Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi
Syubhat: Ibu tiri jahat dicintai, ibu kandung sayang dijahatin (anak
durhaka) cinta buta, mengingkari sejarah.
Jawab: Sesungguhnya saya memohon maaf terhadap seluruh kaum muslimin,
karena kami menerbitkan ucapan semacam ini yang menyakiti perasaan Anda semua.
Akan tetapi kami menerbitkannya agar kaum muslimin mengetahui tabiat aqidah
mereka (orang-orang Syi’ah), dan ajakan sesat mereka, agar tidak tersisa lagi
satu alasan bagi seorang pun yang masih berbasa-basi dengan mereka atas nama
pendekatan dan toleransi, dan atas nama persatuan dan ukhuwah (persaudaraan).
Sesungguhnya orang-orang zindiq tersebut tengah melakukan rancangan-rancangan
rahasia dengan menampakkan kecintaan mereka kepada ahlul bait, dan
menyembunyikan kebencian mereka kepada para sahabat, dan ummahatul mukminin.
Dan pikiran mereka tidak akan menjadi tenang kecuali dengan merusak agama kaum
muslimin.
Adapun Anda wahai penanya, fajir, lagi kafir kepada Allah, maka
saya katakan kepada Anda, seandainya Anda berada di tengah Bani Israil saat
turun kepada mereka ayat, ‘Sesungguhnya Allah memerintah kalian untuk
menyembelih sapi betina..’ maka tidaklah mereka itu akan menyembelih selain
Anda.
Wahai pendosa, sesungguhnya Allah tidak mengkhususkan ibu
kandung saja dengan kedudukan yang tinggi, akan tetapi semua istri Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
النَّبِيُّ
أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari
diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…” (QS. Al-Ahzab (33): 6)
Anda, wahai pendosa, saat Anda berbuat lancang kepada ‘Aisyah
Radhiallahu ‘Anha, maka dia bukanlah ibu Anda, dia hanyalah ibunya orang-orang
mukmin, sebagaimana disebut nashnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka tidak
mungkin bagi ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha menjadi ibunya orang-orang kafir, fajir,
lagi zindiq seperti Anda.
Sesungguhnya saya, saat saya keras dalam menjawab penanya
semacam ini (tidak lagi tenang dan santun sebagaimana kebiasaan saya), maka
bukanlah karena dia kafir kepada Allah dan apa yang diturunkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala di dalam al-Qur`an yang mulia, akan tetapi karena dia telah
menyakiti kekasih dan penghulu kita, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
terhadap kehormatan beliau dan keluarganya. Kemudian dia mengklaim dengan dusta
bahwa dia cinta kepada Nabii Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ahlul baitnya.
Maka dengan mengatas namakan kecintaan kepada ahlul bait, mereka memperdayakan
sebagian orang-orang yang lugu, kemudian setelah itu mereka menjadikan
kecintaan ini sebagai sarana untuk mencaci maki, dan melaknat para sahabat dan
ummahatul mukminin.
Kami memuji Allah, tidak ada yang mengikuti mereka kecuali
bodohnya manusia seperti sang penaya yang telah menyia-nyiakan akalnya.
Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari
perkara yang Dia telah menguji Anda denganya, dan memberikan keutamaan kepada
kami dari banyak manusia yang telah Dia ciptakan.
Syubhat: Mengapa kalian tidak bisa menerima kalau istri Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu kafir dan pengkhianat, sementara kalian bisa
menerima kalau istri Nabi Nuh dan Nabi Luth itu kafir, sesungguhnya kekafiran
keduanya bermakna bahwa memungkinkan kekafiran itu juga terjadi pada salah satu
istri-istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?
Jawab: Pertanyaan seperti ini saya terima untuk saya jawab, karena
penulisnya adalah bertanya, bukan mencaci, serta melaknat, padahal mungkin saja
penanya meyakini kekafiran ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, akan tetapi kami tidak
mengetahuinya, karena dia tidak menampakkannya pada pertanyaannya. Maka kami
bersedia untuk berdialog dan menjawab penanya seperti ini, mudah-mudahan Allah
Subhanahu wa Ta’ala menulis hidayah baginya dan selainnya. Saya akan
menjawabnya setelah memohon pertolongan kepada Allah, saya katakan:
Saya mulai dengan mengarahkan sebuah pertanyaan kepada penanya,
‘Bagaimana Anda tahu bahwa istri Nuh dan Luth ‘Alaihi Sallam itu kafir?’
Tidak diragukan lagi bahwa Anda mengetahuinya dari al-Qur`an
yang mulia, yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan di dalamnya bahwa
keduanya kafir. Jika demikian, maka apakah al-Qur`an yang mulia itu jelas
terang-terangan mengkafirkan salah satu istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam?
Jika Anda beranggapan akan kekafiran ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha
atau istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang lain, maka sebutkanlah
kepada kami satu dalil yang jelas dari al-Qur`an akan kekafirannya? Mustahil
mengqiyaskan kekafiran istri Nuh dan Luth ‘Alaihi Sallam dengan istri-istri
para nabi yang lain. Misal, tidak mungkin dikatakan bahwa istri Ibrahim ‘Alaihi
Sallam kafir atau keji, mengapa? Karena tidak ada dalil dari al-Qur`an yang
mulia atas hal tersebut. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan
kekafiran istri Nuh dan Luth ‘Alaihi Sallam dan tidak menutupinya, maka
tentunya Dia tidak akan lemah untuk menjelaskan dengan terang akan kekafiran
selain mereka dari istri-istri para Nabi.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala
saat berfirman “…isteri-isterinya adalah
ibu-ibu mereka…” maka Dia tidak
mengecualikan seorang pun dari istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
maka makna tersebut menunjukkan keumumannya, sesuai dengan kaidah ushul bahasa
Arab.
Maka apakah di sisi orang-orang Syi’ah ada satu ayat yang
membantah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
“…isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…” (QS. Al-Ahzab (33): 6)?
Atau ayat yang menasakhnya, atau mengecualikan ‘Aisyah Radhiallahu
‘Anha dari ayat tersebut?
Siapa yang memperhatikan kata-kata dan mushthalahat al-Qur`an yang mulia, dia akan mendapatkan bahwa Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah mempersembahkan satu dalil yang agung. Yaitu sebuah mukjizat
mematikan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dengannya Dia membuka dada
orang-orang mukmin. Dan saya nasihatkan kepada para ulama Syi’ah untuk
merenunginya. Yaitu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, di dalam al-Qur`an
yang mulia, tidak menggunakan istilah ‘ZAUJAH’ [زَوْجَة = ISTRI] bagi istri Nuh dan Luth ‘Alaihi Sallam, akan tetapi
menggunakan istilah ‘IMRA`AH’ [امْرَأَة = WANITA], Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَاِمْرَأَةَ لُوطٍ
كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ
يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ
الدَّاخِلِينَ
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi
orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang
saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada
suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka
sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke
dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)”. (QS. At-Tahrim (66): 10)
Tatkala keduanya adalah orang musyrik, maka Allah menamai
keduanya dengan sebutan [امرأة], bukan [زوجة]. Demikian pula dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ
ابْنِ لِي عِندَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ
وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang
yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah
di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya,
dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” (QS. At-Tahrim (66): 11)
Maka tatkala Fir’aun adalah orang
musyrik dan istrinya adalah seorang mukmin, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
menamainya sebagai [زوجة] bagi suaminya. Maka kita temui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala
mensifati seorang muslimah, sebagai imra`ah bagi suami kafir, dan mesifati
wanita kafir sebagai imra`ah bagi suami mukmin. Maka lafazh al-Qur`an datang
dengan penyebutan mar`ah (imra`ah), bukan zaujah.
Di saat menyebutkan istri Nuh dan Luth
‘Alaihi Sallam Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyatakan keduanya sebagaizaujah maka hal ini karena keduanya bukanlah istri mereka di akhirat.
Demikian pula saat menyebutkan istri Fir’aun, Allah tidak menyatakannya sebagai zaujah karena Fir’aun bukanlah suaminya di Akhirat. Sementara Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan dengan mutlak pensifatan istri-istri Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan penyebutan azwaj (bentuk jamak dari zaujah), Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu
isteri-isterimu …” (QS. Al-Ahzab (33):
50)
Demikian pula dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأَزْوَاجُهُ
أُمَّهَاتُهُمْ
“…isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…” (QS. Al-Ahzab (33): 6)
Ini adalah nash yang qath’i lagi jelas
terang dan muhkam yang menjelaskan bahwa seluruh istri Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tanpa terkecuali adalah ummahatul mukminin. Dan termasuk konsekuensinya adalah siapa yang menolak keibuan
salah seorang dari mereka terhadap kaum mukminin, maka sungguh dia telah
mengeluarkan diri mereka sendiri dari area orang-orang mukmin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui, lagi Maha Hakim. Dia
mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi hingga hari kiamat.
Oleh karena itu telah ada pada ilmu dan hikmah-Nya bahwa akan keluar dari
orang-orang munafik pada setiap zaman yang akan mencela kehormatan ummul
mukminin. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pada akhir
ayat-ayat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesucian ‘Aisyah
Radhiallahu ‘Anha dari tuduhan keji dalam surat an-Nur:
وَالطَّيِّبَاتُ
لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُوْلَئِكَ مُبَرَّؤُونَ مِمَّا
يَقُولُونَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“… dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik
dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka
(yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh
itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. an-Nur (24): 26)
Kita perhatikan bahwa ayat tersebut
disebutkan dengan fi’il mudhari’ yaitu [يَقُوْلُوْنَ = mereka berkata] dan
lafazh ini menunjukkan adanya pembaharuan. Dan Allah tidak membantah dengan fi’il
madhi [قالو = mereka telah
mengatakan], Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin membebaskan ibunda ‘Aisyah dari
apa yang telah dikatakan dan yang akan dikatakan atasnya hingga hari kiamat. Ini adalah sebuah persaksian agung bagi as-Shiddiqah yang suci
ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengeluarkan setiap orang yang mencelanya
dari area kaum mukminin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَعِظُكُمُ
اللَّهُ أَن تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang
seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. an-Nur (24): 17)
Makna hal itu adalah bahwa orang yang mengulang-ulang celaan
setelah ayat-ayat bara`ah, maka dia bukan termasuk orang-orang mukmin. Dan
termasuk karamah dari as-shiddiqah binti as-Shiddiq ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha
adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakannya dan membebaskannya dari
apa yang dikatakan oleh orang-orang munafik di kehidupannya. Sebagaimana Allah
membebaskannya dari apa yang akan dikatakan oleh orang-orang kafir dan munafik
setelah mereka hingga hari kiamat nanti.
إِنَّ
الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya,
Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa
yang menghinakan.” (QS. al-Ahzab (33):
57)
Cukuplah bagi ibunda ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha untuk berbangga,
atas pemuliaan Allah kepada Anda. Maka setelah ini semua, apakah layak bagi
orang yang pada hatinya masih ada sebiji zarrah keimanan untuk menuduhnya
dengan keburukan?! Mudah-mudahan Allah meridhai Anda wahai ibunda kami, dan
meridhai Anda.
Syubhat: Istri Nabi jahat akan mendapatkan siksa dua kali lipat. Inilah
hikmah ibu tiri itu jahat. Lebih jahat lagi ibu kota perantau. Cintailah ibu
kandung (wajib), kasihan yang punya ibu tiri jahat. Ibu tiri jahat koq
dicintai, sementara ibu kandung dijahati (anak durhaka), cinta buta, lagi
mengingkari sejarah.
Jawab: Inilah satu buah dari sekian buah pengajaran orang-orang
syi’ah kepada generasinya di Indonesia. Inilah buah diizinkannya para mahasiswa
untuk belajar di negeri syi’ah. Inilah buah diizinkannya pencetakan buku-buku
kedengkian dan kebencian. Inilah buah diberikannya kebebasan kepada para da’i
syi’ah untuk menghembuskan racun-racun mereka pada tubuh manusia Indonesia yang
berbudi dan beradab.
Penanya atau pemilik syubhat yang
merana ini, telah menjadi satu korban sebuah dakwah terorganisir untuk merusak
manusia. Dengan satu kilo beras, dua kilo gula, sedikit minyak dan sejumlah mi
isntan atau dengan beasiswa atau modal usaha atau melancong ke luar negri
mereka membeli agama penanya dan banyak yang lain. Lalu mereka menyia-nyiakan
agama dan dunia mereka. Seandainya Anda bertanya kepada orang seperti penanya
ini akan rincian pokok-pokok ajaran ahlussunnah waljama’ah, dia tidak akan tahu
karena kebodohan terhadap agamanya. Hanya saja dia itu adalah buah dari
permusuhan jiwa, dan terabaikannya akal yang telah berlumut padanya dan
lainnya. Hingga sampai pada tingkatan mencaci dan melaknat para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Na’udzu billah min dzalik.
Para penyokong pikiran rusak di Indonesia dan lainnya ini tidak
akan tenang hingga menebarkan kebencian dan permusuhan di antara manusia. Lalu
mereka menyebarkan kerusakan di tengah-tengah umat; mencaci para sahabat,
mengklaim telah dipalsukannya al-Qur`an (ditambah dan dikurangi oleh para
sahabat Nabi), dan menyebarkan perzinaan atas nama kawin mut’ah.
Semua ini mereka lakukan hingga Mahdi al-Muntazhar mereka
keluar, dimana dia tidak akan keluar kecuali setelah tersebarnya kerusakan, dan
kezhaliman di tengah-tengah manusia, menyebarnya kerusakan di umat ini sesuai
dengan periwayatan mereka. Jadi, mereka itu berpahala atas menyebarnya
kerusakan mereka. Maka termasuk kemaslahatan mereka adalah merusak umat, dan
menyia-nyiakannya. Semua itu mereka lakukan agar Mahdi khayalan yang tidak ada
wujudnya- versi mereka- cepat keluar.
Orang seperti penanya (penanggap) yang dungu ini, tidak
mengetahui bahwa ucapannya adalah sebuah kekufuran, dan mengeluarkannya dari
agama, karena dia telah mendustakan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah
mensucikan Ummul Mukminin Aisyah dalam kitab-Nya, dan menjadikannya sebagai
bacaan suci yang dibaca hingga hari kiamat.
Sesungguhnya permasalahan kita, bukanlah bersama orang-orang
sederhana seperti ini, akan tetapi permasalahan kita adalah bersama dengan
orang-orang yang membangun kesesatan dan kekufuran kepada Allah di dalam
akal-akal mereka. Sesungguhnya saya heran, bagaimana kami telah meminta ulama
mereka untuk ikut masuk dalam dialog damai di majalah kita ini, tetapi tidak
ada seorang pun dari mereka yang maju. Yang demikian itu -menururut keyakinan
kami- karena mereka mengetahui bahwa perlawanan mereka terhadap kami adalah
sebuah kerugian. Karena kami adalah ahlul haq dan mereka adalah ahlul batil.
Saya tahu, bahwa tidak ditemukan seorang ulama pun dari mereka
di Indonesia. Yang ada hanyalah orang-orang yang mengaku punya ilmu. Saya
katakan kepada mereka untuk meminta bantuan kepada orang-orang yang mereka
sukai di luar Indonesia, saat itu –dengan izin Allah- kami akan mengobati dada
orang-orang mukmin.
Andai saja orang-orang yang jahil itu berfikir, mengapa
ustadz-ustadz mereka tidak berani untuk mengadakan dialog ilmiah melalui
majalah ini? Demi Allah, yang telah menciptakan langit tanpa tiang, kami akan
membuktikan pada semua orang bahwa mereka tidak memiliki ilmu yang benar.
Terakhir, saya katakan kepada penanya/ pemilik syubhat yang
polos tersebut, carilah orang yang bisa menghadapi kami dalam dialog, kami akan
berterima kasih. (AR)*