Inilah
Pernyataan Resmi Tokoh Umat Islam atas Penyerangan Warga Az Zikra oleh Pembela
Syi’ah
Bismillahirrahmanirrahiim
Pernyataan para tokoh umat islam atas penyerangan warga az zikra oleh pembela
syiah
1.
Kami bersatu untuk membela seluruh kelompok umat Islam dan akan melakukan
pembelaan kepada seluruh kelompok umat Islam dari serangan musuh-musuh umat
Islam.
2.
Kami mengimbau seluruh ulama/habaib/pimpinan umat Islam dan seluruh jamaah umat
Islam agar senantiasa bersatu dan mewaspadai serangan dalam bentuk apapun
kepada masjid atau tempat kediaman ulama/habaib/pimpinan umat Islam.
3.
Kami mendesak kepada pihak kepolisian dan pihak yang berwenang agar menindak
tegas para pelaku perbuatan pengeroyokan, penganiayaan dan penculikan di atas
sesuai hukum yang berlaku.
4.
Kami sepakat mempertahankan Indonesia sebagai negeri Ahlus Sunnah wal Jama’ah
dan akan melawan orang, kelompok, atau ormas yang akan berusaha mempengaruhi,
mendoktrin, serta memaksakan aqidah selain Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
5.
Kami menuntut kepada pihak kepolisian agar tidak melepaskan ke-40 pelaku
penyerangan, penganiayaan, dan penculikan di atas.
6.
Kami menilai serangan kaum yang kami duga pembela Syiah di atas jelas-jelas
menodai dan menghina dan merupakan tindakan amoral yang mengancam keamanan dan
ketahanan NKRI.
7.
Fakta peristiwa ini membuktikan bahwa gerombolan pembela Syiah adalah
gerombolan radikal dan anarkis yang sebenarnya.
8. Menolak segala intervensi yang bertujuan untuk membebaskan ke-40 pelaku
penyerangan, penganiayaan dan penculikan tersebut dari tahanan dan dari jerat
hukum.
9.
Menuntut pemerintah melarang faham Syiah yang bertentangan dengan Al Quran dan
As Sunnah serta kegiatan gerakan Syiah dan para pembelanya yang terbukti
melakukan tindakan anarkis.
Demikian
pernyataan kami atas peristiwa penyerangan, penganiayaan, dan penculikan atas
saudara kami Faisal Salim Ketua Komite Penegak Syariah Islam Masjid Az Zikra
dan kami memohon pertolongan Allah SWT agar kami mampu menghadapi dan
mengalahkan musuh-musuh umat Islam.
Bogor,
23 Rabiut Tsani 1436 H/12 Februari 2015
Kami
yang membuat pernyataan ini:
1.
KH. Muhammad Arifin Ilham Pengasuh Majelis AZ Zikra
2. KH. Luthfie Hakim SH MH Ketum Forum Betawi Rempug
3. Habib Muhsin bin Zaid al Atthas Sekjen Gerakan Masyarakat Jakarta
4. KH. Endang Supardi Ketum Forum Betawi Bersatu
5. KH. Abu Jibril Wakil Amir Majelis Mujahidin
6. KH. Bachtiar Natsir Sekjen MIUMI
7. KH. Misbahul Anam Ketua Majelis Syura DPP FPI
8. Habib Muhsin Alatas Ketum DPP FPI
9. KH. Muhammad al Khaththath Sekjen FUI
10. Hudan Dimyati Ahmad anggota Dewan Pembina HASMI
Dewan Syuro ANNAS Abu Jibril: Syiah Bukan Islam
Anggota Dewan Syuro Aliansi Nasional
Anti Syiah (ANNAS) Abu Jibril mengatakan, Syiah bukan Islam sebab syahadatnya,
ajarannya lain. Namun, mengapa masih banyak yang segan mengatakan itu
bukan Islam.
"Kami
yakin kalau Syiah bukan Islam. Mereka sendiri menyatakan kalau mereka
minoritas, berarti memang bukan Islam sebab Islam itu mayoritas," kata Abu
Jibril di Jakarta, Rabu, (04/02/2015).
Syiah sendiri
sebagai minoritas, terang dia, membutuhkan perlindungan dari
undang-undang. Maka DPR harus cerdas membedakan Syiah dengan Islam.
"DPR
harus cerdas dan bijak membuat hukum. Kami datang hanya
untuk bercerita kisah Syiah, keputusan di tangan DPR," ujar Abu
Jibril.
Sementara itu,
Ketua Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) KH Athian Ali mengatakan, saat ini
perkembangan aliran Syiah yang makin menguat semakin terasa. Padahal, Syiah
sudah lama berkembang.
"Baru lima tahun terakhir perkembangan paham Syiah semakin terasa. Ini terlihat dari terjadinya kasus Sampang," ujar KH Athian di Jakarta, Rabu, (04/02/2015).
Supaya tidak terjadi gesekan antara Islam dan Syiah, ia menyarankan agar Syiah segera mendeklarasikan diri menjadi agama baru yang diakui di Indonesia.
Pemerintah dalam melindungi umat beragama, kata KH Athian, tidak boleh hanya berpijak pada paradigma melindungi minoritas dengan dalih HAM. Pemerintah juga harus melindungi mayoritas dari pihak-pihak yang mengusik prinsip dasar agama mayoritas.
"Pemerintah jangan hanya memihak dan melindungi minoritas. Tapi juga melindungi umat mayoritas." tegasnya.
"Baru lima tahun terakhir perkembangan paham Syiah semakin terasa. Ini terlihat dari terjadinya kasus Sampang," ujar KH Athian di Jakarta, Rabu, (04/02/2015).
Supaya tidak terjadi gesekan antara Islam dan Syiah, ia menyarankan agar Syiah segera mendeklarasikan diri menjadi agama baru yang diakui di Indonesia.
Pemerintah dalam melindungi umat beragama, kata KH Athian, tidak boleh hanya berpijak pada paradigma melindungi minoritas dengan dalih HAM. Pemerintah juga harus melindungi mayoritas dari pihak-pihak yang mengusik prinsip dasar agama mayoritas.
"Pemerintah jangan hanya memihak dan melindungi minoritas. Tapi juga melindungi umat mayoritas." tegasnya.
Sambangi DPR, ANNAS
Minta Pemerintah Hentikan Kerjasama dengan Iran
Perkembangan Syiah yang masif, ofensif, dan agresif di Indonesia
dilakukan oleh dua lembaga utama mereka yaitu Ahlul Bait Indonesia (ABI)
dan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Namun, eksistensi keduanya
tidak dapat dipisahkan dari sponsor dan peran Kedutaan Besar Iran di Jakarta.
Hal
itu diutarakan oleh Ketua Harian Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS), KH.
Athian Ali Dai dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Rabu, (04/02)
bersama tokoh-tokoh Islam di ruang Komisi VIII DPR RI, Senayan, Jakarta.
Menurut
beliau, melalui atase kebudayaan Kedubes Iran, gerakan Syiah diarahkan,
dikordinasikan, dan dibiayai. Untuk itu, ANNAS mendesak pemerintah untuk
menghentikan hubungan dengan Iran.
“ANNAS
mendesak agar kerjasama Indonesia-Iran di bidang pendidikan, kebudayaan, dan
agama dihentikan. Segera tutup Atase Kebudayaan Kedubes Iran di Jakarta,” tegas
ketua Forum Ulama Umat Islam (FUUI) ini.
Langkah
ini, kata Kiyai Athian, sangat strategis untuk membangun martabat dan
memperkuat ketahanan bangsa dari ancaman dan ekspansi ideologi transnasional,
Syiah Iran.
Pantauan
Kiblat.net di lokasi, dalam kesempatan itu hadir sejumlah anggota Komisi
VIII DPR, di antaranya, Deding Ishak, Shodiq Mujahid, dan Arzeti Bilbina.
Sementara dari pihak ulama yang hadir diantaranya, Habib Zein Al Kaff (PWNU
Jatim), KH. Ali Karrar (NU Sampang), KH. Kholil Ridwan (Ketua MUI), Said
Abdushshomad (LPPI Makassar), dan Fahmi Salim (Muhammadiyah).
http://www.kiblat.net/2015/02/05/sambangi-dpr-annas-minta-pemerintah-hentikan-kerjasama-dengan-iran/
Mantan pengurus IJABI: Syiah 100% bukan
Islam!
Adiba Hasan Senin,
6 Rabiul Akhir 1436 H / 26 Januari 2015 19:15
Ustadz Roisul Hukama, Mantan Pengurus Ikatan Jama’ah Ahlul
Bayt Indonesia (IJABI) membeberkan kesesatan ajaran Syiah. Menurutnya, ajaran
Syiah sudah bertolak belakang seratus persen dengan ajaran Islam, sebagaimana
dilansir SI pada Sabtu (24/1/2015).
“Bukan lagi separuh persen, tapi seratus
persen. Jadi setelah tahu begitu saya out. Karena kita tidak mau semakin jauh.
Nanti kita tidak mau jadi robot yang diremote. Ya kalau untung akhiratnya,
sudah didunia diremote orang, akhiratnya pun kacau balau,” tandasnya setelah
rapat antara MUI dengan Ulama se-Jawa Timur di kantor MUI Pusat, Selasa
(24/01).
Adik kandung
Tajul Muluk ini mulai aktif dalam struktur IJABI pada tahun 2007. Namun dalam
perkembangannya, banyak kedustaan dan penyimpangan yang dilakukan Organisasi
Syiah terbesar di Indonesia itu.
“Katanya (IJABI) mengusung pluralisme, nonpolitik.
Katanya non-mazhab, seluruh ahlul bait bisa masuk ke dalamnya. Tapi nyatanya,
di dalam semua mau diajak ke wilayatul faqih. Wilayatul Faqih itu artinya
revolusi imamah. Ketika saya tahu begitu dan penyimpangan-penyimpangan ushul
lainyna, ini sudah masuk ahlul bid’ah fii aqidah. Akhirnya saya keluar,”
sambungnya.
Selanjutnya, ia juga membantah pemberitaan media sekuler
dan opini yang dihembuskan bahwa konflik di Sampang terjadi karena persoalan
keluarga. “Tidak ada itu. Malu mas, naïf bicara begitu,
sampai-sampai dunia internasional turun tangan. Masak gara-gara keluarga.
Istimewa sekali,” kilahnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Syura IJABI Jalaluddin Rakhmat
mengatakan, konflik yang terjadi antara Sunni-Syiah di Sampang, Madura, bukan
karena perbedaan pendapat, melainkan karena perbedaan pendapatan yang dipicu
oleh konflik internal keluarga antara Ustadz Raisul Hukama dan kakaknya, Tajul
Muluk.
Posted by:
"Sunny" <ambon-AVELsB7rqi0@public.gmane.org>