Oleh:
Syekh Mamduh Farhan Al Buhairi
Syubhat:
Kami kaum Syi’ah adalah para Anshar Alu Muhammad (penolong keluarga Muhammad),
bukan Rafidhah sebagaimana yang kalian sebutkan atas kami secara dusta. Mengapa
kalian mengulang-ulang penamaan (Rafidhah) yang tidak memiliki sumber ini?!
Yang benar adalah bahwa penamaan kami Syi’ah adalahSyi’atu Alil
Bait (pendukung
ahlul bait). Riwayat-riwayat ahlul bait telah mendustakan adanya penamaan
Rafidhah, atau mendustaan pengkhususan istilah itu untuk kami!
Bantahan:
Perhatikanlah wahai kaum muslimin, bagaimana mereka (orang-orang syiah)
dalam pertanyaan yang lalu berhujjah bahwa as-Syafi’i adalah orang Syi’ah
karena dalam bait Syi’irnya dia menyebutkan kalimat Rafidhi. Setelah mereka
memasukkan as-Syafi’i Rahimahullah kepada Syi’ah dengan dusta dari kalimat
Rafidhi yang beliau ucapkan, mereka sekarang datang menafikan istilah rafidhah
tersebut dari mereka, dan bahwa mereka bukanlah Rafidhah. Demikianlah mereka
orang-orang Syi’ah (Rafidhah) tidak mungkin hidup tanpa berbuat dusta atau
menipu.
Sebelum
saya membantah Anda atas syubhat dan pertanyaan Anda, saya akan menjelaskan
kepada para pembaca perbedaan antara Syi’ah dan Rafidhah.
Saya
katakan, Syi’ah itu lebih dulu dan lebih umum dari Rafidhah, sehingga masuk lah
ke dalam istilah Syi’ah ini: Rafidhah, Zaidiyah, Isma’iliyyah, dan seluruh sekte
Syi’ah. Adapun Rafidhah, maka mereka adalah Syi’ah Imamiah, atau
Itsna’asyariyah, atau Ja’fariyah. Dan ketiga penamaan ini untuk perkara satu,
yaitu agama yang sekarang disebarkan oleh orang syi’ah di Indonesia dan di
beberapa negara lainnya. Bukanlah satu hal yang aneh agama itu menyebar, karena
Nasraniah menyebar, dan Ahmadiah pun menyebar, juga sekte-sekte sesat yang lain
menyebar. Maka setiap bibit setan akan menemukan pangsa pasarnya sebagaimana
khomer memiliki orang yang menginginkannya, demikian juga perjudian, riba dan
seterusnya.
Pada masa
sekarang, jika disebutkan secara mutlak penamaan Rafidhah, maka yang dimaksud
adalah Syi’ah Itsna ‘Asyariah, atau Imamiah, atau Ja’fariyah secara sepakat. Maka jadilah
setiap orang Rafidhi adalah orang Syi’ah, dan tidak setiap orang Syi’ah adalah
harus menjadi Rafidhiy. Maka Zaidiyah misalnya, dia itu syi’ah tapi bukan
Rafidhah karena keberadaan mereka yang tidak mencaci maki para sahabat, akan
tetapi mereka hanyalah lebih mengutakaman ‘Ali Radhiallahu ‘Anhu atas Abu
Bakar dan Umar Radhiallahu ‘Anhum. Dan sekte Zaidiyah ini mengkafirkan Itsna
’asyariyah, demikian pula Itsna ’asyariyah mengkafirkan Zaidiyah. Demikianlah
kondisi setiap sekte syi’ah, mereka saling mengkafirkan sebagian mereka
terhadap sebagian yang lain. Perlu diketahui bahwa sekte Zaidiyah bersama
Ahlussunnah menggunakan istilah Rafidhah untuk menyebut Syi’ah Imamiyah (12
imam).
Adapun
Syi’ah, maka mereka adalah sekumpulan manusia yang dulunya bersama dengan Ali
Radhiallahu ‘Anhu. Dan perselisihan mereka bersama dengan Mu’awiyah Radhiallahu
‘Anhu adalah masalah politik murni. Tidak ada pada
seorang pun dari mereka penyimpangan aqidah dan fiqih. Tidak ada juga di tengah
mereka orang yang menyentuh kehormatan Abu Bakar dan Umar atau kedudukan
keduanya yang lebih utama dari seluruh manusia.
Sebagian jama’ah Ali Radhiallahu ‘Anhu berpandangan bahwa
perselisihan jama’ah Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu bersama mereka adalah
perselisihan politik. Yang dimaksud dari mereka adalah perselisihan atas hukum,
sementara Mu’awiyah berdasarkan pendapat mereka, maka dia menjadi pembangkang.
Akan tetapi mereka mengakui bahwa saat urusan itu kembali kepadanya, dan
persengketaan telah hilang, jadilah dia sebagai seorang khalifah yang adil,
pemilik pasukan dan futuhat (penaklukan-penaklukan) yang itu berada dalam
lembaran-lembaran kebaikannya.
Maka tasyayyu’ dengan makna ini teleh dikenal dalam
kitab-kitab ahlussunnah, dan tidak dianggap sebagai satu ketercelaan.
Perlu diketahui bahwa pensifatan Syi’ah adalah penyifatan
ahlussunnah wal jama’ah bagi kelompok Ali Radhiallahu ‘Anhu. Demikian pula dulu
mereka mengatakan kelompok Mu’awiyah sebagai Syi’ah Mu’awiyah. Adapun
pensifatan yang benar bagi Syi’ah Itsna ’Asyariah, yang ditinggalkan oleh
manusia hari ini adalahRafidhah.
Rafidhah yang dikenal pada hari ini dengan Syi’ah, telah
menambahkan kepada bid’ah-bid’ah mereka dengan bid’ah-bid’ah kufur, seperti
ucapan kema’shuman para imam, dan pengutamaan mereka atas para Nabi dan Rasul;
penuduhan zina terhadap Ummul Mukminin ‘Aisyah s, pengkafiran dan pemfasikan
para sahabat secara umum, pendapat raj’ah dan bada`. Keyakinan perubahan al-Qur`an, dan keyakinan-keyakinan
kufur lain. Maka, telah terjadi Ijma’ akan kekafiran orang yang mengatakan
dengan keyakinan-keyakinan mereka ini, bahkan sebagian ulama telah mengkafirkan
orang yang tidak mau mengkafirkkan mereka ini.
Orang yang mendirikan sekte syi’ah Imamiyah adalah
seorang Yahudi bernama ‘Abdullah bin Saba’ yang dikenal dengan nama ibnu
Sauda`, karena ibunya adalah seorang budak wanita hitam, dan diapun adalah
seorang yang berwana hitam. Dia adalah seorang Yahudi dari penduduk Shan’a`
Yaman. Dia adalah orang yang ahli dalam menjelma (menyamar) menjadi orang-orang
yang berbeda, serta membuat komplotan secara rahasia.
Dirinya dikelilingi oleh misteri dan rahasia hingga
orang-orang yang sezamannya. Hampir-hampir nama dan negerinya tidak dikenal,
karena dia tidaklah masuk ke dalam agama Islam kecuali untuk membuat tipu daya,
membuat konspirasi, serta fitnah di antara barisan kaum muslimin. Para ahli
sejarah telah sepakat bahwa dia adalah orang yang pertama kali menyerukan
fanatik dan ghuluw dengan syi’ah, serta melaknat Abu Bakar dan Umar, serta
ucapan raj’ah, bahkan ketuhanan Ali bin Abi Thalib.
Para tokoh besar Syi’ah, dan ahli sejarah mereka telah
mengakui hal ini. Inilah dia al-Kasysyi, pemilik kitab terpenting dalam
mengetahui para perawi menurut agama Syi’ah; dia berkata, dalam kitabnya
ar-Rijal, ‘Sebagian ahlul ilmu telah menyebutkan bahwa ‘Abdullah bin Saba`,
dulunya adalah orang Yahudi, kemudian dia masuk Islam, lalu loyal terhadap Ali
[ع]. Dulu dia berkata, sementara dia masih Yahudi tentang Yusya`
bin Nun bahwa Musa telah memberikan wasiat untuk ghuluw. Maka dia berkata dalam
keIslamannya setelah wafat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang
‘Ali seperti itu juga. Dialah orang yang pertama kali menetapkan ucapan
kewajiban imamah ‘Ali; menampakkan bara` dari musuh-musuhnya, para penentangnya
serta dia mengkafirkan mereka. Dari sinilah orang-orang yang menyelisihi Syi’ah
berkata bahwa Tasyayyu’ dan Rafdh diambil dari agama Yahudi.’ (Rijalul Kasysyi, hal. 101, cet.
Muassasah al-A’lamiy, Karbala`, Iraq)
Al-Mamaqoni, Imam al-Jarh wat-Ta’dil menurut syi’ah
menukil seperti ucapan al-Kasysyi. (Tanqihul Maqal, al-Mamaqoni (II/184), cet. Teheran)
Al-Qummi dalam kitabnya (al-Maqalat wal Firaq, hal. 10-21) mengakui keberadaan ‘Abdullah
bin Saba`, dan dia menggolongkannya termasuk orang pertama yang menyatakan
kewajiban keimamahan Ali, dan raj’ahnya. Serta menampakkan celaan atas Abu
Bakar, Umar, ‘Utsman, dan seluruh sahabat Radhiallahu ‘Anhu.
An-Nubakhtiy,
salah satu ulama besar Syi’ah berkata dalam kitabnya Firaqus Syi’ah, ‘Abdullah bin Saba’, dulunya termasuk
orang yang menampakkan celaan atas Abu Bakar, Umar, Utsman, dan para sahabat,
dan dia berlepas diri dari mereka, seraya berkata, ‘Sesungguhnya ‘Ali [ع] telah
memerintahkannya dengan yang demikian. Maka ‘Ali pun menangkapnya, kemudian
menanyainya tentang ucapannya ini, maka dia mengakuinya, lalu ‘Ali
memerintahkan untuk membunuhnya. Kemudian manusia pun berteriak kepadanya,
‘Wahai amirul mukminin, apakah Anda akan membunuh seorang laki-laki yang
menyeru untuk mencintai Anda, ahlul bait, serta kepada kewaliyan Anda, dan
berlepas diri dari musuh-musuh Anda?
Maka
[Ali] mengasingkannya ke Madain [ibu kota Persia kala itu]. Sekelompok ahli
ilmu dari sahabat ‘Ali [ع] mengisahkan bahwa
sesungguhnya ‘Abdullah bin Saba` dulunya adalah seorang Yahudi kemudian masuk
Islam, lalu loyal kepada ‘Ali [ع].
Dari
sanalah orang-orang yang menyelisihi Syi’ah berkata bahwa asal dari Rafidhah
diambil dari agama Yahudi. Dan tatkala sampai kepada ‘Abdullah bin Saba` berita
kematian ‘Ali di Madain, dia berkata kepada orang yang menyampaikan berita
kematiannya, ‘Engkau dusta, seandainya engkau mendatangkan kepada kami otaknya
dalam tujuh puluh bokor, lalu kau kuatkan atas terbunuhnya Ali dengan
persaksian tujuh puluh orang adil, maka pastilah kami tahu bahwa dia tidak
mati, dan tidak terbunuh, dan dia tidak akan mati hingga menguasai dunia.’
(hal. 43, 44, cet. Matba’ah al-Haidariyah, Najaf, tahun 1379 H/1959 M)
Pemilik
kitab Raudhatus Shafa (II/292, cet. Iran) menyebutkan dalam bahasa
Persia, ‘Sesungguhnya ‘Abdullah bin Saba` menuju Mesir saat dia mengetahui
bahwa penentangnya [Utsman bin ‘Affan] banyak terdapat di sana. Maka dia
menampakkan dirinya dengan ilmu dan ketakwaan hingga manusia terfitnah
(terperdaya, terkecoh) olehnya. Setelah kekokohannya di tengah-tengah mereka,
maka mulailah dia menyebarkan doktrin dan prilakunya. Diantaranya adalah, bahwa
setiap nabi memiliki wali dan pengganti, dan wali pengganti Rasulullah tidak
lain kecuali ‘Ali yang berhias dengan ilmu, fatwa, kedermawanan, keberanian,
dan disifati dengan amanah, dan ketakwaan. Dia berkata, ‘Sesungguhnya umat ini
telah berbuat zhalim kepada ‘Ali, lalu merampas haknya, yaitu hak khilafah dan
wilayah. Dan sekarang semuanya haru saling menolong dan membantunya, melepaskan
ketaatan terhadap Utsman dan pembaiatannya. Lalu banyak dari orang-orang Mesir
yang terpengaruh dengan ucapan dan pendapatnya, lalu mereka pun keluar untuk
membunuh khalifah Utsman.”
Ini
adalah pengakuan-pengakuan para ulama Syi’ah terdahulu, yaitu bahwa pendiri
syi’ah adalah orang Yahudi, Abdullah bin Saba`. Sekarang kita datang kepada
penolakan mereka akan penamaan Rafidhah atas mereka agar menjadi jelas bagi
Anda bahwa mereka tidak mempunyai agama yang jelas, dan bahwa mereka itu ‘seperti hewan
ternak, bahkan lebih sesat lagi’. Saya akan menetapkan bahwa para imam mereka telah memberkahi
penamaan Rafidhah bagi mereka, dan hal itu telah disebutkan di dalam
kitab-kitab Induk Syi’ah.
Ikutilah
bersama saya dengan tenang dan penuh perhatian agar kita bisa sampai
bersama-sama kepada satu hakikat yang hilang dari banyak orang yang mengikuti
para pengikut Majusi tersebut. Syaikh mereka, al-Majlisi -salah seorang rujukan
dalam ilmu hadits- telah meriwayatkan di dalam kitabnya, al-Bihar, empat hadits dari hadits-hadits
mereka tentang pujian penamaan Rafidhah. Al-Majlisiy menyebutkannya dalam bab
yang dia beri nama, ‘Bab Fadhlur Rafidhah wa Madh
al-Tasmiyah Biha (Bab
Keutamaan Rafidhah, dan pujian penamaan dengannya).’
Perhatikanlah,
dia mengungkapkan bahwa sekedar memberi nama Rafidhah saja itu adalah sebuah
pujian. Di antara contoh yang telah dia sebutkan dalam bab ini
adalah:
عَنْ أَبِيْ بَصِيْرٍ قَالَ: قُلْتُ لِأَبِيْ جَعْفَرَ
– عَلَيْهِ السَّلاَمُ -: جُعِلْتُ فِدَاكَ، اسْمٌ سُمِّيْنَا بِهِ اسْتَحَلَّتْ
بِهِ الْوُلاَةُ دِمَاءَنَا وَأَمْوَالَنَا وَعَذَابَنَا، قاَلَ: وَمَا هُوَ؟
قُلْتُ: الرَّافِضَةُ، فَقَالَ جَعْفَرُ: إِنَّ سَبْعِيْنَ رَجُلاً مِنْ عَسْكَرِ
مُوْسَى – عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ – فَلَمْ يَكُنْ فِيْ قَوْمِ مُوْسَى أَشَدَّ
اِجْتِهَاداً وَأَشَدَّ حُبّاً لِهَارُوْنَ مِنْهُمْ، فَسَمَّاهُمْ قَوْمُ مُوْسَى
الرَّافِضَةَ، فَأَوْحَى اللهُ إِلىَ مُوْسَى أَنْ أَثْبَتَ لَهُمْ هَذَا
الْاِسْمَ فِيْ التَّوْرَاةِ فَإِنِّيْ نَحَلْتُهُمْ، وَذَلِكَ اِسْمٌ قَدْ
نَحَلَكُمُوْهُ اللهُ
Dari Abu
Bashir, dia berkata, ‘Kukatakan kepada Abu Ja’far ‘alaihissalam, Semoga aku dijadikan sebagai penebus
Anda, satu nama yang kami diberi nama dengannya, dan dengannya para penguasa
telah menghalalkan darah-darah kami, harta-harta kami, dan penyiksaan kami. Dia
berkata, ‘Apa itu?’ Aku menjawab, ‘Rafidhah.’ Maka berkatalah Ja’far,
‘Sesungguhnya tujuh puluh orang laki-laki dari pasukan Musa ‘alaihissalam, tidak ada dalam kaum Musa yang paling
keras ijtihadnya, dan paling besar kecintaannya kepada Harun dari mereka, lalu
kaum Musa menyebut mereka dengan nama Rafidhah. Maka Allah mewahyukan
kepada Musa untuk menetapkan penamaan ini untuk mereka di dalam Taurat. Maka
sesungguhnya aku mengakui mereka, dan itu adalah nama yang Allah telah
mengakuinya untuk kalian.’
Al-Majlisiy
meriwayatkan dari Ibnu Yazid, dari Shafwan, dari Zaid as-Syiham, dari Abul
Jarud, dia berkata:
أَصَمَّ اللهُ أُذُنَيْهِ كَمَا أَعْمَى عَيْنَيْهِ
إِنْ لَمْ يَكُنْ سَمِعَ أَبَا جَعْفَرَ (ع) وَرَجُلٌ يَقُوْلُ : إِنَّ فُلاَنًا
سَمَّانَا بِاسْمٍ، قَالَ : وَمَا ذَاكَ الْاِسْمُ؟ قَالَ: سَمَّانَا
الرَّافِضَةَ، فَقَالَ أَبُوْ جَعْفَرَ (ع) بِيَدِهِ إِلىَ صَدْرِهِ: وَأَنَا مِنَ
الرَّافِضَةِ وَهُوَ مِنِّيْ قَالَهَا ثَلاَثًا
“Mudah-mudahan
Allah menjadikan tuli kedua telinganya, sebagaimana dia menjadikan buta kedua
matanya jika dia tidak mendengar Abu Ja’far [ع] dan seorang
laki-laki berkata, ‘Sesungguhnya Fulan telah memberi nama kami dengan satu
nama.’ Dia berkata, ‘Apakah nama itu?’ dia menjawab, ‘Dia
memberi kami nama Rafidhah.’ Maka Abu Ja’far [ع]
berkata dengan mengisyaratkan tangannya ke dadanya, ‘Dan aku adalah bagian dari
Rafidhah, dan dia adalah bagian dariku.’ Dia mengucapkannya tiga kali. (Biharul Anwar (CXV/97))
Perhatikanlah sekarang, kami menukil dari kitab-kitab
syi’ah yang mereka banggakan penamaan mereka dengan nama Rafidhah. Sementara
Syi’ah pada hari ini menolak penamaan ini. Maka Syi’ah terdahulu tidak
mengingkari penamaan ini secara mutlak. Al-Kulainiy (Ulama terbesar Syi’ah)
telah meriwayatkan dalam kitabnya, al-Kafibahwa Allahlah yang telah memberi nama mereka Rafidhah
(VIII/28).
Di tempat lain dia berkata, ‘Telah diriwayatkan bahwa
sebagian Syi’ah telah berkata kepada Imam as-Shadiq ‘Alaihissalam:
إِنَّا قَدْ نُبِزْنَا نَبْزاً أَثْقَلَ ظُهُوْرَنَا،
وَمَاتَتْ لَهُ أَفْئِدَتُنَا، وَاسْتَحَلَّتْ لَهُ الْوُلاَةُ دِمَاءَنَا فِيْ
حَدِيْثٍ رَوَاهُ لَهُمْ فُقَهَاؤُهُمْ، فَقَالَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ
السَّلاَمُ: الرَّافِضَةُ؟ قَالُوا: نَعَمْ، فَقَالَ: لاَ وَاللهِ مَا هُمْ
سَمَّوْكُمْ.. وَلَكِنَّ اللهُ سَمَّاكُمْ بِهِ
“Sesungguhnya
kami telah diberi satu julukan buruk yang telah memberatkan punggung-punggung
kami, dan karenanya para penguasa menghalalkan darah-darah kami, dalam sebuah
hadits yang para ulama ahli fiqih mereka meriwayatkannya untuk mereka. Maka
berkatalah Abu ‘Abdillah ‘alaihissalam, ‘Rafidhah?’ Maka mereka menjawab,
‘Ya.’ Diapun berkata, ‘Tidak, demi Allah, tidaklah mereka yang menamai kalian,
akan tetapi Allahlah yang telah menamai kalian dengannya.’ (al-Kafiy, V/34)
Adapun
mengapa penamaan Rafidhah itu dimutlakkan atas Syi’ah Imamiah, maka berkatalah
Ulama Syi’ah az-Zaidiy al-Imam Ahmad al-Murtadha (Syarhul Azhar (I/211)), maka dia berkata,
وَالرَّوَافِضُ قَوْمٌ مُعَيِّنِيْنَ مِمَّنْ يَنْتَحِلُ
التَّشَيُّعَ وَهُمْ أَبُو الْخَطَّابِ وَأَصْحَابُهُ الَّذِيْنَ رَفَضُوا زَيْدَ
بْنَ عَلِيٍّ لَمَّا قَالُوا لَهُ : مَا تَقُوْلُ فِي الرَّجُلَيْنِ
الظَّالِمَيْنِ؟، قَالَ : مَنْ هُمَا؟ قَالُوا : أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، قَالَ :
لاَ أَقُوْلُ فِيْهِمَا إِلاَّ خَيْراً ، فَقَالُوا :رَفَضْنَا صَاحِبَنَا
فَسُمُّوا رَافِضَةً
“Dan
Rawafidh adalah kaum tertentu dari orang-orang yang menganut tasyayyu’
(shi’isme), dan mereka adalah Abu al-Khaththab, dan para sahabatnya yang
menolak Zaid bin ‘Ali saat mereka bertanya kepadanya, ‘Apa yang Anda katakan
tentang dua orang zhalim?’ Dia menjawab, ‘Siapakah keduanya?’ Mereka berkata,
‘Abu Bakar dan Umar.’ Dia pun berkata, ‘Aku tidak mengatakan tentang keduanya
kecuali kebaikan.’ Maka mereka berkata, ‘Kami menolak sahabat kami.’ Maka
mereka pun diberi nama Rafidhah (kelompok yang menolak Zaid ibn Ali, atau yang
menolak Khalifah Abu Bakar dan Umar).
Sekarang
kami telah menetapakan dengan kekuatan dalil dari sumber rujukan mereka, bahwa
Syi’ah pada hari ini adalah Rafidhah. Dan saya sama sekali tidak berdalil
dengan sumber rujukan ahlussunnah atas hal itu. Sungguh aib, setelahnya
Rafidhah mengaku bahwa mereka adalah pengikut ahlul bait Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.
Kami
memohonkan hidayah kepada Allah untuk mereka agar mereka memahami Islam. Dan
saya mohon maaf akan terlalu panjangnya jawaban karena memang pentingnya
masalah ini. (AR)*