Al Imam Ibnu Hazm
rahimahullah berkata tentang firman-Nya:
اتَّخَذُوا
أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ
مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ
سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka (orang-orang
Nasrani) telah menjadikan para ahli ilmu dan para rahib mereka sebagai arbab
(tuhan-tuhan) selain Allah dan juga Al Masih Ibnu Maryam, padahal mereka itu
tidak diperintahkan kecuali supaya mereka beribadah kepada ilah yang Esa, tidak
ada ilah (yang haq) kecuali Dia. Maha Suci Dia dari apa yang mereka sekutukan.”
(At Taubah: 31)
Sungguh Allah telah
menamakan putusan dengan selain aturan-Nya sebagai thaghut, sebagaimana
firman-Nya:
أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ
مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا
أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا
(٦٠)
“Apakah kamu tidak
memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang
diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak
berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut
itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang
sejauh-jauhnya.” (An Nisa: 60)
Menegakkan syari’ah dalam konteks jinayat
baik hudud maupun ta’zir hal itu adalah kewenangan negara, bukan kewenangan
individu. "Andai saya berhasil menangkap maling di rumah saya, saya
tetap tidak berwenang melaksanakan jinayat (hudud) terhadap si pencuri”.
Perkataan Jahil Murokkab, pernyataan diatas untuk orang awan.
Pembebanan hukum Seorang Profesor (Super Pakar) yang Memproposed
(Mengendoser) atau membuat Undang-undang (Hukum positip, Bertentangan dengan
Syari’at Allah) tidak sama dengan orang Awam. Rakyat Awam bukan perusak hukum
Allah. Yang pertama bisa mengarah kepada kekafiran.