Oleh
Hasmi Bakhtiar
Pasca
Arab Spring di beberapa negara di Timur Tengah yang kini arahnya semakin tidak
jelas, ditambah tragedi kudeta militer di Mesir 30 Juni 2013 silam,
negara-negara Timur Tengah dilanda krisis percaya diri. Satu-satunya yang terus
bergerak maju, terlepas dari kontroversi dunia internasional terhadapnya,
hanyalah Iran.
Khusus
untuk kawasan teluk, kumpulan negara kaya minyak tersebut pasca Arab Spring
berada dalam kondisi tertekan dan minim kekuatan menghadapi super power Iran di
kawasan. Walaupun Saudi Arabia memiliki hubungan baik dan merupakan sekutu
terdekat Amerika Serikat di kawasan, namun dibawah kepemimpinan raja Abdullah
negara kaya tersebut tidak bisa berbuat banyak, padahal sebagai pemimpin negara
teluk dan kiblat umat Islam dunia, Saudi Arabia diharapkan memainkan peran
lebih dalam menangkal pengaruh Iran yang semakin luas di Timur Tengah.
Kudeta
di Yaman yang baru-baru ini terjadi menjadi bukti bagaimana kekuatan Iran untuk
mengusai kawasan dari segala sisi terutama militer dan ekonomi bukan omong
kosong. Lewat milisi syiah Hauthi Iran berhasil menguasai Yaman. Sebelumnya
Iran sudah menancapkan kuku di Suriah, Libanon dan ada kemungkinan Kuwait
segera menyusul. Satu persatu negara arab jatuh kedalam ‘saku’ Iran.
Pada
awalnya, bagi-bagi kekuasaan antar negara kuat di Timur Tengah diprediksi
banyak kalangan menjadi solusi ketegangan, dalam hal ini Saudi Arabia dan Iran,
tentu dengan dukungan Amerika Serikat dan Eropa. Namun peta politik di kawasan
sepertinya berubah dan menjadi sedikit lebih rumit ketika raja Abdullah wafat.
Tampuk kekuasaan yang sekarang dipegang Raja Salman dinilai akan membawa
perubahan signifikan di kawasan.
Walaupun
ketika Arab Spring meletus, Saudi Arabia dibawah komando raja Abdullah memilih
mendukung rezim lama, seperti di Mesir misalnya. Tetapi sudah menjadi rahasia
umum, Iran adalah ancaman lama bagi Saudi Arabia. Gesekan dua negara minyak
tersebut bukan hanya memperebutkan ‘kue’ negara di kawasan, lebih dari itu,
ketidak harmonisan dua negara tersebut juga dipicu gengsi dua peradaban, Persia
dan Arab.
Bagaimanapun,
Saudi Arabia adalah kiblat umat Islam di dunia. Tentu semacam kewajiban bagi
Saudi Arabia untuk mempertahankan posisi terhormat tersebut. Iran, walaupun
memakai nama Islam dalam negaranya, yaitu Republik Islam Iran, tetapi posisi
dua negara tersebut sangat berbeda di hati umat Islam, belum lagi issue
Sunni-Syiah yang membuat cita rasa keduanya sangat berbeda.
Misi
Iran menguasai kawasan tentu berdampak terhadap negara teluk yang dipimpin
Saudi Arabia, baik secara politik maupun ekonomi. Ketika milisi syiah Hauthi
berhasil menduduki Yaman beberapa waktu lalu, negara teluk langsung menggelar
pertemuan di Abu Dhabi, guna membahas langkah yang akan ditempuh untuk
menghadang lajunya pengaruh Iran.
Saudi
Arabia, Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, Qatar dan Oman yang tergabung dalam
kerja sama negara teluk (GCC) tentu tidak ingin kekuasaan mereka terancam
dengan semakin menguatnya pengaruh Iran, karena itu mereka bersatu untuk
menghadang, dibawah komando Saudi Arabia, yang sekarang komando itu ada di
pundak raja Salman.
Raja
Salman menjadi harapan para pemimpin negara teluk untuk lebih berani keras
terhadap Iran. Dengan bantuan Amerika Serikat, negara teluk berharap Saudi
Arabia bisa menekan Iran dan melindungi kekuasaan mereka dari hal serupa yang
terjadi di Yaman.
Saya
pribadi termasuk orang yang percaya bahwa raja Salman akan menempatkan Iran
sebagai musuh utama dibandingkan musuh Saudi Arabia lainnya, yaitu Ikhwanul
Muslimin di Mesir. Namun dalam waktu bersamaan raja Salman juga akan tetap
menjaga Saudi Arabia dari pengaruh gerakan Ikhwanul Muslimin.
Disinilah
titik perbedaan politik mendiang raja Abdullah dengan raja Salman, pada
penempatan siapa yang akan dihabisi terlebih dahulu. Mendiang raja Abdullah
menghabisi Ikhwanul Muslimin dengan mendanai kudeta di Mesir, dan sedikit
berdamai dengan Iran untuk sementara waktu. Berbeda dengan raja Salman,
walaupun saya tidak terlalu yakin raja Salman berani melakukan konfrontasi
‘jantan’ melawan Iran, tetapi setidaknya dia akan lebih keras dibanding
pendahulunya, raja Abdullah, dan akan sedikit berkompromi dengan Ikhwanul
Muslimin, dengan syarat tidak saling mengganggu.
Dalam
agenda raja Salman kedepan melawan Iran, tentu Saudi Arabia tidak bisa
melakukannya sendiri, mengharapkan bantuan negara teluk lainnya agak mustahil,
karena sifat pemimpin negara teluk cenderung lebih memilih cari aman.
Mempertaruhkan kekuasaan untuk melawan Iran sangat berisiko, jadi posisi negara
teluk lebih menunggu langkah berani Saudi Arabia, sedangkan mereka membantu
dari jauh. Solusinya raja Salman mau tidak mau harus mencari sekutu lain yang
kekuatan militer dan ekonominya memadai.
Erdogan
Kehadiran
Erdogan dalam pemakaman raja Abdullah beberapa waktu lalu cukup menarik. Jadwal
Erdogan yang seharusnya berkunjung ke Somalia ditunda demi menghadiri prosesi
pemakaman raja Abdullah, padahal selama ini Turki dikenal sering berseberangan
sikap dengan Saudi Arabia.
Ada
yang mengatakan Erdogan adalah sekutu yang dilirik raja Salman untuk menghadapi
Iran. Dengan kekuatan ekonomi dan militer yang dimiliki Turki, koalisi dua
negara tersebut cukup menjanjikan, ditambah kesiapan Qatar untuk bergabung.
Turki pada dasarnya memiliki kepentingan untuk menekan Iran, terutama dalam
kasus Suriah dan perbatasan.
Jika
poros Riyadh-Ankara-Doha ini benar-benar terbentuk, tentu memiliki konsekuensi.
Saudi Arabia diperkirakan akan mengganti haluan politiknya terhadap Ikhwanul
muslimin di Mesir, sebagai imbalan untuk sekutu barunya Turki.
Erdogan
dikenal sebagai anak ideologis Ikhwanul Muslimin, penentang kudeta nomor wahid
di Mesir. Ini tentu ancaman bagi negara teluk lainnya terutama Uni Emirat Arab,
dan kemungkinan pecah kongsi dalam tubuh GCC akan sangat terbuka. Uni Emirat
Arab akan meninggalkan Saudi Arabia kemudian membangun poros
Dubai-Al-Manamah-Cairo.
Uni
Emirat Arab tidak akan membiarkan Saudi Arabia dan Turki melemahkan
pemerintahan As-Sisi di Mesir dengan membantu perjuangan Ikhwanul Muslimin.
Kekacauan di Mesir merupakan ‘nafas’ bagi Uni Emirat Arab. Selama ini Uni
Emirat Arab selalu ketakutan jika kondisi Mesir kondusif, karena akan berdampak
terhadap ekonomi negara tersebut terutama sektor pariwisata.
Namun
kedua poros ini umurnya sangat dinamis, sekuat apa perlawanan penentang kudeta
di Mesir. Ketika pemerintah kudeta di Mesir tumbang, kemungkinan akan ada peta
baru diluar dua poros tersebut.
*Hasmi
Bachtiar, Alumni Al-Azhar Mesir, Saat ini menempuh S2 di Lille Perancis Jurusan
Hubungan Internasional.
http://www.gensyiah.com/raja-salman-peta-baru-pergolakan-negara-teluk-dan-faktor-erdogan.html
http://www.gensyiah.com/raja-salman-peta-baru-pergolakan-negara-teluk-dan-faktor-erdogan.html
Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin Akan Rujuk
Tahun Ini?
Riyadh. Sebuah riset di lembaga Stratfor di Amerika memperkirakan akan
terjadinya rujuk antara kerajaan Arab Saudi dan berbagai gerakan Islam terutama
Ikhwanul Muslimin. Seperti dilansir Rassd, Sabtu (24/1/2015) kemarin.
Lebih lanjut
dikatakan bahwa kekuatan Sunni yang direpresentasikan oleh Saudi akan
mengeluarkan kebijakan baru yang lebih membuka diri untuk gerakan-gerakan politik
Islam yang moderat. Hal itu menurutnya adalah untuk membendung pengaruh kuat
Iran di Timur Tengah dan semakin kuatnya kelompok-kelompok Islam jihad.
Selain itu,
pembaharuan sikap politik ini bertujuan untuk menemukan solusi bagi krisis yang
terus melanda Suriah, Irak, Libya, dan Mesir. Hal itu hanya bisa dilakukan
dengan rujuk kepada Ikhwanul Muslimin, dan kembali berdiplomasi dengan Qatar
dan Turki.
Pada tahun 2015
ini, menurut Stratfor, kawasan Timur Tengah masih akan terus dilanda krisis.
Masalah di Libya masih akan menjadi ancaman bagi ketidakstabilan di Afrika
bagian utara. Sementara itu, kabut tebal masih menyelimuti kondisi politik di
dunia Arab bagian timur dan negara-negara Teluk. Hal itu disebabkan masih terus
berjalannya perundingan antara Amerika Serikat dan Iran, ditambah perang
Sunni-Syiah di Suriah dan Irak.
Turki yang
seharusnya banyak berperan kini disibukkan dengan permasalahan dalam negeri,
sehingga mengurangi perannya di Timur Tengah. Negara-negara Teluk juga
semakin direpotkan dengan jatuhnya harga minyak dunia yang semakin terjun
bebas.
TANTANGAN RAJA SAUDI
Syaikh Dr. Abu
Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr AL-MUQRI` AL-SALAFI, menulis pada hari Senin
tanggal 6 R. Tsani 1436 H (26 Januari 2015) di group WA al-Dakwah Fi Indonesia
sebagai berikut:
التحديات التي تواجه خادم الحرمين الشريفين سلمان بن عبد العزيز وفقه
الله كثيرة داخلية وخارجية ومنها المضي في تطبيق الشريعة اﻻسلامية السلفية واقامة
الحدود دون التهاون في شيء منها تقليم انياب ومخالب العلمانيين واللبراليين
والمنافقين واقصائهم عن دفة التوجيه وتقوية هيئة اﻻمر بالمعروف والنهي عن المنكر
واعادة اﻻعتبار لها وتقوية دو ر العلماء الربانيين وتمكينهم من منابر اﻻصلاح
والتوجيه العمل على تقوية الجيش العربي السعودي وتاهيله ليكون هو اﻻقوى في الخليج
والمنطقة ليكون قادرا على حماية ارض الحرمين من كل تهديد خارجي بعد ان اشتد
التهديد المجوسي الصفوي خصوصا على حدود المملكة مع اليمن الذي استولى عليه اذناب
ايران الحوثيون وحماية الحدود مع العراق الشيعية اﻻيرانية والعمل على تقوية الدول
السنية كاﻻردن والسودان ومصر والمغرب ودول الخليج ومكافحة الفكر التكفيري عسكريا
وعلميا
واخيرا العمل على الوحدة الشاملة لﻻمة اﻻسﻻمية ونصرة قضاياها والحد من
الهيمنة الغربية وتدخﻻتها في قضايا اﻻمة المصيرية وعلى راسها قضية المسجد اﻻقصى
وفلسطين وفق الله خادم الحرمين الشريفين سلمان بن عبد العزيز لما يحب ويرضى ونصر
به دينه واعلى به كلمته وجعله على سنن الملوك الصالحين من السلف الصالحين من
الصحابة والتابعين
/وكتبه ابو انس محمد بن موسى ال نصر
نصيحةلله ولرسوله وﻻئمة المسلمين وعامتهم 6 ربيع الثاني 1436هجرية
Tantangan-tantangan
yang dihadapi khadimul haramain al-syarifain Salman bin Abdul Aziz –semoga
Allah memberinya taufiq- adalah sangat banyak baik internal maupun eksternal.
Diantaranya adalah: melanjutkan penerapan syariat Islam salafiyyah dan penegakan
hudud tanpa teledor. Diantaranya adalah memotong taring-taring dan kuku-kuku
kaum skularis, liberalis dan kaum munafiq, serta menjauhkan mereka dari
mengarahkan kebijakan kerajaan, menguatkan haiatul amr bilmakruf wa annahyi
anil munkar, mengembalikan kedudukanya, menguatkan peran ulama rabbaniyyin, dan
memantapkan posisi mereka dalam mimbar-mimbar reformasi dan bimbingan,
memperkuat pasukan Saudi dan melatihnya agar menjadi pasukan terkuat di teluk
dan kawasan timur tengah, agar mampu melindungi dua tanah suci dari setiap
ancaman eksternal setelah menguatnya ancaman majusi shafawi, terutama di
perbatasan KSA dengan Yaman yang telah dikuasai oleh milisi al-Houtsi antek
antek Iran , dan menjaga perbatasan dengan Irak yang syiah iraniyyah, bekerja
untuk menguatkan Negara-negara sunni seperti Yordan, Sudan, Mesir, Maghrib dan
Negara-negara teluk, serta menanggulangi pemikiran takfiri baik secara militer
maupun keilmuan.
Terakhir,
bekerja menyatukan umat Islam dan menolong kasus-kasus umat Islam dan membatasi
hegemoni Barat dan intervensi mereka dalam kasus-kasus yang menentukan nasib
umat islam khususnya kasus masjidil Aqsha dan Palestina.
Semoga Allah
memberi taufiq kepada Khadimul Haramain al-Syarifain, Salman bin Abdul aziz,
kepada apa yang Allah cintai dan ridhai. Semoga Allah memenangkan agama-Nya
sebab beliau, , dan meninggikan kalimat-Nya sebab beliau. Semoga Allah
menjadikan beliau meniti jalan para raja yang shalih dari kalangan Salaf
shalih, para sahabat dan tabi’in.
Ditulis oleh
Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr sebagai nasehat (sikap tulus) kepada
Allah, Rasul-nya dan kepada semua pemimpin umat islam dan rakyat mereka.
6 Rabiul Awal
1436 H.
http://www.gensyiah.com/tantangan-raja-saudi.html
Adzan Ditengah
Penyambutan Obama, Raja Saudi Salman Hentikan Protokelar dan Pamit Sholat
Presiden AS Barack
Obama memimpin sebuah delegasi legislator, pejabat senior dan dua mantan menteri
luar negeri AS ke Arab Saudi, hari Selasa (27/1), untuk menyampaikan penghormatan dan belasungkawa kepada keluarga
kerajaan, menyusul wafatnya Raja Abdullah.
Kedatangan Presiden
America Barack Obama dan ibu negara Michelle Obama serta rombongan disambut raja baru Saudi,Salman bin Abdul-Aziz Al Saud setibanya di bandara
Internasional King Khalid di Riyadh, Arab Saudi.
Ditengah seremonial penyambutan kenegaraan ini, ada kejadian yang sangat menarik. Ketika Adzan Ashar
berkumandang Raja menghentikan
protokoler penyambutan dan meminta izin pada tamu (Obama) untuk menunaikan
shalat terlebih dahulu. Kejadian tersebut disaksikan
jutaan rakyat melalui siaran televisi secara langsung. Obama sempet bengong
ditinggal tuan rumah.
Peristiwa tersebut memunculkan komentar positif dengan perasaan bangga dan
hormat karena menempatkan shalat dalam prioritasnya.
Anggota dewan fatwa provinsi Qashim Dr Kholid al-Mushlih mengatakan :
“Bahwa apa yang dilakukan oleh pelayan dua tanah suci Raja Salman bin Abdulaziz
hari ini dengan mengutamakan shalat dan melaksanakannya di tengah-tengah
kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack Obama merupakan bukti rasa hormat terhadap hukum Islam dalam
segala situasi”.
Beliau juga menjelaskan bahwa sikap Raja Salman memberikan pesan kepada
semua, bahwa hak Allah berada
diatas hak apapun dan siapapun, dan sikap ini memberikan jaminan
dan ketenangan bahwa pemimpin kami sangat perhatian terhadap syariat islam
walaupun dalam kondisi dan keadaan apapun. (sabq.org/almowaten.net/manhajuna.com)
Semoga Allah memberikan taufiq kepada raja Salman bin Abdil Aziz
hafidzohullah, seorang raja yang sudah hafal Al-Qur’an sejak usia 10 tahun dan
menghafal kitabut tauhid karya syeikh Muhammad bin Abdil Wahhab serta mutun
ilmiyah lainnya, aamiin..(red lamurkha)
link video peristiwa ini:
sumber
: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=700615040057612&set=a.106565622795893.6682.100003273669168&type=1
Raja Salman: Presiden Mursi Harus Diberi Kesempatan
Selesaikan Masa Jabatannya
09 Rabbi al-Thanni 1436
H
Kairo. Banyak pengamat bertanya-tanya tentang arah kebijakan
raja baru Arab Saudi, Raja Salman bin Abdulaziz. Terutama terkait dengan sikapnya
terhadap negara-negara Musim Semi Arab.
Saat terjadi gonjang-ganjing rencana penggulingan Presiden Mursi di Mesir,
Raja Salman yang saat ini masih menjadi menteri pertahanan, pernah mengeluarkan
pernyataan mendukung Presiden Mursi.
Seperti diberitakan surat kabar Mesir, Al-Ahram edisi bulan April 2013,
Raja Salman menyatakan, “Saudi tetap mendukung presiden Mesir yang sah, apa pun
kondisinya.”
Pernyataan Raja Salman itu menunjukkan sikapnya bahwa Presiden Mursi harus
diberi kesempatan menyelesaikan masa jabatannya. Tidak dibenarkan dilakukannya
kudeta militer seperti yang dilakukan As-Sisi beberapa saat kemudian, tepatnya
3 Juli 2013.
Salman bin Abdulaziz resmi menjadi pemimpin kerajaan Arab Saudi
menggantikan Raja Abdullah yang meninggal hari Jumat, pekan lalu.
Seperti
Dilakukan Raja Salman, Presiden Mursi Juga Pernah Abaikan Telepon Obama Karena
Hendak Shalat
30/01/15 | 16:26 | 09
Rabbi al-Thanni 1436 H
Riyadh. Publik sempat dikagetkan dengan peristiwa Raja Salman
bin Abdulaziz meninggalkan Presiden Barack Obama saat upacara penyambutan
kenegaraan, pada Selasa (27/1/2015) yang lalu. Ternyata bukan kali ini saja
terjadi pada Obama. Sebelumnya, Presiden Mursi pernah beberapa mengabaikan
sambungan telepon Obama dengan alasan mau shalat Jumat.
Putri Presiden Mursi,
Syaima’ Mursi, mengungkapkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 28
Juni 2013, lima hari sebelum terjadinya kudeta militer atas Presiden Mursi yang
dipimpin oleh As-Sisi.
Dalam akun facebooknya,
Syaima’ menyebutkan, “Presiden Mursi menolak Obama yang meminta berbincang
lewat telepon. Beliau meminta sekretaris untuk menjawab bahwa agendanya sedang
penuh. Beliau menyatakan siap menerima hubungan telepon di waktu yang lain,
setelah ada kesempatan.”
Syaima’ melanjutkan,
“Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 28 Juni, di awal terjadinya
demonstrasi pendukung pemerintah sah yang menduduki Bundaran Rabi’ah Adawiyah.
Tepatnya 30 menit sebelum waktu Zhuhur. Saat itu, istri dan putrinya bersama
beliau di markas Paspamres, di ruang presiden. Aku duduk bersama ayah dan
ibuku. Pada saat itu, sekretaris presiden datang memberitahu bahwa Barack Obama
ingin berbicara lewat telepon selama 10 menit saja. Ayah menjawab sebagai
seorang pemimpin muslim, “Katakan kepadanya bahwa aku sedang sibuk. Aku sedang
siap-siap untuk shalat Jumat. Setelah itu aku ada pertemuan penting.”
Syaima’ mengaku heran dengan jawaban ayahnya tersebut. Tapi ayahnya
kemudian berkata kepadanya dengan penuh keyakinan, “Aku presiden Republik
Mesir, negara Muslim terbesar di dunia Arab. Tidak mungkin aku menurut saja
dengan jadwalnya. Aku yang menentukan kapan aku bisa menerima telepon.”
Syaima’ pun bangga dengan sikap ayahnya ini. Dia teringat dengan lembaran
sejarah Islam masa lalu. Apalagi setelah melihat ayahnya tersenyum lebar saat
pergi ke masjid untuk shalat Jumat. (msa/dakwatuna).
Sumber:
SELASA, JANUARI 06,
2015
Portal al-gornal (28/12/2014) mempublikasikan sebuah
dokumen sangat penting yang dibocorkan dari Kantor Pusat Dewan Fatwa Saudi
Arabia nomor 251450 yang menfatwakan bahwa As-Sisi sudah keluar dari Islam
alias murtad total “murtad kubro”. Dokumen tersebut tertanggal 20 Ramadhan 1435
H, tepat saat zionis Israel menyerang Gaza dan blokade total yang dilakukan
As-Sisi terhadap kaum muslimin Gaza pada saat penyerangan itu dalam rangka
membantu Israel.
Dokumen menyebutkan:
“Merujuk fatwa syaikh Bin Baz rahimahullah (1/274) yang menyatakan bahwa orang
yang membantu kaum kafir untuk menyerang kaum muslimin adalah murtad dari agamanya,
dan sudah melakukan tindakan terlarang dan sebuah kemungkaran.
Syaikh Bin Baz mengatakan: ‘Semua ulama Islam sepakat bahwa siapa saja yang
membantu orang-orang kafir untuk -menyerang- kaum muslimin maka orang tersebut
menjadi bagian dari orang-orang kafir, sebagaimana firman Allah: ‘Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi auliya (orang kepercayaan, orang yang diberikan pertolongan,
rasa sayang dan dukungan) bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi
sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. (QS.
Al Maidah: 51).’
Setelah merujuk fatwa dan pendapat para ulama-ulama terdahulu dan modern, dan
setelah membicarakan lebih lanjut dan meneliti tindakan dan sikap Abdul Fattah
Said Husein Khalil As-Sisi kelahiran 19 November 1954 yang sudah melakukan
blokade terhadap dua juta penduduk Gaza dalam rangka membantu Yahudi dengan
cara menahan makanan dan obat-obatan untuk masuk Gaza dan juga menghalangi para
orang-otang tua, wanita dan anak-anak keluar Gaza, dan kami sudah mendapatkan
bukti-bukti yang tidak diragukan lagi bahwa Abdul Fattah Said Husein Khalil
As-Sisi telah murtad dari Islam dengan level ‘Murtad Kubro’ yang membuatnya
sudah keluar dari Islam secara totalitas sehingga semua hukum terkait orang
yang murtad dapat diterapkan kepadanya.”(FIMADANI)http://muslimina.blogspot.com/2015/01/dewan-ulama-senior-saudi-as-sisi-murtad.html
Raja Salman Pun Diperkirakan Copot Dubes Saudi di Kairo
01/02/15 | 17:41 | 10
Rabbi al-Thanni 1436 H
dakwatuna.com – Kairo. Seorang
jurnalis Mesir, Amr Abdel Hadi, menyambut positif reformasi yang dilakukan Raja
Salman di Arab Saudi saat ini. Apalagi saat ini sedang santer tersebar kabar
tentang akan digantinya duta besar di Kairo, Ahmad bin Abdulaziz Al-Qattan,
yang menurutnya sangat mendukung kudeta militer di Mesir.
Seperti ditulis dalam
akun twitternya, Abdel Hadi mengatakan, “Aku pernah menemui Al-Qattan, dubes
Saudi di Mesir, setelah revolusi. Dia benar-benar pendukung Husni Mubarak,
bahkan lebih ekstrem daripada anggota partainya sekalipun. Terima kasih kepada Raja
Salman yang telah menariknya dan akan menggantinya.”
Saat ini sedang santer berita dipanggilnya dubes Saudi di Kairo ke Riyadh.
Hal itu diyakini sebagai pendahuluan sebelum benar-benar diganti. Kerajaan
Saudi akan melakukan reformasi besar-besaran seiring dengan reformasi birokrasi
yang saat ini dilakukan di dalam negeri. (msa/dakwatuna)
Gebrakan: Raja Salman bersihkan kerajaan, dekati IM
Semoga angin baru
kebangkitan Islam terjadi melalui gebrakan Raja Salman yang melakukan
pembersihan loyalis Raja Abdullah. Kini ia dikabarkan mendekati Ikhwanul
Muslimin (IM), sebagaimana analisis Hashmi Bachtiar, alumni Universitas
Al-Azhar dan mahasiswa postgraduate Hubungan
Internasional di Lille-Perancis yang diterima redaksi Arrahmah.com, Ahad
(1/2/2015).
Raja Salman bin Abdul
Aziz sebagai nakhoda baru kerajaan Saudi Arabia terus melanjutkan ‘kudeta’ di
tubuh kerajaan lumbung minyak tersebut. Sebelumnya, pasca dibai’at menjadi raja
menggantikan saudara tirinya Abdullah bin Abdul Aziz, Raja Salman langsung
bergerak cepat dengan memilih Muhammad bin Nayef sebagai wakil putra mahkota
dan memecat Khalid Al-Tuwaijri yang menjabat kepala dewan kerajaan.
Baru-baru ini Raja
Salman kembali mengambil kebijakan yang membuat dirinya semakin menjadi
sorotan. Raja Salman mengganti Gubernur Makkah dan melakukan perombakan
besar-besaran dalam kaninet kerajaan, mungkin ini perombakan terbesar yang
pernah terjadi di kerajaan Saudi Arabia. Setidaknya Raja Salman mengeluarkan 34
keputusan raja yang salah satunya pergantian kabinet.
Perombakan kabinet
tersebut sangat jelas tujuannya yaitu membersihkan loyalis Raja Abdullah dan
menggantinya dengan sosok yang dipercaya oleh Raja Salman. Sebut saja menteri
pertahanan yang baru, sekarang dijabat oleh Muhammad bin Salman yang merupakan
anaknya sendiri. Kemudian menteri dalam negeri, dijabat oleh Muhammad bin Nayef
bin Abdul Aziz, yang sebelumnya dipilih menjadi wakil putra mahkota.
Keputusan lainnya
adalah memberi ampunan kepada tahanan politik, yang merupakan pantangan dalam
kerajaan. Selama ini Saudi Arabia selalu menempatkan oposisi kerajaan sebagai
musuh berbahaya, tetapi Raja Salman malah memberi ampunan, semakin membuat
penasaran kemana arah politik raja baru tersebut.
Sebenarnya membaca arah
politik Raja Salman tidaklah terlalu sulit. Dengan kebijakannya akhir-akhir ini
sudah terlihat, baik itu arah politik dalam negeri maupun kawasan dan
internasional. Dari komposisi kabinet yang baru dipilih dan orang-orang
terdekat raja Salman juga bisa dikuak, kemana kapal kerajaan tersebut akan
berlayar.
Di dalam kerajaan, Raja
Salman dibantu oleh dua orang terdekatnya dalam melakukan operasi pembersihan
loyalis Abdullah. Pertama adalah Muhammad bin Nayef yang dipilih sebagai wakil
putra mahkota.
Muhammad bin Nayef
selama ini dikenal dekat dengan petinggi Turki dan mempunyai sejarah buruk
dengan Khalifa bin Zayed presiden Uni Emirat Arab. Mungkin inilah alasan
mengapa Erdogan menunda lawatannya ke Somalia dan memilih terbang ke Riyadh
ikut prosesi pemakaman Abdullah. Sedangkan Bin Zayed presiden Uni Emirat Arab
memilih tidak hadir dengan alasan tidak jelas.
Sosok kedua adalah
Muhammad bin Salman. Tidak tanggung-tanggung, Muhammad bin Salman diberi tiga
jabatan penting sekaligus, yaitu sebagai menteri pertahanan, kepala dewan
kerajaan dan kepala urusan ekonomi dan pembangunan. Dua sosok inilah yang
membantu pembersihan loyalis Abdullah ditubuh kerajaan.
Untuk Raja Salman
sendiri, dirinya dikenal dekat dengan Tamim bin Hamed, amir kerajaan Qatar. Raja Salman dikenal sudah
lama memiliki hubungan baik dengan kerajaan Qatar. Terlihat ketika kudeta di
Mesir terhadap Muhammad Mursi, Raja Salman bersama Qatar menentang aksi kudeta
tersebut, namun Raja Salman tidak bisa berbuat banyak terbentur oleh Raja
Abdullah yang waktu itu salah seorang pendukung kudeta. Sosok Raja Salman
sangat dibenci Uni Emirat Arab, konon issue kesehatan Raja Salman bermasalah
bermula dari negara tersebut.
Raja Salman sangat paham posisinya saat ini, kemungkinan buruk bisa saja
terjadi terhadap pemerintahannya. Bagi loyalis Abdullah di istana, yang
dilakukan Raja Salman bukanlah reformasi, tetapi kudeta yang tentu menimbulkan
badai di internal kerajaan. Apalagi mengingat yang memusuhinya bukan saja dari
internal kerajaan, tetapi juga dari kawasan dan internasional.
Setidaknya saat ini Raja Salman memiliki tiga musuh berbahaya. Yang pertama
adalah Khalid Tawajiri, mantan kepala dewan kerajaan. Kedua Bendar bin Sulthan,
mantan kepala kemanan nasional dan ketiga Khalifah bin Zayed presiden Uni
Emirat Arab.
Tiga nama tersebut jauh sebelum Abdullah wafat sudah menyusun strategi agar
Raja Salman tidak naik tahta, namun sayang sebelum misi selesai, Abdullah
wafat. Rencana tinggal rencana Raja Salman tetap naik tahta.
Maka wajar Raja Salman bergerak cepat membersihkan istana sebelum melakukan
manuver politik lebih jauh. Contoh sikap Saudi Arabia terjadap kasus kudeta di
Mesir dan kasus Palestina. Belum lagi konspirasi Barat yang harus dihadapi Raja
Salman, jika dirinya melakukan langkah politik yang membahayakan Barat yang
sejak lama menjadi ‘tamu istimewa’ di Saudi Arabia.
Mendekat IM
Kedekatan Raja Salman dengan kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) juga menjadi
catatan penting dalam membaca arah politik Raja Salman. Rasyid Al-Ghanusy
adalah tokoh Ikhwanul Muslimin yang turut hadir dalam prosesi pemakaman
Abdullah bersama Erdogan. Ini tentu tanda bahwa Raja Salman membuka pintu
pembicaraan dengan kelompok tersebut, namun banyak kalangan memperkirakan
sebenarnya mereka sudah memiliki hubungan dekat.
Beberapa media menurunkan berita bahwa Saudi Arabia waktu pemerintahan
Abdullah meminta PM Inggris David Cameron melakukan penyelidikan terhadap
pemimpin Ikhwanul Muslimin yang bermukim di sana dengan tuduhan teroris. David
Cameron menyanggupi permintaan Abdullah sebagai sahabat. Namun setelah
penyelidikan dilakukan, Inggris tidak menemukan tudahan tersebut, tetapi
Inggris belum melaporkan hasil penyelidikan tersebut takut Abdullah kecewa.
Mungkin saat ini waktu yang tepat bagi Inggris untuk melaporkan hasil
penyelidikan tersebut kepada pemerintah Saudi Arabia, lapor pejabat tinggi
kementrian luar negeri Inggris.
Politik Mesir
Kurang lengkap berbicara timur tengah tanpa membahas Mesir. Berita teranyar
Raja Salman telah memecat Dubes Saudi Arabia untuk Mesir, Ahmad bin Abdul Aziz
Qattan. Dubes Qattan dikenal sebagai kurir kerajaan Saudi Arabia untuk
pemerintah kudeta Abdel Fattah As-sisi.
Pemecatan tersebut signal dari Raja Salman bahwa politik Saudi Arabia akan
berubah terhadap Mesir. Bisa jadi Raja Salman menghentikan bantuan untuk Mesir,
atau masih memberikan bantuan tapi dengan syarat yang harus dipenuhi Mesir.
Syaratnya apa? Mungkin kesepakatan poros baru nanti Ankara-Riyadh-Doha yang
bisa menjawab.
Sepak terjang Raja Salman ini tentu mendapat dukungan kuat dari rakyat
Saudi Arabia, bahkan muslim internasional yang melihat selama ini Saudi Arabia
seperti raksasa ompong, makanpun harus disuapkan bubur oleh Amerika. Raja
Salman diharapkan menjadi penerus raja Fahd yang mementingkan negaranya dan
umat muslim dari pada Barat.
Mungkin benar yang dilakukan Salman adalah kudeta, kudeta terhadap
kepentingan Barat, kudeta yang didukung Rakyat Saudi Arabia.
Menanti Koalisi Raja Salman Saudi Dan Turki
Bebaskan Mesir, Palestina Dan Dunia Islam
By boemiislam on February 1, 2015@boemiislam
DR. Mahmud Al
Khafaji menegaskan, “Kalian akan segera menyaksikan tebaran kebaikan dari
Ikhwanul Muslimin. Hanya perlu sabar sedikit saja!”
Ya. Seminggu
setelah meninggalnya Raja Abdullah, harapan kembali membahana di seantero Timur
Tengah. Peran Raja Abdullah dalam kudeta di Mesir yang menyebabkan 10.000 orang
lebih wafat, 100.000 orang terusir dari Mesir, 20.000 orang terluka, 45.000
orang dipenjara, merupakan dosa teramat berat yang dipikul Raja Abdullah.
Kini di era
Raja Salman bin Abdul Aziz, babak baru Saudi Arabia dimulai. Empat hari setelah
resmi berkuasa, Raja Salman Saudi langsung meratifikasi pernjanjian industri
alutsista dengan Turki yang dibekukan sejak kudeta di Mesir. Bahkan Raja Salman
melakukan gunting pita, atas kedatangan kapal tempur baru yang diproduksi
Turki. Maka poros Saudi-Turki kembali berkibar.
Hal yang sama
dilakukan Kuwait. Dubes Kuwait di Kairo menegaskan, Kuwait tidak akan lagi
memberi tambahan bantuan untuk pemerintahan As-Sisi. Perlu diketahui, bantuan
Kuwait untuk kudeta di Mesir berada di urutan ketiga setelah Saudi Arabia, UAE.
Publik Mesir kini berharap-harap cemas. Kendali kekuasaan di Mesir sebenarnya
berada di tangan Panglima AB dan Menhan, Jenderal Shidqi Shubhi.
Maka seorang
Ahmad Mansour, wartawan senior Almujtama’ berharap, Shidqi Shubhi terketuk hati
untuk menebus segala dosa dan kesalahan di masa lalu dengan melakukan kudeta
senyap terhadap As-Sisi. Lalu dilakukan rekonsiliasi, pembebasan tahanan
politik, pengembalian hak-hak WN Mesir yang dirampas, dan tidak membiarkan
Mesir seprti Syiria atau Irak.
Sikap
negara-negara Teluk pendukung kudeta, tidak terlepas dari merosotnya harga
minyak dunia. Dimana Dewan Kerjasama Teluk mengalami kerugian hampir 215 Milyar
Dollar dalam enam bulan terakhir. Selain sikap rakyat di negara-negara Teluk
yang “jengah” atas raja-raja dan emir-emir mereka yang lebih memperhatikan
Mesir dengan kudetanya, daripada mensejahterakan rakyatnya. Hal ini pula yang
mendorong Raja Salman, menggelontorkan bonus 2 bulan gaji dengan total 30
Milyar Riyal untuk rakyat Saudi Arabia.
Jadi, kunci
berakhir tidaknya kudeta di Mesir tergantung daya tekan Saudi Arabia terhadap
AS. Tekanan akan semakin kuat saat Turki dan Qatar ikut menekan AS. Tentunya
dengan tawar menawar, salah satunya Turki mengendurkan dukungan kepada Ikhwanul
Muslimin. Mari terus kita cermati!
Oleh : Nandang
Burhanuddin, Lc. MA.
San’a. Tokoh pemikiran dan pengamat politik dari Kuwait,
Abdullah Al-Nefisi, mempertanyakan sikap masyarakat dunia terhadap milisi Syiah
Hutsi di Yaman.
Dalam akun twitternya,
@DrAlnefisi, Jumat (19/9/2014) kemarin, beliau menulis, “Kenapa departemen luar
negeri Amerika Serikat tidak memasukkan Syiah Hutsi dalam daftar organisasi
teroris?”
Menurutnya, sikap
Amerika itu masuk dalam kesepakatan saling mendukung antara Amerika dan Iran.
Karena ada kesepakatan tersebut, Amerika harus mendukung keberadaan Syiah
Hutsi.
Al-Nefisi juga memperingatkan negara-negara Teluk akan ancaman berdirinya
negara Iran di Yaman bagian utara. “Jika negara-negara Teluk tidak aktif
bergerak mendukung pemerintah Yaman dalam melawan Syiah Hutsi, maka sebentar
lagi Yaman akan menjadi pendukung Iran yang sangat membahayakan wilayah Teluk.”
Amerika tidak memerangi Syiah Hutsi, padahal kelompok bersenjata ini
mengangkat slogan “Matilah Amerika, Matilah Israel, Terlaknatlah Yahudi” sejak
awal didirikan oleh Husain Badrudin Al-Hutsi.
Tentang slogan ini, banyak kalangan menilainya hanya merupakan kedok untuk
menarik dukungan rakyat. Yang diinginkan Syiah Hutsi hanyalah mengubah Yaman
menjadi negeri Syiah. Bahkan mereka sendiri banyak melakukan tindakan yang
bertentangan dengan slogan tersebut.
http://www.dakwatuna.com/2014/09/20/57149/kenapa-syiah-hutsi-tidak-dikategorikan-teroris/#ixzz3QYP2HdIH
http://www.dakwatuna.com/2014/09/20/57149/kenapa-syiah-hutsi-tidak-dikategorikan-teroris/#ixzz3QYP2HdIH
Posted by: Sohibul Qur'an Posted date: 12/30/2014 /
SANAA
(SALAM-ONLINE): Syiah Houtsi di Yaman baru-baru ini kembali menuntut suratAn-Nuur, salah satu nama surat dalam
Al-Qur’an, agar dihapus dari kurikulum sekolah karena dianggap menimbulkan
fitnah.
Sebagaimana
diketahui, Allah Subhanahu wa Ta’ala membebaskan istri Rasululullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, Aisyah binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha dari fitnah keji dalam surat
ke-24 dari Al-Qur’an itu.
“Syiah
Houtsi kembali menuntut penghapusan surat An-Nuur yang membebaskan Ummul
Mukminin Aisyah dari tuduhan keji dari kurikulum sekolah di Yaman,” lansir
portal berita Yaman, yemen-press.com, Senin (29/12/2014), sebagaimana
dikutip Kiblat.net, Selasa (30/12).Kelompok Syiah
itu beralasan bahwa surat tersebut hanya akan meningkatkan perselisihan
sektarian.Tuntutan ini,tambah Yemen-Press, sebelumnya telah disuarakan
Syiah Houtsi pada 2012 lalu. Mereka menuntut pembelajaran surat An-Nuur di
sekolah dihapus setelah seorang guru Muslim memberikan soal kepada muridnya
tentang Haditsul
Ifki. Dalam
soal itu, guru tersebut meminta murid memberikan dalil dari Al-Qur’an bahwa
istri Nabi shallallahu ‘alaisi wa sallam, Aisyah, dibebaskan dari tuduhan
perzinahan.
Pada
waktu itu, Syiah Houtsi menuntut pemerintah supaya menghapus pembelajaran surat
An-Nuur di sekolah karena dapat menimbulkan perselisihan antara Sunni dan
Syiah. Tuntutan ini mencuat setelah Syiah Houtsi merasa kuat dan orang-orang
mereka duduk di pemerintahan. Sebagaimana
diketahui, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membebaskan Aisyah radhiyallahu ‘anhadari tuduhan perzinahan yang
dihembuskan oleh orang-orang munafik. Fitnah itu sempat membuat Rasulullah
terguncang dan menjauhi Aisyah selama beberapa hari.
Akan
tetapi, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat 11 dari surat An-Nuur
yang menegaskan bahwa seluruh tuduhan itu adalah dusta dan dihembuskan oleh
orang-orang munafik. Peristiwa itu dikenal dengan Haditsul Ifki.
Sumber: Kiblat.net/yemen-press.com