http://almanar.1e.cu.cc/category/sejarah/
Shiffin merupakan sebuah wilayah
berada di antara Kufah dan Syam. Di tempat itulah terjadi pertempuran antara
pendukung Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Banyak pihak yang
masih menilai bahwa perang tersebut disebabkan perebutan kekuasaan antara kedua
sahabat muliya itu. Padahal kalau merujuk kembali sejarah yang ditulis para
ulama, prasangka buruk tidaklah benar. Dan yang tidak pula kalah pentingnya,
bahwa sebenarnya kadua sahabat tersebut beserta mayoritas umat Islam yang hidup
di masa itu sama sakali tidak menginginkan pertumpahan darah, pengikut Abdullah
bin Saba’ lah yang sebenarnya menjadi pemantiknya. Untuk mengetahui lebih
detail mengenai persoalan itu, silahkan menyimak.
Dari Dendam terhadap Muawiyah
Bermula
Peristiwa perang Shiffin tidak
berdiri sendiri, dendam lama pengikut Abdullah bin Saba’ terhadap Muawiyah
adalah faktor yang cukup menentukan.
Gerakan makar yang dilakukan
Abdullah bin Saba’ beserta pendukungnya sudah terjadi sejak zaman Khalifah
Utsman. Gerakan khas yang banyak mereka lakukan adalah menjelek-jelekkan citra
pejabat negara, dan menyebarkannya di tengah-tengah rakyat, hingga mereka tidak
munyukai para pemimpin mereka. Amru bin Ash, gubernur Mesir adalah sasaran
pertama, hingga beliau diturunkan dari jabatannya. Selanjutnya, ”kelompok
Mesir” mengajak para pendukungnya yang sudah tersebar di Syam, Kufah dan
Bashrah untuk melawan gubernur mereka, tapi hanya ”kelompok Kufah yang bangkit,
hingga Said bin Ash, pun turun dari jabatannya. Selanjutnya, dari Kufah
bergeser menuju Mawiyah yang berada di Syam. Akan tetapi, upaya mereka untuk
menjatuhkan Muawiyah tidak mampu mereka laksanakan, dan beliau tetap memimpin
wilayah Syam walau selanjutnya mereka berhasil membunuh Khalifah Utsman.
Muawiyah telah menjabat sebagai
gubernur di Syam sejak masa Khalifah Umar bin Al Khattab. Di masa Utsman
menjadi khalifah, Muawiyah tetap menjadi gubernur wilayah itu. Keadaan ini
tetap berlangsung hingga Ali bin Abi Thalib dibaiat penduduk Madinah, tidak
lama setelah Ustman terbunuh oleh kelompok Saba’iyah (pengikut Abdullah bin
Saba’).
Posisi Gubernur Muawiyah terjaga
dari gerakan ”makar Sabaiyah” disebabkan ada beberapa hal yang mendukung,
yakni, bahwa di wilayah itu banyak tinggal para sahabat Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam (SAW), seperti Muadz bin Jabal, Ubadah bin As Shamit, Abu
Darda, Abu Siad Al Khudri, Syadad bin Aus, Nu’man bin Bashir, Fudhalah bin
Ubaid dan yang lainnya. Dengan demikian, penduduk Syam lebih mudah memperoleh
pemahaman Islam yang baik, di bawah bimbingan para sahabat tersebut, sehingga
tidak mudah terpengaruh oleh hasutan Khawarij Saba’iyah. Selain itu, kedekatan
Muawiyah dengan rakyat Syam juga mempersulit gerakan makar ini.Apalagi Muawiyah
memahami kerakter kelompok ini, karena beliau pernah berhadapan dengan mereka
di saat Khalifah Utsman Masih hidup. “Telah keluar kepadamu sekelompok penduduk
Kufah, untuk membuat fitnah, hadapilah mereka. Jika mereka burbuat baik-baik
terimalah, akan tetapi jika mereka melemahkanmu, maka kembalikan ke Kufah”,
pesan Utsman kepada Muawiyah, sebagaimana dicatat dalam Tarikh At Thabari
(5/138).
Benar adanya, mereka datang kepada
Muawiyah, dan meminta agar Muawiyah melepas jabatannya. Muawiyah
menjawab,”Seandainya ada orang lain yang lebih mampu daripada saya, maka saya
dan yang lainnya tidak menduduki jabatan ini. Jangan tergesa-gesa, karena hal
ini mirip apa yang diharapkan syetan”. Kamudian mereka dikeluarkan dari Syam.
Dan setelah wafatnya Utsman,
kelompok inilah yang pertama-tama membaiat Ali bin Abi Thalib. Rupanya,
kesegeraan mereka melakukan bai’at, memiliki misi tersembunyi, yang perlahan-lahan
tersingkap setelah nanti berbagai peristiwa yang berkenaan dengan sahabat Ali
bin Abu Thalib dan Muawiyah terjadi.
Permulaan Perselisihan antara Ali
dan Muawiyah
Sebenarnya tidak ada perselisihan antara kedua sahabat Rasulullah sebelumnya,
akan tetapi yang ada malah perselisihan antara pengikut Abdullah bin Saba’ dan
Muawiyah, disebabkan Muawiyah amat getol menyerukan dilakukannya hukuman hadd
kepada mereka, atas terbunuhnya Utsman dan beliau yang membuka berhasil membuka
kedok kelompok pembuat makar tersebut.
Dan
kelompok ini sudah bergabung dalam barisan Ali bin Abi Thalib. Sehingga Dr.
Hamid Muhammad Khalifah, dalam buku beliau Al Inshaf (hal.418),
menyebutkan,”Sesungguhnya sebab-sebab yang membuat meruncingnya hubungan Ali
dan Muawiyah adalah adanya para ”provokator” dalam barisan Khalifah Ali bin Abi
Thalib, yang ingin memerangi Muawiyah.”
Perselisihan
dimulai setelah Ali memutuskan untuk mengganti Muawiyah dengan sahabat Sahl bin
Hunaif. Pengganti yang telah ditunjuk tersebut bersama rombongan pergi Syam.
Sesampai di wilayah Tabuk, sejumlah pasukan Muawiyah menemui rombongan itu dan
meminta mereka kembali. Mengetahui demikian, Ali mengirim surat kepada gubernur
Syam itu, akan tetapi surat itu tidak dibalas, hingga tiga bulan setelah
syahidnya Utsman.
Sampai
akhirnya Muawiyah mengutus Qubishah Al Abasi, untuk menyampaikan kepada Amir Al
Mukminin Ali, bahwa alasan penduduk Syam tidak melakukan baiat, karena mereka
meminta agar pelaku atas pembunuhan Utsman diadili. Ali pun mengatakan,”Ya
Allah sesungguhnya saya berlepas diri kepada Engkau dari darah Utsman,”
Setelah
Qubishah keluar, kaum Saba’yah mengatakan,”Ini anjing, ini adalah utusan
anjing, bunuhlah ia!” Saat itu kelompok ini mengerumuni Qubishah, akan tetapi
Bani Mudhar mencegah mereka, sebagaimana disebut dalam Tarikh At Thabari
(5/215).
Periwayatan
ini menjukkan bahwa kaum Saba’iyah memang masih menyimpan dendam, karena gagal
menjatuhkan Muawiyah dari jabatannya sebagai gubernur Syam untuk ke sekian
kalinya.
Di
saat Ali berada di Bashrah saat terjadi perang Jamal, disebutkan Imam Al
Bukhari dalam At Tarikh As Saghir (1/102), bahwa Imam Ali berada di wilayah itu
hanya satu bulan, dan tidak berniat keluar menuju Syam, kecuali setelah ada
desakan dari Saba’iyah.
Dalam
At Tarikh At Thabari (5/282) disebutkan,”Saba’iyah inginkan Ali segera
meninggalkan Bashrah, hingga mereka melakukan perjalanan tanpa meminta izin
kepadanya. Sebab itulah Ali mengikuti jejak mereka, guna menyingkap apa kemauan
mereka, dan itulah yang sebenarnya yang mereka inginkan.”
Al
Asytar dan Ali bin Abi Thalib
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa dalam barisan Khalifah Ali bin Abi Thalib
ada kelompok ”provokator”, salah satu dari pemimpin mereka adalah seorang
laki-laki yang bernama Al Asytar An Nakhai. Disebutkan dalam sebuah riwayat,
bahwa sebelum meninggalkan Bashrah, Ali bin Abi Thalib menunjuk Ibnu Abbas
untuk ”memegang” wilayah itu. Al Asytar An Nakhai tidak menerima keputusan Amir
Al Mukminin tersebut, dengan penuh amarah ia pergi meninggalkan beliau,
sebagaimana tertulis dalam Tarikh At Thabari (5/239).
Bahkan
kelompok Al Asytar sempat juga mengancam Ali bin Abi Thalib, sebagaimana
tertulis dalam Tarikh At Thabari (6/40), tatkalah salah satu sahabat Al Asytar,
Al Asy’as bin Qais berkata kepada beliau,”Apakah kita hanya memperhatikan
hukuman Al Asytar?” Amir Al Mukminin menjawab,”Apa hukumannya?” Al Asy’as
berkata,”Hukumannya adalah timbulnya peperangan antara kita.” Beliau
menjawab,”Tidakkah ada yang membakar bumi, kecuali Al Asytar?”
Sesampainya
di Kufah, Amir Al Mukminin mengutus sahabat Jarir bin Abdullah Al Bajali kepada
Muawiyah, untuk kembali menyeru agar Muawiyah melakukan baiat, dan memberi
kabar bahwa kalangan Muhajirin dan Anshar telah membaiatnya, sebagaimana
disebut dalam Al Bidayah wa An Nihayah (7/265).
Sekali
lagi, Al Asytar tidak menyukai sikap yang diambil oleh Amir Al Mukminin ini,
dikarenakan kemulyaan akhlak yang dimiliki Jarir. Utusan ini kembali ke Kufah
dengan memberi kabar, bahwa Muawiyah enggan melakukan baiat, dikarenakan belum
ditegakkan hukum hadd kepada si pembunuh Utsman. Jika ditegakkan hadd, maka
beliau bersedia melakukan baiat.
Mendengar
penuturan Jarir, Al Asytar mengatakan kepada Amirul Mukminin, ”Bukankah saya
telah melarangmu untuk mengutus Jarir? Kalau engkau mengutusku, maka Muawiyah tidak
akan membuka pintu, kecuali aku yang menutupnya.”
Mendengar
ucapan Al Asytar, Jarir membalas,”Kalau engkau yang datang, mereka akan
membunuhmu, disebabkan terbunuhnya Utsman.”
Al
Asytar tidak mau kalah, ”Kalau Amir Al Mukminin mematuhiku, maka ia akan
mengurungmu, beserta orang-orang sepertimu, hingga perkara ini menjadi lebih
baik.”. Jarir marah, hingga belau mememutukan untuk keluar dari Kufah, menuju
Firqisiya’ wilayah yang pernah beliau pimpin saat menjadi gubernur di masa
Utsman, kisah ini disebutkan dalam kitab Al Bidayah wa An Nihayah (7/294).
Sikap
buruk yang membuat sahabat Jarir keluar di atas menunjukkn bahwa para pembesar
pembuat fitnah sudah berada dalam tubuh kekhalifahan. Dan peristiwa ini juga
menunjukkan bagaiamana usaha mereka untuk selalu menggagalkan usaha perdamaian.
Bukan
Perebutan Kursi Kekuasaan
Ada pihak yang menilai bahwa perang Shiffin terjadi karena perebutan kekuasaan
antara Ali dan Muawiyah, sayang sekali pandangan ini tidak memiliki dasar kuat
Setelah
kembalinya utusan Amir Al Mukminin dari Syam, dan gamblangnya pendirian
penduduk Syam, bahwa mereka enggan melakukan baiat, kecuali dilaksanakan
hukuman hadd atas pelaku pembunuhan Utsman. Maka, eksistensi kelompok Saba’iyah
semakin terncam, karena merekalah yang berdiri di balik peristiwa tragis itu.
Tidak
ada cara lain bagi mereka, kacuali mendesak Amirul Mukminin untuk menghadapi
Muawiyah. Disebutkan dalam Al Bidayah wa An Nihayah (8/10),”Maka para tokoh
yang secara langsung terlibat pembunuhan Utsman,yang berada di sekitar Ali bin
Abi Thalib, memberi saran, agar beliau memecat Muawiyah dari jabatannya sebagai
gubernur Syam.”
Saat
itu Amir Al Mukminin pun melihat bahwa pelaksanaan hadd tidak bisa dilakukan
kacuali setelah baiat bisa diselesaikan, apalagi para pelakunya berkeliaran di
sekitar beliau dan jumlah mereka pun banyak, ini semakin menyulitkan posisi
beliau.
Mayoritas
Umat Tak Menghendaki Perang
Sudah maklum, bahwa umat Islam di masa peperangan Siffin adalah generasi yang
amat dekat dengan masa Rasulullah (SAW), dimana mereka amat memahami, bagaimana
berinteraksi dengan sesama Muslim, hingga mayoritas umat Islam, baik di Syam
maupun Kufah, bahkan Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib sebenarnya sama-sama
menghindari adanya pertumpahan darah.Hal ini bisa dilihat, bagaimana
usaha mereka dalam berunding, menghindari peperangan dan usaha penduduk Kufah
yang menghalangi jalannya pasukan Khalifah menuju Syam.
Diriwayatkan
dalam Al Bidayah wa An Nihayah (7/267), bahwa Imam Ali telah mengirimkan
pasukan pembuka, yang berjumlah 8 ribu tentara. Pasukan ini menuju Syam dengan
melewati sisi kanan sungai Eufrat, sedangkan pasukan Khalifah melewat sisi
kirinya. Karena khawatir adanya serangan dari Muawiyah, disebabkan sedikitnya
jumlah mereka, maka pasukan ini berancana bergabung dengan pasukan Khalifah di
seberang, dengan melalui penyeberangan di wilayah ‘Anat, akan tetapi apa yang
terjadi, penduduk kota wilayah itu menghalangi mereka. Tidak bisa melalui
‘Anat, pasukan hendak melalui penyeberangan lainnya, yang berada di wilayah
Hiit, akan tetapi, seperti yang sudah-sudah, mereka dihalangi oleh penduduk
setempat. Akhirnya, mereka terlambat, dan bertemu dengan pasukan
Ali yang sudah berada di depan mereka.
Selanjutnya penduduk Qirqisiya’
menghalangi pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib itu, sedangkan penduduk Ar
Riqah mengumpulkan seluruh perahu mereka dan enggan membantu pasukan itu
menyeberang menuju Shiffin, hingga mereka memutuskan untuk menyeberang di
wilayah Manbaj.
Sikap Khalifah Ali yang lemah
lembut terhadap mereka yang menghalangi perjalanan pasukannya menunjukkan bahwa
tujuan utama bukanlah menumpahkan darah, akan tetapi melakukan ishlah. Hal ini
berbeda dengan yang dilakukan Al Asytar, yang juga berada dalam barisan yang
sama, terhadap mereka yang enggan membantu penyeberangan ia mengancam”Jika
tidak kalian lakukan, aku benar-benar akan membunuh para laki-laki, merusak
tanah atau mengambil harta.” Riwayat ini termaktub dalam Tarikh At Thabari
(5/229).
Awal mulanya, Khalifah masih
mempercayai Al Asytar, karena tidak menilai, bahwa pria itu adalah salah satu
pembunuh Utsman, walau ia adalah salah satu pemimpin Khawarij. Akan tetapi ada
indikasi bahwa akhirnya beliau merubah pandangan tersebut. Diceritakan Al Hakim
dalam Al Mustadrak (3/107), bahwa saat itu, penduduk Nakha’ berkumpul di dalam
rumah Al Asytar. Ali bin Abi Thalib menyeru kepada mereka,”Apakah di dalam
rumah hanya ada Al Asytar?” Mereka menjawab, ”tidak.” Khalifah kembali
mengatakan,”Umat ini bersandar kepada kaluarga yang paling baik, akan tetapi
mereka telah membunuhnya (Utsman). Sesungguhnya kami memerangi Bashrah karena
baiat yang kami takwilkan, sedangkan kalian bergerak menuju sebah kaum yang
kami tidak dibaiat oleh mereka (Syam), handaklah setiap orang melihat, dimana
pedang harus diletakkan.”
Dialog di atas menunjukkan bahwa
Amirul Mukminin telah memperingatkan Al Asytar, mengenai keputusannya untuk
pergi ke Shiffin, dan menjelaskan bahwa tidak perlu dilakukan pertempuran di
sebuah wilayah yang tidak terikat oleh Baiat, semisal Syam.
Niatan Amirul Mukminin untuk tidak
mengutamakan kekuatan senjata didukung dengan riwayat yang ditulis oleh Ibnu
Katsir dalam Al Bidayah wa An Nihayah (8/127) yang menyebutkan, bahwa Khalifah
Ali mengirim utusan ke Damaskus untuk membawa pesan kepada penduduk Syam, bahwa
beliau telah berdiri di atas rakyat Iraq untuk ingin mengetahui ketaatan
penduduk Syam terhadap Muawiyah. Ketika perkara itu sampai kepada Muawiyah,
beliau naik mimbar masjid dan mengatakan kepada jama’ah,”Sesungguhnya Ali telah
berdiri di penduduk Iraq untuk kalian. Apa pendapat kalian?” Para jama’ah tidak
berkata-kata, hingga seorang ada yang mengatakan,”Anda yang berfikir, kami yang
melaksanakan.” Akhirnya Muawiyah memerintahkan agar mereka bersiap-siap
membentuk pasukan menjadi 3 bagian.
Setelah itu, kembalilah utusan
menuju Khalifah Ali bin Abi Thalib lalu mengabarkan, apa yang terjadi di Syam.
Ali akhirnya naik mimbar dan mengatakan kepada jama’ah,”Muawiyah telah
mengumpulkan pasukan untuk memerangi kalian, apa pendapat kalian?” Semua
hadirin terheran dan berbiacara satu sama lain. Khalifah Ali akhirnya turun
dari mimbar, dengan mengatakan,”la haula wa la quwwata ila billah.”
Kenapa Ali Tak Segera Menghukum Para Pembunuh Utsman?
Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wa An Nihayah (7/242) setelah menjelaskan, bahwa
kaum yang ikut serta membunuh Utsman termasuk kelompok awal yang ikut mambaiat
Ali bin Abi Thalib, beliau mengatakan,”Padahal Ali membenci mereka, dan
berusaha menghindar dari kelompok tersebut serta sangat menginginkan agar
beliau bisa menundukkan mereka, hingga hak Allah bisa ditegakkan hak Allah
(yakni hukuman hadd).”
Disebutkan juga oleh Ibnu Katsir
bahwa, setelah Ali dibaiat, para tokoh sahabat beserta Thalhah dan Zubair
menemui beliau dan meminta agar dilaksanakan hukuman kepada para pembunuh
Utsman. Ali menyatakan udzur untuk melaksanakan hal itu di waktu itu, karena
kekuatan mereka yang besar dan memiliki pendukung. Bahkan Ali meminta kepada
Zubair untuk memerintah Kufah dan Thalah untuk memerintah Bashrah, dan beliau
siap membekali keduanya dengan pasukan, agar bisa memperkuat dalam menghadapi
kekuatan kaum Khawarij.
Akhirnya, para sahabat, termasuk
Thalhah dan Zubair mendatangi lagi Ali, setelah menunggu beberapa waktu dan
melihat Khalifah belum melakukan ”apa-apa” untuk menghukum kaum Khawarij.
”Wahai saudaraku, bukannya saya tidak mengerti masalah itu, akan tetapi apa
yang mampu saya perbuat atas sebuah kaum yang menguasai kita akan tetapi kita
tidak menguasa mereka? Mereka berada di sekitar kalian, sesuka hati mereka,
apakah kalian melihat ada peluang untuk melakukan hal yang kalian inginkan?”
Mereka menjawab,”Tidak”. Ali mengatakan,”Tidak, demi Allah saya tidak melihat,
kacuali apa yang telah kalian lihat insyaallah.”
Jelas, dari penjelasan di atas,
tidak diragukan lagi, Ali sendiri berkeinginan untuk menegakkan hadd kepada
para pembunuh Utsman, tapi beliau merasa kesulitan, karena mereka sendiri
berada di sekeliling khalifah, dan kekuatan mereka tidak bisa diremehkan,
hingga para sahabat pun mengakui hal tersebut.
Upaya Perdamaian di Shiffin
Setelah pasukan Syam dan Kufah sampai di wilayah Shiffin, kedua pihak mengambil
posisi masing-masing. Utusan keduanya sibuk melakukan perundingan, dengan
mengharap pertempuran bisa terhindar.
Dalam Al Bidayah wa An Nihayah
(7/272) disebutkan bahwa Abu Muslim Al Khaulani beserta beberapa orang
mendatangi Muawiyah dengan mengatakan,”Apakah engkau melawan Ali ataukah engkau
juga sepertinya?” Muawiyah menjawab, ”Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar
mengatahui kalau ia (Ali) lebih baik dariku, lebih utama dan lebih berhak dalam
masalah ini (kekhalifahan) daripada aku. Akan tetapi bukanlah kalian mengetahui
bahwa Utsman terbunuh dengan keadaan terdhalimi, sedangkan saya adalah
sepupunya yang berhak meminta keadilan. Katakan kepadanya, agar ia menyerahkan
pembunuhnya, maka saya menyerahkan persoalan ini kepadanya.
Diriwayat yang lain juga
disebutkan, bahwa Abu Darda’ dan Abu Umamah mendatangi Muawiyah, dengan isi
percakapan yang hampir sama dengan riwayat sebelumnya. Setelah itu keduanya
kembali kepada Ali bin Abi Thalib, dan beliau mengatakan,”Mereka adalah
orang-orang yang kalian maksudkan.” Maka keluarlah banyak orang, dan
mengatakan,”Kami semua yang telah membunuh Utsman, siapa yang berkehendak maka
silahkan dia melemparkan kami.”
Dalam Minhaj As Sunnah (4/384)
juga dinukil bagaimana sikap para pendukung Muawiyah, mangapa mereka tidak
membaiat Ali.”Kami jika membaiat Ali, maka pasukannya akan mendhalimi kami,
sabagaimana mereka mendhalimi Utsman, sedangkan Ali tidak mampu melakukan
pembelaan terhadap kami.”
Dari periwayatan di atas semakin
jelas, bahwa memang kedua belah pihak, baik Ali dan Muawiyah tidak berselisih
mengenai jabatan kekhalifahan, dan keduanya memang tidak bermaksud menyerang
satu sama lain, kecuali pihak pengikut Saba’iyah yang berada di barisan Amirul
Mukminin, yang selalu menginginkan adanya konflik antara Ali dan Muawiyah. Dan
Muawiyah tetap berdiri tegak guna melawan para pengiku Abdullah bin Saba’ yang
berada dalam pasukan Khalifah.
Khawarij yang Berbalik ”Menikam”
Khalifah
Berbagai upaya menghentikan
peperangan dilakukan kedua belah pihak, tapi kaum Saba’iyah terus berusaha
memantiknya
Para utusan terus melakukan
perundingan, dan pasukan kedua belah pihak sama-sama menahan diri untuk
melakukan serangan, hingga berakhirnya bulan-bulan haram di tahun itu (37 H).
Pasukan Kufah menyeru kepada pasukan Syam, ”Amir Al Mukminin telah menyeru
kepada kalian, aku telah memberi tenggang waktu untuk kalian, agar kembali
kepada al haq, dan saya telah menegakkan atas kalian hujah, akan tetapi kalian
tidak menjawab…”
Pasukan
Syam menjambut seruan itu, dengan mempersiapkan diri di shafnya masing-masing.
Pada hari Rabu, tanggal 7 pada bulan Safar, pertempuran berlangsung pada hari
Rabu, Kamis, Jumat serta malam Sabtu. Dalam Al Aqdu Al Farid (4/3140)
disebutkan bahwa kdua pihak bersepakat bahwa mereka yang terluka harus
dibiarkan, begitu pula mereka yang melarikan diri tidak boleh dikejar, mereka
yang meletakkan senjata akan aman, tidak boleh mengambil benda milik mereka
yang meninggal, serta mereka mendoakan dan menshalati jenazah yang berada di
antara kedua belah pihak.
Mayoritas
sahabat tidak ikut serta dalam pertempuran ini. Pada saat itu jumlah mereka
sekitar 10 ribu, akan tetapi yang ikut serta tidak lebih dari 30 sahabat saja,
sebagaimana riwayat yang disebutkan dalam Minhaj As Sunnah (6/237).
Riwayat
mengenai jumlah pasukan yang terbunuh di kedua belah pihak berbeda satu sama
lain, akan tetapi Ibnu Katsir menyebutkan dalam Al Bidayah wa An Nihayah
(7/288) bahwa pasukan Kufah berjumlah 120 ribu orang, terbunuh 40 ribu, sedangkan
pasukan Syam berjumlah 60 ribu, dan yang terbunuh dari mereka 20 ribu orang.
Terbunuhnya Amar bin Yasir
Peristiwa terbunuhnya sahabat Amar bin Yasir dalam pertempuran Shiffin memberi
pengaruh amat besar bagi kedua belah pihak, dimana sebelumnya Rasulullah (SAW)
telah berkata kepada Amar, bahwa ia tidak meninggal, kecuali terbunuh di antara
dua kelompok orang-orang mukmin, sebagaimana disebutkan Al Bukhari dalam Tarikh
As Saghir (1/104).
Sedangkan
Amru bin Ash, sahabat yang bergabung dalam barisan Muawiyah pernah mendengar
bahwa Rasulullah bersabda mengenai Amar bin Yasir, sebagaimana termaktub dalam
Al Majma’ Az Zawaid (7/244) ”Sesungguhnya orang yang membunuh dan mengambil
hartanya (sebagai ghanimah) akan masuk neraka.” Lalu ada yang mengatakan kepadanya,”Sesungguhnya
engkau yang memeranginya!” Amru bin Ash menjawab,”Sesungguhnya yang disabdakan
adalah pembunuh dan perampas hartanya.”
Hadits
di atas menunjukkan bahwa memang kedua belah pihak mengetahui keutamaan masing,
masing dan tidak ada kesengajaan untuk berniat saling membunuh.
Meninggikan
Mushaf
Bisa dikatakan bahwa peristiwa penting dalam perang Shiffin adalah pangangkatan
tinggi-tinggi mushaf Al Qur`an, hingga pertempuran itu berakhir. Disebutkan
dalam beberapa periwayatan bahwa ketika pertempuran berlangsung amat sengit
banyak para ulama yang menyeru, baik dalam barisan pasukan Syam maupun
Kuffah,”Jika kita besok baru berhenti (bertenpur) maka Arab akan sirna, dan
hilangnya kehormatan…”
Muawiyah
yang juga mendengar khutbah itu membenarkan,”Benar, demi Rabb Ka’bah, jika kita
masih berperang esok, maka Romawi akan mengincar para wanita dan keturunan
kita. Sedangkan Persia akan mengincar para wanita dan ketururnan Iraq. Ikatlah
mushaf-mushaf di ujung tombak kalian.”
Maka
saat itu, pasukan Syam menyeru,”Wahai pasukan Iraq diantara kami dan kalian
adalah Kitabullah!” Muawiyah memerintahkan seorang utusan untuk menghadap
kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, ”Iya, diantara kami dan kalian adalah
Kitabullah, dan kami telah mendahulukan hal itu.” Jawab beliau.
Akan
tetapi, sebagaimana yang terjadi sebelumnya, para pengikut Abdullah bin Saba’
enggan menerima usulan untuk berdamai, mereka ingin agar Khalifah Ali
meneruskan pertempuran. Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf
(8/336) bahwa kaum Khawarij mendatangi Ali bin Abi Thalib, dengan pedang di
atas pundak mereka,”Wahai Amir Al Mukminin, tidakkah sebaiknya kita menyongsong
mereka, hingga Allah memberi keputusan antara kita dan mereka.” Usulan ini
ditentang keras oleh sahabat Sahl bin Hunaif Al Anshari. ”Tuduhlah diri kalian!
Kami telah bersama Rasulullah (SAW) saat peristiwa Hudaibiyah. Kalau sendainya
kami berpendapat akan berperang, maka kami perangi (tapi kenyataannya mereka
tidak berperang)”
Sahl
juga menjelaskan bahwa setelah perjanjian damai dengan kaum musyrikin itu
turunlah surat Al Fath kepada Rasulullah (SAW). Ali bin Abi Thalib pun
menyambut pendapat Sahl, ”Wahai manusia, ini adalah fath (hari pembebasan).”
Seru Ali bin Abi Thalib, akhirnya pertempuran itu pun berakhir.
Peristiwa
Tahkim
Tahkim adalah penunjukkan dua pihak yang berselisih terhadap seseorang yang
adil, dengan tujuan agar memberi keputusan terhadap dua pihak tersebut. Kedua
pihak yang terlibat pertempuran Shiffin, yakni Ali dan Muawiyah telah sepakat
memilih Abu Musa Al Asy’ari untuk menjadi penengah. Sesuai dengan yang ditulis
oleh Ibnu Hibban dalam At Tsiqat (2/293), hasil tahkim berisi, bahwa Ali bin
Abi Thalib ditetapkan membawahi wilayah Iraq dan penduduknya, sedangkan
Muawiyah ditetapkan membawahi wilayah Syam beserta para penduduknya, tidak ada
penggunaan senjata, dan hal ini berlaku dalm satu tahun. Jika sudah melewati
masanya, kedua belah pihak bisa menolaknya, atau bisa memperpanjang. Dari
kandungan tersebut, bisa disimpulkan bahwa Muawiyah tidak ada keharusan untuk membaiat
Ali, bagitu juga Ali, tidak ada keharusan untuk menghukum pembunuh Utsman.
Dengan
demikian, tidak ada lagi peperangan antara Syam dan Iraq, Muawiyah tetap tidak
membaiat Ali, dan Ali pun tetap tidak menghukum para pembunuh Utsman. Dan
konflik pun bergeser antara Khalifah Ali dengan Kaum khawarij, yang semula
menjadi pendukung Amir Al Mukminin, yang tidak menyukai perdamaian antara Iraq
dan Syam. Lantas mereka mengisukan bahwa Khalifah Ali bin Abi Thalib tidak
setuju dengan hasil yang telah diputuskan.Hingga akhirnya beliau
menegaskan,”Barang siapa mengira bahwa aku tidak setuju dengan hasil tahkim,
maka ia telah berbohong, barang siapa berfikiran demikian maka ia telah sesat.
Akhirnya kaum Khawarij keluar dari masjid, dengan mengatakan,”la hukma illa lillah”,
atau tidak ada hukum selain hukum Allah. Sehingga ada yang mengatakan kepada
Khalifah,”Mereka telah keluar dari ketaatan terhadapmu.”Saya tidak akan
memerangi mereka, hingga mereka memerangi kami, dan mereka akan melakukannya.”
Hal ini disebutkan Ibnu Abdi Rabbih dalam Al Aqdu Al Farid (2/218).
Gerakan
Khawarij tidak berhenti sampai di sini, mereka masih tetap bernafsu tidak hanya
membunuh Muawiyah, tapi membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib serta Amru bin
Ash. Ali bin Abi Thalib menjadi incaran, karena mereka merasa bahwa kedok
mereka sudah terbuka secara sempurna dihadapan Khalifah, dan tidak ada yang
bisa ditutupi dari gerakan mareka. Dan pembunuhan itu masih belum sempurna,
kacuali jika menyertakan Muawiyah dalam terget serupa. Sedangkan Amru bin Ash
ikut menjadi target, karena beliau adalah musuh pertama kelompok ini, di saat
beliau berkuasa di Mesir, sehingga jika beliau tidak dibunuh, maka keberadaan
beliau juga berpotensi untuk mengancam gerakan kelompok ini, beliau tidak ada
bedanya dengan Muawiyah.
Ditugaskan
tiga orang, untuk membunuh tiga sahabt mulia itu, Ibnu Muljim, sahabat dekat
Ibnu Saba’ dari kalangan Khawarij menyerang Ali bin Abi Thalib di malam ke 17
dari bulan Ramadhan tahun 40 H, dengan menebaskan pedang, hingga mengenai
kening beliau. Setelah bertahan selama dua hari, Khalifah Ali bin Abi Thalib
akhirnya wafat. Sedangkan Al Burk bin Abdullah Al Khariji, yang bertugas
membunuh Muawiyah malah terbunuh terlebih dahulu oleh beliau, dengan pedangnya
sendiri. Sedangkan Amru bin Bukair yang ditugaskan membunuh Amru bin Ash, malah
membunuh salah satu petugas, yang disangkanya sasarannya, hingga kedua sahabat
itu selamat dari pembunuhan.
Inilah
peristiwa beruntun yang dilakukan kelompok Abdullah bin Sabba’ terhadap para
sahabat mulia, hingga terjadi fitnah besar yang menyebabkan bertumpahnya banyak
darah. Mudah-mudahan umat Islam bisa mengambil ibrah dari rentetan peristiwa
ini. Allahu’alam bishawab.
Memuat...
Terkait
79 Responses to
“Memandang Perang Shiffin Bukan dari Mata Pendengki”
assalamualaikum.wr.wb.
setelah membaca sejarah diatas,saya tertarik sekali untuk mengetahui secara
mendetail siapa sebenarnya abdullah bin saba’ sebenarnya? darimana asalnya?
kapan masuk islamnya? siapa ibu-bapaknya? apa sukunya? siapa saja pengikutnya
dan kawan2 dekatnya? sepak terjangnya dan lain2 secara runtut dari lahirnya
sampai kematiannya,karena betapa hebat,cerdas dan lihainya dia, yg berhasil
memecah-belah dan mengadu domba para sahabat yg kecerdasn,ilmu dan keluhuran
akhlaknya tidak diragukan lagi. betapa hebatnya dia,yg berhasil memecah-belah
dan menghancurkan islam dari dalam…yg akibatnya kita rasakan sampai
sekarang(saling mengkafirkan,bahkan menghalalkan darah dan harta sesama umat
Muhammad SAW) tolong… ceritakan siapa sebenarnya abdullah bin saba’…atau
tunjukkan buku tarikh yg khusus bercerita tentang abdullah bin saba’ dari lahir
sampai matinya berserta sepak terjangnya…sehingga saya tidak bingung mendengar
kehebatannya…abdullah bin saba’ itu tokoh khayalan atau kenyataan? sehingga
akan terbuka kebenaran sejarah tentang penyebab terpecahnya umat islam pasca
wafatnya Rasulullah Muhammad SAW.
wassalamualaikum wr.wb
coba baca
@ahmad
anda tahu kan si paulus yang
ajarannya menjadi ajaran resmi nashrani? padahal dia hanya seorang, tetapi
ajarannya telah menyebar ke seluruh Dunia menggantikan ajaran Nabi Isa yang
murni.. demikian juga si Ibnu Saba’ dalam mengacaukan ajaran Islam.. mungkin
ada pertanyaan kenapa si Paulus dan Ibnu Saba’ yg sama2 Yahudi (anda tahu-lah
kaum Yahudi kan otaknya byk yg di atas rata2) bisa mengacaukan ajaran para Nabi
sampai sedemikian rupa? ya karena dibantu oleh Iblis, Syaithan dari kalangan
Jin dan manusia yg mereka mempunyai tujuan yg sama yaitu menyesatkan umat
manusia..
Jadi keheranan anda itu terlalu berlebihan
saya kira.. dan Ibnu Saba’ itu bukan tokoh khayalan tapi kenyataan, yg terekam
baik di literatur Sunni maupun Syi’ah..
keheranan saya tidak
berlebihan,karena tokoh selevel ibnu saba’ tidak terekam dg baik
biografinya,sepak terjangnya dsb.
hanya disebutkan abdullah bin saba’ tokoh yahudi dr yaman,pura2 masuk islam
jaman kalifah usman,menebarkan fitnah,memecah belah umat,mengagung-agungkan
imam Ali,dan pendiri aliran syi’ah?
padahal titik inilah yg paling krusial yg menyebabkan perpecahan umat
islam,padahal kalau melihat sepak terjang dan pengaruhnya bisa berjilid-jilid
buku yg bisa ditulis tentang ibnu saba’.biografi dan sepak terjang paulus jauh
lebih mudah dicari dan ditelusuri drpd ibnu saba’ kendati zaman paulus ratusan
tahun lebih dulu dari ibnu saba’.
silahkan baca link yg sdh
ditunjukkan sdr kembali ke aqidah yg benar..
tidak harus sama antara Paulus dan
Ibnu Saba’ dalam sepak terjangnya dan tidak harus sama para sejarawan dalam
merekam ke 2 tokoh tsb,terlalu banyak alasan yg bisa disebutkan, tetapi yg
jelas eksistensi keduanya telah tercatat. untuk Ibnu Saba’ tercatat dalam
literatur sunni dan syi’ah, jadi tidak ada alasan lagi bagi kaum syi’ah utk
mengingkarinya.. sedikit ato banyak catatan ttg tokoh satu ini tidaklah
menafikan eksistensinya.. sedangkan hasil makar dr tokokh ini, sebagian anda
bisa baca di atas..kalo ga puas anda bisa baca misalnya di tarikh at-Tabari
atopun yg lainnya.
@imem…saya sudah baca link yg anda
maksud insyaalah termasuk tarikh baik dr suni/syiah.
permasalahan pokok ibnu saba’
bukan masalah ada dan tidak adanya ibnu saba’,tapi detail sepak terjangnya,dr
detail sepak terjangnya kita bisa menganalisa keberadaannya dan dari
pengaruhnya kita kita tahu kehebatannya. dlm kasus ibnu saba’ banyak kontradiksi,keanehan,kejanggalan
bahkan(maaf)menganggap goblok,bodoh para sahabat nabi karena mudah
ditipu,dihasut dan diadu domba oleh ibnu saba’yg tidak jelas asal-usulnya,
ilmunya,kecerdasannya dst dst.
dlm menganalisa sejarah kita tidak bisa mengandalkan sumber dari satu
pihak,tapi juga sumber pihak lain bahkan pihak ketiga,tidak sepotong2tapi
utuh,merekontruksinya sedemikian rupa,urut(waktu&kejadian),detail
terperinci dan obyektif apa adanya,tidak menutupi satu kejadian dan
menceritakan kejadian lainnya.
cerita bin saba’ sungguh memilukan sekaligus menggelikan…
sayang…tarikh pasca wafatnya Rasulullah SAW sering disusun atas suka dan tidak
suka,kepentingan kelompok,bahkan pesanan penguasa.
padahal sejarah nilainya sama dg hadist,bahkan alquran 1/3nya adalah sejarah.
tarikh yg keluar dari lidah pembohong nilainya sama dg(maaf) sampah…
semoga Allah SWT memberi cahaya pada akal kita,dan menerangi qalbu kita…amin
Asal muasal Syi’ah ini adalah
pendukung Ali yg berada diwilayah Kufah yg begitu fanatik,termasuk org2
Khawarij itu. Dimasa inilah Abdullah bin Saba berperan melakukan provokasi dgn
mengkultuskan Ali,dan mengu tuk Abu Bakar yg merampas hak Ali sebagai Khalifah.
Lebih dari itu juga mengatakan bhw Jibril salah mebawa wahyu yg sebenarnya
bukan kpd Muhammad,tetapi harusnya kpd Ali. Org syi’ah sekarang ini sengaja me
ngaburkan kisah si Saba ini, pada hal didalam kitab2 syi’ah diceritakan
keberadaan Abdullah bin Saba.Jadi org syi’ah keberatan kalau tokoh pe
nyesat ini di-sebut2,karena tak ingin terbongkar kedok kepalsuan ajaran
Sesat nya.Salah satu kepercayaan syi’ah yg KONYOL ialah mengatakan
bahwa padang Karbala tempat Husein mati syahid,dianggap lebih suci dari Makkah
dan Madinah,bahkan dikatakan kalau sdh pergi “haji”ke Kar bala,tidak perlu lagi
pergi haji ke Makkah. Siapa yang syirik dan SESAT?
@imem…saya sudah baca link yg anda
maksud…insyaalah termasuk tarikh baik dr suni/syiah.
permasalahan pokok ibnu saba’
bukan masalah ada dan tidak adanya ibnu saba’,tapi detail sepak terjangnya,dr
detail sepak terjangnya kita bisa menganalisa keberadaannya dan dari
pengaruhnya kita kita tahu kehebatannya. dlm kasus ibnu saba’ banyak kontradiksi,keanehan,kejanggalan
bahkan(maaf)menganggap goblok,bodoh para sahabat nabi karena mudah
ditipu,dihasut dan diadu domba oleh ibnu saba’yg tidak jelas asal-usulnya,
ilmunya,kecerdasannya dst dst.
dlm menganalisa sejarah kita tidak bisa mengandalkan sumber dari satu
pihak,tapi juga sumber pihak lain bahkan pihak ketiga,tidak sepotong2tapi
utuh,merekontruksinya sedemikian rupa,urut(waktu&kejadian),detail
terperinci dan obyektif apa adanya,tidak menutupi satu kejadian dan
menceritakan kejadian lainnya.
cerita bin saba’ sungguh memilukan sekaligus menggelikan…
sayang…tarikh pasca wafatnya Rasulullah SAW sering disusun atas suka dan tidak
suka,kepentingan kelompok,bahkan pesanan penguasa.
padahal sejarah nilainya sama dg hadist,bahkan alquran 1/3nya adalah sejarah.
tarikh yg keluar dari lidah pembohong nilainya sama dg(maaf) sampah…
semoga Allah SWT memberi cahaya pada akal kita,dan menerangi qalbu kita…amin
ternyata orang yang disebut
“Abdullah bin Saba” itu berdasarkan pada beberapa catatan mempunyai jalan
cerita yang berbeda-beda. Adakah “abdullah bin Saba” satu nama untuk beberapa
orang?. Nah fokus ke Abdullah bin Saba yang memiliki peran seperti disampaikan
pada blog ini. Tinggal diurut…. dari siapa berita ini…terus–terus — dan
ujungnya…dari Thabari…dari Saif bin Umar at-Tamimi yang oleh para ulama sebagai
pendusta.
Kesimpulannya Abdullah bin Saba
yang memiliki peran sebagai pendiri paham syi’ah adalah tokoh novel karangan
Saif bin Umar.
mempercaya eksistensi Abdullah bin
Saba’ mengindikasikan bahwa kecerdasan dan kemuliaan sahabat dan Ahlulbait itu
tidak ada apa-apanya dibanding Abdullah bin Saba, seorang muallaf Yahudi karena
semuanya terkecoh oleh permainannya…dan saya berlepas diri dari keyakinan
seperti itu.
====
maaf pa Ustadz Thoriq saya mau titip pesan sama imem..(imem, tolong sampaikan
sama pemilik blog Abuthalhah, Demi Allah saya tidak bisa mengomentari
pernyataan anda.. setiap mengirim pesan selalu discarted. Entah sengaja atau
tidak itulah yang terjadi.
@ imem
saya sudah baca link yg anda maksud…insyaalah termasuk tarikh baik dr suni/syiah.
permasalahan pokok ibnu saba’
bukan masalah ada dan tidak adanya ibnu saba’,tapi detail sepak terjangnya,dr
detail sepak terjangnya kita bisa menganalisa keberadaannya dan dari
pengaruhnya kita kita tahu kehebatannya. dlm kasus ibnu saba’ banyak kontradiksi,keanehan,kejanggalan
bahkan(maaf)menganggap goblok,bodoh para sahabat nabi karena mudah
ditipu,dihasut dan diadu domba oleh ibnu saba’yg tidak jelas asal-usulnya,
ilmunya,kecerdasannya dst dst.
dlm menganalisa sejarah kita tidak bisa mengandalkan sumber dari satu
pihak,tapi juga sumber pihak lain bahkan pihak ketiga,tidak sepotong2tapi
utuh,merekontruksinya sedemikian rupa,urut(waktu&kejadian),detail
terperinci dan obyektif apa adanya,tidak menutupi satu kejadian dan
menceritakan kejadian lainnya.
cerita bin saba’ sungguh memilukan sekaligus menggelikan…
sayang…tarikh pasca wafatnya Rasulullah SAW sering disusun atas suka dan tidak
suka,kepentingan kelompok,bahkan pesanan penguasa.
padahal sejarah nilainya sama dg hadist,bahkan alquran 1/3nya adalah sejarah.
tarikh yg keluar dari lidah pembohong nilainya sama dg(maaf) sampah…
semoga Allah SWT memberi cahaya pada akal kita,dan menerangi qalbu kita…amin
@yusuf
Riwayat mengenai Ibnu Saba’ si founding
father syi’ah rofidhoh bukan hanya dari jalur Saif saja, jadi tidak diragukan
lagi eksistensi tokoh pembuat makar ini, dan tokoh-tokoh perusak spt ini selalu
ada pada setiap umat, contoh Samiri pada zaman Nabi Musa, Paulus perusak agama
Nashrani dan Ibnu Saba’ perusak agama ini.. apakah kemudian ente mau
merendahkan Nabi Harun karena umatnya menyembah anak sapi atas hasutan Samiri
sepeninggal Nabi Musa? apakah ente akan merendahkan para hawariyun, pengikut
Nabi Isa karena fitnah yang dilakukan oleh Paulus, dan sekarang ente akan
merendahkan sahabat karena fitnah yg dikobarkan oleh Ibnu Saba’?. apakah ente
akan merendahkan Imam Ali yg termasuk korban fitnah Ibnu Saba’ yang menyebabkan
beliau terbunuh? apakah kemuliaan beliau hilang karena fitnah yg terjadi? mikir
tho mikir…
@ahmad
Anda menghendaki detail sepak
terjang Ibnu Saba’? anda tahu kan agen rahasia CIA, FBI dll? apakah anda bisa
mengetahui detail dg jelas dr makar yg dilakukan oleh organisasi2 rahasia
semacam itu? yg bisa dilihat adlh akibat yg terjadi atas makar mereka. ok tapi
coba anda baca link berikut ini mengenai insiden Jamal dan Shiffin.. dan anda
akan melihat sebagian sepak terjang si Ibnu Saba’ ini. (dan saya kira artikel
Al-Akh Thoriq di atas juga sudah menggambarkan sebagian sepak terjang dari si
Ibnu Saba’ ini)
@imem
saya minta satu sanad yang shahih
tentang Abdullah bin Saba untuk saya pelajari… syukron.
Abdullah bin Saba’ dengan beberapa
versi:
1. Abdullah bin Wahab Saba’i,
pemimpin suku Khawarij yang menentang Ali.
2. Abdullah bin Saba yang
mendirikan suku Saba’iyah yang meyakini bahwa Ali adalah Tuhan. la dan
pengikutnya dibakar tak lama setelah itu.
3. Abdullah bin Saba, yang juga
terkenal dengan nama Ibnu Sauda bagi mereka yang meriwayatkan dari Saif. la
adalah pendiri kelompok yang meyakini kepemimpinan Ali, dan menghasut pengikut
Utsman kemudian memulai perang Jamal.
@Imem
Saya minta sanad yg shahih cerita Abdullah bin Saba’ yang meyakini kepemimpinan
Ali bin Abi Thalib.
[b]ASAL MUASAL CERITA ABDULLAH BIN
SABA’[/b]
itinjau dari sanad cerita Abdullah
bin Saba’ dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
1.
Yang Diriwayatkan Oleh Saif Bin Umar
2. Yang Tidak Memiliki Sanad Dan Perawi Sama Sekali
3. Yang Diriwayatkan Dari Selain Saif Bin Umar
A.
YANG DIRIWAYATKAN OLEH SAIF BIN UMAR
Diantara sejarahwan yang mencatat
cerita tersebut dari Saif secara langsung:
1. Thabari.
2. Dzahabi, ia juga menyebutkan dari Thabari (1).
3. Ibmi Abu Bakir, ia juga mencatatnya dari Ibnu Atsir (15), yang mencatat dari
Thabari (1).
4. Ibnu Asakir.
Berikut ini sejarahwan yang tidak
secara langsung mencatat dari Saif:
5. Nicholson dari Thabari (1).
6. Ensiklopedi Islam karya Thabari (1)
7. Van Floton dari Thabari (1)
8. Wellhauzen dari Thabari (1).
9. Mirkhand dari Thabari (1).
10. Ahmad Amin dari Thabari (1), dan dari Wellhauzen (8).
11. Farid Wajdi dari Thabari (1).
12. Hasan Ibrahim dari Thabari (1).
13. Said Afghani dari Thabari (1), dan dari ibnu Abu Bakir (3), Ibnu Asakir
(4), dan Ibnu Bardan (21).
14. Ibnu Khaldun dari Thabari (1).
15. Ibnu Atsir dari Thabari (1).
16. Ibnu Katsir dari Thabari (1).
17. Danaldson dari Nicholson (5), dan dari ensiklopedia (6).
18. Ghiathuddin dari Mirkhand (9).
19. Abu Fida dari Ibnu Atsir (15).
20. Rasyid Ridha dari Ibnu Atsir (15).
21. Ibnu Bardan dari Ibnu Asakir (4).
22. Bustani dari Ibnu Katsir (16).
B. YANG TIDAK MEMILIKI SANAD dan
PERAWI SAMA SEKALI
Di antara kaum Sunni yang
menyebutkan nama Abdullah bin Saba dalam cerita mereka tanpa memberikan sumber
klaim mereka adalah:
1. Ali bin Isma’il Asyari (330)
dalam bukunya yang berjudul Maqalat al-Islamiyyin (esai mengenai masyarakat
Islam).
2. Abdul Qahir bin Thahir Baghdadi
(429) dalam bukunya yang berjudul al-Farq Bain al-Firaq (perbedaan di antara
aliran-aliran).
3. Muhammad bin Abdul Karim
Syahrastani (548) dalam bukunya yang berjudul al-Milal wa an-Nihal (Negara dan
Kebudayaan).
Di antara perawi Syi’ah yang
menyebutkan nama Abdullah bin Saba tanpa memberi keterangan mengenai sumbernya
adalah dua sejarahwan berikut ini:
1. Sa’d bin Abdullah Asy’ari Qummi
(301) dalam bukunya al-Maqalat wal-Firaq. Najasyi (450) dalam bukunya ar-Rijal
berkata bahwa Asy’ari Qummi mengembara ke banyak tempat dan terkenal dengan
hubungannya dengan sejarahwan Sunni dan banyak mendengar cerita dari mereka. la
menulis banyak riwayat lemah dari apa yang ia dengar, salah satunya adalah
cerita tentang Abdullah bin Saba, tanpa memberi referensi.
2. Hasan bin Musa Naubakhti (310),
seorang sejarahwan Syi’ah yang menuliskan sebuah riwayat dalam bukunya al-Firaq
tentang nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak pernah menyebut dari mana ia
mendapat riwayat tersebut serta sumbernya.
C. YANG DIRIWAYATKAN DARI SELAIN
SAIF BIN UMAR
Riwayatnya berjumlah 14 riwayat
yang terdapat di kalangan Syi’ah dan Suni. Diantara sejarahwan yang mencatat
cerita tersebut adalah:
1. Khusyi atau al-Kusysyi, juga
disingkat dengan nama Kosli (369), menulis dalam bukunya berjudul Rijal pada
tahun 340 mengenai Abdullah bin Saba. Dalam buku tersebut ia menyebut beberapa
hadis yang dalamnya muncul nama Abdullah bin Saba.
2. Syekh Thusi (460), (dari
al-Kusysyi)
3. Ahmad bin Thawus (673), (dari al-Kusysyi)
4. Allamah Hilli (726). (dari al-Kusysyi)
5. Ulama Syi`ah lain telah menyebut nama Abdullah bin Saba yang mengutip
Kusysyi atau dua sejarahwan yang telah disebut di atas (Asy’ari Qummi dan
Naubakhti yang tidak memberi sanad perawi atau sumber untuk riwayat mereka).
Cerita yang diberikan oleh hadis-hadis
Sunni dan Syi’ah, sangat berbeda dengan riwayat yang disebarluaskan oleh Saif
bin Umar. Hadis ini menyatakan bahwa ada seorang lelaki bernama Abdullah bin
Saba yang muncul pada saat pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Lelaki ini
menyatakan bahwa ia adalah seorang rasul dan Ali adalah Tuhan. Hadis-hadis ini
(tidak lebih dari 14 hadis) tidak ada dalam kitab-kitab kumpulan hadits utama
(kutub as-Sittah bagi suni, dan al-Arba’ bagi Syi’ah) dan tidak pernah
dinyatakan sebagai riwayat yang shahih baik oleh ulama Sunni atau Syi’ah.
Kesimpulan, Abdullah bin Saba’
sebagai pendiri pahan Syi’ah adalah cerita fiktif untuk mendiskriditkan Syi’ah.
Inilah yang saya ketahui sementara
ini. Tulisan diambil dari buku Antologi Islam.
Assalamalaikum warahmatullah
wabarakatuh…
Ikut komentar…
Ok, tulisan di atas ana publikasikan dengan beberapa
tujuan:
1. Menunjukkan makar Saba’iyah yang mendalangi terjadinya perselisihan di
anatara para sahabat yang mulia.
2. Bagaimana para sahabat menyikapi makar ini, hingga gerakan makar ini tidak
mencapai target alias gagal.
Komentar-komantar yang ada hanya
menyinggung substansi yang pertama, bukan yang kedua. Yakni hanya seputar ada
tidaknya gerakan Sabai’yah dan ada tidaknya Abdullah bin Saba’, yang
jelas-jelas ada dalam tarikh baik yang ditulis para sejarawan Sunni, Syi’ah maupun
para orientalis.
Mereka yang tidak setuju
kabanyakan merujuk kepada pendapat Murtadha Al Askari (Dekan Kuliyah Ushuluddin
di Najaf) yang berargumen bahwa mengani kisah Abdullah bin Saba’ bersumber dari
Saif At Tamimi dan Saif dituduh dhoif, pemalsu dll.
Jawab: Ok, kita rujuk perkataan
ulama hadits mengenai Saif: An Nasai, Abu Hatim Ar Razi, Yahya bin Ma’n, Ad
Dzahabi juga menukil dari Ibnu Ma’in. Intinya Saif dhaif dalam hadits (mana
yang dikatakan maudhu’ atau pemalsu?)
Akan tetapi dhoif dala hadits bukan
berarti tidak dipakai dalam sejarah. Ibnu Hajar mengatakan, “Saif lemah dalam
hadits (umdah) pijakan dalam tarikh”
Ok, la kita kita katakan bahwa
Saif dhaif (secara retorika), tapi kisah mengenai Abdullah bin Saba’ tidak
hanya diriwayatkan Saif saja.
1. At Thabari juga menukil dari
Qatadah bin Diamah
2. Hafidz Ibnu Asakir meriwayatkan
dari Zaid bin Wahb al Juhni juga Sya’bi Umar bin Syarahil serta Ibnu Thufail.
3. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat nya
meriwayatkan dari Ibrahim bin Yazid An Nakhai.
4. Yahya bin Hamzah Az Zubaidi
dalam Thauq Al Hamamah meriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah Al Ja’fi
Mudah-mudahan ada waktu untuk
menulis masalah ini secara detail. Wallah A’la wa ‘Alam
persilisihan sahabat sudah terjadi
sejak zaman Rasulullah SAW masih hidup,tapi bisa diselesaikan oleh Rasul,hanya
satu perselisihan yg membuat Rasulullah marah yg akibatnya kita rasakan sampai
sekarang yaitu tentang keinginan Rasulullah SAW meninggalkan wasiat supaya umat
tidak tersesat tapi ditentang sebagian sahabat sehingga terjadi perselisihan
sahabat dikamar Rasul,yg membuat Rasul marah dan mengusir mereka,rasul tidak
jadi meninggalkan surat wasiat maka terjadilah apa yg harus terjadi.
#.perselisihan kekalifahan pasca
Rasulullah wafat sehingga beberapa sahabat menunda bai’at bahkan ada yg keluar
dari madinah krn tidak mau bai’at,bahkan rumah sayidah fatimah mau dibakar krn
masalah bai’at.
#.perselisihan warisan kebun fadak antara sayidah fatimah dg abu bakar.
#.sebagian sahabat tidak menyetor zakat kebaitul mal tapi langsung dibagi di
suku mereka yg dianggap oleh penguasa waktu itu tidak membayar zakat,sehingga
terjadilah peperangan
yg menyedihkan.
#.penunjukan langsung umar oleh abu bakar tanpa dewan syura(yg tidak
terfikirkan Rasullah SAW???).
#.penunjukan dewan syura yg anggota dan aturannya ditentukan oleh kalifah umar.
#.pemanggilan marwan bin hakam dari pengasingan oleh kalifah usman.
#.pengusiran abu dzar algiffari oleh kalifah usman ke padang pasir rabadzah
sampai wafat.
apakah semua itu karena saba’iyah???.
cerita abdullah bin saba’ dg saba’iyahnya dimasukkan memang untuk mengaburkan
permasalahan yg sebenarnya tentang perselisihansahabat.mana yg benar mana
yg salah?,mana yg tetap berjalan dijalan kebenaran mana yg mulai menyimpang?
mana yg tetap mengikuti sunah Rasul mana yg mengada-adakan bid’ah? pasca
Rasulullah Muhammad SAW wafat.
dengan cerita abdullah bin saba’ dan saba’iyahnya membuat semua sahabat menjadi
maksum,adil,jujur dan tidak perlu bertanggunjawab atas perpecahan dan
pembantaian antar umat islam…khan ada abdullah bin saba’ yg bertanggung-jawab.
maafkan kami… ya Allah…
maafkan kami… ya Rasulullah…
maafkan kami… saudaraku.
wassalam….
___________________
Thoriq:
waalaikum salam…
Memang benar! dengan adanya Abdullah bin Saba’ maka thesis yang berpendapat
behwa kedua sahabat mulia Ali (semoga Allah meridhai beliau) dan Muwiyah
(semoga Allah meridhai beliau) berselisish karena kekuasaan akan runtuh.
Tapi, tidak cukup dengan ada
tidaknya Abdullah bin Saba’, pengakuan Muawiyah (semoga Allah meridhai beliau)
dan Ali (semoga Allah meridhahi beliau) mengenai perselisihan yang tertulis di
atas juga menentukan. Dan periwayatan ini tidak ada hubungannya dengan Saif
atau pemberitaan Abdullah bin Saba’.
Adapun perselisisihan yang antum
sebut, memang tidak ana bahas. Lebih baik kalau komentarnya menyangkut apa yang
saya tulis di atas. Supaya tidak melebar ke mana-mana. Allahu A’lam
kenapa antum tidak bahas isi surat
menyurat antara imam Ali dan muawiyah,isi surat memyurat antara muhammad bin
abu bakar dg muawiyah,tantangan bertanding imam Ali terhadap muawiyah untuk
mencegah korban yg lebih banyak,pertarungan imam Ali dg amru bin ash yg sangat
memalukan dlm sejarah umat islam,ketidak setujuan imam Ali untuk menghentikan
peperangan karena imam Ali tahu bahwa penggunaan mushaf alqur’an hanya siasat
muawiyah atas saran amru bin ash(yg kita tahu karakter aslinya saat bertanding
dg imam Ali) untuk menghindari kehancuran pasukannya.
kenapa tidak antum mulai dg dari
dendam terhadap imam Ali bermula,fakta bahwa kakek,paman2,saudara muawiyah
telah dikirim ke neraka oleh imam Ali dg pedang zulfikar saat parang badar dan
uhud,
kenapa harus mengarang kambing
hitam yg bernama abdullah bin saba’ dari negeri kabur kanginan…(salut buat
imajinasi saif bin umar)
kenapa kita tidak berani melihat
dan mengatakan apa adanya tentang para sahabat dan para sahabat bukanlah
golongan maksumin.
sungguh Rasulullah SAW sudah
melihat apa yg akan terjadi pada umatnya sepeninggalnya nanti, oleh karena itu
beliau ingin meninggalkan surat wasiat(inilah usaha terakhir yg Rasulullah
lakukan yg tertulis dan tak terbantahkan setalah petunjuk dan peringatan secara
lisan)supaya umat tidak tersesat dan terpecah belah….tapi apa yg terjadi,kita
semua tahu…
akhirul kata….penyebab awal umat
islam terpecah belah dan saling membantai adalah karena sebagian sahabat tidak
patuh terhadap perintah Rasulullah SAW…maka terjadilah apa yg harus terjadi.
Demi Allah rabbulalamin
aku bersaksi ya Rasulullah…bahwasanya engkau sudah menyampaikan apa yg Allah
SWT perintahkan untuk disampaikan…dan aku berlepas diri dari apa yg mereka
karang dan perselisihkan.
wassalam
Assalamu’alaikum WArohmatullahi
Wabarakatuh.
Beberapa ulama terkemuka Sunni
berikut ini membenarkan bahwa Saif bin Umar terkenal sebagai seorang pendusta
dan orang yang tidak dapat dipercaya:
1. Hakim (405 H) menulis, “Saif
adalah seorang ahli bid’ah. Riwayatnya harus diabaikan.”
2. Nasa’i (303 H) menulis,
“Riwayat yang disampaikan Saif lemah dan riwayat tersebut harus diabaikan
karena tidak dapat dipercaya dan tidak berdasar.”
3. Yahya bin Muin (233 H) menulis,
“Riwayat Saif lemah dan tidak berdasar.”
4.
Abu Hatam (277 H) menulis, “Hadis yang diriwayatkan Saif harus ditolak.”
5.
Ibnu Abu Hatam (327) menulis, “Para ulama telah mengabaikan riwayat yang
disampaikan Saif .”
6.
Abu Daud (316 H) menulis, “Saif bukan seorang yang dapat dipercaya. la adalah
seorang pembohong. Beberapa hadis yang ia sampaikan sebagian besarnya
tertolak.”
7.
Ibnu Habban (354 H) menulis, “Saif merujukkan hadis-hadis palsu pada
perawi-perawi yang sahih. la dianggap sebagai seorang pebid’ah dan pembohong.”
8.
Ibnu Abdul Barr (462 H) menyebutkan dalam tulisannya tentang Qa’fa ; “ Saif
meriwayatkan bahwa Qa`qa berkata, ‘Aku menghadiri kematian Nabi Muhammad.”‘
Ibnu Abdul Barr melanjutkan “ Ibnu Abu Hatam berkata, ‘Riwayat Saif lemah. Oleh
karenanya, apa yang disampnikam tentang keberadaan Qa’qa pada wafatnya Nabi
Muhammad ditolak. Kami menyebutkan hadis-hadis Saif hanya untuk diketahui
saja.”‘
9.
Darqutni (385 H) menulis, “Riwayat yang disampaikan Saif lemah.”
10.
Firuzabadi (817 H) menulis dalam buku Tawalif tentang Saif dan beberapa orang
lainnya bahwa riwayat yang mereka sampaikan lemah.
11.
Ibnu Sakan (353 H) menulis, “Riwayat Saif lemah.”
12.
Safuddin (923 H) menulis, “Riwayat yang disampaikan Saif dianggap lemah.”
13. Ibnu Udai (365 H) menulis
tentang Saif, “Riwayat yang ia sampaikan lemah. Beberapa riwayatnya terkenal
tetapi sebagian besar dari riwayat itu lemah dan tidak digunakan.”
14.
Suyuthi (900 H) menulis, “Hadis yang disampaikan Saif lemah.”
15.
Ibnu Hajar Asqalani (852 H) menulis setelah ia menyebut sebuah hadis, “Banyak
perawi hadis ini lemah dan yang paling lemah di antara mereka adalah Saif.”
Menarik
untuk kita perhatikan bahwa meskipun Dzahabi (748 H) telah mengutip dari Saif
dalam buku sejarahnya, ia menyebutkan di bukunya yang lain bahwa Saif adalah
perawi yang lemah. Dalam buku al-Mughni fi al-Dhu’afa, Dzahabi menulis, “Saif
memiliki dua buku yang berdasarkan kesepakatan telah diabaikan oleh para
ulama.”‘
Bila
Saif berani berbohong atas Nabi saww, maka apalagi terhadap yang lainnya….
Bila
kita mempercayai orang seperti ini maka akan kacaulah agama ini. Itu menurut
saya, syukron ustadz.
Saya
menunggu kajian selanjutnya….
________________
Thoriq:
1. Jarh di atas berfungsi untuk hadits, bukan tarikh
2. Tidak perlu khawatir, ajaran Islam tidak menerima hadits maudhu’.
3. Dalam hadits pun Saif dihukumi dhaif, bukan maudhu’. Nah, bagaimana dengan
beberapa huffadz yang mengatakan bahwa Saif suka berbohong, memalsukan hadits
atau zindiq? Jawabannya bisa dibaca di sinihttp://www.bab.com/persons/92/show_particle.cfm?article_id=269
4. Sebagaimana juga ana sudah sebutkan bahwa periwayatan yang menunjukkan bahwa
Abdullah bin Saba’ ada tidak hanya melalui Saif saja.
Koreksi:
Yang benar Abdullah bin Main bukan Abdullah bin Muin. Abu Hatim bukan Abu
Hatam, Ibnu Abi Hatim bukan Ibnu Abi Hatam, Ibnu Hibban bukan Ibnu Habban, Ibnu
Adi bukan Ibnu Udai.
Wassalamualaikum….
Oh
ya link-nya sudah saya baca…
Insya Allah saya pelajari.
Syukron ustadz..
___________
Thoriq: (Hmmm…ustadz?) Sama-sama
Assalamu’alaikum
Saya mau menanggapi poin 1.Jarh di
atas berfungsi untuk hadits, bukan tarikh.
Lantas bagaimana ketika kita
mendengar berita dari seorang yang suka berbohong.
“Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. ”
(QS. 49 Al Hujurat : 6)
Saya sudah pelajari link-nya,
entah saya yang salah mengerti, atau bagaimana link yang antum berikan menambah
kuat pendapat saya.
Dan perang siffin bagi saya bukan
perebutan kekuasaan, tapi sebagai perang antara pemberontak dan penguasa yang
sah.
syukron.
_________________________
Thoriq:
waalaikum salam…
1. Sumbernya memang pada pemahaman antum…dalam link tarjih perkataan ulama
masalah jarh terhadap Saif, dirajihkan bahwa saif dhaif. Amat gamblang sekali
kok. So kalau dhaif saja, haditsnya pun masih bisa dipakai dalam hal-hal
tertentu dengan beberapa syarat, sebagaimana disebutkan dalam musthalah. So, tidak ada hubungannya dengan ayat yang antum tulis. Coba deh, baca
dengan baik. Karena dhaif tidak berhubungan dengan perbuatan maksiyat seperti
bohong atau melakukan dosa besar, atau melakukan perbuatan bid’ah, akan tetapi
lebih banyak kepada masalah katelelitian dan hafalan. Oleh karena itu As
Suyuthi mengrkritik Ibnu Al Jauzi, yang menyatakan bahwa salah satu hadits yang
diriwayatkan Saif maudhu’.
Ok la taruh saja Saif suka
berbohong, maka harus ada tabayaun, sesuai dengan ayat. Akhirnya ditemukan
bahwa periwayatan mengenai adanya Abdullah bin Saba telah diriwayatkan lewat
pihak lain, yang telah ana sebutkan di atas, yang tidak bertolak belakang
dengan periwayatan Saif, maka khabarnya bisa diterima. So, posisi Saif maudhu’
dalam hadits atau dhaif tidak berpengaruh apa-apa terhadap isi khabar. Tentu,
kalau antum dah membaca dan memahami dengan baik 2 link yang saya berikan tidak
akan muncul pertanyaan ini.
2.
Bukan memberontak, karena tidak berbaiat. Memberontak jika sudah melakukan
baiat. Oleh sebabnya Imam Ali (semoga Allah meridhai beliau) menolak memerangi
Muawiyah (semoga Allah meridhai beliau) dengan alasan itu. Ini dah ada koq di
artikel di atas.
Yang
disebut sebagai al baghy (pemberontak) semisal kaum khawarij, yang telah
membaiat Ali (semoga Allah meridhai beliau) lalu mengingkari tahkim,
sebagaimana disebut Imam Al Mawardi.
Ala kulli hal, trims atas segala
responnya.
kalau batasan pemberontak adalah
yg sudah berbaiat berarti talhah dan zubair adalah pemberontak karena keduanya
telah berbaiat pada imam Ali lalu mengingkari baiat lalu pergi ke basrah
bersama aisyah dan melancarkan pemberontakan…terjadilah perang jamal.
aneh….demikian gigih antum
melindungi dan membelah muawiyah anak hindun si pemakan hati.
sebaiknya JUDUL diatas di ganti
“MEMANDANG PERANG SIFFIN DARI MATA PEMBELAH DAN PENDUKUNG MUAWIYAH”
@Ahmad
Hmmm….thalhah dan zubair tidak memberontak…mereka melakukan ishlah….tunggu tar
bahasannya di perang jamal…
Tidak aneh sih, di sini saya
membela semua sahabat…membela Muawiyah dan membela Ali semoga Allah meridhahi
keduannya, dan menentang Abdullah bin Saba’. Coba renungi lagi deh…siapa yang
aneh, ane atau ente…
Tidak Perlu Diganti…itu dah pas
koq…
@ Ibnu Sabil
Silahkan dikopi….asal tidak ada
perubahan…wa iyakum
@ahmad. antum juga kukuh memandang
para sahabat nabi menyimpang setelah nabi wafat, he2 aneh, jadi antum dan yang
lainnya sama bersikukuh bahwa kebenaran ada pada anda, hormati pendapat org
lain.
Assalamu’alaikum
Bismillahirrahmanirrahim
semoga kita semua di rahmati Allah
SWT dan ditunjuki jalan yang benar
wahai sabahatku @ahmad ada satu
saran yang mungkin bisa saya sampaikan,
bahwa dari semua hal itu, mari
semua kita jangan menghina sahabat-sahabat Rasullullah SAW, jangan berprasangka
buruk terhadap sahabat RAsulullah SAW. Sesungguhnya tentu Rasullullah akan
sedih melihat sahabat-sahabatnya dihina dan direndahkan.
Semoga Allah merahmati kita semua
artikel yang sangat bagus dan komprehensif
mengenai sejarah Islam… Boleh saya copy ustadz? Jazakallahu Khairan..
sy menilai penulis blog ini
bermaksud baik dgn infonya yng bermanfaat. untuk komen ‘ahmad’ kita harus hati2
krn dia coba kaburkan inti dr tulisan ini. sengaja sy pakai nama pembela
Islam01 dgn harapan antum2 yg memang org Islam sejati meniru dgn Pemb.Islam02
dst..sehingga nantinya muncul angka bilangan pemb.Islam ratusan juta
bahkan milyard an yg akan buat musuh2 Islam ketakutan..amin..
semasa memimpin sebagai gubernur
di Syam, muawiyah dan pengikut setianya hidup bergelimang kemewahan, tidak
sesuai dengan sunah NABI MOHAMMAD SAW yang hidup sederhana. dia tahu kalau
SYECH SAYYIDINA ALI R.A dibiarkan menjadi Khalifah, dia pasti akan dicopot dari
jabatannya. karenanya dengan bantuan amr bin ash (manusia najis) mereka
berkomplot untuk menjatuhkan Amirul Mukminin dengan segala cara(halal haram
hantam)agar mereka tetap bisa berkuasa. saya curiga jangan jangan penulis
diatas adalah keturunan mereka yang mati matian berusaha merubah pandangan
orang Muslim yg belum membaca sejarah yang sesungguhnya . muawiyah setelah mati
digantikan oleh anaknya yazid yang tukang mabuk , zina, membunuh ulama yang
menentang kebiadabannya. dan terakhir memerintahkan pembunuhan keji terhadap
SYECH SAYYIDINA HUSEIN R.A, cucu kesayangan NABI MOHAMMAD SAW. hati hati kaum
muslimin, janganlah sampai anjing buduk dan babi haram jadah dimuliakan.
@badar.. Naudzubillah, jaga itu
kalimat.. Yang mengatakan/menulis itu akan kembali kepada dirinya, dan inilah
sdh masuk meghina Shohabat Sosululloh Sholalloohu ‘Alayhi wa Sallam. Semoga
Alloh ‘Azza wa Jalla mengampuni apa yang antum ketik di sini.
@badar.. Naudzubillah, jaga itu
kalimat.. Yang mengatakan/menulis itu akan kembali kepada dirinya, dan inilah
salah satu contoh “oknum” yg terkena fitnah sehingga berani meghina Shohabat
Rosululloh Sholalloohu ‘Alayhi wa Sallam.
Carilah informasi tarikh/sejarah
dari literatur ahlussunnah sebagai penyeimbang informasi yang antum baca/peroleh
juga talaqqi dgn ‘ulama secara langsung, jangan hanya membaca buku/blog saja.
Semoga Alloh ‘Azza wa Jalla mengampuni apa yang antum ketik di sini.
haha2 satu lagi manusia yg gampang
mengistilahkan “anjing, najis kepada sesama manusia, akhir jaman….
badar@
Apa yg membuat anda begitu berani menghina para sahabat (radhiyallahu anhum),
yg jelas2 Rasulullah sangat menghormati mereka ? Khalifah Ali (karamallahu
wajhah) sendiri tidak pernah menyatakan bahwa sahabat muawiyah dan para
pengikutnya (radhiallahu anhum) itu sebagai pemberontak kekhalifahan atau lain
sebagainya ! misalkan anda mempunyai 2 org guru, antara mereka berdua
berselisih pendapat dalam suatu hukum yg tidak tertulis secara nash. Nah, apakah
anda akan menghakimi mereka dgn mengatakan salah satunya benar dan yg lain
salah? Kemudian anda akan menghina guru anda yg pendapatnya salah (menurut
anda)?
Saran saya, klo (anda dan kita semua) tidak mengetahui secara jelas duduk
persoalannya, lebih baik duduk manis berdiam diri drpd berbicara yg belum tentu
benar dgn keyakinan kuat dalam hati bahwa ‘semua sahabat Rasulullah adalah
orang2 yg mulia, tidak patut seorangpun menghakimi beliau semua hanya karna
perselisihan yg terjadi antara mereka, biarkan perselisihan antara mereka dalam
bingkai yg telah di garisbawahi Rasulullah ”ikhtilafu ummati rahmatun >
selisih pendapat dalam umatku adalah rahmat”
Terima kasih
bismillahirrahmanirrahim.
setelah membaca artikel yang satu ini saya memang mendapatkan gambaran tentang
kuatnya keinginan untuk memelihara kehormatan para sahabat nabi yang
mulia,Namun tidak bijak rasanya kalau kita sampai mengesampingkan fakta fakta
sejarah yang mencatat track record mereka semenjak masa Rasulullah dan pasca
rasulullah, saya percaya bahwa Rasul hidup ditengah komunitas sosial yang tak
mungkin vakum dari problematika sosial, hanya saja kehadiran rasul yang mulia
senentiasa menjadi pemecah masalah dan pemberi Solusi ang terbaik bagi masalah
sosial yang terjadi, nah tibalah masa para sahabat sepeninggal rasul, yang
mesti menyelesaikan permasalahan mereka dengan warisannya yaitu Al qur’an dan
hadits rasul dimulailah era penafsiran terhadap kedua sumber hukum tersebut,
sedianya mereka yang terkenal ke’alimannya dan keshalehan pribadinya menjadi
penafsir utama kedua hukum tersebut, tetapi terkadang dendam kesukuan
lama,kepentingan politik menafikan hal tersebut, saya tidak ingin berpanjang
leber tetapi terkait posyingan diatas saya cuma coba mengingatkan tentang apa
yang terjadi setelahnya dimana setelah Sayyidina Ali Wafat, sebagian Ummat
membay’at Sayyidina Hasan dan terus mengalami rongrongan dari Mu’awiyah sampai
akhirnya terjadi perjanjian, kepemimpinan akan diberikan kembali kepada ummat
untuk memilih pemimpin seterusnya, tetapi Muawiyah mewarisi kepemimpinan Ummat
kepada putranya Yazid yang kemudian dimulilah dinasti umayyah yang selama masa
kekuasaan Dinasti ini Hujatan terhadap Sayyidina Ali dan keturunannya seolah
menjadi rukun dalam setiap Khutbah Jum’at yang terkecuali hanya pada masa
khalifah Umar ibn Abdul Aziz.
saya tidak ingin terjebak dalam polemik Sunnah-Syi’ah lebih dalam tetapi
menurut saya tidak selayaknya kita menutupi fakta sejarah yang memang sudah
seperti itulah jalannya toh dibalik itu semua kita merasakan juga hikmahnya
dimana perselisihan di kalangan sahabat disatu sisi semakin memperkuat semangat
berdakwah dan memobilisasi para penganut Islam yang kemudian menyebarkan
keyakinannya keseluruh penjuru dunia.
Syukron ustadz untuk postingannya kali ini dan seluruh ikhwah fillah,saya
senang mengikuti diskusinya.
saya jadi makin yakin bahwa islam
memang tidak cocok untuk indonesia. agama ini mempunyai sejarah panjang
berdarah2 karena konflik antar pemeluknya. jadi tidak benar kalau “agama Islam”
itu agama kedamian.
Bismillahirrahmaanirrahim
Postingan ini sangat bermanfaat untuk para pencari kebenaran dan pencari
hikmah,, mengenai sejarah yang telah lewat itu kita berserah kepada Allah yang
telah mentaqdirkan hal tersebut,,dan tidak membawanya ke masa kini dalam bentuk
dendam kesumat, tokh kita tidak hidup dimasa itu dan kita tidak mengetahui
secara haqiqi kejadian tersebut,,, mayoritas para sahabat berdiam diri atas
masalah tersebut (tidak pro kepada yang satu dan memerangi yang satu),,, lalu
apa hak kita dan kealiman kita sudah melebihi para sahabat Rasulullah …?
@joker, agama islam adalah agama kedamaian dan cocok dibumi mana saja,, dalam
agama kami setiap kejadian mengandung hikmah dan pelajaran yang Tuhan telah
taqdirkan untuk generasi berikutnya dan ini menjadi suatu kebenaran atas Kenabian
Nabi Muhammad atas nubuat-nubuatannya…
Wallahu a’lam bisshawab.
menerawang perang shiffin yang
sama-sama kita nilai sebagai awal dari perpecahan umat islam, ni terjadi karena
salah persepsi dari pengikut saja
saya kira kesalah fahaman hingga
terjadi peristiwa di atas,,adalah kurang nya komunikasi antar dua pemimpin
besar,kenapa tidak ada pertemuan,,,,untuk memusywarahkan permasalahan,kenapa
perundingan harus dg wakil,,,,kurang nya ,,,,waktu ,,,serta hal2 yg perlu untuk
di bahas secara panjang lebar,,,,,adalah pelajaran ber harga buat kita
semua,,,mohon maaf bila saya salah dlm menganalisa peristiwa di atas,,,mohon di
koreksi,,,
Satu yang pasti, tak ada yang bisa
memberikan alasan mengapa Muawiyah menolak berbai’at kepada Ali. Jika
jawabannya adalah karena menuntut agar pengusutan terhadap pembunuhan Utsman,
mengapa Muawiyah tidak mau bekerja sama dengan Ali untuk sama-sama mengusutnya?
Saya ini orang awam, boleh tanya
apa maksud hadits ini :
“Barangsiapa yang keluar dari
ketaatan (kepada khalifah) dan memisahkan diri dari jamaah kemudian mati, maka
matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR. Muslim No. 3436 dari Abu Hurairah).
Apakah hadist ini sahih ?
Apakah menurut antum2 semua Ali
bin Abi Tholib bukan pemimpin yg sah saat itu ?
assalamu ‘alaikum wr. wb.
menurut saya, sejarah sering dikorupsi oleh politik kekuasaan, apalagi yang
terjadi dimasa lalu ketika tradisi perekaman terhadap setiap peristiwa belum
seperti sekarang yang dapat diliput media masa dan dikontrol secara
bersama-sama. ambisi kekuasaan terlalu kuat mengkorupsi data sejarah dan
memanipulasinya sesuai versi penguasa. terutama karakter buruk model dinasti
bani umayah yang dengki terhadap bani hasyim, dan terkenal dimasanya banyak
menerbitkan hadis-hadis palsu. kita tidak bisa begitu saja mengabaikan
fakta-fakta kejahatan bani umayah terhadap bani hasyim dimasa jahiliyah,
permusuhan sengit mereka terhadap da’wah Nabi, dan kejahatan turun temurun
mereka selama berkuasa terhadap keturunan Rasulullah. tidak logis memaksakan
fiktif / tidak fiktifnya sosok abdullah bin saba, yang setelah mengikuti
diskusi antum, menurut saya hanya sebagai kambing hitam sejarah.
abaikan itu, cukup dengan mengamati track record seorang muawiyah saja, siapa
orang tuanya, siapa kakeknya dan bagaimana kelakuan anak keturunannya, sudah
memadai mencurigai kejahatannya. terlalu naif menggambarkan seakan-akan bahkan
muawiyah lebih cerdas dari imam Ali, yang digambarkan mudah diprovokasi al
asytar. saya kira seorang Ali kw. tahu siapa yang pantas menjadi orang
kepercayaannya. Muawiyah bergelimang kemewahan berlebih semasa hidupnya yang
(katanya) oleh Nabi didoakan sebagai orang yang tidak akan pernah kenyang.
saya tanya, memang peperangan dan pengorbanan apa yang diikuti muawiyah semasa
dawah Rasulullah? saya curiga, tidak mungkin mengalahkan Nabi, dia dan bapaknya
masuk islam menjelang futuh mekah karena terpaksa. dia juga membesarkan anaknya
si yazid sebagai pemabuk, penzinah dan pembunuh. saya heran mengapa orang
seperti ini diberi peluang hingga menjadi gubernur di damaskus? padahal masih
banyak sahabat ashabiqunal awwalun pejuang badar dan uhud yang hidup dimasa
itu.
saya heran orang seperti ini juga dibela habis-habisan tanpa kecurigaan yang
logis? orang seperti ini antum gambarkan seakan-akan lebih teliti keislamannya
dari Amirul Mu’minin yang antum tuduh lemah dibawah pengaruh yahudi.
mengapa setelah fakta tewasnya sekitar 60-70 ribu kaum muslimin di perang
siffin ini, kita masih berkutat hanya ingin menyalahkan abdullah bin saba.
siapakah dia? panglima perang bukan, mentri bukan, lurah juga bukan, memang
jabatan dan kekayaan apa, atau pamor sosial apa yang dimiliki abdullah bin saba
ini, sehingga dengan mudahnya seakan-akan dia mampu membodohi sahabat-sahabat
Nabi? setelah mengikuti diskusi kalian, saya pikir sabaiyah itu memang fiksi
bikinan bani umayah untuk menutupi kejahatannya.
Jangan sampe gara-gara fiksi sabaiyah ini, akhirnya orang-orang syi’ah menjadi
pecundang pengkafiran. Melindungi pembrontak siffin yang mengakibatkan tewasnya
puluhan ribu muslimin, sekaligus memfitnah orang-orang syi’ah yang jumlahnya
mungkin ratusan ribu saat ini dan milyaran di sepanjang sejarah, saya kira itu
akan menjadi kekeliruan yang fatal.
wallahu ‘alam, assalamu ‘alaikum wr wb.
“..Tidak sama di antara kamu orang
yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka
lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan
berperang sesudah itu..” (QS 57:10)
inilah penilaian al Qur’an
mengenai keutamaan Imam Ali dan Amar bin Yasir di bandingkan dengan Muawiyah
dan Amru bin ash… Allah telah lebih dahulu menilainya sebelum peristiwa perang
siffin terjadi.
mengapa kita masih mendengar cerita absurd yang dipaksakan versi kerajaan bani
umayah setelah Allah menjelaskannya dengan ayat suci di atas.
Tampaknya kamu sengaja tidak menghabiskan
ayat yang kamu petik itu. Pada lafaz wakullau wa’adallahul husna. Maksudnya”Dan
tiap-tiap satu (dari dua golongan itu) Allah menjanjikan dengan balasan yang
baik (Syurga)”
Muawiyah itu adalah pemimpin dari
tentara-tentaranya Anjing-anjing Neraka.Aneh kok orang seperti ini
dikatakan sebagai sahabat Nabi?aneh juga kok orang seperti dia masih saja
dibela?hanya orang-orang piciklah yang masih saja percaya kepada segala alasan
Muawiyah untuk tetap berperang dengan Imam Ali.ra…
oo..saya kira anda orgnya
ramah,sopan bkin blo syi’ah yg ktny cinta muslim lain & sy sruh mmpir blog
ini biar trbuka wawasannya.Eee mlh memaki-maki org lain.Pepatah hanya
mngatakan”LIHATLAH !ORANG YG BICARANYA KASAR MENANDAKAN OTAKNYA SEMPIT”.Trnyata
yg mngaku dirinya”PALING ISLAM”sekasar itu kata2nya untuk dakwah islam???
belajar belajar,ojo debat terus …
badar …
dar dar,ente mendingan nguras kali dar …
ngmng seenak nye …
ya allah,syahadat lagi nt,istighfar nt …
waduh duh duh duh duh duh duh duh
…..
syiah syiah ….
gw jadi presiden gw ancurin gw usir lo dari indonesia,emang pengrusak,sma kyak
yg di anut nya,bn saba,n imam nya,seorang homo seks,khumaini …
matio ndang ah …
assalamu’alaikum.Urun rembug.sy suka
dg blogini.Tp dimanapun sllu ada yg suka & tdk suka.Contoh,Sjarah yg
dipaparkn tdk mnyudutkn satu pihak ini sj dicaci maki yg
tdk suka.Klo sy pribadi sbg org sgt bodoh hny merenung,APA UNTUNGNYA
MENCACI-MAKI PARA SAHABAT NABI?DAN APA RUGINYA KITA BERKHUSNUDZDZON DG PARA
SAHABAT NABI??blhkh kita brkhusnudzdzon atas org muslim yg mninggal??mereka sdh
mninggal yg dicaci & dipuji.
astghfirullohal’adhim…semoga kita tetap dikaruniai keteguhan iman islam.wassalam
di dalam kisah di atas, peran para
sahabat Rasulullah sangat lah bodoh dan seperti orang yg tidak mempunyai akal,
yg dengan gampang di adu domba oleh seorang tokoh yg menurut saya sangat aneh
yaitu abdullah bin saba’, yg kecerdasan otaknya melebihi para sahabat
Rasullulah dan menurut saya di sinilah letak kejanggalan kisah ini, jd hemat saya
untuk saudara2 mukmin yg lain, sebaiknya kisah ini di kaji ulang terlebih
dahulu,
wallahu ‘alam, assalamu ‘alaikum wr wb.
Gag
nyangka Sayidina ‘Ali Bin Abd. Manaf (karomallaahu wajhahu)…yg kata Rosulallaah
PINTUNYA ILMU bisa dibodohin sama si Saba….. (yakin 100% gag masuk akal)
Oh… iye ni om admin mo nanya…….
Apa tndakan/kebijakan yg di ambil Muawiyah RA thdp para pmbunuh Sayidina Usman
Ibn. Affan RA setelah beliau brhasil naik tahta jadi Khalifah????
(((Muawiyah RA jd khalifah ni cmn bonus duang yee… soalna tujuan utamanya :::
Tuntut had u/ para pembunuh Sayidina Usman Ibn. Affan RA)))
Assalamuallaikum
Wr Wb.. Bismillahirrahmanirrahim.. Saudara2 sekalian.. Berfikirlah dengan
bijak, jangan turuti syetan yang menyuruh qta mengeluarkan kata-kata kotor..
Islam mengajarkan kita untuk saling menghormati sesama tidak saling dendam dan
menghujat, apalagi terhadap sesama kaum muslim… Selalu ingat bahwa kebenaran
itu adalah milik Allah semata.. Justru dengan melihat sejarah yang seperti itu,
kita malah harus lebih mendekatkan diri kepada Allah.. Dengan cara apa? Dengan cara berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah
Rasulullah SAW.. #Jangan melihat kesalahan orang lain dan membicarakannya
sehingga timbul kesenjangan diantara umat, sebaliknya lihat selalu diri kita
yang berlumuran dosa ini.. Memohon ampun kepada Allah dan memperbanyak amal
baik di dunia jauh lebih baik.. Karena kelak hanya amal itulah yang mampu
menolong kita dari panasnya api neraka.. # Dan ingatlah segala perbuatan akan
dimintai pertanggungan jawabnya oleh Allah di akhirat kelak.. jadi selalu
berhati-hatilah dalam berbuat dan berkata-kata di dunia ini.. Wassalamuallaikum
Wr Wb..
Assalamuallaikum Wr Wb..
Bismillahirrahmanirrahim.. Saudara2 sekalian..
Bagaimanapun juga Muawiyah (dan
keturunannya dalam khilafah Bani Ummayah) adalah salah satu pengukir sejarah
Islam. Jika mengikuti perdebatan ini, pangkalnya menurut saya hanya masalah
pemahaman saja. Manusia, walaupun dia adalah sahabat Nabi, tentulah tidak bisa
meninggalkan sifat fitrahnya sebagai manusia, yang selalu memiliki kekurangan
dan dosa (disamping tentu saja kelebihannya).
Betapa umat Islam sebagian besar
seperti ini. Selalu membersar-besarkan perbedaaan dan sangat suka berdebat akan
hal-hal yang lebih banyak membawa keburukan. Akankah Islam sebagai Rahmat bagi
semesta alam dan yang telah dicontohkan oleh yang mulia nabi Muhammad SAW dalam
kehidupan nyata, bisa bangkit lagi..?
Baru saja 88 tahun lamanya khilafah terakhir runtuh, apakah sebagian besar umat
Islam masih merindukan ditegakkannya hukum allah..? Jika kita yakin dengan
kebenaran hukum allah dan rosulnya, harusnya kita malu berkata “Islam agamaku”
jika tidak berkeinginan menegakkan kembali Khilafah.
Marilah kita terima sejarah Islam
sebagai sebuah pelajaran, baik maupun buruk. Bahwasannya hukum Allah dan
Rosulnya adalah multak kebenarnnya. Bahwa para pelaksana hukum setelah
Rasulullah SAW ada kesalahan-kesalahan, mari kita jadikan evaluasi untuk
perbaikan kedepan. Bukan justru membahas hal-hal yang menimbulkan keburukan
ataupun perpecahan.
Saat ini, alih – alih kita
bercita-cita menegakkan kembali Khilafah. Bermimpi pun kita takut, ragu bahkan
tidak yakin bahwa hukum Allah bisa tegak kembali. Kita sibuk dengan debat dan
debat. Sadarlah hai umat Islam…bahwa kita saat ini telah tidak memiliki harga
diri lagi.
Sejelek-jeleknya Muawiyah, saya
yakin jika ada yang membakar Al qur’an saat itu pasti akan diperangi. Sekarang
apa yang bisa kita lakukan? Membela saudara yang tertindas pun kita tidak
mampu.
Wassalamuallaikum Wr Wb..
komentar2 dari artikel ini sudah
bergulir 3th lamanya….dalam kurun waktu tersebut terlihat bagaimana org2 syi’ah
yg mulanya secara diam2 membelokan subtansi dari tulisan ini (ahmad &
yusuf) menjadi terang2an menunujukan ke-syi’ahannya dgn memaki para sahabat
nabi (badar, syi’ah ali, DLL), nampaknya Syi’ah sudah mulai mempunyai pendukung
yg banyak hingga tak ada lg taqiyah di hadapan muslimin yg mayoritas ini
Seperti judul diatas pada dasarnya
aqidah ahlus sunah adalah pandangan berbaik sangka dan ini tentu berbeda dengan
apa yang di yakini oleh syiah laknatullah yang selalu memfitnah sahabat.
nabi muhammad tidak akan pernah
salah memilih para sahabat kepercayaan nya. Kalo ada seseorang yg mencaci para
sahabat lantas siapa yg lebih tau nabi kami muhammad ato para pendengki2 itu
onde mak bapiki la nak
komen kok repot-repot amat, tanya
aja langsung ke nabi saw, apa menurut beliau peperangan yang terjadi diantara
sahabatnya setelah nabi saw tiada ? perhatikan apa sabda beliau saw :
“Jangan kamu kembali kafir sesudah
aku meninggal, yaitu sebagian kamu memukul leher sebagiannya.” (Riwayat Bukhari
dan Muslim)
___________________________
jadi ijtihad muawiyah memerangi
khalifah yang sah hingga menewaskan 70.000 lebih hamba2 Allah di perang siffin
itu dapet pahala tidak ? Padahal menurut nabi saw. peperangan itu merupakan
kemunduran kembali kepada kekufuran… kira2 kemana mereka semua didorong oleh
ide muawiyah itu ? ke jahanam … !!
“Apabila ada dua orang Islam,
salah satunya membawa senjata untuk membunuh saudaranya, maka kedua-duanya
berada di tepi jahanam; dan apabila salah satunya membunuh kawannya, maka
kedua-duanya masuk jahanam. Kemudian Rasulullah s.a.w. ditanya: Ya Rasulullahl
Ini yang membunuh memang mungkin, tetapi mengapa yang terbunuh sampai begitu?
Jawab Nabi: Karena dia bermaksud akan membunuh saudaranya juga.” (Riwayat
Bukhari)
___________________________
memang siapakah Imam Ali kw yang
diperangi muawiyah itu ?
“Nabi
saw. memandang Ali lalu bersabda:
يا عليُّ
أنتَ سَيِّدٌ فِي الدنيا و سَيِّدٌ فِي الآخرة. حبيِبُكَ حبيِبِي و حَبِيْبِي
حَبِيْبُ الله. و عَدُوُّك عَدُوِّي عَدُوُّ الله. ويلٌ لمَن أبْغضك بعْدِي.
“Hai
Ali, engkau adalah Sayyidun/penghulu di dunia dan Sayyidun di akhirat.
Kekasihmu adalah kekasihku dan kekasihku adalah kekasih Allah. Musuhmu adaalah
musuhku dan musuhku adalah musuh Allah. Dan neraka Wail (celaka) atas orang
yang membencimu sepeninggalku.”
_____________________________
lalu,
apa kira2 hukuman bagi mereka yang memerangi Imam Ali kekasih Allah dan
Rasulnya itu ?
“Barangsiapa
membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya neraka jahanam dengan
kekal abadi di dalamnya, dan Allah akan murka dan melaknatnya serta
mempersiapkan untuknya siksaan yang besar.” (an-Nisa': 93)
Kenapa
yah komen orang2 Syiah selalu menunjukan kebencian :(
Di
Jewish Encyclopedia aja ada dibahas tentang Abdallah Ibn Saba
Untuk
membedakan umat yg benar & salah kita bisa lihat dari ibadahnya
sehari-hari. Sungguh Syiah sudah melewati batas dari yg diajarkan Rasulullah.
Anda bisa lihat dari kehidupan Imam atau Ulama anda sendiri. Contoh hidupnya
Khomeini yg matinya dipermalukan, mengeluarkan fatwa menyerang Kabah. Ingin
menggali kuburan Abu Bakar & Umar… Banyak ulama Syiah yg ber Taqiyah
(menipu). Di Irak menghabisi Ahlusunnah. Beginikah Akhlak Syiah yg anda mau
ikuti??
7
dari 12 imam yg umat Syiah hormati memberi nama anaknya Abu Bakar, Umar, Usman
& Aisyah. Coba Pakai Logika Anda, jika Imam anda benci dengan nama-nama itu
sampai mati mereka tidak akan rela menamakan anak-anaknya dengan nama tersebut
yg tiap hari dilaknat oleh Syiah
Anda
diciptakan Allah sbg manusia berakal & maka pakailah akal & logika
Anda. Semoga anda mendapat Jalan yang Lurus dari Allah SWT
عَنْ أَبِي
سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ
أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Dari Abu Sa’id Al Khudri RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Janganlah
Kalian mencela para SahabatKu. Seandainya salah seorang dari Kalian berinfaq
emas sebesar gunung Uhud tidak akan menyamai satu mud infaq salah seorang dari
mereka dan tidak pula setengahnya”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih Bukhari 5/8 no 3673, Muslim
dalam Shahih Muslim 4/1067 no 221 (2540), Sunan Tirmidzi 5/695 no 3861, Sunan
Abu Dawud 2/626 no 4658, Sunan Ibnu Majah 1/57 no 161 dan Musnad Ahmad 3/11 no
11094.
oh,,,mengapa
mengkambing hitamkan orang laing,hanya karna ingin membersihkan diri.
Sunni mengakui dan menghormati kekhalifaan empat sahabat Rasulullah
sallallahualaihiwasallam,,,,,syiah radifha hanya mengakui kekhalifaan Ali bin
Abi talib ra,,,,sedangkan kalian wahai wahabi hanya mengakui kekhalifaan tiga
sahabat Rasulullah saw,,dan mengingkari kekhalifaan Ali ra,bahkan memberontak
padanya,ternyata muawiya dahulu tidak ada bedanya dg muawiya sekarang yg demi
kekuasaan rela bersukutu dan menjilat terhadap negara kafir,,,,,,,,,,Kalian
tidak dpt membersihkan diri terhadap sejarah hitam kalian yang telah tergolres
di dlm lembaran2 sejarah.
Ini
lagi Wahabi dibawa-bawa….paham Wahabi baru lahir 12 abad setelah perang
Shiffin….
Sebaiknya
selidiki dulu Wahabi itu apa n tujuannya apa…jgn asal gablek ikut2an sekelompok
orang Cela A ente ikut2an Cela A tanpa tau asal muasal masalahnya.
Mending
yg udah kecantol n baru ikut-ikutan pahaman Syiah atau udah telanjur baca ini
buku bagus banget.
Ini
buku untuk mengenal lebih mendalam tentang Syiah, silahkan Anda bisa baca buku
yang ditulis oleh Dr.Sayyid Musa al-Musawi.
Beliau
di Qom pernah jadi Tokoh Besar Syiah, beliau lulusan Sekolah Tinggi Ahlul-Bait
di Qom, Irak yang akhirnya bertaubat dan meninggalkan kesesatan Syiah.
Semoga
kita semua diberi petunjuk jalan yang lurus yang di ridhoi oleh Allah SWT…amien
Saya
kurang banyak mendapat referensi dari karangan para ahli sjarah islam yang
banyak dikutip dalam diskusi ini (mudah2an diskusi untuk mendapat kebenaran
dari Allah …).. akan tetapi mungkin dengan menarik “benang merah” (bukan lagi
mencari benang merah ya ) dengan segala kekurangan yg ada tersebut dan
berdasarkan fakta (hadis) Rasul SAW pernah bersabda bahwa “Daulah Islamiyah
(Dinnul Islam) itu hanya berumur 30 tahun sesudah ku” artinya 30 tahun lebih
kurang itu adalah masa seetelah wafatnya Rasul SAW sampai wafatnya Ali Bin Abi
Thalib ra…. Untuk itu marilah kita berfikir objektif berdasarkan Al-Quran dan
Hadits bahwa para sahabat yang dimuliakan kemungkinan juga sudah “sudah
diracuni” oleh Yahudi …. tanpa menyebutkan siapa oknum yg diperkarakan dalam
diskusi ini…tanpa bermaksud mendiskreditkan mereka yang telah dikategorikan
“para sahabat” itu coba kita bentangkan benang merah itu mulai dari …. Abu
Syofian > Hindun > (Futuha MaKKAH) > Mu’awiyah >Yazid dst……
didalamnya ada Abdullah bin Saba:…. dan coba kita dalami tentang khabar yang
yang disampaikan oleh Rasul SAW tentang masa depan sahabat Amar bin Yasir itu
…. nah selanjutnya silahkanlah antum semua membuat kesimpulan … dan kenapa kita
tidak semua mendapat secara detil yang pasti tentang perseteruan antara kubu
kedua sahabat hingga timbulnya Perang Shiffin yg menjadi sejarah kelam perkembangan
Islam Pasca Rasul SAW ini….. tdak seperti Perang Badar, Khandak dan perang2
dizaman rasul yang ditulis secara jelas …. adakah ini juga permainan Yahudi
lagi untuk cuci tangan ?
bagaimana kira2 pemahaman dari ajaran Islam yang kita terima dari nenek moyang
kita ini sekarang ini baik berupa hadist dan budaya Islam yang sudah menjadi
dogma kita “yakini” apakah benar2 sudah steril dari tangan kotor Yahudi ?
Kebenaran pasti selalu datangnya dari Allah…. tulisan saya ini mungkin tidak
lengkap …jadi maaf kalau ada yg tertinggal…
wassalam…
pembunuh
Sayyidina Husain yang sebenarnya bukanlah Yazid tetapi adalah golongan Syiah
Kufah.
Dakwaan
ini berdasarkan beberapa fakta dan bukti-bukti daripada sumber-sumber rujukan
sejarah yang muktabar. Kita akan membahagi-bahagikan bukti-bukti yang akan
dikemukakan nanti kepada dua bahagian :
(1) Bukti-bukti utama
(2) Bukti-bukti sokongan
I. Bukti-bukti utama
Dengan adanya bukti-bukti utama ini, tiada mahkamah yang dibangunkan untuk
mencari kebenaran dan mendapatkan keadilan akan memutuskan Yazid sebagai
pesalah dan sebagai penjenayah yang bertanggungjawab di dalam pembunuhan
Sayyidina Husain. Bahkan Yazid akan dilepaskan dengan penuh penghormatan dan
akan terbongkarlah rahsia yang selama ini menutupi pembunuh-pembunuh Sayyidina
Husain yang sebenarnya di Karbala.
Bukti pertamanya ialah pengakuan Syiah Kufah sendiri bahawa merekalah yang
membunuh Sayyidina Husain. Golongan Syiah Kufah yang mengaku telah membunuh
Sayyidina Husain itu kemudian muncul sebagai golongan “At Tawwaabun” yang
kononnya menyesali tindakan mereka membunuh Sayyidina Husain. Sebagai cara
bertaubat, mereka telah berbunuh-bunuhan sesama mereka seperti yang pernah
dilakukan oleh orang-orang Yahudi sebagai pernyataan taubatnya kepada Allah
kerana kesalahan mereka menyembah anak lembu sepeninggalan Nabi Musa ke Thur
Sina.
Air mata darah yang dicurahkan oleh golongan “At Tawaabun” itu masih kelihatan
dengan jelas pada lembaran sejarah dan tetap tidak hilang walaupun cuba
dihapuskan oleh mereka dengan beribu-ribu cara.
Pengakuan Syiah pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain ini diabadikan oleh
ulama-ulama Syiah yang merupakan tunggak dalam agama mereka seperti Baaqir
Majlisi, Nurullah Syustri dan lain-lain di dalam buku mereka masing-masing.
Baaqir Majlisi menulis :
“Sekumpulan orang-orang Kufah terkejut oleh satu suara ghaib. Maka berkatalah
mereka, ” Demi Tuhan! Apa yang telah kita lakukan ini tak pernah dilakukan oleh
orang lain. Kita telah membunuh “Ketua Pemuda Ahli Syurga” kerana Ibn Ziad anak
haram itu. Di sini mereka mengadakan janji setia di antara sesama mereka untuk
memberontak terhadap Ibn Ziad tetapi tidak berguna apa-apa”. (Jilaau Al’Uyun,
m.s. 430)
Qadhi
Nurullah Syustri pula menulis di dalam bukunya Majalisu Al’Mu’minin bahawa
selepas sekian lama (lebih kurang 4 atau 5 tahun) Sayyidina Husain terbunuh,
ketua orang-orang Syiah mengumpulkan orang-orang Syiah dan berkata, ” Kita
telah memanggil Sayyidina Husain dengan memberikan janji akan taat setia kepadanya,
kemudian kita berlaku curang dengan membunuhnya. Kesalahan kita sebesar ini
tidak akan diampunkan kecuali kita berbunuh-bunuhan sesama kita “. Dengan itu
berkumpullah sekian ramai orang-orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka
membaca ayat yang bermaksud, ” Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah
menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu pada sisi
Tuhan yang menjadikan kamu “. (Al Baqarah :54). Kemudian mereka
berbunuh-bunuhan sesama sendiri. Inilah golongan yang dikenali dalam sejarah
Islam dengan gelaran “At Tawaabun”.
Sejarah tidak tidak akan melupai peranan Shits bin Rab’ie di dalam pembunuhan
Sayyidina Husain di Karbala. Tahukah anda siapa itu Syits bin Rab’ie? Dia
adalah seorang Syiah pekat, pernah menjadi duta kepada Sayyidina Ali di dalam
peperangan Siffin, sentiasa bersama Sayyidina Husain. Dialah juga yang
menjemput Sayyidina Husain ke Kufah untuk mencetuskan pemberontakan terhadap
kerajaan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah dilakukan olehnya?
“Sejarah memaparkan bahawa dialah yang mengepalai 4,000 orang bala tentera
untuk menentang Sayyidina Husain dan dialah orang yang mula-mula turun dari
kudanya untuk memenggal kepala Sayyidina Husain”. (Jilaau Al’Uyun dan
Khulashatu Al Mashaaib, m.s. 37)
Adakah masih ada orang yang ragu-ragu tentang Syiahnya Syits bin Rab’ie dan
tidakkah orang yang menceritakan perkara ini ialah Mulla Baaqir Majlisi,
seorang tokoh Syiah terkenal ? Secara tidak langsung ia bermakna pengakuan
daripada pihak Syiah sendiri tentang pembunuhan itu.
Lihatlah pula kepada Qais bin Asy’ats ipar Sayyidina Husain yang tidak diragui
tentang Syiahnya tetapi apa kata sejarah tentangnya? Bukankah sejarah
mendedahkan kepada kita bahawa itulah orang yang merampas selimut Sayyidina
Husain dari tubuhnya selepas selesai pertempuran ? (Khulashatu Al Mashaaib,
m.s. 192)
Selain
daripada pengakuan mereka sendiri yang membuktikan merekalah sebenarnya
pembunuh- pembunuh Sayyidina Husain, kenyataan saksi-saksi yang turut serta di
dalam rombongan Sayyidina Husain sebagai saksi-saksi hidup di Karbala yang
terus hidup selepas peristiwa ini juga membenarkan dakwaan ini termasuk
kenyataan Sayyidina Husain sendiri yang sempat dirakamkan oleh sejarah sebelum
beliau terbunuh. Sayyidina Husain berkata dengan menujukan kata-katanya kepada
orang- orang Syiah Kufah yang siap sedia bertempur dengan beliau :
” Wahai orang-orang Kufah! Semoga kamu dilaknat sebagaimana dilaknat maksud-
maksud jahatmu. Wahai orang-orang yang curang, zalim dan pengkhianat! Kamu
telah menjemput kami untuk membela kamu di waktu kesempitan tetapi bila kami
datang untuk memimpin dan membela kamu dengan menaruh kepercayaan kepadamu maka
sekarang kamu hunuskan pedang dendammu kepada kami dan kamu membantu musuh-mush
di dalam menentang kami “. (Jilaau Al’ Uyun, ms 391).
Beliau juga berkata kepada Syiah:
“Binasalah kamu! Bagaimana boleh kamu menghunuskan perang dendammu dari
sarung-sarungnya tanpa sebarang permusuhan dan perselisihan yang ada di antara
kamu dengan kami? Kenapakah kamu siap sedia untuk membunuh Ahlul Bait tanpa
sebarang sebab? ” (Ibid).
Akhirnya beliau mendoakan keburukan untuk golongan Syiah yang sedang berhadapan
untuk bertempur dengan beliau:
“Ya Allah! Tahanlah keberkatan bumi dari mereka dan selerakkanlah mereka.
Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci mereka kerana mereka menjemput
kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang mereka menghunuskan pedang
dendam terhadap kami “. (Ibid)
Beliau juga dirakamkan telah mendoakan keburukan untuk mereka dengan
kata-katanya: “Binasalah kamu! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di
akhirat……..Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang-pedang
di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan
mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu.
Apabila mati nanti sudah tersedia azab Tuhan untukmu di akhirat. Kamu akan
menerima azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat
kekufurannya”. (Mulla Baqir Majlisi-Jilaau Al’Uyun, m.s. 409).
Daripada kata-kata Sayyidina Husain yang dipaparkan oleh sejarawan Syiah
sendiri, Mulla Baqir Majlisi, dapat disimpulkan bahawa:
(i) Diayah yang disebarkan oleh musuh-musuh Islam menerusi penulisan sejarah
bahawa pembunuhan Ahlul Bait di Karbala merupakan balas dendam dari Bani
Umayyah terhadap Ahlul Bait yang telah membunuh pemimpin-pemimpin Bani Umayyah
yang kafir di dalam peperangan Badar, Uhud, Siffin dan lain-lain tidak lebih
daripada propaganda kosong semata-mata kerana pembunuh-pembunuh Sayyidina
Husain dan Ahlul Bait di Karbala bukannya datang dari Syam, bukan juga dari
kalangan Bani Umayyah tetapi dari kalangan Syiah Kufah.
(ii) Keadaan Syiah yang sentiasa diburu dan dihukum oleh kerajaan-kerajaan
Islam di sepanjang sejarah membuktikan termakbulnya doa Sayyidina Husain di
medan Karbala ke atas Syiah.
(iii) Upacara menyeksa tubuh badan dengan memukul tubuhnya dengan rantai, pisau
dan pedang pada 10 Muharram dalam bentuk perkabungan yang dilakukan oleh
golongan Syiah itu sehingga mengalir darah juga merupakan bukti diterimanya doa
Sayyidina Husain dan upacara ini dengan jelas dapat dilihat hingga sekarang di
dalam masyarakat Syiah.
Adapun di kalangan Ahlus Sunnah tidak pernah wujud upacara yang seperti ini dan
dengan itu jelas menunjukkan bahawa merekalah golongan yang bertanggungjawab
membunuh Sayyidina Husain.
(iv) Betapa kejam dan kerasnya hati golongan ini dapat dilihat pada tindakan
mereka menyembelih dan membunuh Sayyidina Husain bersama dengan sekian ramai
ahli keluarganya walaupun setelah mendengar ucapan dan doa keburukan untuk
mereka yang dipinta oleh beliau. Itulah dia golongan yang buta mata hatinya dan
telah hilang kewarasan pemikirannya kerana sebaik saja mereka selesai membunuh,
mereka melepaskan kuda Zuljanah yang ditunggangi Sayyidina Husain sambil memukul-mukul
tubuh untuk menyatakan penyesalan. Dan inilah dia upacara perkabungan pertama
terhadap kematian Sayyidina Husain yang pernah dilakukan di atas muka bumi ini
sejauh pengetahuan sejarah. Dan hari ini tidakkah anak cucu golongan ini
meneruskan upacara perkabungan ini setiap kali tibanya 10 Muharram?
Ali Zainal Abidin anak Sayyidina Husain yang turut serta di dalam rombongan ke
Kufah dan terus hidup selepas berlakunya peristiwa itu pula berkata kepada
orang-orang Kufah lelaki dan perempuan yang merentap dengan mengoyak-ngoyakkan
baju mereka sambil menangis, dalam keadaan sakit beliau dengan suara yang lemah
berkata kepada mereka, ” Mereka ini menangisi kami. Tidakkah tidak ada orang
lain yang membunuh kami selain mereka ?” (At Thabarsi-Al Ihtijaj, m.s. 156).
Pada halaman berikutnya Thabarsi menukilkan kata-kata Imam Ali Zainal Abidin
kepada orang-orang Kufah. Kata beliau, ” Wahai manusia (orang-orang Kufah)!
Dengan Nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kamu, ceritakanlah! Tidakkah
kamu sedar bahawasa kamu mengutuskan surat kepada ayahku (menjemputnya datang),
kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia
kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah kamu
kerana amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu”.
Sayyidatina Zainab, saudara perempuan Sayyidina Husain yang terus hidup selepas
peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya, ”
Wahai orang-orang Kufah yang khianat, penipu! Kenapa kamu menangisi kami
sedangkan air mata kami belum lagi kering kerana kezalimanmu itu. Keluhan kami
belum lagi terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti perempuan
yang memintal benang kemudian dirombaknya kembali. Kamu juga telah merombak
ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran…Adakah kamu meratapi kami
padahal kamu sendirilah yang membunuh kami. Sekarang kamu pula menangisi kami.
Demi Allah! Kamu akan banyak menangis dan sedikit ketawa. Kamu telah membeli
keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tompokan kehinaan ini sama sekali tidak akan
hilang walau dibasuh dengan air apapun”. (Jilaau Al ‘ Uyun, ms 424).
Doa anak Sayyidatina Fatimah ini tetap menjadi kenyataan dan berlaku di
kalangan Syiah hingga ke hari ini.
Ummu Kulthum anak Sayyidatina Fatimah pula berkata sambil menangis di atas
segedupnya, ” Wahai orang-oang Kufah! Buruklah hendaknya keadaanmu. Buruklah
hendaklah rupamu. Kenapa kamu menjemput saudaraku Husain kemudian tidak
membantunya bahkan membunuhnya, merampas harta bendanya dan menawan orang-orang
perempuan dari ahli rumahnya. Laknat Allah ke atas kamu dan semoga kutukan
Allah mengenai mukamu”.
Beliau
juga berkata, ” Wahai orang-orang Kufah! Orang-orang lelaki dari kalangan kamu
membunuh kami sementara orang-orang perempuan pula menangisi kami. Tuhan akan
memutuskan di antara kami dan kamu di hari kiamat nanti”. (Ibid, ms 426-428)
Sementara Fatimah anak perempuan Sayyidina Husain pula berkata, ” Kamu telah
membunuh kami dan merampas harta benda kami kemudian telah membunuh datukku Ali
(Sayyidina Ali). Sentiasa darah-darah kami menitis dari hujung-hujung
pedangmu……Tak lama lagi kamu akan menerima balasannya. Binasalah kamu!
Tunggulah nanti azab dan kutukan Allah akan berterusan menghujani kamu. Siksaan
dari langit akan memusnahkan kamu akibat perbuatan terkutukmu. Kamu akan
memukul tubuhmu dengan pedang-pedang di dunia ini dan di akhirat nanti kamu
akan terkepung dengan azab yang pedih “.
Apa yang dikatakan oleh Sayyidatina Fatimah bt. Husain ini dapat dilihat dengan
mata kepala kita sendiri di mana-mana Syiah berada.
Dua bukti utama yang telah kita kemukakan tadi, sebenarnya sudah mencukupi
untuk kita memutuskan siapakah sebenarnya pembunuh Sayyidina Husain di Karbala.
Daripada keterangan dalam kedua-dua bukti yang lalu dapat kita simpulkan
beberapa perkara :
1.
Orang-orang yang menjemput Sayyidina Husain ke Kufah untuk memberontak adalah
Syiah.
2.
Orang-orang yang tampil untuk bertempur dengan rombongan Sayyidina Husain di
Karbala itu juga Syiah.
3.
Sayyidina Husain dan orang-orang yang ikut serta di dalam rombongannya terdiri
daripada saudara- saudara perempuannya dan anak-anaknya menyaksikan bahwa
Syiahlah yang telah membunuh mereka.
4.
Golongan Syiah Kufah sendiri mengakui merekalah yang membunuh di samping
menyatakan penyesalan mereka dengan meratap dan berkabung kerana kematian
orang-orang yang dibunuh oleh mereka.
Mahkamah
di dunia ini menerima keempat-empat perkara yang tersebut tadi sebagai bukti
yang kukuh dan jelas menunjukkan siapakah pembunuh sebenar di dalam sesuatu kes
pembunuhan, iaitu bila pembunuh dan yang terbunuh berada di suatu tempat, ada
orang menyaksikan ketika mana pembunuhan itu dilakukan. Orang yang terbunuh
sendiri menyaksikan tentang pembunuhnya dan kemuncaknya ialah pengakuan
pembunuh itu sendiri. Jika keempat-empat perkara ini sudah terbukti dengan
jelas dan diterima oleh semua mahkamah sebagai kes pembunuhan yang cukup
bukti-buktinya, maka bagaimana mungkin diragui lagi tentang pembunuh- pembunuh
Sayyidina Husain itu ?
II.
Bukti-bukti Sokongan
Walaubagaimanapun kita akan mengemukakan lagi beberapa bukti sokongan supaya
lebih menyakinkan kita tentang golongan Syiah itulah sebenarnya pembunuh
Sayyidina Husain. Di antaranya ialah :
1. Tidak sukar untuk kita terima mereka sebagai pembunuh Sayyidina Husain
apabila kita melihat kepada sikap mereka yang biadap terhadap Sayyidina Ali dan
Sayyidina Hasan sebelum itu. Begitu juga sikap mereka yang biadap terhadap
orang-orang yang dianggap oleh mereka sebagai Imam selepas Sayyidina Husain.
Bahkan terdapat banyak pula bukti yang menunjukkan merekalah yang
bertanggungjawab terhadap pembunuhan beberapa orang Imam walaupun mereka
menuduh orang lain sebagai pembunuh Imam- imam itu dengan menyebar luaskan
propaganda- propaganda mereka terhadap tertuduh itu.
Di antara kebiadapan mereka terhadap Sayyidina Ali ialah mereka menuduh
Sayyidina Ali berdusta dan mereka pernah mengancam untuk membunuh Sayyidina
Ali. Bahkan Ibnu Muljim yang kemudiannya membunuh Sayyidina Ali itu juga
mendapat latihan serta didikan untuk menentang Sayyidina Utsman di Mesir dan
berpura-pura mengasihi Sayyidina Ali. Dia pernah berkhidmat sebagai pengawal
Sayyidina Ali selama beberapa tahun di Madinah dan Kufah.
Di dalam Jilaau Al’ Uyun disebutkan bahawa Abdul Rahman Ibn Muljim adalah salah
seorang daripada kumpulan yang terhormat yang telah dikirimkan oleh Muhammad
bin Abu Bakr dari Mesir. Dia juga telah berbai’ah dengan memegang tangan
Sayyidina Ali dan dia juga berkata kepada Sayyidina Hasan, ” Bahawa aku telah
berjanji dengan Tuhan untuk membunuh bapamu dan sekarang aku menunaikannya.
Sekarang wahai Hasan jika engkau mahu membunuhku, bunuhlah. Tetapi kalau engkau
maafkan aku, aku akan pergi membunuh Muawiyah pula supaya engkau terselamat
daripada kejahatannya”. (Jilaau Al U’yun, ms 218)
Tetapi setelah golongan Syiah pada ketika itu merasakan perancangan mereka
semua akan gagal apabila perjanjian damai di antara pihak Sayyidina Ali dan
Muawiyah dipersetujui, maka golongan Syiah yang merupakan musuh-mush Islam yang
menyamar atas nama Islam itu memikirkan diri mereka tidak selamat apabila
perdamaian antara Sayyidina Ali dan Muawiyah berlaku. Maka segolongan dari
mereka telah mengasingkan diri daripada mengikuti Sayyidina Ali dan mereka
menjadi golongan Khawarij sementara segolongan lagi tetap berada bersama
Sayyidina Ali. Perpecahan yang berlaku ini sebanarnya satu taktik mereka untuk
mempergunakan Sayyidina Ali demi kepentingan mereka yang jahat itu dan untuk
berselindung di sebalik beliau daripada hukuman kerana pembunuhan Khalifah
Utsman.
Sayyidina
Hasan pula pernah ditikam oleh golongan Syiah pehanya sehingga tembus kemudian
mereka menunjukkan pula kebiadapannya terhadap Sayyidina Hasan dengan merampas
harta bendanya dan menarik kain sejadah yang diduduki oleh Sayyidina Hasan. Ini
semua tidak lain melainkan kerana Sayyidina Hasan telah bersedia untuk berdamai
dengan pihak Sayyidina Muawiyah. Bahkan bukan sekadar itu saja mereka telah
menuduh Sayyidina Hasan sebagai orang yang menghinakan orang-orang Islam dan
sebagai orang yang menghitamkan muka orang-orang Mukmin.
Kebiadaban
Syiah dan kebusukan hatinya ditujukan juga kepada Imam Jaafar As Shadiq bila
seorang Syiah yang sangat setia kepada Imam Jaafar As Shadiq iaitu Rabi’
menangkap Imam Jaafar As Shadiq dan membawanya kehadapan Khalifah Al-Mansur
supaya dibunuh. Rabi’ telah memerintahkan anaknya yang paling keras hati supaya
menyeret Imam Jaafar As Shadiq dengan kudanya. Ini tersebut di dalam kitab
Jilaau Al ‘ Uyun karangan Mulla Baqir Majlisi.
Di
dalam kitab yang sama pengarangnya juga menyebutkan kisah pembunuhan Ali Ar
Ridha iaitu Imam yang ke lapan di sisi Syiah, bahawa beliau telah dibunuh oleh
Sabih Dailamy, seorang Syiah kental dengan perintah Al Makmun. Bagaimanapun
diceritakan bahawa selepas dibunuh itu Imam Ar Ridha dengan mukjizatnya terus
hidup kembali dan tidak ada langsung kesan-kesan pedang di tubuhnya.
Bagaimanapun
Syiah telah menyempurnakan tugasnya untuk membunuh Imam Ar Ridha. Oleh itu
tidaklah hairan golongan yang sampai begini biadapnya terhadap Imam-imam boleh
membunuh Sayyidina Husain tanpa belas kasihan di medan Karbala.
Boleh
jadi kita akan mengatakan bagaimana mungkin pengikut-pengikut setia Imam-imam
ini yang dikenali dengan ‘syiah’ boleh bertindak kejam pula terhadap
Imam-imamnya? Tidakkah mereka sanggup mempertahankan nyawa demi mempertahankan
Iman-imam mereka? Secara ringkas bolehlah kita katakan bahawa ‘perasaan
kehairanan’ yang seperti ini mungkin timbul dari dalam fikiran Syiah, yang
tidak mengetahui latar belakang kewujudan Syiah itu sendiri. Mereka hanya
menerima secara membabi buta daripada orang-orang terdahulu. Adapun orang-orang
yang mengadakan sesuatu fahaman dengan tujuan-tujuan yang tertentu dan masih
hidup ketika mana ajaran dan fahaman itu mula dikembangkan tentu sekali mereka
sedar maksud dan tujuan mereka mengadakan ajaran tersebut. Pada lahirnya mereka
menunjukkan taat setia dan kasih sayang kepada Imam-imam itu, tetapi pada
hakikatnya adalah sebaliknya.
2.
Di antara bukti yang menunjukkan tidak ada peranan Yazid dalam pembunuhan
Sayyidina Husain di Karbala, bahkan golongan Syiahlah yang bertanggungjawab
membunuh beliau bersama dengan ramai orang-orang yang ikut serta di dalam
rombongan itu, ialah adanya hubungan persemendaan di antara Bani Hasyim dan
Bani Umayyah, selepas berlakunya peperangan Siffin dan juga selepas berlakunya
peristiwa pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala.
Tidak
mungkin orang-orang yang bermaruah seperti kalangan Ahlul Bait akan berkahwin
dengan orang-orang yang diketahui oleh mereka sebagai pembunuh-pembunuh atau
orang-orang yang bertanggungjawab di dalam membunuh ayah, datuk atau bapa
saudara mereka Sayyidina Husain. Hubungan ini selain daripada menunjukkan
pemerintah-pemerintah dari kalangan Bani Muawiyah dan Yazid sebagai orang yang
tidak bersalah di dalam pembunuhan ini, ia juga menunjukkan mereka adalah
golongan yang banyak berbudi kepada Ahlul Bait dan sentiasa menjalinkan ikatan
kasih sayang di antara mereka dan Ahlul Bait.
Di antara contoh hubungan
persemendaan ini ialah:
(1) Anak perempuan Sayyidina Ali
sendiri bernama Ramlah telah berkahwin dengan anak Marwan bin Al-Hakam yang
bernama Muawiyah iaitu saudara kepada Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan.
(Ibn Hazm-Jamharatu Al Ansab, m.s. 80)
(2) Seorang lagi anak perempuan
Sayyidina Ali berkahwin dengan Amirul Mukminin Abdul Malik sendiri iaitu
khalifah yang ke empat daripada kerajaan Bani Umaiyah. (Al Bidayah Wa An
Nihayah, jilid 9 m.s. 69)
(3) Seorang lagi anak perempuan
Sayyidina Ali iaitu Khadijah berkahwin dengan anak gabenor ‘Amir bin Kuraiz
dari Bani Umaiyah bernama Abdul Rahman. (Jamharatu An Ansab, m.s. 68). ‘Amir
bin Kuraiz adalah gabenor bagi pihak Muawiyah di Basrah dan dalam peperangan
Jamal dia berada di pihak lawan Sayyidina Ali.
Cucu Sayyidina Hasan pula bukan
seorang dua yang telah berkahwin dengan pemimpin-pemimpin kerajaan Bani Umaiyah
bahkan sejarah telah mencatatkan 6 orang daripada cucu beliau telah berkahwin
dengan mereka iaitu:-
1.
Nafisah bt Zaid bin Hasan berkahwin dengan Amirul Mukminin Al Walid bin Abdul
Malik bin Marwan.
2.
Zainab bt Hasan Al Mutsanna bin Hasan bin Ali juga telah berkahwin dengan
Khalifah Al Walid bin Abdul Malik. Zainab ini adalah di antara orang yang turut
serta di dalam rombongan Sayyidina Husain ke Kufah dan dia adalah salah seorang
yang menyaksikan peristiwa pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala dengan mata kepalanya
sendiri.
3.
Ummu Qasim bt Hasan Al Mutsanna bin Hasan bin Ali berkahwin dengan cucu
Sayyidina Uthman iaitu Marwan bin Aban. Ummu Qasim ini selepas kematian
suaminya Marwan berkahwin pula dengan Ali Zainal Abidin bin Al Husain.
4.
Cucu perempuan Sayyidina Hasan yang keempat telah berkahwin dengan anak kepada
Marwan bin Al-Hakam iaitu Muawiyah.
5.
Cucu Sayyidina Hasan yang kelima bernama Hammaadah bt Hasan Al Mutsanna
berkahwin dengan anak saudara Amirul Mukminin Marwan bin Al Hakam iaitu Ismail
bin Abdul Malik.
6.
Cucu Sayyidina Hasan yang keenam bernama Khadijah bt Husain bin Hasan bin Ali
juga pernah berkahwin dengan Ismail bin Abdul Malik yang tersebut tadi sebelum
sepupunya Hammaadah.
Perlu
diingat bahawa semua mereka yang tersebut ada meninggalkan zuriat.
Dari
kalangan anak cucu Sayyidina Husain pula ramai yang telah menjalinkan
perkahwinan dengan individu-individu dari keluarga Bani Umaiyah, antaranya
ialah:-
(1)
Anak perempuan Sayyidina Husain yang terkenal bernama Sakinah. Selepas beberapa
lama terbunuh suaminya Mus’ab bin Zubair, beliau telah berkahwin dengan cucu
Amirul Mukminin Marwan iaitu Al Asbagh bin Abdul Aziz bin Marwan. Asbagh ini
adalah saudara kepada Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz sedangkan isteri
Asbagh yang kedua ialah anak kepada Amirul Mukminin Yazid iaitu Ummu Yazid.
(Jamharatu Al -Ansab)
(2)
Sakinah anak Sayyidina Husain yang tersebut tadi pernah juga berkahwin dengan
cucu Sayyidina Uthman yang bernama Zaid bin Amar bin Uthman.
Sementara
anak cucu kepada saudara-saudara Sayyidina Husain iaitu Abbas bin Ali dan
lain-lain juga telah mengadakan perhubungan persemendaan dengan keluarga
Umaiyah. Di antaranya yang boleh disebutkan ialah:-
Cucu
perempuan kepada saudara Sayyidina Husain iaitu Abbas bin Ali bernama Nafisah
bt Ubaidillah bin Abbas bin Ali berkahwin dengan cucu Amirul Mukminin Yazid
yang bernama Abdullah bin Khalid bin Yazid bin Muawiyah. Datuk kepada Nafisah
ini iaitu Abbas bin Ali adalah di antara orang yang ikut serta dalam rombongan
Sayyidina Husain ke Kufah. Beliau terbunuh dalam pertempuran di medan Karbala .
Sekiranya
benar cerita yang diambil oleh ahli -ahli sejarah dari Abu Mukhnaf, Hisyam dan
lain–lain tentang kezaliman Yazid di Karbala yang dikatakan telah memerintah
supaya tidak dibenarkan setitik pun air walaupun kepada kanak–kanak yang ikut
serta dalam rombongan Sayyidina Husain itu sehingga mereka mati kehausan apakah
mungkin perkahwinan di antara cucu kepada Abbas ini berlaku dengan cucu Yazid.
Apakah kekejaman–kekejaman yang tidak ada tolak bandingnya seperti yang
digambarkan di dalam sejarah boleh dilupakan begitu mudah oleh anak – anak cucu
orang–orang yang teraniaya di medan Karbala itu? Apa lagi jika dilihat kepada
zaman berlakunya perkahwinan mereka ini, bukan lagi di zaman kekuasaan keluarga
Yazid, bahkan yang berkuasa pada ketika itu ialah keluarga Marwan. Di sana
tidak terdapat satu pun alasan untuk kita mengatakan perkahwinan itu berlaku
secara kekerasan atau paksaan.
Perkahwinan
mereka membuktikan kisah–kisah kezaliman yang dilakukan oleh tentera Yazid ke
atas rombongan Sayyidina Husain itu cerita–cerita rekaan oleh Abu Mukhnaf, Al
Kalbi dan anaknya Hisyam dan lain–lain.
Cucu
perempuan kepada saudara Sayyidina Husain, Muhammad bin Ali (yang terkenal
dengan Muhammad bin Hanafiyah) bernama Lubabah berkahwin dengan Said bin
Abdullah bin Amr bin Said bin Al Ash bin Umaiyah. Ayah kepada Lubabah ini ialah
Abu Hisyam Abdullah yang dipercayai sebagai imam oleh Syiah Kaisamyyah.
Wallahu
a’lam
Wes
ta lah BrO? Kpn endonesa merdeka? itu tanggungjawab kita sekarang!
semoga
sejarah ini,bisa menjadi pelajaran untuk kaum muslimin.
sesungguhnya
syiah adalah kafir. ahlun naar. seluruh riwayat syiah wajib ditolak.
riwayat
diatas sangat bagus dan jelas. semua orang yang mengkafirkan sahabat khususon
abu bakar, umar, usman, muawiyah, amr bin ash adalah orang kafir. yang
mengkafirkan mereka adalah kafir.
peganglah
pendapat Abu hurairah yang mengatakan shalat ikut Ali akan lurus, ikut
Mu’awiyah makanannya lezat……
saat
itu sayyidina Ali adl Amirul mukminin sedang Muawiyah adalah gubernur syam
seperti layaknya SBY dan jokowi. jadi yg seharusnya ditaati adl atasannya bila
dilihat hirarki kekuasaan.
bila jokowi melawan berarti beliau dianggap pemberontak pemerintah SBY yg
sedang berkuasa..
Jadi silahkan diartikan sendiri bagaimana posisi muawiyah terhadap kepemimpinan
Ali..
(Tidak ada dua guru yg berkelahi, yg ada salah satu guru lebih tinggi
keilmuannya)
harusnya
begitu imam ali sudah dibaiat oleh sabaiah segera mendatangi syam seorang diri
lewat pintu belakang, sebagaimana muhammad dan abu bakar hijrah ke medinah
dulu,dengan begitu ali berada bersama muawiyah lebihmudah mengatasi para
sabaiah,sementara sabaiah akan kehilangan kepemimpinan dan siapa yang bukan
sabaiah agar keluar dari madinah dan lebih mudah mengeroyok sabaiah dari segala
penjuru,,,,
SIAPA
PENGHIANAT RASULULLAH? SUNNI atau SYIAH
BAGIAN
PERTAMA
Umayyah
dan Harb ibn Umayyah adalah 2 pemimpin tertinggi di Makkah. Orang2 Musyrikin di
Makkah dipimpin oleh Umayyah. Ketika Bilal masuk Islam, Umayyah dan anaknya
yang bernama Harb ibn Umayyah memerintahkan para budak untuk menaruh batu besar
di atas dada Bilal. Abu Bakr membeli Bilal sehingga Bilal diselamatkan oleh Abu
Bakr.
Ketika
orang2 Musyrik di Makkah menyerang Madinah untuk membunuh Nabi Muhammad dan
membinasahkan Kaum Muslimin, maka terjadi perang Badar. Umayyah dan Hari bin
Umayyah dibunuh oleh Bilal dalam perang Badar.
Kemudian
cucu Umayyah dan cicit Umayyah menjadi para pemimpin di Makkah. Mereka adalah
Shokhar bin Harb alias Abu Sufyan dan Muawiyyah ibn Abu Sufyan. Perang perang
berikutnya antara Kaum Muslimin di Makkah dengan Kaum Musyrikin di Madinah
dipimpin langsung oleh Abu Sufyan dan Muawiyyah ibn Abu Sufyan.
Perang
yang ke dua adalah perang Uhud. Rasulullah terluka dan hampir terbunuh, Kaum
Muslimin di Madinah dikalahkan oleh Kaum Musyirikin dari Makkah, sehingga
Rasulullah dan para sahabat menaiki gunung.
Abu
Sufyan dan Muawiyyah ibn Abu Sufyan mulai menghina para sahabat yang wafat di
medan perang. Kemudian Rasulullah menjawab, “Janganlah kalian menghina para
sahabatku. Walaupun emas seberat gunung, tidak akan bisa menggantikan para
sahabatku yang sudah wafat” (Baca Shohih Bukhari atau Shohih Muslim supaya
lebih jelas)
Mereka
yang Musyrik akan dimasukan ke dalam api neraka, dosa orang2 Musyrik tidak akan
bisa dihapus dengan emas sebesar gunung
Pada
perang perang berikutnya misalnya perang Khandaq dan perang2 yang lain, Abu
Sufyan dan Muawiyyah bin Abu Sufyan selalu menghina Rasulullah dan para sahabat.
Ketika
kota Makkah direbut kembali oleh Rasulullah. Rasulullah memberikan pengampunan
dosa kepada semua penduduk Makkah, terutama pengampunan dosa kepada Abu Sufyan
dan Muawiyyah ibn Abu Sufyan. Abu Sufyan dan Muawiyyah ibn Abu Sufyan adalah
musuh musuh utama Rasulullah, tetapi Rasulullah tidak membalas dendam.
Hanya
ALLAH dan Abu Sufyan atau Muawiyyah bin Abu Sufyan yang mengetahui, apakah
mereka benar benar masuk Islam dengan tulus hati sebagai 2 orang Muslim, atau
mereka berpura-pura masuk Islam sebagai 2 orang Munafiq.
BAGIAN
KE DUA
JAMI’
AT-TIRMIDZI,
Kitab Al Manaqib An Rasulillah Sholaallah Alaihi Wasalam
Ali
ibn Husain (alias Imam Zainal Abidin) melaporkan dari bapaknya (Imam Husain bin
Ali), dari kakeknya Ali ibn Abu Tholib berkata, “Rasulullah memeluk Hasan dan
Husian dan Rasulullah berkata, “Barangsiapa yang mencintai saya, Hasan, Husian,
Ali ibn Abu Tholib dan Fatimah bint Muhammad di akan bersama saya di hari
kemudian!”
——————————————————————————————–
JAMI’ AT-TIRMIDZI
Kitab Al Manaqib An Rasulillah Sholallah Alaihi Wasalam
Kitab Arab 49 Hadith nomer 4190. English book 46 Hadith 3819
Usamah
bin Zaid melaporkan bahwa saya sedang duduk dengan Rasulullah. Ali ibn Abu
Tholib dan Abbas ibn Abu Tholib datang ke Rasulullah. Saya bertanya kepada
Rasulullah, “Ya Rasulullah siapakah orang yang paling kamu cintai?
Rasulullah
berkata, “Fatimah”
Saya
bertanya lagi, “Siapakah orang yang paling kamu cintai, selain Fatimah?”
Rasululah
menjawab, “Ali ibn Abu Tholib”
——————————————————————————————–
SUNAN
IBN MAJAH, Kitab Muqodimah Hadith nomer 149
Ibn Buraida melaporkan bahwa Rasulullah berkata, “Allah telah memerintahkan
saya untuk mencintai beberapa orang”
Kemudian
Rasulullah memberitahukan kepada Ibn Buraida bahwa Allah mencintai beberapa
orang
Ibn
Buraida bertanya kepada Rasulullah, “Siapa mereka?”
Rasulullah
menjawab, “Ali ibn Abu Tholib, Ali ibn Abu Tholib dan Ali ibn Abu Tholib
sisanya Abu Dzarr Al Ghifari, Salman Al Farsi dan Miqdad Al Aswad!”
——————————————————————————————–
SUNAN
IBN MAJAH, Kitab Muqodimah, Hadith no 145
Zaid ibn Arqom melaporkan Rasulullah berkata, “Barangsiapa yang berdamai dengan
Ali, Fatimah, Hasan dan Husian, maka Rasulullah akan berdamai dengan mereka.
Barangsiapa yang memerangi Ali, Fatimah, Hasan dan Husian, maka saya akan
memerangi mereka (yang memerangi Ali, Fatimah, Hasan dan Husain)!”
SHOHIH
MUSLIM, Kitab Iman, Bab 42 Hadith nomer 179
Abdullah ibn Umar melaporkan bahwa Rasulullah berkata, “Barangsiapa yang
memerangi KAMI (Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain), bukan pengikuti KAMI
(Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husian)!”
———————————————————————————————
SHOHIH
MUSLIM, Kitab Fadhoil Sahabat (keutamaan para sahabat) Bab tentang Ali ibn Abu
Tholib
Muwaiyyah
marah kepada gubernur Madinah, karena gubernur Madinah tidak mau menghina
(mencaci, merendahkan) Ali ibn Abu Tholib
MUSNAD
IMAM AHMAD IBN HANBAL, Bab tentang Ali ibn Abu Tholib. Hadith nomer 666
Ali
ibn Abu Tholib mengeluh kepada Rasulullah ketika Rasulullah mengirim Ali ibn
Abu Tholib ke Yaman. Ali berkata, “Ya Rasulullah, kamu mengirim saya kepada
orang orang yang lebih tua dari pada saya!”
Rasulullah
berkata, “Pergilah ke Yaman, karena Allah akan selalu melindungi kamu dan
membimbing kamu!”
(Kemudian Rasulullah mendoakan Ali ibn Abu Tholib)
———————————————————————————————–
GUAM
(bahasa Indonesia) = TO DEBATE (English)
Rasulullah
menugaskan Ali ibn Abu Tholib ke Yaman sebagai MAULA (pemimpin, pemerintah,
hakim dan lain lain), terjadi perguaman (perdebatan) antara para sahabat
tertentu dengan Ali ibn Abu Tholib di Yaman, karena Ali ibn Abu Tholib adalah
seorang sahabat yang termuda pada waktu itu.
Perguaman
tersebut bertambah parah dan bertambah teruk, sehingga perguaman tersebut
terdengar oleh Rasulullah di Madinah.
JAMI’
AT-TIRMIDZI, Kitab Al Manaaqib An Rasul 49. Hadith 4085
English Book # 46 Hadith # 3719
Hubshi
Bin Junadah melaporkan bahwa beberapa sahabat mengeluh kepada Rasulullah
tentang keputusan2 Ali ibn Abu Tholib, ketika mereka berada di Yaman.
Rasulullah
berkata, “Saya dari Ali (ANA MIN ALI) dan Ali dari saya (WA ALI MINI) tidak ada
yang boleh bicara atas nama saya, kecuali Ali ibn Abu Tholib!”
——————————————————————————————
GHADIR (bahasa Arab) = sumur, mata air (Bahasa Indonesia).
Perguaman
terus terjadi, sehingga Rasulullah berusaha sungguh sungguh untuk mengakhiri
perguman (perdebatan) antara para sahabat tertentu dan Ali ibn Abu Tholib di
Ghadir Khumm dalam perjalanan ibadah Haji
SHOHIH
MUSLIM, Kitab Fadhoil Sahabat (keutamaan para sahabat), Bab tentang Ali ibn Abu
Tholib
Zaid
ibn Arqom melaporkan Rasulullah berhenti di GHADIR KHUMM (sumur yang bernama
Khumm) di antara Makkah dan Madinah. Rasulullah memaksa para sahabat dan
berkata, “Hai manusia, saya adalah manusia biasa, saya akan wafat segera. Saya
tinggalkan kalian TSAQOLAIN (2 beban).
Pertama
adalah AlQuran yang ada pentunjuk dan cahaya di dalamnya.
Kedua
adalah AHLUL BAITKU (anggota keluarga saya), saya ingatkan kalian AHLUL BAITKU
(anggota keluarga saya)!”
Husian
ibn Sabra (seorang sahabat) bertanya kepada Zaid ibn Arqom (sahabat yang lain),
‘Bukankah Ahlul Bait adalah para istri Rasulullah?
Zaid
ibn Arqom menjawab, “Benar para istri adalah AHLUL BAIT, tetapi Rasulullah
berbicara tentang AHLUL BAIT yang lain. Mereka yang diharamkan memakan Zakat
dan Shodaqoh. Mereka adalah Ali ibn Abu Tholib, Aqil ibn Abu Tholib, Jaffar ibn
Abu Tholib dan Abbas ibn Abu Tholib!”
Husian
ibn Sabra berkata, “Ali, Aqil, Jafar dan Abbas adalah AHLUL BAIT yang tidak
boleh memakan Zakat dan Shodaqoh”
Zaid
ibn Arqom menjawab, “Ya Kamu benar!”
———————————————————————————————-
SUNAN
IBN MAJAH, Kitab Muqodimah, Hadith nomer 116
Bara
bin ‘Azib melaporkan bahwa kami bersama Rasulullah kembali dan pulang dari
ibadah Haji, Rasulullah menentukan jalan tertentu untuk kembali ke Madinah.
Rasulullah memerintahkan kami untuk melakukan sholat berjamaah.
(Setelah
selesai Sholat berjamah) Rasulullah mengangkat tangan Ali, kemduian Rasulullah
berkata, “Tidakkah saya lebih dekat kepada kalian dari pada budak budak kalian
sendiri?
Para
sahabat berkata, “Benar”
Rasulullah
berkata, “Tidakkah saya lebih dekat kepada kalian dari pada diri kalian
sendiri?”
Para
sahabat berkata, “Benar”
Rasulullah
berkata, “Janganlah kalian lupa, Ali ibn Abu Tholib adalah WALI kalian dan saya
adalah MAULA kalian!”
Kemudian
Rasulullah berdoa kepada Allah, “Ya Allah, cintailah mereka yang mencintai Ali,
perangilah mereka yang memerangi Ali!”
KETERANGAN
WALI
turun menjadi MUALA (pemimpin, penolong, pelindung dan lain lain) dan WALI juga
turun menjadi WILAYAH (kekuasaan, kepemimpinan dan lain lain).
———————————————————————————————–
MUSNAD IMAM AHMAD IBN HANBAL, Bab tentang Ali ibn Abu Tholib. Hadith 950
Said
bin Wahab dan Zaid ibn Yuthai’ berbicara kepada orang orang di Ar-Rahbah.
Mereka melaporkan bahwa
Rasulullah
berkata di GHADIR KHUMM,” Tidakah Allah lebih dekat kepada muslimin dari pada
diri mereka sendiri?
Para sahabat berkata, “Ya benar”
Rasulullah berdoa kepada Tuhan,
“Ya Allah, jadikanlah saya sebagai MAULA mereka dan jadikanlah Ali sebagai
MAULA mereka. Ya Allah, cintailah mereka yang mencintai Ali, dan musuhilah
mereka yang memusuhi Ali!”
___________________________________________________________
MUSNAD IMAM AHMAD IBN HANBAL, Bab
tentang Ali ibn Abu Tholib. Hadith nomer 642
Zirr ibn Hubaish melaporkan bahwa
Rasulullah berkata, “Tidak ada yang mencintai Ali ibn Abu Tholib keculai mereka
yang beriman. Tidak ada yang membenci Ali ibn Abi Tholib kecuali mereka yang
Munafiq!”
BAGIAN KE EMPAT
SHOHIH MUSLIM, Kitab Fadhoil
Sahabat (keutamaan para sahabat), Bab tentang Ali ibn Abu Tholib. Kitab Arab 44
Hadith 50. Englisih book 31 Hadith 5915
Amir bin Sa’d bin Abi Waqqas
melaporkan atas nama bapaknya Sa’d ibn Abi Waqqas. Muawiyyah ibn Abu Sufyan
melantik Sa’d ibn Waqqas sebagai Wali Kota di Madinah.
Muawiyyah bin Abu Sufyan berkata
kepada Sa’d ibn Waqqas, “Apa yang mengalangi kamu untuk menghina Ali ibn Abu
Tholib?
Sa’d ibn Waqqas menjawab, “Ada 3
alasan, Rasulullah telah mengatakan kepada Ali ibn Abu Tholib, sehingga saya
tidak mau menghina Ali ibn Abu Tholib.
Alasan pertama karena Rasulullah
berkata, “Kedudukan Ali dengan saya sama dengan kedudukan Harun dan Musa,
kecuali tidak ada lagi nabi/rasul setelah saya”
alasan ke dua karena di perang
Khaibar Rasulullah berkata (kepada Ali), “Saya memberikan standard (agama
Islam) orang yang dicintai oleh Allah dan dicintai oleh saya. Dia (Ali ibn Abu
Tholib) mencintai saya dan mencintai Allah”
alasan ke tiga ketika diturunankan
ayat Mubahalah, Rasulullah hanya memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husian”
Kemudian Rasulullah mendoakan mereka sebagai AHLUL BAIT.
ALQURAN 3:41
Barangsiapa yang membantah kamu (Muhammad) tentang Isa Al Masih setelah datang
ilmu. Katakanlah (kepada pendeta2 Kristen dari Najran), “Marilah kita memanggil
anak anak kami dan anak anak kalian. Istri istri kami dan istri istri kalian.
Diri kami dan diri kalian, kemudian kita Mubahalah kepada Allah, supaya
diturunkan laknat kepada mereka yang berbohong
Kebencian Muawiyyah ibn Abu Sufyan
kepada Ali ibn Abu Tholib sudah dimuali dari perang Uhud, sehingga Muawiyyah
ibn Abu Sufyan memulai memerangi Ali ibn Abu Tholib untuk menggulingkan Ali ibn
Abu Tholib, akibatnya perang Siffin terjadi
ALQURAN 4:59
Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ULIL AMRI
(pemimpin, penguasa, kepala negara) di antara kalian
SHOHIH MUSLIM, Kitab Iman bab 23
Hadith nomer 103
Rasulullah berkata, “AD-DIN (agama Islam) adalah tulus hati mentaati Allah,
AlQuran, Rasulullah (hadith/sunnah) dan AIMMAH (para pemimpin negara, para
penguasa negara).
Ali ibn Abu Tholib adalah pemimpin
negara yang syah setelah Uthman ibn Affan terbunuh. Pemberontakan yang
dilakukan oleh Muawiyyah ibn Abu Sufyan telah jelasn dan nyata melanggar Allah
(AlQuran) dan melanggar Rasulullah (hadith/sunnah)
PERBAIKAN, Mohon maaf karena salah
ketik.
ALQURAN 3:61 (bukan Q 3:41)
Barangsiapa membatah kamu (Muhammad) tentang Isa Al Masih sesudah datang ilmu.
Katakanlah kepada (pendeta2 Kristen dari Najran). Marilah kita memanggil anak
anak kami, anak anak kalian. Istri istri kami dan istri istri kalian. diri kami
dan diri kalian. Kemudian kita MUBAHALAH, meminta laknat Allah diturunkan
kepada mereka yang berdusta
BAGIAN KE LIMA
ALQURAN 33:57
Sesungguhnya mereka yang menyakiti Allah dan Rasul (Nabi Muhammad saw). Allah akan melaknat mereka di dunia ini dan di akhirat nanti
PERTANYAAN
SIAPAKAH YANG MENYAKITI
RASULULLAH? SUNNI atau SYIAH
Kenyataan berdasarkan AlQuran dan
Ahadith, kita bisa lihat langsung bahwa KAUM SUNNI adalah para PENGHIANAT RASULULLAH.
KAUM SUNNI fanatik buta membela
kesalahan2 (dosa2) yang dilakukan oleh para sahabat tertentu, sehingga KAUM
SUNNI adalah orang orang yang suka menyakiti RASULULLAH (Nabi Muhammad saw).
Kaum Syiah tidak mendukung, tidak
menyokong atau tidak setuju dengan kejahatan2 (dosa2) yang dilakukan oleh para
sahabat tertentu kepada AHLUL BAIT (anggota keluarga Nabi Muhammad) setelah
Rasulullah wafat,
karena Kaum Syiah tidak mau
menyakiti Rasulullah atau Kaum Syiah tidak mau menghianati Rasulullah., dan
juga karena Kaum Syiah juga tidak mau diperangi oleh Rasulullah nanti di hari
Qiyammah.
NASIBI adalah orang yang suka
menyakiti Rasulullah. Kaum Sunni adalah kaum Nasibi yang nyata. Padahal suda jelas dan nyata para sahabat tertentu melanggar AlQuran dan
melanggar Ahadith.
Akibatnya AHLUL BAIT (anggota
keluarga Nabi Muhammad) dirugikan, dianiaya, dibunuh atau diperangi. Padahal
AHLUL BAIT adalah orang orang yang paling disayangi oleh Rasulullah.
Kita bisa lihat sendiri
kebohongan2 yang sengaja dikarang oleh penulis artikel ini.
Sebagai contoh kebohongan, Amr ibn
Yasir mati karena membela Muawiyyah seperti yang dtulis oleh penulis artikel
ini, tetapi kenyaataan Amr ibn Yasir mati karena dia membela Ali ibn Abu
Tholib.
Ketika perang Jalal, Aisyah bint
Abu Bakr, Tahla dan Zubair bin Al Awwam maju ke medan perang untuk
menggulingkan Ali ibn Abu Tholib. Mereka sebagai pemberontak berangkat dari
Madinah Suadi Arabia ke Kufa Iraq. Ali ibn Abu Tholib memanggil Amr ibn Yasir
dan Hasan ibn Ali untuk melawan Talha dan Zubair bin Al Awwam. Baca Hadith yang
tertulis di AT-TIRMIDZI
Saya setuju dengan tajuk ini. MEMANDANG PERANG SHIFFIN BUKAN DARI MATA PENDENGKI
Kaum Sunni menuduh Kaum Syiah
mendengki para sahabat, kenyataan Kaum Sunni yang mendengki Rasulullah dan
mendengki Ahlul Bait
SHOHIh BUKHARI, Kitab Fatana
Kitab Arab 92. Hadith 51. Englsih book 88 Hadith 220
Abu Maryam Abdullah bin Ziyad Al
Aasadi melaporkan ketika Talha, Zubair dan Aisyah maju ke Bashroh. Ali memangil
Amar ibn Yasir dan Hasan ibn Ali untuk datang ke Kufa.
Mereka naik ke mimbar. Hasan ibn
Ali di atas dan Amr ibn Yasir di bawah. Amar ibn Yasir berkata, “Aisyah sudah
tiba di Bashroh. Demi Tuhan dia adalah istri Rasulullah di dunia ini dan di
akhirat nanti, tetapi Allah sedang menguji kalian, apakah kalian mentaati Allah
atau kalian mentaati Aisyah”
KETERANGAN
Kita juga bisa membaca Ahadith
yang sama di dalam AT-TIRMIDZI. Kenyataan penulis artikel ini memutar-balikan
kenyataan, dia melakukan putar belit, sehingga dia mengarang kebohongan. TIDAK
benar Amar ibn Yasir wafat membela Muawiyyah ibn Abu Sufyan
Aisyah adalah orang yang pertama
melakukan pemberontakan terhadap Ali ibn Abu Tholib, kemudian Muawiyyah
melakukan pemberontakan untuk menggulingkan Ali ibn Abu Tholib. Muawiyyah ibn
Abu Sufyan sengaja menunggu supaya pasukan tempur yang dipimpin oleh Aisyah
bisa melembahkan pasukan tempur yang dipimpin oleh Ali ibn Abu Tholib.
Ketikan pasukan tempur yang
dipimpin oleh Ali ibn Abu Tholib sudah lemah, karena banyak sahabat yang
mendukung Ali ibn Abu Tholib (SYIAH ALI) terbunuh.
Kemudian pasukan tempur yang masuk
segar dan kuat di bawah kepemimpinan Muawiyyah ibn Abu Sufyan (SYiIAH
MUAWIYYAH) menyerang pasukan tempur yang sudah lemah di bawah kepemimpinan Ali
ibn Abu Tholib, sehingga Amr bin Yasir terbunuh.
Amr ibn Yasir termasuk para
sahabat dari kelompok pertama masuk Islam di Makkah bersama Abu Bakr dan
Khadijah.
Kaum Sunni rajin mengarang
kebohongan2 tentang Kaum Syiah, karena Kaum Sunni membenci Kaum Syiah. Kaum
Syiah sangat mencintai Rasulullah, sehingga Kaum Syiah tidak mau menyakiti
Rasulullah dengan cara fanatik buta membela semua kesalahan (semua dosa) yang
dilakukan oleh para sahabat tertentu setelah Rasulullah wafat
Kaum Sunni selalu fanati buta
membela semua kesalahan (semua dosa) yang dilakukan oleh beberapa sahabat
tertentu setelah Rasulullah wafat, sehingga AHLUL BAIT (anggota2 keluarga
Rasulullah) dirugikan, dianiaya, dibunuh atau diperangi
Sesungguhnya Kaum Sunni adalah
orang2 yang suka menyakiti Rasulullah atau menghianati Rasulullah. Kita bisa
lihat sendiri, bagaimana kebohongan2 tentang AHLUL BAIT sengaja dikarang oleh
Kaum Sunni di forum ini hanya untuk membela kesalahan2 (dosa2) yang dilakukan
oleh para sahabat tertentu setelah Rasulullah wafat.
Aqidah Sunni sesat dan
menyesatkan, karena Kaum Sunni rajin mengkultuskan para sahabat atau kaum Sunni
rajin memuji para sahabat, padahal semua pujian hanya dimiliki oleh Allah,
sehingga Kaum Sunni tidak bisa melihat kesalahan2 (dosa2) yang dilakukan oleh para
sahabat tertentu setelah Rasulullah wafat
ASSALAMU ALAIKUM WARRAHMATULLAHI
WABARAKAATUH
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM.
INGAT,….!!
ISLAM ITU RUJUKKANYA ALQUR’AN,….
MAHA BENAR ALLAH DENGAN SEGALA FIRMANYA,…
JANGAN SIMPANGKAN PEMAHAMAN ALQURAN DENGAN SEJARAH YANG BISA KURANG DAN BISA
LEBIH,… JANGAN TERLALU DI SIBUKKAN DENGAN PENDAPAT INI DAN PENDAPAT
ITU,…KEMBALILAH DALAM ISLAM DAN ALQURAN DAN ALHADITS ALSUNNAH,…
KITA HARUS BISA MENILAI MANA
PENYEBAR BERITA YANG FASIK.
MAAF
AJAKAN INI HANYA UNTUK ORANG ISLAM,…
YANG RAJIN RAJIN MENEBAR KEBURUKAN DAN MENGHUJAT MINGGIR DIKIT YA,…!! KARENA
AQIDAH DAN PEMAHAMANYA JAUH MENYIMPANG.
SEPERTINYA
DISINI HANYA UTK ORANG YANG MENCARI KEBENARAN DENGAN LOGIKA.
BUKAN UNTUK ORANG YANG INGIN MENJELEKKAN GOLONGAN INI DAN ITU.
MENGUATKAN GOLONGAN INI DAN ITU.
SALAH
ATAU BENAR ALLAH SWT LAH YANG LEBIH TAHU.
KITA MERASA BENAR BELUM TENTU KITA
BENAR
DAN ORANG YANG MERASA SELALU
PINTAR ADALAH ORANG YANG AMAT BODOH.
( selama ia merasa pintar. maka nalarnya pun berhenti dan takkan terbuka pintu
apapun hingga hari kiamat, karena dia udah merasa benar sekarang ini )
DAN ORANG YANG MERASA BODOH ADALAH
ORANG YANG MAU PINTAR.
( selama ia merasa bodoh, maka nalarnya pun selalu berjalan mencari dan mencari
hingga ia tahu mana yang salah dan mana yang benar )
ISLAM TIDAK PERNAH MENGAJARKAN
KITA MENGOLOK OLOK.
ISLAM TIDAK PERNAH MENGAJARKAN KITA BERDAKWAH DENGAN MEMBONGKAR BONGKAR
KEBURUKAN SEJARAH.
SAYA AKAN SIKAPI KESALAHAN SEBESAR
APAPUN DENGAN BIJAK.
DEMI KEBAIKKAN DAN DEMI PERSATUAN BANYAKNYA UMMAT.
SAYA AKAN SAMPAIKAN SEBUAH KESALAHAN DENGAN BIJAK BUKAN DENGAN CARA MENCABAR
DAN MEMBONGKAR KEJELEKKAN SANA SINI APALAGI DENGAN MENGHUJAT SI PEMBUAT
KESALAHAN YANG BISA MENIMBULKAN PERPECAHAN ( seolah olah kita lebih mulia dari
si pembuat salah ) APALAGI DARI GOLONGAN MUKMIN, KARENA BISA MENYEBABKAN
PERPECAHAN DAN RUNTUHNYA SEBUAH PONDASI SATU GOLONGAN.
MOHON ARTIKULASIKAN KALIMAT DIATAS
DENGAN BIJAK.
ISLAM MENGAJARKAN KITA MERUJUKLAH
PADA LAQURAN DAN AL – HADITS JIKA ENGKAU BIMBANG
SIKAPILAH AYAT INI DENGAN BIJAK.
AL MAIDAH
Maka kamu akan melihat orang-orang
yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati
mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat
bencana”. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya),
atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal
terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. (5: 52)
Dan orang-orang yang beriman akan
mengatakan: “Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama
Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?” Rusak binasalah segala amal
mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. (5: 53)
Hai orang-orang yang beriman,
barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (5: 54)
Pada surat almaidah ayat 52, 53,
54, dimana orang-orang Mukmin dilarang menerima segala bentuk dominasi
orang-orang Kafir, ayat ini juga memberi peringatan kepada Mukminin agar
berhati-hati. Karena perkara ini dapat menyebabkan keluarnya kalian dari agama
yang hak, yakni menjadi kafir dan murtad. Maka dari itu hendaknya kalian
mengerti bahwa apabila kalian bergerak menuju orang-orang Kafir hanya untuk
mencari keselamatan dari mereka, atau berharap bisa mendapatkan bantuan mereka
di saat-saat krisis, ketahuilah agama Allah tetap tidak akan hancur. Karena
masih ada orang-orang Mukmin dengan jiwa yang dipenuhi iman dan kecintaan
kepada Allah. Mereka tak pernah gentar menghadapi mara bahaya.
Yang menarik dalam ayat ini ialah
Allah Swt menyifati orang-orang Mukmin dengan mengatakan, meskipun mereka
sangat tegas dan keras terhadap musuh, tetapi terhadap sesama mereka sangat
lemah lembut dan bersahabat. Dalam riwayat disebutkan bahwa sewaku turunnya
ayat ini Nabi Muhammad Saw memegang pundak Salman al-Farisi dan mengatakan,
kelompok orang-orang yang disebut dalam ayat ini adalah engkau dan kaummu dari
negeri Persia.
nah sekarang ini kita pasti sudah
tahu negara negara mana saja, dan dari golongan mana yang berlindung di bawah
islam tapi bersekutu dengan pemimpin pemimpin kafiir adidaya, mudah mudahan
hidayyah allah akan sampai dan meluruskan kekafiranya menuju keislaman, hingga
menyesallah orang orang munafiq yang fasiq dan tertinggal dalam penyesalannya.
dan saya yakin, akan banyak lahir kerabat muslim dari amerika, uni eropa dan
negara negara asia tenggara maupun afrika yang cinta allah ( SWT ) dan allah (
SWT ) pun mencintainya.
yang pasti bukan dari golongan
orang yang bersekutu dengan kaum kafir.
satu islam satu aqidah.
yang selalu merengek pada kaum kafir adalah kaum murtad.
dan mudah mudahan indonesia bisa berubah setidaknya menjadi negara yang
menjunjung tinggi syariat islam.
mandiri dalam islam.
jika pluralisme maka ( lakuum
diinukum waliyadiin ).
subhanallah walhamdulillah
walaailaha illallahu allahuakbar.