Friday, August 15, 2014

al-husain bin ‘ali bin abi thalib radliyallaahu ‘anhu


Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 09.05 
Label: Tokoh



Biografi ini ditulis secara ringkas dan bebas dari kitab-kitab : Siyaru A’laamin-Nubalaa’ karya Al-Imam Adz-Dzahabi juz 3, penerbit Muassasah Ar-Risaalah, tahqiq : Muhammad Na’im Al-Arqasusy dan Ma’mun Shagharji, cet. XI – 1422 H/2001 M; Al-Bidaayah wan-Nihaayah karya Al-Imam Ibnu Katsir, juz 8, Maktabah Al-Ma’aarif – Beirut, tanpa tahun; Tahdziibut-Tahdziibkarya Al-Haafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalaniy, cet. I – Mathba’ah Majlis Daairah Al-Ma’aarif An-Nidhaamiyyah, India – Haidar Abad; dan Majmu’ Al-Fataawaakarya Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahumullah ta’ala.

Nama dan Nasab
Beliau adalah Al-Husain bin Amiirul-Mukminiin ‘Ali bin Abi Thaalib bin ‘Abdil-Manaf bin Qushay Al-Qurasyiy Al-Haasyimiy. Kun-yah-nya Abu ‘Abdillah. Seorang imam yang mulia, cucu yang merupakan salah satu bunga kehidupan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan kesayangannya disamping Al-Hasan radliyallaahu ‘anhuma. Kedua orang tuanya adalah ‘Ali bin Abi Thaalib dan Faathimah Az-Zahraa’ binti Rasulillah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Kelahirannya
Dilahirkan pada tanggal 5 Sya’ban tahun keempat Hijriyah, dan jarak umur antara beliau dengan Al-Hasan, kakaknya, menurut sebagian ulama adalah satu kali masa suci ditambah masa kehamilan.[1]
Kedudukan Husain radliyallaahu ‘anhu
Beliau adalah seorang imam di antara imam-imam Ahlus-Sunnah, memiliki kedudukan mulia di sisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan sangat dicintainya. Dari Ibnu Abi Nu’miy, ia berkata : “Aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaketika ditanya oleh seseorang (yang datang dari ‘Iraq) tentang hukum orang yang berihram – (kata Syu’bah : Saya menduga ia bertanya tentang hukum) membunuh lalat –. Maka ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma berkata : “(Lihatlah) orang-orang ‘Iraq yang bertanya tentang hukum membunuh seekor lalat, padahal mereka telah membunuh putra dan putri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
هُمَا رَيْحَانَتَايَ مِنَ الدُّنْيَا. رواه البخاري
“Keduanya (Al-Hasan dan Al-Husain) adalah dua buah tangkai bungaku di dunia”[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan lainnya, Fathul-Bari VII/95, no. 3753].
Adz-Dzahabi rahimahullah dalam Siyaru A’laamin-Nubalaa’[2] membawakan riwayat dari Jaabir radliyallaahu ‘anhu yang ketika melihat Al-Husain bin ‘Ali masuk ke dalam masjid mengatakan :
من أحب أن ينظر إلى سيد شباب أهل الجنة، فلينظر إلى هذا. سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Barangsiapa yang ingin melihat seorang sayyid (pemuka) dari para pemuda ahli surga, maka lihatlah Al-Husain radliyallaahu ‘anhu ini. Saya mendengar hal itu dari Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam”.[3]
Dalam kitab yang sama Adz-Dzahabi rahimahullah juga membawakan riwayat dari Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata :
إن النبي صلى الله عليه وسلم جلل عليا وفاطمة وابنيهما بكساء، ثم قال: اَللَّهُمَّ هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِ بِنْتِي وَحَامَتِي، اَللَّهُمَّ أَذْهِبْ عنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيْراً. فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ الله، أَنَا مِنْهُمْ ؟ قَالَ : إِنَّكِ إِلَى خَيْرٍ
“Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyelimuti ’Ali, Faathimah, serta kedua anaknya (Al-Hasan dan Al-Husain) dengan sebuah selimut, kemudian beliau berdoa : “Ya Allah, mereka adalah ahlui bait putriku dan kesayanganku. Ya Allah, hilangkanlah kotoran dari mereka, dan sucikanlah mereka dengan sesuci-sucinya”. Aku (Ummu Salamah) bertanya : “Apakah aku termasuk mereka ?”. Beliau menjawab :“Sesungguhnya engkau menuju kebaikan”.
Hadits ini dikatakan oleh Adz-Dzahabi rahimahullah bahwa isnad-nya jayyid (baik), diriwayatkan dari beberapa jalan dari Syahr. Sementara pen-tahqiq mengatakan, hadits itu shahih dengan syawaahid-nya.[4]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
حُسَيْنٌ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْ حُسَيْنٍ، أَحَبَّ اللهُ مَنْ أَحَبَّ حُسَيْناً، حُسَيْنٌ سِبْطٌ مِنَ الْأَسْبَاطِ.
”Husain termasuk bagian dariku dan aku termasuk bagian darinya. Allah akan mencintai siapa saja yang mencintai Husain. Dan Husain adalah satu umat di antara umat-umat yang lain dalam kebaikannya”.[5]
Demikianlah kedudukan Al-Husain bin ’Ali radliyallaahu ’anhuma, beliau sempat hidup bersama Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam selama sekitar lima tahun. Rasulullahshallallaahu ’alaihi wa sallam sangat menyayangi dan memuliakan Al-Husain hingga beliau wafat. Sepeninggal Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam; Abu Bakr, ’Umar, dan ’Utsman pun radliyallaahu ’anhum sangat mencintai, memuliakan, dan mengagungkannya. Dan Al-Husain selalu menyertai ayahnya, ’Ali bin Abi Thaalibradliyallaahu ’anhu sampai wafatnya.
Ketika Mu’awiyyah radliyallaahu ’anhu resmi menjadi khalifah, maka Mu’awiyyahradliyallaahu ’anhu juga sangat memuliakannya. Bahkan sangat memperhatikan kehidupan Al-Husain radliyallaahu ’anhu dan saudaranya, sehingga sering memberikan hadiah kepada keduanya. Tetapi ketika Yazid bin Mu’awiyyah diangkat menjadi khalifah, Al-Husain bersama Ibnuz-Zubair radliyallaahu ’anhuma termasuk orang yang tidak mau berbaiat. Bahkan penolakan itu terjadi sebelum Mu’awiyyah radliyallaahu ’anhu wafat, ketika Yazid sudah ditetapkan sebagai calon khalifah pengganti Mu’awiyyah.
Oleh karena itu, beliau berdua keluar dari Madinah dan lari menuju Makkah. Kemudian keduanya menetap di Makkah. Ibnuz-Zubair radliyallaahu ’anhuma menetap di tempat shalatnya di dekat Ka’bah, sedangkan Al-Husain radliyallaahu ’anhu di tempat yang lebih terbuka karena dikelilingi banyak orang.
Selanjutnya, banyak surat yang datang kepada Al-Husain radliyallaahu ’anhu dari penduduk ’Iraq membujuk beliau supaya memimpin mereka. Menurut isi surat, mereka siap membaiat Al-Husain. Dan surat-surat itu diantaranya berisi pernyataan gembira atas kematian Mu’awiyyah radliyallaahu ’anhu.[6] Karena penduduk ’Iraq memang banyak diwarnai oleh pemikiran Raafidlah (Syi’ah) dan Khawarij.
Adz-Dzahabi rahimahullah membawakan riwayat dari Ibnu Al-Muhazzim rahimahullahyang mengatakan :
كنا في جنازة، فأقبل أبو هريرة ينفض بثوبه التراب عن قدم الحسين
”Pernah kami sedang menghadiri suatu jenazah. Lalu datanglah Abu Hurairahradliyallaahu ’anhu yang dengan bajunya mengibaskan debu-debu yang ada pada kaki Al-Husain”.[7]
Beberapa Sifat Al-Husain radliyalaahu ’anhu
Secara fisik, Al-Husain radliyallaahu ’anhu lebih mirip dengan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pada bagian dada sampai kaki, sementara Al-Hasan radliyallaahu ’anhulebih mirip dengan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pada wajahnya.[8] Ketika kepala Al-Husain didatangkan di hadapan ’Ubaidullah bin Ziyaad, maka sambil memegang sebilah pedang ia mengkorek-korek hidung (sebagian riwayat : gigi seri) Al-Husain, dan ia pun berkata :
ما رأت مثل هذا حسنا، فقلت له: إنه كان من أشبههم برسول الله صلى الله عليه وسلم
”Aku belum pernah melihat orang setampan ini”. Anas bin Malik (yang ketika itu ada di hadapannya) mengatakan kepada ’Ubaidullah bin Ziyaad : ”Husain radliyallaahu ’anhutermasuk orang yang paling mirip dengan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam”.[9]
’Ubaidullah bin Ziyaad adalah amir (gubernur) Bashrah pada masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyyah dan yang kemudian oleh Yazid diangkat pula sebagai amir Kuffah menggantikan An-Nu’man bin Basyiir radliyallaahu ’anhu.[10] ’Ubaidullah bin Ziyaad inilah yang memobilisasi perang melawan Al-Husain radliyallaahu ’anhu, dan bahkan menekan dengan ancaman kepada ’Umar bin Sa’d bin Abi Waqqash rahimahullah untuk memeranginya.[11]
Tentang sifat Al-Husain lainnya, antara lain sebagaimana yang dibawakan oleh Adz-Dzahabi rahimahullah dari riwayat Sa’d bin ’Amr, ia berkata :
أن الحسن قال للحسين: وددت أن لي بعض شدة قلبك، فيقول الحسين: وأنا وددت أن لي بعض ما بسط من لسانك
”Bahwasannya Al-Hasan pernah berkata kepada Al-Husain : ’Betapa ingin ingin aku memiliki sebagian keteguhan hatimu’. Llau Al-Husain menjawab : ’Dan betapa ingin aku memiliki sebagian kelembutan lidahmu”.[12]
Wafatnya
Para ulama berselisih pendapat tentang kapan Al-Husain radliyallaahu ’anhu wafat. Tetapi Adz-Dzahabi, Ibnu Katsir, dan Ibnu Hajar Al-’Asqalani lebih menguatkan bahwa wafatnya pada hari ’Asyura bulan Muharram tahun 61 H.[13] Sedangkan umurnya juga diperselisihkan. Ada yang mengatakan 58 tahun, 55 tahun, dan 60 tahun. Tetapi Ibnu Hajar rahimahullah menguatkan bahwa umur beliau adalah 56 tahun.[14]
Jauh hari sebelum Al-Husain terbunuh, Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pernah menceritakan bahwa Al-Husain akan wafat dalam keadaan terbunuh. Adz-Dzahabirahimahullah membawakan beberapa riwayat tentang itu, diantaranya dari ’Ali, ia berkata :
دخلت على النبي صلى الله عليه وسلم ذات يوم، وعيناه تفيضان، فقال: " قام من عندي جبريل، فحدثني أن الحسين يقتل، وقال: هل لك أن أشمك من تربته ؟ قلت: نعم. فمد يده، فقبض قبضة من تراب. قال: فأعطانيها، فلم أملك عيني
”Aku datang kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam ketika kedua mata beliau bercucuran air mata. Lalu beliau bersabda : ’Jibril baru saja datang, ia menceritakan kepadaku bahwa Al-Husain kelak akan mati dibunuh. Kemudian Jibril berkata : ’Apakah engkau ingin aku ciumkan kepadamu bau tanahnya ?’. Aku menjawab : ’Ya’. Jibril pun lalu menjulurkan tangannya, ia menggenggam tanah satu genggaman. Lalu ia memberikannya kepadaku. Oleh karena itulah aku tidak kuasa menahan air mataku”.[15]
Intinya, banyak riwayat yang menceritakan tentang itu.
Pada hari-hari menjelang wafatnya, saat hendak berangkat dari Makkah menuju ’Iraq, di negeri tempat beliau terbunuh; Al-Husain meminta nasihat kepada Ibnu ’Abbasradliyallaahu ’anhum.
Maka Ibnu ’Abbas berkata : ”Kalaulah tidak dipandang tidak pantas, tentu aku kalungkan tanganku pada kepalamu (maksudnya : hendak mencegah kepergiannya)”.
Al-Husain menjawab : ”Sungguh jika aku terbunuh di tempat demikian dan demikian, tentu lebih aku sukai daripada aku mengorbankan kemuliaan negeri Makkah ini”.[16]
Al-Husain akhirnya tetap berangkat menuju ’Iraq setelah sebelumnya mengutus Muslim bin ’Aqil bin Abi Thaalib ke ’Iraq. Mengingat betapa bahayanya ’Iraq bagi Al-Husainradliyallaahu ’anhu, maka Ibnu ’Umar pun menyusulnya untuk menyarankan agar Al-Husain mengurungkan niatnya. Tetapi, karena harapan-harapan yang diberikan oleh orang-orang ’Iraq, maka Al-Husain tetap pada pendiriannya untuk berangkat ke ’Iraq. Maka Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma pun dengan berat hati melepaskannya setelah sebelumnya memeluk Al-Husain radliyallaahu ’anhu dan mengucapkan kata perpisahan. Ibnu ’Umar berkata :
أستودعك الله من قتيل
”Aku titipkan engkau kepada Allah dari kejahatan seorang pembunuh”.[17]
Demikianlah, akhirnya Al-Husain bin ’Ali radliyallaahu ’anhuma tetap berangkat ke ’Iraq dan kemudian terbunuh secara dhalim di tangan orang-orang aniaya.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memberikan komentar tentang terbunuhnya Al-Husain radliyallaahu ’anhu sebagai berikut :
فلما قُتِل الحسين بن علي ـ رضي الله عنهما ـ يوم عاشوراء قتلته الطائفة الظالمة الباغية، وأكرم اللّه الحسين بالشهادة، كما أكرم بها من أكرم من أهل بيته، أكرم بها حمزة وجعفر، وأباه عليا وغيرهم، وكانت شهادته مما رفع اللّه بها منزلته، وأعلى درجته، فإنه هو وأخوه الحسن سيدا شباب أهل الجنة
”Ketika Al-Husain bin ’Ali radliyalaahu ’anhuma terbunuh pada hari ’Asyura, yang dilakukan oleh sekelompok orang dhalim yang melampaui batas batas, dan dengan demikian berarti Allah ta’ala telah memuliakan Al-Husain untuk memperoleh kematian sebagai syahid, sebagaimana Allah ta’ala juga telah memuliakan Ahlul-Bait-nya yang lain dengan mati syahid, seperti halnya Allah ta’ala telah memuliakan Hamzah, Ja’far, ayahnya yaitu ’Ali, dan lain-lain dengan mati syahid. Dan mati syahid inilah salah satu cara Allah ta’ala untuk meninggikan kedudukan serta derajat Al-Husain radliyallaahu ’anhu dan saudaranya, yaitu Al-Hasan radliyallaahu ’anhu, menjadi pemuka para pemuda ahli surga”.[18]
Di sisi lain Syaikhul-Islam juga mengatakan :
والحسين ـ رضي اللّه عنه ـ أكرمه اللّه ـ تعالى ـ بالشهادة في هذا اليوم، وأهان بذلك من قتله، أو أعان على قتله، أو رضى بقتله، وله أسوة حسنة بمن سبقه من الشهداء، فإنه وأخاه سيدا شباب أهل الجنة، وكانا قد تربيا في عز الإسلام، لم ينالا من الهجرة والجهاد والصبر على الأذى في اللّه ما ناله أهل بيته، فأكرمهما اللّه ـ تعالى ـ بالشهادة؛ تكميلًا لكرامتهما، ورفعا لدرجاتهما، وقتله مصيبة عظيمة، واللّه ـ سبحانه ـ قد شرع الاسترجاع عند المصيبة بقوله تعالى‏:‏وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ * الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ * أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
”Dan Al-Husain radliyallaahu ’anhu telah dimuliakan oleh Allah ta’ala dengan mati syahid pada hari (’Asyuraa’) ini. Dengan peristiwa ini, Allah ta’ala juga telah menghinakan pembunuhnya serta orang-orang yang membantu pembunuhan terhadapnya atau orang-orang yang senang dengan pembunuhan itu. Al-Husainradliyallaahu ’anhu memiliki contoh yang baik dari para syuhadaa’ yang mendahuluinya. Sesungguhnya Al-Husain radliyallaahu ’anhu dan saudaranya (yaitu Al-Hasanradliyallaahu ’anhu) merupakan dua orang pemuka dari para pemuda ahli surga. Keduanya merupakan orang-orang yang dibesarkan dalam suasana kejayaan Islam. Mereka berdua tidak sempat mendapatkan keutamaan berhijrah, berjihad, dan bersabar menghadapi beratnya gangguan orang kafir sebagaimana dialami oleh para ahli baitnya yang lain. Karena itu, Allah ta’ala memuliakan keduanya dengan mati syahid sebagai penyempurna bagi kemuliaannya dan sebagai pengangkatan bagi derajatnya agar semakin tinggi. Pembunuhan terhadap Al-Husain radliyallaahu ’anhu merupakan musibah yang besar. Dan Allah ta’ala mensyari’atkan agar hamba-Nya ber-istirja’(mengucapkan innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun) ketika mendapatkan musibah dengan firman-Nya : Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk(QS. Al-Baqarah : 155-157).[19]
Demikianlah biografi Al-Husain bin ’Ali radliyallaahu ’anhuma secara ringkas. Adapun tempat yang selama ini dianggap sebagai kuburan Al-Husain atau kuburan kepala Al-Husain di Syam, di ’Asqalan, di Mesir, atau di tempat lain; maka itu adalah dusta, tidak ada bukti sama sekali. Karena semua ulama dan sejarawan yang dapat dipercaya tidak pernah memberikan kesaksian tentang hal itu. Bahkan, mereka menyebutkan bahwa kepala Al-Husain dibawa ke Madinah dan dikuburkan di sebelah kuburan Al-Hasan.[20]Radliyallaahu ’anhuma wa ’an jamii’ish-shahaabah ajma’iin. Wallaahul-Musta’an.

[Al-Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin, dengan sedikit perubahan dan penambahan oleh Abul-Jauzaa’].



[1]     Lihat Al-Bidaayah wan-Nihaayah (VIII/149).
[2]     Lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (III/282-283).
[3]     Dikatakan oleh pen-tahqiq Siyaru A’laamin-Nubalaa’ bahwa para perawinya adalah para perawi yang dipakai dalam kitab Shahih, kecuali Ar-Rabi’ bin Sa’d, akan tetapi ia tsiqah(terpercaya).
[4]     Lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (III/283).
[5]     Hadits ini hasan, diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dan Al-Imam Ibnu Majah. LihatShahih Sunan At-Tirmidzi, karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah – juz III/539 no. 3775 – Maktabah Al-Ma’arif – Riyadl, cet. I dari terbitan baru, th. 1420 H/2000 M. Dan Shahih Sunan Ibni Majah karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah – juz I/64-65 no. 118/143 – Maktabah Al-Ma’aarif – Riyadl, cet. I dari terbitan baru, th. 1417 H/1997 M.
[6]     Lihat Al-Bidaayah wan-Nihaayah (VIII/150).
[7]     Lihat Siyaru A’-laamin-Nubalaa’ (III/287).
[8]     Lihat Al-Bidaayah wan-Nihaayah (VIII/150).
[9]     Ibid. Lihat pula Shahih Sunan At-Tirmidzi (III/540 no. 3778).
[10]    Ibid.
[11]    Lihat misalnya : Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (III/300 dll.). Meskipun sesungguhnya ’Umar bin Sa’ sangat tidak menyukai tugas ini. Bahkan akhirnya beliau menyesal dan mengatakan :
ما رجع إلى أهله بشر مما رجعت به، أطعت ابن زياد، وعصيت الله، وقطعت الرحم
”Tidak ada seorang pun yang pulang kepada keluarganya dengan membawa suatu keburukan sebagaimana yang aku bawa. Aku menaati ’Ubaidullah bin Ziyaad, tetapi aku telah durhaka kepada Allah ta’ala, dan telah memutuskan silaturahim”. Lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’(III/303).
[12]    Lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (III/287).
[13]    Lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (III/318), Al-Bidaayah wan-Nihaayah (VIII/172), danTahdziibut-Tahdziib (II/356).
[14]    Tahdziibut-Tahdziib (II/356).
[15]    Lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (III/288-289). Pen-tahqiq kitab ini (Muhammad Na’im Al-’Arqasus dan Ma’muun Sharghaji) mengatakan, hadits itu dan yang senada diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Ath-Thabarani, dan lain-lain; sedangkan para perawinya oleh Al-Haitsami dikatakan sebagai para perawi yang tsiqah.
[16]    Lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (III/292). Pen-tahqiq kitab ini (Muhammad Na’im Al-’Arqasus dan Ma’muun Sharghaji) mengatakan, riwayat ini diriwayatkan oleh Ath-Thabarani, sedangkan para perawinya oleh Al-Haitsami dikatakan sebagai para perawi yang dipakai dalam kitab Ash-Shahih.
[17]    Lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (III/292).
[18]    Lihat Majmu’ Al-Fataawaa (XXV/302).
[19]    Lihat Majmu’ Al-Fataawaa (IV/511).
[20]    Lihat Majmu’ Al-Fataawaa (XXVII/465).
COMMENTS
Anonim mengatakan...

assalaamu'alaykum

Ana ada beberapa pertanyaan seputar artikel diatas stadz. Mohon dijawab:

1. Apakah Al-Husain salah dalam ijtihadnya? 
2. Jika Al-Husain salah apakah yang membunuhnya dapat dikatakan berbuat zhalim? lalu dimana letak kezhalimannya?

Ana menanyakan ini murni ingin tahu saja sebab ana mencintai seluruh sahabat Nabi shallallahu'alayhiwasallam dan ana juga meyakini bahwa mereka tidaklah ma'shum. Semoga antum sudi menjawabnya ditengah2 kesibukan antum mengikuti tes di kota Jogja :D
Anonim mengatakan...

Assalamu 'alaikum ust,,

sy ingin brtanya : 
siapakah pembunuh Husain yg sbnarnya? apakah Yazid , Ubaidillah , atau org2 syiah iraq ?
menurut Ibnu Taimiyyah yg mmbunuh itu adalah Ubaidillah , smntara Yazid tdk trlibat atas pmbunuhan trsbt bhkan Yazid tdk ridha atas kmatian Husain dan menangisinya (?),,,

tp dalam Kitab Ruhul Ma’ani karya Al Alusi beliau brkata : bhw Yazid itu Kafir dan para Ulama Ahlus Sunnah membolehkan laknat atasnya , diantaranya imam Ahmad sesuai ayat 22 surah Muhammad 
http://www.youtube.com/watch?v=Ferwak5MSiI&feature=player_embedded

diantara kedua pndapat trsbt mana yg shohih ?

terus kedudukan Yazid itu , apakah ia kafir atau mi'min ?

sy mohon pencerahannya ustadz,,,jazakallahu khairan,,

Mengungkap Dalang Pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘Anhu
November 20, 2013 by alfanarku
Cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhuma  gugur terbunuh di tanah Karbala. Tragis dan mengenaskan. Dan Yazid bin Muawiyah pun jadi tersangka tunggal dalam tragedi ini. Nama Yazid busuk. Bahkan bapaknya Muawiyah radhiyallahu anhu pun tercemar. Laknat sekelompok manusia terus membayangi mereka, terlebih di hari terbunuhnya Husain radhiyallahu anhu, 10 Muharram atau hari Asyura.
Siapa yang tak akan benci dan murka kepada pembunuh cucu tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam?
Namun benarkah Yazid membunuh Husain radhiyallahu anhu? Atau benarkah Yazid memerintahkan supaya Husain radhiyallahu anhu dibunuh di Karbala?
Sejenak, kita kembali ke tahun 61 H tepatnya di Padang Karbala.
PEMBUNUH HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHU TERNYATA ADALAH SYIAH KUFAH
PENGAKUAN PARA PEMBUNUH HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHU
Syiah Kufah telah mengakui bahwa merekalah yang membunuh Husain radhiyallahu anhu.  Pengakuan Syiah pembunuh-pembunuh Husain radhiyallahu anhu ini diabadikan oleh ulama-ulama Syiah yang merupakan rujukan dalam agama mereka seperti Baqir al-Majlisi, Nurullah Syusytari, dan lain-lain di dalam buku mereka masing-masing. Mullah Baqir al-Majlisi, seorang ulama rujukan Syiah menulis,
“Sekumpulan orang-orang Kufah terkejut oleh satu suara ghaib. Maka berkatalah mereka, “Demi Tuhan! Apa yang telah kita lakukan ini tak pernah dilakukan oleh orang lain. Kita telah membunuh “Penghulu Pemuda Ahli Surga” karena Ibnu Ziyad anak haram itu. Di sini mereka mengadakan janji setia di antara sesama mereka untuk memberontak terhadap Ibnu Ziyad tetapi tidak berguna apa-apa.” (Jilaau al-‘Uyun, halaman 430).
Qadhi Nurullah Syusytari pula menulis di dalam bukunya Majalisu al-Mu’minin bahwa setelah  sekian lama (lebih kurang 4 atau 5 tahun) Husain radhiyallahu ‘anhu terbunuh, pemuka orang-orang Syiah mengumpulkan kaumnya dan berkata,
“Kita telah memanggil Husain radhiyallahu anhu dengan memberikan janji akan taat setia kepadanya, kemudian kita berlaku curang dengan membunuhnya. Kesalahan kita sebesar ini tidak akan diampuni kecuali kita berbunuh-bunuhan sesama kita.” Dengan itu berkumpullah sekian banyak orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka membaca ayat (artinya), “Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu.” (QS. Al-Baqarah: 54). Kemudian mereka berbunuh-bunuhan sesama mereka. Inilah golongan yang dikenali dalam sejarah Islam dengan gelar “at-Tawwaabun.”
Sejarah tidak lupa dan tidak akan melupakan peranan Syits bin Rab’i di dalam pembunuhan Husain radhiyallahu anhu di Karbala. Tahukah Anda siapa itu Syits bin Rab’i? Dia adalah seorang Syiah tulen, pernah menjadi duta Ali radhiyallahu anhu di dalam peperangan Shiffin, dan senantiasa bersama Husain radhiyallahu ‘anhu. Dialah juga yang menjemput Husain radhiyallahu anhu ke Kufah untuk mencetuskan pemberontakan terhadap pemerintahan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah dilakukan olehnya?
Sejarah memaparkan bahwa dialah yang mengepalai 4.000 orang bala tentara untuk menentang Husain radhiyallahu anhu, dan dialah orang yang mula-mula turun dari kudanya untuk memenggal kepala Husain radhiyallahu anhu. (Jilaau al-Uyun dan Khulashatu al-Mashaaib, hal. 37).
Masihkah ada orang yang ragu-ragu tentang Syiah-nya Syits bin Rab’i dan tidakkah orang yang menceritakan perkara ini ialah Mullah Baqir al-Majlisi, seorang tokoh Syiah terkenal? Secara tidak langsung hal ini berarti pengakuan dari pihak Syiah sendiri tentang pembunuhan itu.
Lihatlah pula kepada Qais bin Asy’ats, ipar Husain radhiyallahu anhu, yang tidak diragukan tentang Syiahnya tetapi apa kata sejarah tentangnya? Bukankah sejarah menjelaskan kepada kita bahwa itulah orang yang merampas selimut Husain radhiyallahu anhu dari tubuhnya selepas pertempuran? (Khulashatu Al Mashaaib, halaman 192).
KESAKSIAN AHLUL BAIT YANG SELAMAT DALAM TRAGEDI KARBALA
Pernyataan saksi-saksi yang turut serta di dalam rombongan Husain sebagai saksi-saksi hidup di Karbala, yang terus hidup selepas peristiwa ini, juga membenarkan bahwa Syiahlah pembunuh Husain dan Ahlul Bait. Termasuk pernyataan Husain radhiyallahu anhu sendiri yang sempat direkam oleh sejarah sebelum beliau terbunuh. Husain radhiyallahu anhu berkata dengan menujukan kata-katanya kepada orang- orang Syiah Kufah yang saat itu tengah siaga bertempur melawan beliau,
“Wahai orang-orang yang curang, zalim, dan pengkhianat! Kamu telah menjemput kami untuk membela kamu di waktu kesempitan, tetapi ketika kami datang untuk memimpin dan membela kamu dengan menaruh kepercayaan kepadamu, maka sekarang kamu justru menghunuskan pedang dendammu kepada kami dan kamu membantu musuh-musuh di dalam menentang kami.” (Jilaau al-Uyun, halaman 391).
Beliau juga berkata kepada Syiahnya, “Binasalah kamu! Bagaimana mungkin kamu menghunuskan pedang dendammu dari sarung-sarungnya tanpa adanya permusuhan dan perselisihan yang ada di antara kamu dengan kami? Mengapa kamu akan membunuh Ahlul Bait tanpa adanya sebab?” (Jilaau al-Uyun, halaman 391).
Ali Zainal Abidin putra Husain radhiyallahu anhu yang turut serta di dalam rombongan ke Kufah dan terus hidup selepas terjadinya peristiwa itu, juga berkata kepada orang-orang Kufah lelaki dan perempuan yang meratap dengan mengoyak-ngoyak baju mereka sambil menangis, dalam keadaan sakit beliau dengan suara yang lemah berkata kepada mereka,
“Mereka ini menangisi kami. Bukankah tidak ada orang lain yang membunuh kami selain mereka?” (Al-Ihtijajkarya At Thabarsi, halaman 156).
Pada halaman berikutnya Thabarsi, seorang ulama Syiah terkenal menukilkan kata-kata Imam Ali Zainal Abidin kepada orang-orang Kufah. Kata beliau, “Wahai manusia (orang-orang Kufah)! Dengan nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kepada kamu, ceritakanlah! Tidakkah kamu sadar bahwa kamu mengirimkan surat kepada ayahku (mengundangnya datang), kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu.”
LAKNAT DAN KUTUKAN AHLUL BAIT ATAS SYIAH-NYA
Husain radhiyallahu anhu mendoakan keburukan untuk golongan Syiah yang sedang berhadapan untuk bertempur dengan beliau, “Ya Allah! Tahanlah keberkatan bumi dari mereka dan cerai-beraikanlah mereka. Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci mereka karena mereka menjemput kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang mereka menghunuskan pedang dendam terhadap kami.” (Jilaau Al Uyun, halaman 391).
Ternyata, nasib Syiah yang sentiasa diuber-uber di beberapa daerah dan negara-negara Islam di sepanjang sejarah membuktikan terkabulnya kutukan dan laknat Sayyidina Husain di medan Karbala atas Syiah.
Beliau juga berdoa, “Binasalah kamu! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di akhirat… Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang-pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila kamu mati, kelak sudah tersedia adzab Tuhan untukmu  di akhirat. Kamu akan menerima azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya.” (Mullah Baqir Majlisi – Jilaau Al Uyun, halaman 409).
Peringatan hari Asyura pada tanggal 10 Muharram oleh orang-orang Syiah, di mana mereka menyiksa badan dengan memukuli tubuh mereka dengan rantai, pisau, dan pedang sebagai bentuk berkabung yang dilakukan oleh golongan Syiah, sehingga mengalir darah dari tubuh mereka sendiri juga merupakan bukti diterimanya doa Husain radhiyallahu anhu. Upacara ini dengan jelas dapat dilihat hingga sekarang di dalam masyarakat Syiah.
Zainab, saudara perempuan Husain radhiyallahu anhu yang terus hidup selepas peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya, “Wahai orang-orang Kufah yang khianat, penipu! Kenapa kamu menangisi kami sedangkan air mata kami belum kering karena kezalimanmu itu. Keluhan kami belum terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti perempuan yang memintal benang kemudian diuraikannya kembali. Kamu juga telah mengurai ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran… Adakah kamu meratapi kami, padahal kamu sendirilah yang membunuh kami? Sekarang kamu pula menangisi kami. Demi Allah! Kamu akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Kamu telah membeli keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tumpukan kehinaan ini sama sekali tidak akan hilang walau dibasuh dengan air apapun.” (Jilaau Al  Uyun, halaman 424).
Kutukan dan laknat ini pun dapat kita saksikan saat ini. Syiah yang terus memperingati tragedi Karbala setiap 10 Muharram (Asyura) menjadikan hari tersebut sebagai hari berkabung. Mereka membacakan kisah terbunuhnya Husain, syair-syair sedih tentang kematian Husain, lalu mereka menangis, meratap pilu, dan seterusnya.
Adapun di kalangan Ahlus Sunnah (Sunni) yang dituduh Syiah membenci Ahlul Bait, tidak pernah terjadi upacara yang seperti ini yang menunjukkan bahwa laknat dan kutukan Husain beserta ahlul baitnya tidak menyentuh mereka. Sebaliknya, justru Syiah yang mengaku-ngaku sebagai pecinta Ahlul Baitlah yang terkena kutukan-kutukan ini. Maka dengan itu jelaslah bahwa Syiahlah golongan yang bertanggungjawab membunuh Husain radhiyallahu anhu.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kaum muslimin dan bangsa ini dari tipu daya mereka. &
Sumber: Buletin al-Fikrah, edisi 02 tahun ke-15/11 Muharram 1435H/15 November 2013 M

Peristiwa Karbala Dalam Pandangan Ahlussunnah Wal Jama’ah
28 Desember 2009

Oleh: Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
URGENSI SANAD
Syaikhul IslamIbnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan dalam kitab Aqidah al-Wasithiyyah :
“Ahlussunnah menahan lidah dari permasalahan atau pertikaian yang terjadi diantara para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Dan mereka juga mengatakan: “Sesungguhnya riwayat-riwayat yang dibawakan dan sampai kepada kita tentang keburukan-keburukan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum (pertikaian atau peperangan) ada yang dusta dan ada juga yang ditambah, dikurangi dan dirubah dari aslinya (serta ada pula yang shahih-pen). Riwayat yang shahih. menyatakan, bahwa para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum ini ma’dzûrûn (orang-orang yang diberi udzur). Baik dikatakan karena mereka itu para mujtahid yang melakukan ijtihad dengan benar ataupun juga para mujtahid yang ijtihadnya keliru.”[1]
Ahlussunah wal Jama’ah memposisikan riwayat-riwayat ini. Ketiga riwayat ini bertebaran dalam kitab-kitab tarikh (sejarah). Dan ini mencakup semua kejadian dalam sejarah Islam, termasuk kisah pembunuhan Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma di Karbala. Sebagian besar riwayat tentang peristiwa menyedihkan ini adalah kebohongan belaka. Sebagian lagi dhaif dan ada juga yang shahih. Riwayat yang dinyatakan shahih oleh para ulama ahli hadits yang bersesuaian dengan kaidah ilmiah dalam ilmu hadits, inilah yang wajib dijadikan pedoman dalam mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Dari sini, kita dapat memahami betapa sanad itu sangat penting untuk membungkam para pendusta dan membongkar niat busuk mereka.
Sufyan ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, “Sanad itu senjata kaum muslimin, jika dia tidak memiliki senjata lalu apa yang dia pergunakan dalam berperang” Perkataan ini diriwayatkan oleh al-Hâkim dalam kitab al-Madkhal.
‘Abdullah bin Mubârak rahimahullah mengatakan, “Sanad ini termasuk bagian dari agama. kalau tidak ada isnad, maka siapapun bisa berbicara semaunya.” Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab Shahih beliau rahimahullah.
Di tempat yang sama, Imam Muslim raimahullah juga membawakan perkataan Ibnu Sîrin, “Dahulu, mereka tidak pernah bertanya tentang sanad. Ketika fitnah mulai banyak, mereka mengatakan, “Sebutkanlah nama orang-orangmu yang meriwayatkannya” !
KRONOLOGI TERBUNUHNYA HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHUMA
Berkait dengan peristiwa Karbala, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,
“Orang-orang yang meriwayatkan pertikaian Husain Radhiyallahu ‘anhu telah memberikan tambahan dusta yang sangat banyak, sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada peristiwa pembunuhan terhadap ‘Utsman Radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana mereka juga memberikan tambahan cerita (dusta) pada peristiwa-peristiwa yang ingin mereka besar-besarkan, seperti dalam riwayat mengenai peperangan, kemenangan dan lain sebagainya. Para penulis tentang berita pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhu, ada diantara mereka yang merupakan ahli ilmu (ulama) seperti al-Baghawi rahimahullah dan Ibnu Abi Dun-ya dan lain sebagainya. Namun demikian, diantara riwayat yang mereka bawakan ada yang terputus sanadnya. Sedangkan yang membawakan cerita tentang peristiwa ini dengan tanpa sanad, kedustaannya sangat banyak”[2]
Oleh karenanya, dalam pembahasan tentang peristiwa ini perlu diperhatikan sanadnya.
RIWAYAT SHAHIH TENTANG PERISTIWA KARBALA
Riwayat yang paling shahih ini dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, no, 3748 :
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنِي حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ فَجُعِلَ فِي طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِي حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوبًا بِالْوَسْمَةِ
“Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrâhîm, dia mengatakan : aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarîr dari Muhammad dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan : Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada ‘Ubaidullah bin Ziyâd[3]. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu ‘Ubaidullah bin Ziyâd menusuk-nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Diantara Ahlul bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Saat itu, Husain Radhiyallahu ‘anhu disemir rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam)”

Kisahnya, Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma tinggal di Mekah bersama beberapa Shahabat, seperti Ibnu ‘Abbâs dan Ibnu Zubair Radhiyallahu ‘anhuma. Ketika Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia pada tahun 60 H, anak beliau Yazîd bin Muâwiyah menggantikannya sebagai imam kaum muslimin atau khalifah. Saat itu, penduduk Irak yang didominasi oleh pengikut ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu menulis surat kepada Husain Radhiyallahu ‘anhuma meminta beliau Radhiyallahu ‘anhuma pindah ke Irak. Mereka berjanji akan membai’at Husain Radhiyallahu ‘anhuma sebagai khalifah karena mereka tidak menginginkan Yazîd bin Muâwiyah menduduki jabatan Khalifah. Tidak cukup dengan surat, mereka terkadang mendatangi Husain Radhiyallahu ‘anhuma di Mekah mengajak beliau Radhiyallahu ‘anhu berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para Sahabat seperti Ibnu Abbâs Radhiyallahu ‘anhuma kerap kali menasehati Husain Radhiyallahu ‘anhuma agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah Husain Radhiyallahu ‘anhuma, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, dibunuh di Kufah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu khawatir mereka membunuh Husain juga disana. Husain Radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Saya sudah melakukan istikharah dan akan berangkat kesana”.
.
Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau Radhiyallahu ‘anhuma mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya Muslim bin ‘Aqil yang telah dibunuh di sana.
Akhirnya, berangkatlah Husain Radhiyallahu ‘anhuma bersama keluarga menuju Kufah.
Sementara di pihak yang lain, ‘Ubaidullah bi n Ziyâd diutus oleh Yazid bin Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, ‘Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan Husain Radhiyallahu ‘anhuma bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang membujuk Husain Radhiyallahu ‘anhuma, dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri meninggalkan Husain c dan keluarganya berhadapan dengan pasukan Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain Radhiyallahu ‘anhuma sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa kehadapan ‘Ubaidullah bin Ziyâd dan kepala itu diletakkan di bejana.
Lalu ‘Ubaidullah yang durhaka[4] ini kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain, padahal di situ ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu ‘anhum. Anas Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mulut itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan, “Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal.”
Dalam riwayat at- Tirmidzi dan Ibnu Hibbân dari Hafshah binti Sirîn dari Anas Radhiyallahu ‘anhu dinyatakan :
فَجَعَلَ يَقُوْلُ بِقَضِيْبٍ لَهُ فِي أَنْفِهِ
“Lalu ‘Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain Radhiyallahu ‘anhu”.
Dalam riwayat ath-Thabrâni rahimahullah dari hadits Zaid bin Arqam Radhiyallahu ‘anhu :
فَجَعَلَ قَضِيْبًا فِي يَدِهِ فِي عَيْنِهِ وَأَنْفِهِ فَقُلْتُ ارْفَعْ قَضِيْبَكَ فَقَدْ رَأَيْتُ فَمَّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوْضِعِهِ
“Lalu dia mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan hidung Husain Radhiyallahu ‘anhu. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan, “Angkat pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut Rasulullah (mencium) tempat itu”.
Demkian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu :
فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَلْثِمُ حَيْثُ تَضَعُ قَضِيْبَكَ , قَالَ : ” فَانْقَبَضَ
Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau menaruh pedangmu itu.” Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya.
Demikianlah kejadiannya, setelah Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh, kepala beliau Radhiyallahu ‘anha dipenggal dan ditaruh di bejana. Dan mata, hidung dan gigi beliau Radhiyallahu ‘anhu ditusuk-tusuk dengan pedang. Para Sahabat Radhiyallahu anhum yang menyaksikan hal ini meminta kepada ‘Ubaidullah orang durhaka ini, agar menyingkirkan pedang itu, karena mulut Rasulullah pernah menempel tempat itu. Alangkah tinggi rasa hormat mereka kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan alangkah sedih hati mereka menyaksikan cucu Rasulullah Shallallahu ‘aiahi wa sallam, orang kesayangan beliau n dihinakan di depan mata mereka.
Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini yang menyatakan bahwa kepala Husain Radhiyallahu ‘anhuma diarak sampai diletakkan di depan Yazid rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain Radhiyallahu ‘anhuma dikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid t saat itu sedang berada di Syam, sementara kejadian memilukan ini berlangsung di Irak.
Syaikhul Islam Taimiyyah rahimahullah mengatakan,
“Dalam riwayat dengan sanad yang majhul dinyatakan bahwa peristiwa penusukan ini terjadi di hadapan Yazid, kepala Husain Radhiyallahu ‘anhuma dibawa kehadapannya dan dialah yang menusuk-nusuknya gigi Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Disamping dalam cerita (dusta) ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa cerita ini bohong, maka (untuk diketahui juga-red) para Sahabat yang menyaksikan peristiwa penusukan ini tidak berada di Syam, akan tetapi di negeri Irak. Justru sebaliknya, riwayat yang dibawakan oleh beberapa orang menyebutkan bahwa Yazid tidak memerintahkan ‘Ubaidullah untuk membunuh Husain.”[5]
Yazid rahimahullah sangat menyesalkan terjadinya peristiwa menyedihkan itu. Karena Mu’awiyah berpesan agar berbuat baik kepada kerabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, saat mendengar kabar bahwa Husain dibunuh, mereka sekeluarga menangis dan melaknat ‘Ubaidullah. Hanya saja dia tidak menghukum dan mengqisas ‘Ubaidullah, sebagai wujud pembelaan terhadap Husain secara tegas.[6]
Jadi memang benar, Husain Radhiyallahu ‘anhuma dibunuh dan kepalanya dipotong, tapi cerita tentang kepalanya diarak, wanita-wanita dinaikkan kendaraan tanpa pelana dan dirampas, semuanya dhaif (lemah). Alangkah banyak riwayat dhaif serta dusta seputar kejadian menyedihkan ini sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di atas.
Kemudian juga, kisah pertumpahan darah yang terjadi di Karbala ditulis dan diberi tambahan-tambahan dusta. Tambahan-tambahan dusta ini bertujuan untuk menimbulkan dan memunculkan fitnah perpecahan di tengah kaum muslimin. Sebagian dari kisah-kisah dusta itu bisa kita dapatkan dalam kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Minhâjus Sunnah IV/517 dan 554, 556 :

- Ketika Hari pembunuhan terhadap Husain, langit menurunkan hujan darah lalu menempel di pakaian dan tidak pernah hilang dan langit nampak berwarna merah yang tidak pernah terlihat sebelum itu.
- Tidak diangkat sebuah batu melainkan di bawahnya terdapat darah penyembelihan Husain Radhiyallahu ‘anhuma.
- Kemudian mereka juga menisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah perkataan yang berbunyi :
هَؤُلَاءِ وَدِيْعَتِيْ عِنْدَكُمْ
Mereka ini adalah titipanku pada kalian, kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat :
“Katakanlah:”Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan” [asy Syûrâ/42:23]
Riwayat ini dibantah oleh para ulama diantaranya Ibnu Taimiyyah rahimahullah dengan mengatakan, “Apa masuk di akal, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menitipkan kepada makhluk padahal Allah Azza wa Jalla tempat penitip yang terbaik. Sedangkan ayat di atas yang mereka anggap diturunkan Allah Azza wa Jalla berkenaan dengan peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhuma, maka ini juga merupakan satu bentuk kebohongan. Karena ayat ini terdapat dalam surat as-Syûrâ dan surat ini Makkiyah. Allah Azza wa Jalla menurunkan surat ini sebelum Ali Radhiyallahu ‘anhu dan Fathimah Radhiyallahu anha menikah.
HUSAIN RADHIYALLAHU ‘ANHUMA TERBUNUH SEBAGAI ORANG YANG TERZHALIMI DAN MATI SYAHID
Ini merupakan keyakinan Ahlussunnah. Pendapat ini berada diantara dua pendapat yang saling berlawanan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan,
“Tidak disangsikan lagi bahwa Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan syahid. Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma merupakan tindakan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari para pelaku pembunuhan dan orang-orang yang membantu pembunuhan ini. Di sisi lain, merupakan musibah yang menimpa kaum muslimin, keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya. Husain Radhiyallahu ‘anhuma berhak mendapatkan gelar syahid, kedudukan dan derajat ditinggikan”.[7]
Kemudian, di halaman yang sama, Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma tidak lebih besar daripada pembunuhan terhadap para rasul. Allah Azza wa Jalla telah memberitahukan bahwa bani Israil telah membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Pembunuhan terhadap para nabi itu lebih besar dosanya dan merupakan musibah yang lebih dahsyat. Begitu pula pembunuhan terhadap ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu (bapak Husain Radhiyallahu ‘anhuma) lebih besar dosa dan musibahnya, termasuk pembunuhan terhadap ‘Utsman juga Radhiyallahu ‘anhu.
Ini merupakan bantahan telak bagi kaum Syi’ah yang meratapi kematian Husain Radhiyallahu ‘anhuma, namun, tidak meratapi kematian para nabi . Padahal pembunuhan yang dilakukan oleh bani Israil terhadap para nabi tanpa alasan yang benar lebih besar dosa dan musibahnya. Ini juga menunjukkan bahwa mereka bersikap ghuluw (melampau batas) kepada Husain Radhiyallahu ‘anhu.
Sikap ghuluw ini mendorong mereka membuat berbagai hadits palsu. Misalnya, riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, pembunuh Husain Radhiyallahu ‘anhu akan berada di tabut (peti yang terbuat dari api), dia mendapatkan siksa setengah siksa penghuni neraka, kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai dari api neraka, ditelungkupkan sampai masuk ke dasar neraka dan dalam keadaan berbau busuk, penduduk neraka berlindung dari bau busuk yang keluar dari orang tersebut dan dia kekal di dalamnya.
Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah rahimahullah mengomentari riwayat ini dengan mengatakan, “Hadits ini termasuk di antara riwayat yang berasal dari para pendusta”.
MENYIKAPI PERISTIWA KARBALA
Menyikapi peristiwa wafatnya Husain Radhiyallahu ‘anhuma, umat manusia terbagi menjadi tiga golongan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, “Dalam menyikapi peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhuma, manusia terbagi menjadi tiga : dua golongan yang ekstrim dan satu berada di tengah-tengah.
Golongan Pertama : Mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma itu merupakan tindakan benar. Karena Husain Radhiyallahu ‘anhuma ingin memecah belah kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيْدُ أَنْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوْهُ
“Jika ada orang yang mendatangi kalian dalam keadaan urusan kalian berada dalam satu pemimpin lalu pendatang hendak memecah belah jama’ah kalian, maka bunuhlah dia” [8]
Kelompok pertama ini mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu ‘anhuma datang saat urusan kaum muslimin berada di bawah satu pemimpin (yaitu Yazid bin Muawiyah) dan Husain Radhiyallahu ‘anhuma hendak memecah belah umat.
Sebagian lagi mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu ‘anhuma merupakan orang pertama yang memberontak kepada penguasa.. Kelompok ini melampaui batas, sampai berani menghinakan Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Inilah kelompok ‘Ubaidullah bin Ziyâd, Hajjâj bin Yusûf dan lain-lain. Sedangkan Yazid bin Muâwiyah rahimahullah tidak seperti itu. Meskipun tidak menghukum ‘Ubaidullah, namun ia tidak menghendaki pembunuhan ini.
Golongan Kedua : Mereka mengatakan Husain Radhiyallahu ‘anhu adalah imam yang wajib ditaati; tidak boleh menjalankan suatu perintah kecuali dengan perintahnya; tidak boleh melakukan shalat jama’ah kecuali di belakangnya atau orang yang ditunjuknya, baik shalat lima waktu ataupun shalat Jum’at dan tidak boleh berjihad melawan musuh kecuali dengan idzinnya dan lain sebagainya. [9]
Kelompok pertama dan kedua ini berkumpul di Irak. Hajjâj bin Yûsuf adalah pemimpin golongan pertama. Ia sangat benci kepada Husain Radhiyallahu ‘anhuma dan merupakan sosok yang zhalim. Sementara kelompok kedua dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi ‘Ubaid yang mengaku mendapat wahyu dan sangat fanatik dengan Husain Radhiyallahu ‘anuhma. Orang inilah yang memerintahkan pasukannya agar menyerang dan membunuh ‘Ubaidullah bin Ziyad dan memenggal kepalanya.
Golongan Ketiga : Yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah yang tidak sejalan dengan pendapat golongan pertama, juga tidak dengan pendapat golongan kedua. Mereka mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid. Inilah keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah, yang selalu berada di tengah antara dua kelompok.
Ahlussunnah mengatakan Husain Radhiyallahu ‘anhuma bukanlah pemberontak. Sebab, kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak. Seandainya mau memberontak, beliau Radhiyallahu ‘anhuma bisa mengerahkan penduduk Mekah dan sekitarnya yang sangat menghormati dan menghargai beliau Radhiyallahu ‘anhuma. Karena, saat beliau Radhiyallahu ‘anhuma di Mekah, kewibaannya mengalahkan wibawa para Sahabat lain yang masih hidup pada masa itu di Mekkah. Beliau Radhiyallahu ‘anhuma seorang alim dan ahli ibadah. Para Sahabat sangat mencintai dan menghormatinya. Karena beliaulah Ahli Bait yang paling besar.
Jadi Husain Radhiyallahu ‘anhuma sama sekali bukan pemberontak. Oleh karena itu, ketika dalam perjalanannya menuju Irak dan mendengar sepupunya Muslim bin ‘Aqîl dibunuh di Irak, beliau Radhiyallahu ‘anhuma berniat untuk kembali ke Mekkah. Akan tetapi, beliau Radhiyallahu ‘anhuma ditahan dan dipaksa oleh penduduk Irak untuk berhadapan dengan pasukan ‘Ubaidullah bin Ziyâd. Akhirnya, beliau Radhiyallahu ‘anhuma tewas terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid.
SETAN MENYEBARKAN BID’AH
Syaikhul Islam mengatakan[10], “Dengan sebab kematian Husain Radhiyallahu ‘anhuma, setan memunculkan dua bid’ah di tengah manusia.
Pertama : Bid’ah kesedihan dan ratapan para hari Asyûra(di negeri kita ini, acara bid’ah ini sudah mulai diadakan-pen) seperi menampar-nampar, berteriak, merobek-robek, sampai-sampai mencaci maki dan melaknat generasi Salaf, memasukkan orang-orang yang tidak berdosa ke dalam golongan orang yang berdosa. (Para Sahabat seperti Abu Bakar dan Umar dimasukkan, padahal mereka tidak tahu apa-apa dan tidak memiliki andil dosa sedikit pun. Pihak yang berdosa adalah yang terlibat langsung kala itu). Mereka sampai mereka berani mencaci Sâbiqûnal awwalûn. Kemudian riwayat-riwayat tentang Husain Radhiyallahu ‘anhuma dibacakan yang kebanyakan merupakan kebohongan. Karena tujuan mereka adalah membuka pintu fitnah (perpecahan) di tengah umat.
Kemudian Syaikhul Islam rahimahullah juga mengatakan , “Di Kufah, saat itu terdapat kaum yang senantiasa membela Husain Radhiyallahu ‘anhuma yang dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi ‘Ubaid al-Kadzdzâb (karena dia mengaku mendapatkan wahyu-pen). Di Kufah juga terdapat satu kaum yang membenci ‘Ali dan keturunan beliau Radhiyallahu ‘anhum. Di antara kelompok ini adalah Hajjâj bin Yûsuf ats-Tsaqafi. Dalam sebuah hadits shahîh dijelaskan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
سَيَكُوْنُ فِي ثَقِيْفٍ كَذَّابٌ وَمُبِيْرٌ
“Akan ada di suku Tsaqif seorang pendusta dan perusak”
Orang Syi’ah yang bernama Mukhtâr bin Abi ‘Ubaid itulah sang pendusta . Sedangkan sang perusak adalah al-Hajjaj. Yang pertama membuat bid’ah kesedihan, sementara yang kedua membuat bid’ah kesenangan. Kelompok kedua ini pun meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa barangsiapa melebihkan nafkah keluarganya pada hari ‘Asyûra, maka Allah Azza wa Jalla melonggarkan rezekinya selama setahun itu.”
Juga hadits, “barangsiapa memakai celak pada hari ‘Asyûra, maka tidak akan mengalami sakit mata pada tahun itu dan lain sebagainya.
Kedua : Bida’ah yang kedua adalah bid’ah kesenangan pada hari Asyura : Karena itu, para khatib yang sering membawakan riwayat ini – karena ketidaktahuannya tentang ilmu riwayat atau sejarah – , sebenarnya secara tidak langsung, masuk ke dalam kelompok al-Hajjâj, kelompok yang sangat membenci Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Padahal wajib bagi kita meyakini bahwa Husain Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid. Dan wajib bagi kita mencintai Sahabat yang mulia ini dengan tanpa melampaui batas dan tanpa mengurangi haknya, tidak mengatakan Husain c seorang imam yang ma’sum (terbebas dari semua kesalahan), tidak pula mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain c itu adalah tindakan yang benar. Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhuma adalah tindakan maksiat kepada Allah dan RasulNya.
Itulah sekilas mengenai beberapa permasalahan yang berhubungan dengan peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhuma. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan. Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menghindarkan kita semua dari berbagai fitnah yang disebarkan oleh setan dan para tentaranya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Syarhu al’Aqidah al-Wâsithiyyah Syaikh Sholeh al-Fauzan hal.198,
[2]. Minhâjus Sunnah (IV/556)
[3]. Komandan pasukan yang memerangi Husain, pada tahun 60-61 H di Irak di sebuah daerah yang bernama Karbala
[4]. Ia disebut orang durhaka, karena dia tidak diperintah untuk membunuh Husain Radhiyallahu ‘anhuma, namun melakukannya.
[5]. Minhâjus Sunnah (IV/557)
[6]. Lihat Minhâjus Sunnah (V/557-558)
[7]. Minhâjus Sunnah (IV/550)
[8]. HR. Muslim, kitabul Imârah
[9]. Minhâjus Sunnah (IV/553)
[10]. IV/554
Sumber: almanhaj.or.id
Artikel Lainnya:
Berbagi dengan yang lain via:
4 Komentar (+add yours?)

Tarbiyatul banin
Des 28, 2009 @ 13:04:45
iya sobb emnag anehn tu perayaann

sidik
Jan 01, 2010 @ 00:57:54

Assalamu’alaikum
dimana yah ana bisa membeli buku tentang sahabat Nabi, Namanya dan riwayat hidupnya dan para ulama salaf pada zamannya?

Nov 15, 2010 @ 08:36:49

@sidik
Wa’alaykumsalam.
Silahkan kunjungi toko online kami, Rumaisha

Nov 17, 2010 @ 07:03:16
Untuk mendapatkan VCD Peristiwa Karbala (ceramah Ust, Abdul Hakim) bisa berkunjung ke situs kamihttp://rumaisha.com/vcd-ceramah/218-vcd-peristiwa-karbala.html