5 tahun sejak konflik dimulai, lebih
dari 250.000 warga Suriah telah tewas dalam pertempuran itu, dan hampir 11 juta
warga Suriah telah mengungsi dari rumah mereka.
Pada tahun 2011, apa yang kemudian
dikenal sebagai "Arab Spring/Musim Semi Arab" pemberontakan
menggulingkan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali dan Presiden Mesir Hosni
Mubarak dimulai.
Lalu di tahun yang sama tepatnya bulan
Maret, protes damai meletus di Suriah, setelah 15 anak laki-laki ditahan dan
disiksa karena menulis grafiti dalam mendukung Musim Semi Arab. Salah satu anak
laki-laki, 13 tahun Hamza al-Khateeb, tewas setelah disiksa secara brutal.
Pemerintah Suriah, yang dipimpin oleh
Presiden Bashar al-Assad, merespon protes tersebut dengan membunuh ratusan
demonstran dan memenjarakan banyak orang. Pada bulan Juli 2011, banyak militer
Assad yang membelot (Baca: Alasan
Tentara Elit Suriah Membelot) dan mengumumkan
pembentukan apa yang disebut Tentara Bebas Suriah/Free Syrian Army
(FSA)/Pejuang Oposisi, sebuah kelompok militer yang bertujuan untuk
menggulingkan pemerintah Assad, dari sinilah perang saudara di Suriah dimulai.
Apa yang menyebabkan pemberontakan
Suriah?
Awalnya, kurangnya kebebasan dan
kesengsaraan ekonomi memicu kebencian kepada pemerintah Suriah, dan kemarahan
publik memuncak ketika tindakan keras dilakukan tentara syiah Assad terhadap
para demonstran. Suksesnya Pemberontakan yang terjadi di Tunisia dan Mesir
menggulingkan presiden ketika itu memberi motivasi dan harapan kepada para
aktivis pro-demokrasi Suriah. Disamping itupula banyak gerakan Islam juga
sangat menentang aturan Assad.
Mengenang Sejarah Suriah
Pada tahun 1982, ayah Bashar al-Assad,
Hafez, memerintahkan militer melakukan tindakan keras kepada Ikhwanul Muslimin
di Hama, yang menewaskan antara 10,000-40,000 orang dan meratakan banyak kota.
Bahkan pemanasan global telah mengklaim
telah memainkan peran dalam memicu pemberontakan.
Sebuah kekeringan parah melanda Suriah
2007-10, membuat sebanyak 1,5 juta orang bermigrasi dari daerah pedesaan ke
kota, ditambah lagi masalah kemiskinan dan kerusuhan sosial. Meskipun alasan
utama protes bukanlah sekte (Islam VS Syiah), namun konflik bersenjata yang
terjadi dilapangan menyebabkan munculnya perpecahan perang sektarian.
Kelompok agama minoritas (Syiah)
cenderung mendukung pemerintah Assad, sementara mayoritas pejuang oposisi
adalah Muslim (Islam). Meskipun penduduk Suriah didominasi pemeluk Islam, namun
pada tingkat pemerintah khususnya kebijakan keamanan Suriah telah lama
didominasi oleh agama Syiah Alawit, dan Presiden Assad adalah salah satu
pemeluk agama tersebut.
Perang Sektarian juga tercermin pada
sikap kekuatan regional di wilayah timur tengah. Pemerintah mayoritas Syiah
Iran dan Syiah Irak mendukung Assad, dan juga di Lebanon diwakili oleh
Hizbullah; sementara negara-negara mayoritas Islam termasuk Turki, Qatar, Arab
Saudi dan lain-lain kukuh mendukung pejuang opisisi.
Keterlibatan asing dalam Perang Suriah
Dukungan asing dan intervensi terbuka
telah memainkan peran besar dalam perang sipil Suriah. Koalisi internasional
yang dipimpin oleh Amerika Serikat telah membom sasaran-sasaran kelompok Negara
Islam Irak dan Levant (ISIL, juga dikenal sebagai ISIS) sejak 2014.
Pada bulan September 2015, Rusia
meluncurkan kampanye pengeboman terhadap apa yang disebut sebagai
"kelompok teroris" di Suriah, termasuk ISIL serta kelompok pejuang
oposisi yang didukung oleh negara-negara Barat dan jihadis seperti Jabhah Nusrah
afiliasi dari Al Qaeda.
Rusia juga telah mengirimkan penasihat
militer untuk membantu pemerintahan syiah Assad. Beberapa negara Arab bersama
Turki telah memberikan dukungan berupa pemberian senjata dan amunisi kepada
kelompok-kelompok oposisi di Suriah.
Banyak dari mereka yang berperang datang
dari luar Suriah. Jajaran ISIL termasuk jumlah yang cukup besar yang menyerap
pejuang asing. anggota Lebanon Hizbullah berjuang di sisi Assad, seperti
pejuang Iran dan Afghanistan.
Meskipun AS menyatakan oposisi terhadap
pemerintah Assad, namun AS ragu untuk melibatkan diri dalam konflik, bahkan
setelah pemerintah Assad diduga menggunakan senjata kimia pada tahun 2013,
dimana sebelumnya Presiden AS Barack Obama menyatakan "peringatan
keras" yang akan mendorong intervensi ke Suriah.
Pada bulan Oktober 2015, AS membatalkan
program yang kontroversial untuk melatih pejuang oposisi, setelah terungkap
bahwa mereka telah menghabiskan $500 juta tapi hanya melatih 60 pejuang.

Situasi Suriah saat ini
Pemerintah Assad saat ini menguasai
ibukota Damaskus, sebagian Suriah selatan, bagian dari Aleppo dan Deir Az Zor,
banyak daerah dekat perbatasan Suriah-Lebanon, dan wilayah pesisir barat laut.
Dan sisanya dikendalikan oleh pejuang oposisi, ISIL, dan pasukan Kurdi.
Kelompok oposisi terus mencari
keuntungan kekuasaan terhadap satu sama lain dan sering bertikai satu sama
lain. Tentara Bebas Suriah telah melemah karena perang telah berkembang,
sementara kelompok eksplisit Islam, seperti Jabhah Nusrah, yang telah berjanji
setia kepada al-Qaeda, dan didukung Saudi Front Islam telah mendapatkan
kekuatan.
Pada tahun 2013, ISIL muncul di utara
dan timur Suriah setelah menduduki sebagian besar Irak. Kelompok ini menjadi
cepat terkenal di dunia karena eksekusinya yang brutal dan penggunaan media
sosial dalam melakukan kampanye kelompoknya.
Sementara itu, kelompok Kurdi di Suriah
utara menginginkan pemerintahannya sendiri pada daerah yang dikuasainya. Hal
ini membuat Turki khawatir disebabkan jumlah penduduk asli Kurdi yang besar
menambah gejolak yang muncul dan hasilnya menuntut otonomi yang lebih besar.
Menanggapi serangan di Turki, pemerintah
Turki telah membom sasaran-sasaran Kurdi di Suriah. Disampng itu kelompok Kurdi
ini juga berseteru dengan Jabhah Nusrah dan ISIL.
Perang Suriah menciptakan eksodus
besar-besaran melampaui batas-batas negara seperti Lebanon, Turki, dan Yordania
dan banyak dari mereka telah berusaha melakukan perjalanan ke Eropa untuk
mencari kondisi yang lebih baik.
Beberapa putaran perundingan perdamaian
telah gagal untuk menghentikan pertempuran. Meskipun gencatan senjata diumumkan
pada Februari 2016 telah mengurangi intensitas pertempuran di beberapa bagian
di Suriah, serangan udara pemerintah baru-baru ini di Aleppo telah menimbulkan
ketidakpastian tentang masa depan gencatan senjata ini.
Tapi dengan begitu banyaknya bagunan
yang porak poranda akibat peperangan, jutaan warga Suriah telah melarikan diri
ke luar negeri, dan trauma yang mendalam akibat perang, satu hal yang pasti:
Membangun kembali Suriah setelah perang berakhir akan menjadi panjang, dan
proses yang sangat sulit.
Sumber: aljazeera.com