( Faaji'atu ath-Thaffa, hal. 7 ).
Pernyataan serupa juga tersebut di
dalam "Tadhallum Az-Zahra", hal. 149.
Puluhan ribu orang yang membai’at Imam
Husein, baik melalui surat maupun yang berbai’at langsung akhirnya “keok” hanya
dengan digertak oleh Ibnu Ziyad. Keinginan mereka untuk menolong Imam Husein
seketika sirna karena mendengar gertakan Ibnu Ziyad. Mereka lebih suka duduk di
rumah beserta anak istri ketimbang berperang bersama Imam Husein melawan
tentara Yazid. Rupanya itulah kualitas mental “pembela Ahlul Bait Nabi”.
Ibnu Ziyad mengutus tentara untuk
mencegat Imam Husein, hingga terjadilah proses negosiasi.
Ayatullah Muhammad Taqiy Ali Bahri
al-Ulum -seorang ulama Syi’ah- menerangkan: "Husein keluar seraya
mengenakan kain, selendang, sepasang sendal, dan bersandar pada penghulu pedang
beliau. Lalu beliau menghadapi kelompok tersebut, memuji dan menyanjung Allah,
lalu berkata, ‘Dengan merendahkan diri kepada Allah 'Azza wa
Jalla dan juga kepada kalian. Sebenarnya saya tidak datang kepada kalian
sehingga datang kepada saya surat-surat kalian. Dan dinyatakan oleh
utusan-utusan kalian, ‘Datanglah kepada kami karena kami tidak memiliki imam.
Semoga Allah berkenan mempersatukan kita di atas petunjuk.’ Jika kalian memang
bersikap seperti itu, maka sekarang kami datang kepada kalian, maka penuhilah
janji dan ikrar kalian dengan sikap yang baik. Tetapi sekiranya kalian tidak
menyukai kehadiranku, maka saya pun akan meninggalkan kalian kembali ke tempat
di mana saya berangkat." Mereka pun terdiam semuanya. Lalu al-Hajjaj bin
Masruq al-Ju'fi menyerukan shalat Dhuhur. Kemudian Husein berkata kepada Hurr,
‘Apakah Anda hendak berlaku sebagai imam shalat shahabat-shahabat Anda?’ Ia
menjawab, ‘Tidak, tetapi kami semuanya akan bermakmum kepada Anda."
Kemudian Husein pun berlaku sebagai imam shalat atas mereka. Seusai shalat,
beliau menghadap mereka, memuji dan menyanjung Allah, dan bersholawat kepada
Nabi Muhammad. Beliau berkata, "Wahai hadirin, sekiranya kalian bertakwa
kepada Allah dan memahami hak-hak ahli-Nya, niscaya itu lebih diridhai Allah.
Kami adalah Ahlul Bait Muhammad –shallallaahu ‘alaihi wa sallam- lebih layak
untuk menduduki jabatan ini dibanding mereka yang merasa memiliki apa-apa yang
tiada pada mereka. Dan mereka orang-orang yang suka melakukan kejahatan dan
permusuhan. Tetapi sekiranya kalian merasa enggan dan tidak menyukai kami,
tidak memahami hak-hak kami, dan sekarang kalian berpendapat (dengan pendapat
baru) yang berbeda dengan pernyataan-pernyataan surat-surat kalian. Kami akan
pergi meninggalkan kalian.
" Hurr berkata, "Saya tidak
mengerti tentang surat-surat yang Anda sebutkan itu?" Lalu Husein memerintahkan
kepada Uqbah bin Sam'an (agar mengeluarkan surat-surat tersebut). Ia pun
mengeluarkan dua kantung penuh dengan surat-surat." Hurr berkata, "Saya bukan dari
golongan mereka. Bahkan saya diperintah untuk tidak berpisah dari Anda
apabila bisa menjumpai Anda sampai saya membawa Anda ke Kufah menjumpai Ibnu
Ziyad." Husein menjawab, "Maut lebih dekat pada diri Anda daripada
melaksanakan hal itu." Lalu beliau memerintahkan shahabat-shahabat beliau
agar menunggangi kendaraan. Para wanita pun sudah menunggangi kendaraan. Tetapi
tiba-tiba Hurr melarang mereka pergi menuju ke Madinah." Husein berkata
kepada Hurr, ‘Celakalah ibumu! Apakah yang kalian harap dari kami?’"
Hurr berkata, "Sekiranya yang mengucapkan
kata-kata itu orang Arab lain selain Anda, dan ia dalam posisi seperti Anda
sekarang, niscaya tidak akan kubiarkan ia menyebut celaka terhadap ibunya,
betapa pun alasannya. Demi Allah, saya tidak memiliki kemampuan untuk menyebut
ibu Anda, kecuali dengan ucapan yang baik dan kami hormati. Tetapi sekarang
silahkan ambil jalan tengah yang mana tidak memasukkan Anda ke Kufah dan bukan
ke arah Madinah, sehingga saya dapat menulis surat kepada Ibnu Ziyad. Semoga
Allah berkenan mengaruniakan kesejahteraan kepada kita, dan saya pun tidak
mendapat musibah lantaran persoalan Anda ini." ( Waaqi'atu ath-Thaff,
oleh Bahru al 'Ulum, hal. 191-192 ).
Imam Husein terhenyak,
ternyata dia telah ditipu mentah-mentah oleh kaum Syi’ah yang berbai’at
kepadanya.
Abbas Al-Qummi
menerangkan: Ibnul Hurr mengatakan, "Wahai putra Rasulullah -sallallahu
'alaihi wa sallam wa aalih-, sekiranya di Kufah terdapat Syi'ah (sejati)
dan para pembela yang akan berperang bersama Anda, niscaya saya orang yang
paling mengetahuinya. Tetapi saya mengetahui bahwa Syi'ah Anda di Kufah itu
telah meninggalkan rumah-rumah mereka masing-masing karena takut kepada
pedang-pedang Bani Umayah." Husein tidak menjawab ucapan itu, dan beliau
a.s. berlalu. . . "Abbas Al Qummi menerangkan
peristiwa tersebut di dalam Muntaha al Amaal (1/466). Juga di catatan
pinggir (haamisy), hal. 177 dalam buku an-Nafsu al-Mahmuum. Sedang
lafalnya pada kitab rujukan kedua.
Abbas Al-Qummi menerangkan,
"Lebih lanjut perhatikanlah (maksudnya: Husein), sehingga ketika tiba
waktu sahur, beliau berkata kepada bujang-bujang dan pelayan-pelayan beliau,
"Perbanyaklah air, sehingga kalian memiliki persediaan minum. Dan
perbanyak lagi, kemudian berangkatlah. Lalu beliau melakukan perjalanan.
Sehingga ketika beliau sampai di tempat sampah, datang kepada beliau berita
tentang Abdullah bin Yaqthar. Kemudian beliau mengumpulkan para shahabat
beliau. Mengeluarkan sepucuk surat di hadapan hadirin, dan beliau membacakannya
di hadapan mereka. Ternyata tertulis di dalamnya sebagai berikut: "Bismillahirrahmanirrahim.
Lebih lanjut, telah datang berita buruk kepada kami, Muslim bin ‘Aqiil dibunuh,
Hani bin Urwah, dan juga Abdullah bin Yaqthar. Kita telah ditinggalkan oleh
Syi'ah kita sendiri. Barangsiapa di antara kalian hendak pulang, silahkan
pulang tanpa dipersalahkan dan tanpa dibebani sangsi."
Kemudian para hadirin pun
bercerai-berai meninggalkan beliau, yaitu dari kalangan orang-orang yang
mengikuti beliau demi memperoleh harta rampasan dan kehormatan. Sehingga beliau
hanya tinggal bersama Ahlul Bait beliau dan para shahabat-shahabat beliau yang
tetap memilih tinggal dan patuh bersama beliau atas dasar yakin dan iman."
[ Muntaha al Amaal (1/462). Majlisi di dalam "Bihaarul
Anwar" (44/374). Muhsin Al-Amin dalam "Lawaaij al-AsyHaan", hal.
67. Abdul Husein al-Mui dalam "al-Majaalis al-Faakhirah", hal. 85.
Penulis Abdul Hadi ash-Shalih di dalam "Khoirul Ashhaab", hal. 37,
hal. 107
Ahmad Rasim an-Nafis mengutipkan
kepada kita beberapa pantun Husein r.a yang dikutip dari
"al-Ihtijaaj", (2/24) dan peringatan beliau kepada Syi'ah (para
pengikut) beliau yang telah mengundang beliau (dengan janji) hendak membelanya,
tetapi kemudian meninggalkannya. Kata beliau, "Ketika itu mereka secara
terus menerus merisaukan Abu Abdillah Husein, agar beliau tidak dapat
menyelesaikan ibadah haji beliau. Lalu beliau berkata kepada mereka dengan
murka: "Mengapa kalian tidak bersedia diam terhadapku dan mendengar tutur
kataku? Sebenarnya saya mengajak kalian ke jalan lurus, sehingga orang-orang
yang bersedia mengikutiku akan menjadi orang-orang yang beroleh bimbingan,
sedang yang durhaka kepadaku akan menjadi orang-orang yang dibinasakan. Kalian
semua telah berbuat durhaka terhadap perintahku, tidak mendengar ucapanku.
Kiranya barang-barang yang kalian terima berlimpah barang haram, perut-perut
kalian pun dipenuhi oleh barang haram, sehingga Allah menutup hati kalian.
Celakalah kalian, mengapa kalian tiada bersedia tutup mulut? Mengapa tidak
bersedia mendengar? Lalu para hadirin pun diam. Selanjutnya beliau a.s. berkata
lagi, "Celakalah kalian wahai jama’ah. Kalian campakkan apa-apa yang telah
kalian serukan kepada kami. Kami dapati kalian dalam keadaan lemah, lalu kami
pun menyeru kalian dengan siap siaga. Lalukalian hunuskan pedang ke arah
leher-leher kami. Kalian sulutkan bara api fitnah ke atas kami, sehingga
menjadi peluang bagi musuh-musuh kami dan musuh kalian sendiri. Lalu kalian pun
menjadi perintang orang-orang yang hendak melindungi kalian, dan pula menjadi
tangan bagi musuh-musuh kalian. Tanpa adanya keadilan berlaku di antara kalian.
Tak ada pula harapan kalian terhadap mereka kecuali harta duniawi haram yang
akan kalian peroleh, kehidupan seorang pengecutlah yang kalian dambakan.
Alangkah buruk moral kalian. Sebenarnya kalianlah para pendurhaka di antara
umat ini, kelompok paling jahat, pencampak al-Kitab (al-Qur’an), sarana
bisik-bisikan setan, golongan para pendosa, pemanipulasi al-Quran (al-Qur’an),
pemadam sunah-sunah, dan pembunuh putra-putri para nabi. ( 'Ala Khutha
Husain, hal. 130-131) Marilah kita perhatikan bagaimana Imam Husein r.a.
menyebutkan sifat-sifat kaum Syi'ah yang ingin membela keluarga Nabi:
"Pendapatan kalian dipenuhi barang-barang haram." "Perut-perut kalian
dipenuhi barang-barang haram." "Allah menutup hati kalian." Imam
Husein ditipu mentah-mentah sebelum dibantai secara tragis. Siapa yang
menipunya? Siapa yang memanggil sang Imam, lalu meninggalkannya? Mari kita
simak lagi pengakuan Imam Husein di atas, yang lebih tahu tentang kondisi
Syi’ahnya dibanding kita semua:
Kita telah ditinggalkan oleh Syi'ah kita sendiri.
Peristiwa Karbala
terulang lagi di Gaza. Iran dan Hizbullah selalu mengancam akan
membumihanguskan Israel, bahkan dengan gagah perkasa presiden Ahmadi Nejad
mengancam untuk menghapus Israel dari peta dunia. Begitu juga Hasan Nasrullah
selalu mengancam Israel dengan khotbahnya yang berapi-api.
Kaum muslimin di dunia
banyak yang silau dengan khotbah yang berapi-api. Kita bisa memaklumi kaum
muslimin yang awam dan merindukan figur pejuang yang mengembalikan kemuliaan
Islam. Tapi sepertinya kaum muslimin salah sangka. Mestinya Hizbullah langsung
menghujani Israel dengan rudal-rudal Iran yang canggih dan menjangkau sasaran
jarak jauh. Mestinya Iran menggunakan rudal-rudal canggihnya ke arah Tel Aviv.
Tapi ternyata hanya mimpi yang kita dapat.
Iran yang mengancam
akan menghentikan ekspor minyak, mengancam menutup selat Hormuz ketika Amerika
akan menyerangnya, ternyata diam saja ketika Gaza diserang. Rupanya Iran hanya
menggunakan propaganda untuk sekedar meramaikan suasana dan mencari dukungan
dari kaum muslim dunia.
Iran bukan sekedar
diam saja, malah melarang orang pergi berjihad ke Gaza. Ali Khomaini, yang
diyakini oleh Syi’ah sebagai “Waliy Amr” kaum muslimin, ternyata melarang orang
untuk berjihad ke Gaza. Asal pembaca tahu saja, Khomaini ini diyakini oleh
Syi’ah menjadi wakil dari imam Mahdi yang bersembunyi. Jika anda ingin melihat
sumber pernyataan saya ini, silahkan cari keyword : iran bans
volunteers di google. Atau jika anda bisa berbahasa Arab, silahkan ketik
keyword ini di google: يمنع المتطوعين من القتال بغزة
Mestinya Iran
mengirimkan pasukan daratnya untuk menyerang Israel dari daratan Lebanon
selatan yang menjadi “daerah kekuasaan” Hizbullah. Karena Israel pasti takut
pada Iran.
Tapi rupanya inilah
sifat dasar Syi’ah sejak jaman imam Husein, kita harus percaya pada imam Husein
yang "maksum" [menurut Syi’ah]. http://hakekat.com Diposkan oleh
fakta syiah