Raja Salman
memperlihatkan sikap politik dan cara kepemimpinan yang ternyata bertolak
belakang dengan pendahulunya, mendiang raja Abdullah. Terutama terkait sikapnya
tentang kudeta militer yang terjadi di Mesir.
Setelah dikabarkan memiliki hubungan kurang harmonis dengan Abdel Fattah
As-Sisi presiden kudeta Mesir, sekarang raja Salman kembali membuat pemerintah
kudeta Mesir panas. Raja Salman baru saja mengangkat kembali Syaikh DR. Su'ud
As-Syuraim sebagai imam resmi Masjidil Haram, Makkah yang sebelumnya dipecat
mendiang raja Abdullah terkait sikap beliau yang menolak aksi kudeta di Mesir.
Ketika kudeta militer yang dipimpin Abdel Fattah As-Sisi terjadi, Syaikh As-Syuraim
langsung merespon dengan penolakan, tidak cukup sampai disitu, Syaikh
As-Syuraim juga mengecam pembantaian yang terjadi di Rab'ah dan mengecam sikap
represif militer terhadap rakyat sipil, yang akhirnya memaksa raja Abdullah
memecat beliau dari jabatan sebagai imam resmi Masjidil Haram.
Syaikh As-Syuraim sebelumnya menyeru agar tentara Mesir tidak membunuh saudara
sebangsa dengan alasan apapun. Menurut beliau apa yang dilakukan militer Mesir
hanya akan membuat senang musuh islam dan bangsa Mesir.
Syaikh As-Syuraim juga mengecam pembantaian di depan markas garda republik
Mesir yang dilakukan di waktu fajar, Syaikh As-Syuraim menyebut pembantaian
tersebut sebagai tindakan keji dan khianat terhadap rakyat Mesir.
Atas sikap penolakan terhadap rezim kudeta Mesir, Syaikh As-Syuraim kemudian
dituduh Raja Saudi sebagai anggota Ikhwanul Muslimin.
Atas sebutan sebagai anggota Ikhwanul Muslimin, Syaikh Syuraim kemudian
menuliskannya melalui akun twitternya (@saudalshureem), antara lain:
"Jika
manhajmu tidak sesuai dengan para pemuja hawa nafsu (penyokong kudeta, Raja
Abdullah, dan para penguasa Arab), mereka akan menyebutmu sebagai orangnya
Ikhwan yang mereka bid'ahkan (mungkin di arab terminologi dibid'ahkan ini
kurang lebih kalau di indonesia sama dengan di-PKI-kan)!
Apa yang Allah
SWT katakan tentang orang seperti mereka ini dalam al Quran? 'jika mereka tidak
beriman dengannya, mereka berkata, "inilah kebohongan yang sejak dulu
sudah ada"' (al Ahqaf: 12).
Syaikh Syuraim
juga berkata, "Siapa yang berlaku zalim pada orang-orang yang menasehati,
sejarah akan menguburkannya."
Kini kondisi Saudi dengan Raja baru, Salman bin Abdulaziz, pelan-pelan berubah.
Syaikh As-Syuraim kembali diangkat sebagai imam resmi Masjidil Haram.
Segala sesuatu yang ada di dunia akan berubah. Termasuk kebijakan Arab
Saudi juga berubah, di bawah Salman. (hasmi bachtiar)
http://www.voa-islam.com/read/world-news/2015/02/10/35583/raja-salman-mengangkat-sheikh-syuraim-penentang-rezim-alsisi/#sthash.HlSdK6L0.dpuf
http://www.voa-islam.com/read/world-news/2015/02/10/35583/raja-salman-mengangkat-sheikh-syuraim-penentang-rezim-alsisi/#sthash.HlSdK6L0.dpuf
pandangan
ulama saudi tentang al-ikhwan al-muslimin
AQL Islamic Center —
Dewasa ini, media massa Mesir telah memberitakan penyerangan yang berlebihan
sehingga berhasil membentuk opini yang jahat terhadap keberadaan organisasi
Al-Ikhwan al-Muslimin. Media tersebut menuding dengan tuduhan yang jahat dan
penuh dengan kebohongan, karena telah mendorong dilakukannya pembunuhan;
bertepuk tangan dengan adanya korban yang berjatuhan; dan bergembira dengan
penangkapan dan penyiksaan yang dialami oleh Al-Ikhwan al-Muslimin. Seakan-akan
mereka pasukan Yahudi yang ada di Palestina.
Lembaran ini akan
membawa kita jauh dari kampanye sekulerisme ataupun kampanye yang dibayar. Inilah pendapat para ulama
yang jujur dalam memberikan informasi sesungguhnya tentang Al-Ikhwan
al-Muslimin, juga mengenai sikap mereka terhadap ormas Islam internasional itu.
Al-Ikhwan al-Muslimin termasuk golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Lajnah Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta mengeluarkan
fatwa yang isinya adalah :
“Kelompok Islam yang paling dekat dengan kebenaran dan
paling semangat untuk menerapkan kebenaran adalah Ahlus Sunnah, seperti
halnya : Ahlul Hadits, Jama’ah Ansharus Sunnah, dan Al-Ikhwan al-Muslimin.
Secara umum setiap kelompok tersebut dan kelompok-kelompok lainnya memiliki
kesalahan dan kebenaran. Maka menjadi kewajiban Anda untuk saling
tolong-menolong dalam kebenaran yang ada di kelompok-kelompok tersebut.
Demikian juga, Anda harus menjauhi kesalahan yang ada di kelompok tersebut
dengan diiringi usaha saling menasehati dan bekerja sama dalam kebajikan dan
taqwa.” (fatawa al-Lajnah, jilid 34, hal 91)
Fatwa ini diputuskan
atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah
bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah
Jami’an.
Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah berkata,
“Adapun beberapa kelompok yang ada, maka kami tidak menganggapnya sebagai
kelompok yang sesat hanya karena adanya perbedaan nama jika tujuannya sama. Ada
jamaah Tabligh di Arab Saudi dan sekitarnya yang kebanyakan dari mereka adalah
alumni Jamiah Islamiyah dan beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka
berpendapat bahwa berdakwah dengan amal perbuatan dan melakukan banyak
bepergian itu mempunyai pengaruh yang sangat besar. Ada kelompok Salafi yang
juga Ahlus Sunnah wal Jamaah yang berpendapat tentang utamanya belajar dan
mendalami ilmu aqidah.
Ada juga kelompok
Al-Ikhwan al-Muslimin yang selalu menyibukkan diri dengan berdakwah dan lantang
menolak kemunkaran. Ada yang lebih memilih menghindar dan menjauhi para pelaku
kemaksiatan walaupun mereka para penguasa, dan ada juga yang membolehkan masuk
ke wilayah kekuasaan agar dapat meminimalisir kejahatan yang dilakukan para
penguasa. Pada dasarnya semua kelompok tersebut beraqidahkan Ahlus Sunnah wal
Jamaah dan tidak termasuk kelompok yang sesat.
Dan jika ada oknum
tertentu dari kelompok di atas yang berada pada aqidah yang sesat seperti
berpendapat ta’thil (mengingkari
sifat-sifat Allah dan menafikannya), tasybih(menyerupakan
sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya.), membolehkan perilaku
syirik, berpendapat seperti kelompok murjiah atau khawarij, atau mengingkari
kekuasaan Allah, maka orang yang berpendapat demikian termasuk dari golongan
yang sesat dan kita harus waspada agar tidak tertipu dengan ajakannya. Wallahu A’lam.” (Mauqi’ Syekh Ibnu Jibrin, fatwa nomer 11.622)
Cinta dan loyalitas terhadap
Al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah berkata,
“Setiap jamaah dan kelompok yang mengamalkan al-Sunnah dan mengajak kepada
Syariat Allah, mengajak kepada kebaikan dan melarang kemunkaran, dan
meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah, dan meninggalkan bid’ah. Maka
kelompok seperti ini harus kita dukung dan mencintainya, walau mungkin ada sedikit
kekurangan atau sedikit penyelewangan yang kita harus memberikan nasehat dan
memperingatkan mereka agar tidak melakukan penyimpangan terhadap aturan
syariat.
Kelompok Al-Ikhwan al-Muslimin termasuk kategori di atas. Mereka telah
menghidupkan dakwah, memberikan nasehat kepada umat, dan mereka menjelaskan
kebaikan kepada orang uang ditemuinya.” (Mauqi’ Syekh Ibnu Jibrin, fatwa nomer 2975),
Bekerja
sama dengan Al-Ikhwan al-Muslimin
Al-Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ mengeluarkan fatwa yang
isinya: “Kelompok Islam yang paling dekat dengan kebenaran dan paling semangat
untuk menerapkan kebenaran adalah Ahlus Sunnah, seperti halnya : Ahlul
Hadits, Jama’ah Ansharus Sunnah, dan Al-Ikhwan al-Muslimin. Secara umum setiap
kelompok tersebut dan kelompok-kelompok lainnya memiliki kesalahan dan
kebenaran. Maka menjadi kewajiban Anda untuk saling tolong-menolong dalam
kebenaran yang ada di kelompok-kelompok tersebut. Demikian juga, Anda harus
menjauhi kesalahan yang ada di kelompok tersebut dengan diiringi usaha saling
menasehati dan bekerja sama dalam kebajikan dan taqwa. (fatawa al-Lajnah, jilid
34, hal 91)
Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz,
Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah
Jami’an.
Al-Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ mengelurkan fatwa
tentang Jamaah Al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaah Tabligh, jamaah Ansharus Sunnah
al-Muhammadiyyah, al-Jam’iyyah al-Syar’iyyah, dan Salafaiyyah, yang isinya :
“Setiap kelompok di atas memiliki kebenaran dan juga kebatilan, ada yang
salah di dalamnya dan ada juga yang benar. Sebagian dari mereka ada yang lebih
mendekati kebenaran dan memiliki kebaikan dan manfaat yang lebih banyak
dari sebagian lainnya. Maka yang harus Anda lakukan adalah bekerja sama dengan
setiap kelompok dalam hal kebenaran dan memberikan nasehat kepada mereka yang
menurut Anda melakukan kesalahan.” (fatawa al-Lajnah, jilid 2, hal 239)
Fatwa ini diputuskan atas nama : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz,
Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’uud, dan Abdullah bin Ghadiyan rahimahumullah
Jami’an.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Seseorang harus mengikuti kelompok yang mengikuti kebenaran, jika
kebenaran ada di pihak Al-Ikhwan al-Muslimin maka kebenaran yang ada padanya
harus diikuti, jika kebenaran ada di pihak Ansharus Sunnah maka kebenaran
yang ada padanya harus diikuti, jika kebenaran ada di pihak yang lainnya
maka kebenaran yang ada padanya harus diikuti. Semua tergantung kebenaran yang
ada padanya, kelompok-kelompok yang ada ditentukan dengan kebenaran yang ada.”
(Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal 237-238)
Hubungan
antara Salafiyyah dengan Al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Jika penyebutan nama, seperti Ansharus Sunnah, al-Ikhwan
al-Muslimin, atau yang lainnya memberi pengaruh terhadap persaudaraan keimanan
dan kerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan maka hal ini tidak diperbolehkan.
Semuanya adalah saudara karena Allah, yang selalu bekerja sama dalam kebaikan
dan ketaqwaan dan juga saling menasehati walaupun dengan penamaan yang
berbeda-beda.” (Fatawa Nuur ‘ala al-Darb, jilid 3, hal 171)
Tidak
boleh saling serang dan bermusuhan dengan al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Bin Baz rahimahullah ditanya:
Kita melihat ada fenomena yang berbahaya yang mulai tersebar di kalangan
para ulama dan penuntut ilmu yaitu menjelek-jelekkan kelompok-kelompok Islam
yang ada di dunia Islam dan memecah belah antar kelompok dakwah. Kita menemukan
ada yang mengatakan orang ini memiliki manhaj kelompok fulan dan yang ini
bermanhaj menurut kelompok lainnya. Ada yang menilai baik dan buruknya
suatu kelompok dan juga menyerang kelompok tertentu, yang mana hal ini
sudah menyebar di tengah-tengah para pencari ilmu. Apa pendapat Syekh tentang
fenomena tersebut? Bukankah itu akan berpengaruh dengan al-wala’ (loyalitas) dan al-bara’ (disloyalitas) dan juga berpengaruh terhadap kesatuan umat dan para dai
yang kita inginkan?”
Syekh Bin Baz rahimahullah menjawab:
“Al-Ikhwan al-Muslimin, jamaah Tabligh, dan kelompok-kelompok lainnya
dengan nama yang berbeda-beda, tujuannya harus ikut dengan syariat Allah,
mengikiti sunnah Rasulullah, dan menjauhi tujuan-tujuan selain keduanya. Jika
itu menjadi tujuannya maka qalbu-qalbu menjadi berdekatan, kesungguhan menjadi
terkumpul, pertentangan terminimalisir, dan qalbu-qalbu menjadi jernih.
Jika ada seseorang yang memiliki kritikan kepada kelompok tertentu
hendaknya dia memberikan nasehat kepadanya dan menuliskan surat kepadanya atau
kepada pemimpinnya, lalu menjelaskan kritikannya dengan dalil-dalil dan
menggunakan cara yang lembut dan hikmah. Seperti inilah bentuk saling
menasehati dan berkeinginan untuk selalu memberikan kebaikan, menjauhkan
keburukan, salah satu sebab tersentuhnya qalbu, dapat memberikan kebaikan dan meminimalisir
keburukan.
Adapun saling menjuluki suatu kelompok dengan beberapa gelaran yang
mengandung ejekan dan mencelanya, maka inilah yang dapat memecah belah barisan
dan mencerai beraikan kelompok. Dan yang didapat adalah bertambahnya keburukan.
Nasehat saya kepada semua kelompok yang mengatasnamakan Islam, dan nasehat
saya kepada al-Ikhwan al-Muslimin yang didukung oleh beberapa orang dan
dimusuhi, dicela, dan dibenci oleh sebagian lainnya, untuk selalu saling
menasehati dan tidak memberikan celaan yang dapat memecah belah umat.”
(Muhadharah dengan tema “Akhlaqul ulama’ wa atsaruha fil Ummah).
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Jika ada sebagian yang menamakan dirinya; Ansharus Sunnah,
Salafiyyah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya, maka ini tidak memberikan
efek buruk jika bersama dengan kebenaran, dan beristiqamah mengikuti al-Qur’an
dan Sunnah, memberlakukan hukum berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, dan memiliki
aqidah yang lurus baik dalam perkataan Maupun perbuatan. Jika ada kelompok yang
salah, maka para ahli ilmu berkewajiban untuk mengingatkan kepadanya dan
menunjukkannya jalan yang benar dengan dalil yang jelas.
Yang kami maksudkan adalah kita harus senantiasa bekerja sama dalam
kebaikan dan ketaqwaan, dan memperbaiki suatu kesalahan dengan ilmu dan hikmah
dengan metode yang bagus. Jika ada kelompok yang memiliki kesalahan yang
berhubungan dengan aqidah, hal-hal yang diwajibkan Allah, dan hal-hal yang
diharamkan oleh Allah maka mereka ini harus diingatkan dengan menggunakan
dalil-dalil syariat dengan lembut dan hikmah serta dengan cara yang baik. Hal
ini dilakukan agar mereka dapat patuh dan menerima sebuah kebenaran serta tidak
lari darinya.
Seperti itulah yang harus dilakukan oleh umat Islam untuk selalu bekerja
sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, saling menasehati antara yang satu dengan
yang lainnya, dan tidak saling menjatuhkan antara yang satu dengan lainnya yang
mana ini semua akan menjadi angin segar bagi musuh.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8,
hal 183)
Yang
diikuti dan ditolak dari al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun kelompok-kelompok yang ada maka tidak boleh diikuti
kecuali hal tersebut sesuai dengan yang haq. Baik kelompok tersebut
mengatasnamakan dirinya al-Ikhwan al-Muslimin, Jamaah Tabligh, Ansharus Sunnah,
Salafiyyah, Jamaah Islamiyyah, Ahlul Hadits, atau yang nama-nama yang lainnya,
maka mereka semua ditaati dan diikuti dalam hal yang haq. Haq di sini adalah yang sesuai dengan dalil. Sedang yang berseberangan dengan
dalil harus ditolak, dan kita katakan kepadanya, ‘engkau salah dalam hal ini.’
Yang semestinya dilakukan adalah mengikuti mereka pada hal yang sesuai
dengan al-Qur’an, sunnah, dan Ijma’. Dan jika mereka tidak sesuai dengan
al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ maka harus dengan tegas ditolak.
Jika ada yang benar dikatakan kepadanya, ‘engkau benar’ jika dia benar dan
‘engkau salah’ jika dia salah, dan yang diikuti hanya yang haq saja dan diajak kepadanya agar mendapatkan taufiq.
Jika dia salah dikatakan kepadanya, ‘engkau salah dalam masalah ini dan pendapatmu
berseberangan dengan dalil ini, engkau harus segera bertaubat kepada Allah dan
kembali kepada jalan yang benar.’ Inilah yang dikatakan oleh para ahli ilmu.
(Fatawa Ibnu Baz, jilid 7, hal 121-122).
Bergabung
dengan al-Ikhwan al-Muslimin
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Jika ada seseorang yang bergabung dengan kelompok Ansharus Sunnah
dan menolongnya dalam hal yang haq, atau bergabung dengan
kelompok al-Ikhwan al-Muslimin dan ikut mendirikan kebenaran di dalamnya tanpa
berlebih-lebihan atau melampaui batas maka hal ini diperbolehkan. Adapun jika
dia bergabung dengan mereka hanya mengikuti pendapat mereka dan tidak boleh
menyimpang darinya, maka tidak diperbolehkan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 8, hal
237-238).
Pemberian
nama dengan sebutan “al-Ikhwan al-Muslimin”
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun beberapa penamaan seperti Ansharus Sunnah, al-Ikhwan
al-Muslimin, Jamaatul Muslimin, atau yang lainnya, maka penamaan dengan
nama-nama tersebut diperbolehkan. Penamaan tidak masalah yang penting adalah
amal perbuatan yang ada di dalamnya.” (Fatawa Nuur ‘ala al-Darbi, jilid 3, hal
169)
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun sebagian kelompok yang memberikan nama kepada kelompoknya
sebagai tanda atasnya, seperti Ansharus Sunnah di Sudan atau di Mesir maka hal
ini diperbolehkan asalkan mereka beristiqamah pada jalan yang benar: jalan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau menamakan dirinya dengan sebutan
al-Ikhwan al-Muslimin yang mereka gunakan sebagai penghubung di antara mereka,
maka hal ini tidaklah memberikan kemudharatan.” (Fatawa Ibnu Baz, jilid 3, hal
170)
Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Kelompok yang beruntung adalah kelompok yang mengajak kepada
al-Qur’an dan sunnah, walaupun dari kelompok ini atau itu, selama masih satu
aqidah dan satu tujuan. Tidaklah mengapa suatu kelompok mengatasnamakan
dirinya: Ansharus Sunnah, al-Ikhwan al-Muslimin, atau yang lainnya. Yang
terpenting adalah aqidah dan amal perbuatan mereka. Jika mereka beristiqamah
dalam haq, tauhidullah, ikhlas, mengikuti ajaran
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam perkataan, perbuatan,
maupun keyakinan, maka beberapa penamaan kelompok diperbolehkan.” (Fatawa Ibnu
Baz, jilid 8, hal 183).
Syekh Bin Jibriin rahimahullah berkata, “Jika mereka semua beragamakan Islam dan beraqidah seperti
aqidahnya para salafus shalih, dan mereka berbeda
pendapat dalam hal-hal furu’ seperti adanya empat madzhab, berbeda dalam manhaj da’wah, berbeda dalam
penamaan dan perbuatannya sesuai dengan namanya seperti: al-Ikhwan al-Muslimin,
ahlut Tauhid, Salafiyyah, Tabligh yang beraqidahkan ahlus sunnah, maka
penamaan-penamaan tersebut diperbolehkan.” (Mauqi’ Syekh Bin Jibriin, fatwa nomer 8326)
Wahai
al-Ikhwan al-Muslimin, kenapa kalian memerangi rezim Arab dan Para Sekutunya?
Syekh Bin Jibriin rahimahullah berkata, “Kelompok al-Ikhwan al-Muslimin yang muncul di Mesir, yang mana
mereka memiliki tujuan untuk memberikan perbaikan dan berdakwah kepada Allah,
dan melalui gerakan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepada
orang dengan jumlah yang banyak sehingga mereka bertaubat dari meninggalkan
shalat, dari minum-minuman keras, dan dari perilaku yang haram dan keji.
Ada beberapa kebiasan jahiliyyah yang belum dilaksanakan karena para da’i
tidak dapat menghilangkannya, sehingga mereka berusaha untuk meminimalisirnya
dikarenakan mereka adalah rakyat biasa yang tidak memiliki kekuatan dan
kekuasaan. Oleh karena inilah, mereka tidak dapat menghancurkan kubah di atas
kuburan dan mencegah beberapa perilaku kesyirikan, karena mereka tidak memiliki
kekuatan.
Para penguasa telah menjebloskan sebagian dari mereka ke penjara, para
penguasa tersebut juga membunuhi mereka karena mereka beralasan bahwa al-Ikhwan
al-Muslimin telah menggerakkan mayoritas rakyat melawan mereka, membongkar
kejahatan mereka, menentang aturan-aturan mereka seperti undang-undang yang
mereka buat, adat istiadat buruk, tidak melaksanakan hukum had, dan memperbolehkan zina
dan minuman keras. Maka para penguasa tersebut berusaha sebisa mungkin untuk
memecah belah mereka, menekan mereka, dan menghancurkan kekuatan mereka.” (Mauqi’ syekh Bin Jibriin, fatwa
nomer 11.622).
Sikap
Syekh Bin Baz tentang Pembunuhan terhadap al-Ikhwan al-Muslimin di Suriah 30
tahun silam.
Pada awal tahun delapan puluhan, pemerintah Suriah telah menyerang
al-Ikhwan al-Muslimin sebagaimana yang terjadi sekarang di Mesir.
Syekh Bin Baz rahimahullah dalam surat terbukanya kepada presiden Suriah pada masa itu, yaitu Hafidz
Asad berkata, “Majlis Tinggi di Jami’ah Islamiyyah yang diselenggarakan di
Madinah al-Munawwarah dan dihadiri oleh perwakilan ulama muslim dan para
pemikir di dunia Islam telah melihat hal yang menakutkan atas apa yang terjadi
di Suriah, seperti pembunuhan, penyiksaan, dan penangkapan terhadap kaum
muslimin yang menuntut ditegakkannya syariat Allah. Itu semua dilakukan dengan
kedok Insiden yang terjadi di Halb (Aleppo).
Beberapa kantor berita dan media massa Arab Internasional telah menyebutkan
bahwa peristiwa tersebut dilakukan oleh beberapa sayap partai lokal dikarenakan
kesusahan, beban berat, dan tidak adanya akhlak yang mulia di setiap tempat di
dalam perilaku sehari-hari. Dan juga disebabkan karena adanya perbedaan
afiliasi dan loyalitas terhadap kelompok.
Yang seharusnya dilakukan adalah menyelesaikan akar dari sebab permasalahan
dan tidak menambah runcing permasalahan. Begitu juga dengan mendukung para
pemuda yang ikhlas berbuat untuk agama dan umatnya dan menghentikan
tindakan-tindakan buruk terhadap mereka dan keluarga mereka.
Majelis Tinggi di Jami’ah Islamiyah sangat menyayangkan terhadap apa yang
terjadi di negara yang sangat berharga tersebut. Seperti pertumpahan darah
terhadap orang-orang yang menuntut apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah
pemerintahan yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan memberlakukan
syariat-Nya dan kembali kepada kemuliaan yang luhur dan disegani oleh yang
lainnya ketika muncul sebuah peradaban yang sangat tinggi yang diketahui oleh
manusia.
Majelis Tinggi juga merasa heran bahwa orang yang berdakwah seperti itu di
sebuah negara Islam dituduh sebagai bentuk kejahatan yang berhak ditangkap,
disiksa, dan dibunuh. Dan perbuatan buruk tersebut dilakukan tanpa memberikan
kebebasan sedikitpun bagi para terdakwa untuk melakukan pembelaan.”
(diterbitkan di Majalah I’tisham al-Misriyyah pada bulan Januari 1980)
Syekh Bin Baz rahimahullah juga pernah mengatakan, “Di Suriah telah terjadi pertempuran besar antara
kaum muslimin dengan pemerintahan dari kalangan Nushairiyyah. Dan ini termasuk
peperangan dan jihad antara kaum muslimin dan musuh-musuhnya. Kaum Muslimin
sangat membutuhkan sekali dukungan material, dakwah dengan kalimatthayyibah dan juga dengan jihadun
Nafs.
Bagi kaum muslimin harus mengetahui kewajibannya terhadap mereka dan
mencurahkan segala tenaga untuk menolong wali-wali Allah, para mujahidin, para
penduduk, menolong dengan harta dan jiwa, dan juga dengan kalimat thayyibah
yang dapat menolong, menguatkan, dan mendukung mereka dalam melawan musuh
mereka yang berlaku dzalim dan sewenang-wenang.” (Muhadharah dengan tema
Pentingnya Jihad). [Jum’at, 16 Syawal 1434 H]
Oleh: Khoirul Masmu
Pandangan Ulama Salafi
Arab Saudi Tentang Jama’ah Ikhwanul Muslimin
بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ،
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوُلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا، أَمَّا بَعْدُ.
Segala puji hanya milik Allah. Kami memuji-Nya, meminta
pertolongan-Nya dan memohon ampun kepada-Nya, serta berlindung kepada-Nya dari
keburukan jiwa kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami. Siapa yang diberi
hidayah oleh Allah maka tidak ada yang mampu menyesatkannya, dan siapa yang
disesatkan oleh Allah maka tidak akan ada yang dapat memberinya hidayah. Aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata dan
tiada sekutu bagi-Nya. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya. Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam-Nya kepada Nabi
Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.
Amma Ba’du,
Sungguh Allah Ta’ala telah berfirman, “Dan berpegang
teguhlahlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai…” (QS. Ali ‘Imraan: 103)
Firman Allah Ta’ala, “Dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar
dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang
sabar.” (QS. Al-Anfaal: 46)
Perbedaan dalam
memahami syariat agama Islam yang lurus ini pasti terjadi setelah meninggalnya
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam seiring dengan banyaknya peristiwa yang tidak
ada pada masa beliau masih hidup. Allah Ta’ala telah menuntun kita dalam menyikapi sebuah
perbedaan yakni dengan mengembalikan semuanya kepada Al-Qur`an dan hadits
seperti yang disebutkan dalam firman-Nya, “Wahai orang-orang yang
beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang
kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa`: 59)
Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam juga pernah
bersabda, “Aku telah meninggalkan dua perkara yang mana kalian
tidak akan pernah tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yakni
Kitabullah (Al-Qur`an) dan sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik)
Ayat dan hadits
di atas secara gamblang menyatakan bahwa dalil utama dalam urusan agama adalah
Al-Qur`an dan hadits. Perbedaan pendapat dalam memahami teks ayat dan hadits
juga biasa terjadi di kalangan ulama sehingga lahirlah beragam madzhab fikih
seperti mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Para ulama tersebut sangat
menghormati ulama lain yang berbeda pendapat dengan mereka dan tidak fanatik
terhadap pendapat pribadi. Sikap fanatik yang berlebihan berasal dari pengikut
ulama tersebut sehingga sampai pada tingkatan memalsukan hadits untuk
membenarkan mazhabnya.
Di zaman sekarang hal yang sama juga terjadi. Banyak
kelompok yang mengklaim merekalah yang paling benar dan kelompok lain itu
salah. Di antara contohnya adalah Jama’ah Ikhwanul Muslimin dengan Salafi.
Sebenarnya masing-masing tokoh dari dua kelompok ini saling menghormati tapi
sebagian pengikutnya yang fanatik terhadap kelompok tersebut.
Di sini penulis tidak bermaksud apa-apa selain memberikan
pencerahan tentang sikap para Ulama Salafi Arab Saudi terhadap Jama’ah Ikhwanul
Muslimin Mesir. Berikut adalah kutipan dari Kumpulan Fatwa Komite Tetap Riset
Ilmiyah dan Fatwa, Jilid 3: Akidah, terbitan Darul ‘Ashimah, Riyadh, Kerajaan
Arab Saudi.
Fatwa nomor
4161 hal. 236
Pertanyaan: Apakah setiap
muslim wajib bergabung dengan satu kelompok Islam dan harus mempunyai seorang
amir Jama’ah (pemimpin kelompok), padahal ini akan membuat kaum muslimin
berpecah-belah dan membuat mereka berselisih sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu berselisih, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar.” (QS. Al Anfaal: 46)
Jawaban: Kewajiban seorang
muslim adalah mengikuti ajaran yang ada di dalam Kitabullah Al Quran dan Sunnah
Rasul-Nya Shallallahu
Alaihi wa Sallam berupa perkataan, perbuatan dan keyakinan
(ideologi), mencintai karena Allah, membenci karena Allah, menolong karena
Allah dan memusuhi karena Allah, serta berusaha untuk menjadi orang yang paling
dekat dengan kebenaran sebatas kemampuannya.
Fatwa nomor 620,
halaman 237
Pertanyaan: Di dunia Islam
sekarang terdapat banyak kelompok dan tarikat-tarikat sufi, seperti Jama’ah
Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Assiniyyin, Syi’ah. Manakah jama’ah (kelompok) yang
benar-benar menerapkan Kitabullah dan Sunnah Rasul?
Jawaban: Jama’ah
(kelompok) Islam yang paling dekat dengan kebenaran dan berusaha untuk
mengaplikasikannya termasuk Ahlussunnah yaitu Ahlul Hadits, Ansharus Sunnah,
Ikhwanul Muslimin.
Secara global, semua kelompok tersebut dan kelompok yang
lainnya mempunyai kesalahan dan kebenaran, engkau harus bekerjasama dengan
kelompok tersebut dalam hal-hal yang benar dan menjauhi hal-hal yang salah di
samping tetap menasehati dan bekerjasama dalam kebaikan dan ketakwaan.
Fatwa nomor
6282 halaman 238
Pertanyaan: Jama’ah atau
kelompok yang ada sekarang seperti Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh, Jama’ah
Ansharussunnah Muhammadiyah, Jam’iyah Syar’iyah, Salafi, dan kelompok yang
menamakan diri mereka Takfir dan Hijrah, semua kelompok ini dan juga kelompok
lainnya ada di Mesir. Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana sikap seorang
muslim terhadap kelompok-kelompok tersebut? Apakah hadits yang diriwayatkan
Huzdaifah Radhiyallahu
Anhu termasuk dalam hal ini? yaitu hadits yang berbunyi, “Maka jauhilah olehmu
kelompok-kelompok itu walaupun kamu menggigit akar pohon sampai kamu mati dalam
keadaan tersebut.” (HR. Muslim dalam kitab Shahih)
Jawaban: Dalam semua
kelompok ini terdapat yang Haq dan Batil, begitu juga kebenaran dan kesalahan,
sebagiannya ada yang lebih dekat kepada yang Haq dan kebenaran dan mempunyai
manfaat yang lebih banyak daripada kelompok yang lain. Engkau harus bekerjasama
dengan kelompok yang padanya terdapat kebenaran dan menasehati kelompok yang
mempunyai kesalahan. Tinggalkanlah apa yang membuat kamu ragu dan ikutilah yang
tidak membuat kamu ragu.
Fatwa nomor
7122
Pertanyaan: Di masa sekarang
banyak terdapat jama’ah dan kelompok, semuanya mengklaim termasuk dalam Firqah Najiyah (Kelompok yang
selamat), kami tidak mengetahui mana yang benar sehingga bisa kami ikuti. Kami
harap Anda bersedia menunjuki kami perihal jama’ah (kelompok) yang lebih utama
dan lebih baik sehingga kami mengikuti yang Haq (kebenaran) beserta dalil-dalil
yang menguatkannya.
Jawaban: Semua jama’ah
(kelompok) tersebut termasuk dalam kategori Firqah Najiyah (Kelompok yang
selamat) kecuali jika ada kelompok yang melakukan hal-hal yang membuatnya dicap
kafir dan mengeluarkannya dari pokok keimanan. Hanya saja tingkatannya
berbeda-beda dari segi kekuatan dan kelemahannya sesuai dengan kebenaran yang
mereka miliki dan amalan mereka dalam kebenaran tersebut, begitu juga kesalahan
mereka dalam memahami dalil dan kesalahan dalam beramal. Kelompok yang lebih
dekat kepada kebenaran adalah yang lebih mengutamakan dalil dalam pemahaman dan
amalan. Oleh karena itu, engkau harus mengetahui titik pandang mereka, ikutilah
yang mengikuti kebenaran dan berusahalah untuk selalu bersama mereka. Janganlah
engkau meremehkan saudara sesama muslim sehingga engkau menolak kebenaran yang
berasal dari mereka. Ikutilah kebenaran walaupun berasal dari lisan orang yang
berbeda dengan engkau dalam beberapa permasalahan. Kebenaran adalah petunjuk
orang mukmin, kekuatan dalil dari Al Quran dan Hadits (Al Kitab was Sunnah) merupakan hal
yang memisahkan antara haq dan batil (kebenaran dan kesalahan).
Hanya Allah-lah pemilik hidayah, dan semoga shalawat dan
salam selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarganya dan
para sahabatnya.
Komite
Tetap Riset Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia
Ketua: Abdul
Aziz bin Abdullah bin Baz
Wakil
Ketua: Abdur Razzaq Afifi
Anggota:
Abdullah bin Gadyan
Anggota:
Abdullah bin Qa’ud