oleh: Fahmi Salim, MA
Ilustrasi assunnahfm
·
Ahlusunnah sudah punya pengalaman pahit dan berulang-ulang dengan
gaya distorsi Syiah semacam ini. Jauh sebelumnya, syiah telah memalsukan
kitab Al-Imamah wa Al-Siyasah yang dinisbatkan kepada Ibnu Qutaybah
(tokoh Ahlusunnah) padahal itu sebuah dusta. Sebab yang menulisnya adalah
ulama Syiah yang namanya mirip Ibnu Qutaybah. Skandal ini sudah lama diungkap
oleh para pakar sejarah.
· Demikian pula kitab Al-Muraja’at (di Indonesia dg judul Dialog sunni –syiah, red NM) yang isinya surat menyurat palsu yang dikarang oleh Abdul Husen Syarafudin Musawi yang kemudian dinisbatkan kepada Syeikh Al-Azhar, Salim al-Bisyri. Skandal ini juga sudah diungkap oleh para ulama al-Azhar dan para pembantu terdekat Syeikh Sali
·
Pihak Syiah juga selalu menggiring opini bahwa politik adu domba antara
Sunni-Syiah adalah selalu Wahabi di belakangnya. Opini seperti itu terlalu
kerdil dan terlampau menyederhankan persoalan. Sebab penentang Syiah bukanlah
cuma Wahabi, tapi seluruh ulama 4 mazhab…
·
… bahkan juga dari
pemuka Habaib Ahlul Bait di Indonesia seperti Al-Habib Salim bin
Ahmad bin Jindan (1906-1969, lahir di Surabaya dan dimakamkan di Komplek
Al-Hawi Jakarta) menulis kitab “Ar-Ra’at Al-Ghamidhoh fi Naqdh Kalam
Ar-Rofidhoh”. Habib Salim bahkan mengkafirkan Syiah
Rofidhoh karena telah dianggap mencaci para khulafa’ rasyidin di dalam
kitab tersebut (h.7-8 dan 11), padahal jelas Habib Salim bukan pengikut Wahabi
tapi Sunni-Syafi’i seperti layaknya ulama-ulama Hadramaut.
***
HARI Kamis (09/02/2012), harian Republika, memuat iklan “terselubung” dari Yayasan
Muslim Indonesia Bersatu (YMIB) berjudul ”MELAWAN POLITIK ADU DOMBA DENGAN
PERSATUAN UMAT”. (Artikel ini juga dikutip situs
Syiah, IRIB). Tulisan setengah halaman ini berisi ajakan taqrib (pendekatan) Sunni-Syiah. Iklan berisi ajakan
membangun persatuan ummat, khususnya antara Muslim Ahlu Sunnah wal-Jamaah
dengan pengikut Syiah ini juga mengutip pernyataan berbagai ulama Sunni,
seolah-olah nampak indah. Agar tak berpotensi menjadi distorsi, berikut kami
tulis tujuh catatan penting.
Pertama. Menyatakan Sunnah Syiah adalah dua mazhab besar dalam
Islam adalah kebohongan publik, sebab faktanya Syiah
bukan mazhab seperti yang dikenal dalam
Islam, tapi firqoh/sekte yang suka menyamar dengan istilah mazhab Ahlul Bait atau mazhab Jakfari, jumlah mereka pun
tak bisa dikatakan besar sebab Cuma 10% dari total 1,6 miliar Muslim dunia.
Kedua. Syiah Imamiyah 12 suka mengklaim dan menyamar dengan sebutan mazhab Jakfari, ini juga kebohongan public. Sebab faktanya, Imam Jakfar as-shodiq tak pernah mendirikan mazhab fiqih sebagaimana lazimnya sebab beliau tidak
meninggalkan karya tulis fiqih/ushulfiqh/musnad hadits seperti halnya para
imam mazhab arba’ah (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad). Istilah mazhab Jakfari lebih tepat disebut mitos. Lagipula
perbedaan Sunni Syiah lebih besar bukan pada perbedaan/ikhtilaf fiqih/furu’iyah, tapi lebih besar pada
perbedaan ushul/pokok seperi akidah
imamah, tahrif al-Quran, pengkafiran para sahabat dan ummahat mukminin dll.
Ketiga. Penilaian sesat tidaknya suatu aliran/sekte itu jelas patokannya harus
ditimbang dengan dalil-dalil al-Quran dan Sunnah Nabi, jika sesuai berarti
benar, dan jika bertentangan berarti salah (sesat). Penilaian itu bukan hak
orang perorang, tapi sudah jelas kriteria dan mekanismenya.
Keempat. Sebelum ada gerakan taqrib antar mazhab, seluruh ulama sepakat menyatakan bahwa
semua sekte Syiah, termasuk Zaidiyah (yang moderat sekalipun), dinilai sesat,
apalagi Imamiyah 12 sejak era tabi’in sudah dibilang sesat sampai sekarang. Di
era modern, ulama Sunni yang awalnya mendukung upaya taqrib seperti Hasan Albanna, dan Syeih Al Azhar Mahmud Syaltut
itu berangkat dari husnuzhon dan terprovokasi oleh isu persatuan Islam melawan musuh bersama, apalagi
ulama Mesir tidak bersinggungan langsung dengan komunitas Syiah, karena memang
sudah lama punah sejak masa Shalahudin al Ayyubi berkuasa dan merubah orientasi
Al Azhar yang tadinya pusat penyebaran Syiah Ismailiyah Rofidhoh menjadi Sunni 100%.
Namun berbeda dengan ulama-ulama dan
tokoh Al Ikhwan al Muslimun yang tinggal di Suriah dan Libanon seperti Musthofa As-Siba’i, Said Hawa
dll yang mengetahui persis sepak terjang kesesatan Syiah Imamiyah sama seperti
yang tertera dalam kitab-kitab Milal Wa Nihal, contoh Musthofa Siba’i kecewa dan marah
besar dengan Syarafudin Abdul Husen Musawi yang mengajak ukhuwah dan persatuan
Sunni-Syiah ternyata setelah itu, dia (Syarafudin, red NM) menulis buku yang
menghantam dan mencaci maki Abu Hurairoh RA sebagai perawi hadist terbanyak.
Akhirnya beliau (As-Siba’i, red NM) menolak seruan taqrib karena ibarat orang mengajak salaman berbaikan, tapi
kakinya malah menendang dan mulutnya meludahi kita (Sunni) dengan menebar kebencian
kepada para sahabat Nabi. (Pengalaman beliau ini ditulis dalam kitab Assunnah Wa Makanatuha Fi Tasyri’ Islami)
Kelima. Terkait fatwa Syeikh Mahmud Syaltut, ini juga distorsi Syiah. Sebagai
fatwa, hal itu tidak pernah dimuat secara resmi dalam kitab-kitab fatwa Mahmud
Syaltut yang dihimpun oleh Syeih Qaradhawi atas perintah dan supervisi Syeikh
Syaltut, tapi sebatas pernyataan saat diwawancarai soal mazhab Jakfari, di mana beliau nyatakan boleh beribadah
dengan mazhab fiqih Jakfari –bukan
akidah imamiyahnya— yang kemudian ditranskip dan diedarkan luas oleh
majalah Risalah Islam yang menjadi corong organisasi taqrib yang awalnya berbasis di Kairo.
Ahlusunnah sudah punya pengalaman pahit
dan berulang-ulang dengan gaya distorsi Syiah semacam ini. Jauh sebelumnya,
mereka telah memalsukan kitab Al-Imamah wa Al-Siyasah yang dinisbatkan kepada Ibnu Qutaybah
(tokoh Ahlusunnah) padahal itu sebuah dusta. Sebab yang menulisnya adalah ulama
Syiah yang namanya mirip Ibnu Qutaybah. Skandal ini sudah lama diungkap oleh
para pakar sejarah.
Demikian pula kitab Al-Muraja’at (di Indonesia dg judul Dialog sunni –syiah, red NM) yang isinya surat menyurat palsu yang dikarang oleh Abdul Husen
Syarafudin Musawi yang kemudian dinisbatkan kepada Syeikh Al-Azhar, Salim
al-Bisyri. Skandal ini juga sudah diungkap oleh para ulama al-Azhar dan para
pembantu terdekat Syeikh Salim. Apalagi hanya sekedar hasil wawancara yang
diasosiasikan sebagai fatwa, ini tentu jadi pertanyaan besar, sebab dalam
fatwa Syaltut yang resmi tentang nikah mut’ah, beliau tegas mengharamkan seperti dalil-dalil Ahlusunnah dan menegaskan
bahwa jika ada agama yang menghalalkan nikah semacam itu maka mustahil itu
bersumber dari Allah Tuhan semesta alam.
Jadi sungguh tidak logis dan mustahil
beliau berfatwa membolehkan mengambil mazhab Jakfari-Syiah Imamiyah yang
artinya sama saja menghalalkan kawin mut’ah yang beliau haramkan.
Keenam. Isu persatuan umat yang diopinikan Syiah amat lucu dan aneh.
Bagaimana Sunni bisa menerima ajakan persatuan itu sementara fakta buku-buku
Syiah yang beredar bicara lain, banyak berisi hujatan dan fitnah kepada para
sahabat dan istri-istri Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم). Sebut saja buku “Dialog Sunnah-Syiah”, “40 Masalah Syiah”, “Saqifah dan Kecuali Ali”.
Syiah sering pula mengopinikan adu-domba
yang didalangi Zionis dan Amerika. Perlu dicatat, bahwa penilaian terhadap
kesesatan Syiah dengan segala sektenya, telah ada jauh lebih dulu sebelum
lahirnya Zionisme dan negara Amerika. Jadi, umat tidak bisa
ditipu dengan jargon-jargon semacam itu.
Kejadian di Sampang adalah bukti otentik bahwa hal itu murni karena profokasi
da’i-da’i Syiah yang menuduh al-Qur’an palsu dan mencaci maki sahabat dan
istri Nabi, sehingga menimbulkan kemarahan warga Sampang yang dikenal taat
beragama dan penganut Sunni-NU.
Ketujuh. Di sisi lain, pihak Syiah juga selalu menggiring opini bahwa politik adu
domba antara Sunni-Syiah adalah selalu Wahabi di belakangnya. Opini seperti itu
terlalu kerdil dan terlampau menyederhankan persoalan. Sebab penentang Syiah
bukanlah cuma Wahabi, tapi seluruh ulama 4 mazhab, ulama Asy’ariyah dalam
teologi, ulama Sufiyah seperti; Abdul Qadir Al-Jailani menulis kitab “Al-Ghunyah” yang mengkritik habis sekte Syiah, mulai dari ujung
Barat seperti Ibnu Hazm (Andalusi) sampai paling Timur, Abulhasan Annadawi
(India). Juga telah mengkritik Syiah tak kalah kerasnya di Indonesia dan
yang paling keras menyesatkan Syiah adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU),
Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari dalam berbagai kitab yang beliau tulis (Muqaddimah Qanun Asasi, Risalah Ahlisunnah wal Jamaah, Risalah fi Ta’akkud
al-Akhdz bil Mazahib al-Arba’ah dll) bahkan juga dari
pemuka Habaib Ahlul Bait di Indonesia seperti Al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan (1906-1969, lahir
di Surabaya dan dimakamkan di Komplek Al-Hawi Jakarta) menulis kitab “Ar-Ra’at Al-Ghamidhoh fi Naqdh Kalam Ar-Rofidhoh”. Habib Salim bahkan
mengkafirkan Syiah Rofidhoh karena telah dianggap
mencaci para khulafa’ rasyidin di dalam kitab tsb (h.7-8 dan 11), padahal jelas
Habib Salim bukan pengikut Wahabi tapi Sunni-Syafi’i seperti layaknya
ulama-ulama Hadramaut.
Meski kita Ahlussunah berbeda dengan
Syiah dalam banyak hal, tapi bisa bekerjasama dalam hal-hal keduniaan, dengan
catatan tidak memanfaatkan kerjasama dan hubungan itu dengan upaya tasyi’(melakukan Syiahisasi) terhadap penganut Sunni di Indonesia. Yang juga
lebih penting, sudah tak ada lagi buku-buku bernuansa caci-maki dan fitnah
terhadap sahabat dan Ahlul Bayt (istri Nabi). Jika hal ini terus dilakukan, bukan tidak mungkin, di
lapangan akan melahirkan resistensi mayoritas Sunni di kemudian hari. Semoga Allah menunjuki kita ke jalan yang lurus dan benar, amiin.*
Penulis adalah Wakil
Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI)
Rep: Administrator
Red: Cholis Akbar
Diambil dari hidayatullah.com, Jum’at,
10 Februari 2012, dalam judul Distorsi Syiah
Dibalik Ajakan “Persatuan” Umat
By nahimunkar.com on 11 February 2012