Sunday, August 17, 2014

Ali bin Abi Thalib Menamai Sebagian Anak-Anaknya dengan Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman

http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/12/ali-bin-abi-thalib-menamai-sebagian.html
Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 08.37 
Label: Syi'ah

Artikel lain :


Termasuk hal yang paling aneh dan menggelikan yang ada pada diri kaum Syi’ah – karena kelewat bencinya mereka terhadap tiga Khulafaur-Rasyidin sebelum ‘Ali (yaitu Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman) radliyallaahu ‘anhum – adalah mengharamkan menamai anak-anak mereka dengan Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman. Jangan harap kita bisa bertemu dengan orang Syi’ah asli dengan menggunakan tiga nama itu. Tapi sungguh sangat menakjubkan bagi kita bahwa ’Ali bin Abi Thalibradliyallaahu ’anhu, yang mereka anggap sebagai tokoh sentral dalam teologi Syi’ah, ternyata menamai sebagian anak-anaknya dengan nama tiga orang shahabat tersebut. Tentu saja, anak-anak ini adalah anak-anak yang lahir bukan dari rahim Fathimah bin Rasulillah shallallaahu ’alaihi wasallam. Akan tetapi dilahirkan dari rahim istri beliau yang lain sepeninggal Fathimah radliyallaahu ’anhaa. Akan saya sebutkan nama anak-anak ’Ali bin Abi Thalib tersebut, diantaranya :

1.    ’Abbaas bin ’Ali bin Abi Thaalib, ’Abdullah bin ’Ali, Ja’far bin ’Ali bin Abi Thaalib, dan’Utsmaan bin ’Ali bin Abi Thaalib.
Ibu mereka bernama : Ummul-Baniin binti Hizaam bin Daarim.[1]
2.    ’Ubaidullah bin ’Ali bin Abi Thaalib dan Abu Bakr bin ’Ali bin Abi Thaalib.
Ibu mereka bernama : Lailaa binti Mas’uud  Ad-Daarimiyyah.[2]
3.    Yahya bin ’Ali bin Abi Thaalib, Muhammad Al-Ashghar bin ’Ali bin Abi Thaalib, dan ’Aun bin ’Ali bin Abi Thaalib.
Ibu mereka adalah : Asmaa’ binti ’Umais.[3]
4.    Ruqayyah binti ’Ali bin Abi Thaalib dan ’Umar bin ’Ali bin Abi Thaalib – dimana ia meninggal pada usia tigapuluh lima tahun.
Ibu mereka adalah : Ummu Hubaib binti Rabii’ah.[4]
5.    Ummul-Hasan binti ’Ali bin Abi Thaalib dan Ramlah Al-Kubraa binti ’Ali bin Abi Thaalib.
Ibu mereka adalah : Ummu Mas’uud binti ’Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafiy.[5]
Jika memang ’Ali bin Abi Thalib itu benci terhadap Abu Bakr, ’Umar, dan ’Utsmanradliyallaahu ’anhum ajma’in; niscaya beliau tidak akan menamai anak-anak beliau dengan nama-nama mereka. Namun kenyataan adalah sebaliknya, sebagaimana di atas. Tidak ada rasa permusuhan dan kebencian dari ’Ali bin Abi Thaalib terhadap para Khulafaur-Rasyidin sebelumnya. Satu contoh saja, mari kita tengok perkataan ’Ali bin Abi Thaalib terhadap ’Umar bin Al-Khaththab sebagaimana terekam dalam kitabmu’tamad mereka, Nahjul-Balaaghah :
لله بلاء عمر، فقد أخمد الفتنة وأقام السنة، ذهب نقي الثوب، قليل العيب، أصاب خيرها وسبق شرها، أدى إلى الله طاعته
”Allah telah memberikan cobaan kepada ’Umar. Sungguh ia telah memadamkan fitnah dan menegakkan sunnah. Ia pelihara kesucian dirinya dan sedikit aibnya. Ia telah mendapatkan kebaikan dari dirinya dan mengalahkan kejelekan (hawa nafsunya). Ia telah tunaikan ketaatan kepada Allah”.[6]
Sungguh, ini merupakan pujian yang jujur yang enggan diikuti oleh kaum Syi’ah.
Finally, tengoklah pula pujian ’Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ’anhu kepada para shahabat secara umum yang telah dikafirkan [7] oleh kaum Syiah :
لقد رأيت أصحاب محمّد صلّى اللّه عليه و آله ، فما أرى أحدا منكم يشبههم لقد كانوا يصبحون شعثا غبرا ، و قد باتوا سجّدا و قياما ، يراوحون بين جباههم و خدودهم ، و يقفون على مثل الجمر من ذكر معادهم كأنّ بين أعينهم ركب المعزى ، من طول سجودهم إذا ذكر اللّه هملت أعينهم حتّى تبلّ جيوبهم ، و مادوا كما يميد الشّجر يوم الرّيح العاصف ، خوفا من العقاب ، و رجاء للثّواب
” Sungguh aku telah melihat shahabat-shahabat Muhammad shallallaahu ’alaihi waaalihi. Maka, tidaklah aku melihat seorangpun yang menyerupai mereka (dalam hal ketaatan dan keimanan). Di waktu pagi hari mereka kusut berdebu (karena bekerja keras), dan di malam hari mereka sujud dan berdiri (menghadap Allah), dengan bergantian antara dahi dan pipi mereka. Mereka berdiri seakan-akan di atas bara api karena ingat tempat kembali mereka (yaitu kampung akhirat). Antara dua mata mereka (ada bekas) seperti lutut kambing karena lamanya sujud mereka. Apabila disebut nama Allah, meneteslah air mata mereka sehingga membasahi dada mereka. Hati mereka goncang seperti goncangnya pohon yang diterpa angin keras karena takut akan siksaan Allah dan mengharap pahala-Nya”.[8]
Itulah Syi’ah yang berbeda dengan ’Ali bin Abi Thaalib radliyallaahu ’anhu. ’Ali bin Abi Thaalib berlepas diri dari Syi’ah dan Syi’ah pun berlepas diri dari beliau. Klaim cinta kepada Ahlul-Bait adalah klaim cinta yang dibangun atas dasar kedustaan dan igauan. Semoga Allah membalas tipu daya mereka terhadap Islam serta kaum muslimin, dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.
Allaahul-Musta’aan.
Ciomas Permai, 14-12-2008, 00:38 WIB.

Tulisan singkat ini diambil oleh Abul-Jauzaa’ dari kitab :
1.    [أسئلة قادت...شباب الشيعة إلى الحق] karya Sulaiman bin Shaalih Al-Khuraasyi, Cet. Thn. 1427 H – Pesan sponsor : Kitab ini sangat menarik bagi mereka yang beragama Syi’ah. Sangat disarankan untuk membacanya dengan segera !!
2.    [مهذّب:  الشيعة والتصحيح، الصراع بين الشيعة والتّشيّع] karya Dr. Musa Al-Musawiy; tahdzib : Asy-Syaikh Sa’d bin ’Abdirrahman Al-Hushain.




[1] Kasyful-Ghummah fii Ma’rifatil-Aimmah.
[2] Idem, Al-Irsyaad hal. 167, dan Mu’jamul-Khuu’iy 21/66.
[3] Idem.
[4] Idem, Al-Irsyaad hal. 167, dan Mu’jamul-Khuu’iy 13/45.
[5] Kasyful-Ghummah fii Ma’rifatil-Aimmah oleh ‘Ali Al-Arbiliy 2/66. Silakan lihat nama maraji’Syi’ah yang menetapkan nama anak-anak ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu tersebut, yaitu pada kitab Al-Imaamah wan-Nash oleh Al-Ustadz Faishal Nuur hal. 683-686.
[6] Nahjul-Balaaghah 2/222.
[7] Kecuali hanya beberapa gelintir shahabat saja yang tidak dikafirkan.
[8] Nahjul-Balaaghah 2/19.
COMMENTS
Abu Nashir mengatakan...
assalamualaikum akh.
blognya kok gak di ganti templatenya. ana lohat2 dari content blog antum lebih baik di ganti templatenya, kalau antum butu bantuan. ana siap bantu. hubungi ana di www.akhmukhtar.blogspot.com. di bagian buku tamu, insya Allah ana siap melayani antum, barakakllahufiikum
Abu Nashir as Salafy
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Pernah diganti templete-nya, tapi kemudian formatnya jadi kacau. Saya harus setting setiap postingan dari awal.
Pengetahuan saya tentang bahasa html memang tidak begitu dalam, sehingga untuk olah templete-pun sangat terbatas. Jikalau antum berkeinginan untuk membantu agar tampilan blog ini lebih menarik, dengan senang hati saya terima tawaran ini. Gimana caranya ? Saya ucapkan jazaakumullahu khairan katsiiran atas perhatiannya.
Semoga Allah memberikan tambahan rahmat bagi kita semua.....
Saufy Jauhary mengatakan...
Assalamualaikum wbt, ya ustaz...
syiah bertindak mahu memalukan Uthman bin affan r.anhu dengan mendatangkan sebuah hadits,iaitu:
Abu Na’im Al-Isfahani di dalam kitab Ma’rifah Al-Shahabah menulis:
-
حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ حَيَّانَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا الْمَسْرُوقِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ الصَّبَّاحِ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: " مَكَثَ عُثْمَانُ فِي حَشِّ كَوْكَبٍ مَطْرُوحًا ثَلاثًا، لا يُصَلَّى عَلَيْهِ حَتَّى هَتَفَ بِهِمْ هَاتِفٌ: ادْفِنُوهُ، وَلا تُصَلُّوا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ عز وجل قَدْ صَلَّى عَلَيْهِ.
الأصبهاني، ابو نعيم أحمد بن عبد الله (متوفاى430هـ)، معرفة الصحابة، ج 1، ص68، طبق برنامه الجامع الكبير؛
الأنصاري الشافعي، سراج الدين أبي حفص عمر بن علي بن أحمد المعروف بابن الملقن(متوفاى804هـ)، البدر المنير في تخريج الأحاديث والأثار الواقعة في الشرح الكبير، ج 5، ص382، تحقيق: مصطفي ابوالغيط و عبدالله بن سليمان وياسر بن كمال، ناشر: دار الهجرة للنشر والتوزيع - الرياض-السعودية، الطبعة: الاولى، 1425هـ-2004م.
Daripada Abu Muhammad bin Hayyan, Muhammad bin Sulaiman, Al-Masruqi, ‘Ubaid bin Shabbah, Hafsh bin Ghiyats, Hisham bin ‘Urwah daripada ayahnya berkata: Jenazah Usman dicampakkan dan ditinggalkan di Hush Kawkab selama tiga hari sehinggalah diriuhkan: Kebumikan dia dan jangan solat ke atasnya, sesungguhnya Allah telah solat atasnya. - Al-Isfahani Abu Na’im bin Abdullah (wafat pada tahun 340 Hijrah), Ma’rifah Al-Shahabah, jilid 1 halaman 68 (menurut software Jami’ah Al-Kabir); Al-Anshari Al-Shafi’i, Sirajuddin Abi Hafsh Umar bin Ali bin Ahmad (wafat pada tahun 804 Hijrah), Al-Badrul Munir fi Takhrij Al-Ahadits Wal Atsar Al-Waqi’ah Fi Syarh Al-Kabir, jilid 5 halaman 382.
jadi, di sini saya ingin bertanyakan tentang takhrij hadits ini.adakah shahih hadis tersebut atau sekadar omongan syiah mahu memalukan Uthman r.anhu.
barakallahhu feekum,
Saufy Jauhary,Malaysia
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Sependek pengetahuan saya, riwayat tersebut tidak shahih. 'Ubaid bin Shabaah, ia telah dilemahkan oleh Abu Haatim dan 'Uqailiy. Al-Bazzaar mengatakan : Tidak mengapa dengannya. Selain itu Hafsh (dan ia seorang yang tsiqah) dikritik karena hapalannya berubah ketika menjabat hakim di Kuufah. Ia juga dikritik dalam beberapa riwayat yang ia bertafarrud dengannya. 'Ubaid sendiri orang Kuufah yang menerima hadits setelah hapalan Ghiyaats berubah.
Dan setahu saya, riwayat ini hanya diriwayatkan oleh Abu Nu'aim saja.
wallaahu a'lam.
Saufy Jauhary mengatakan...
alhamdulillah...mujur tidak shahih.terima kasih, ustaz.penjelasan yang sangat membantu.jazakallahhu khair....
Saufy Jauhary mengatakan...
Ustaz, syiah telah menyerang balas dengan memberikan status perawi 'Ubaid bin Syabbah.
Abu Muhammad, Ubaid bin Al-Shabbah bin Shubayh (
أبو محمد، عبيد بن الصباح بن صبيح):
Ibnu Habban mencatatkan namanya di dalam kitab Al-Tsiqat dengan mengatakan:
عبيد بن الصباح الكوفى يروى عن الكوفيين وكان راويا لكامل أبى العلاء روى عنه أهل بلده المسروقى وغيره.
التميمي البستي، ابوحاتم محمد بن حبان بن أحمد (متوفاى354 هـ)، الثقات، ج8 ص429، رقم: 14248، تحقيق السيد شرف الدين أحمد، ناشر: دار الفكر، الطبعة: الأولى، 1395هـ – 1975م.
‘Ubaid bin Al-Shabbah Al-Kufi meriwayatkan daripada penduduk Kufah. Beliau adalah perawi di dalam Kamil Abi Al-‘Ala. - Al-Tamimi Al-Busti, Abu Hatim Muhammad bin Habban bin Ahmad (wafat tahun 354 Hijrah), jilid 8 halaman 429.
Zahabi di dalam Tarikh Al-Islam menulis:
عبيد بن الصباح بن صبيح
أبو محمد الكوفي المقريء أخو عمرو بن الصباح. أخذ القراءة عرضاً عن حفص، وهو من أجل أصحابه وأضبطهم. روى عنه القراءة عرضاً أحمد بن سهل الأشناني. قال : وكان ما علمت من الورعين المتقين. مات سنة خمس وثلاثين ومائتين.
الذهبي الشافعي، شمس الدين ابوعبد الله محمد بن أحمد بن عثمان (متوفاى 748 هـ)، تاريخ الإسلام ووفيات المشاهير والأعلام، ج17، ص267، تحقيق د. عمر عبد السلام تدمرى، ناشر: دار الكتاب العربي - لبنان/ بيروت، الطبعة: الأولى، 1407هـ - 1987م.
‘Ubaid bin Al-Shabbah bin Shubaih.
Abu Muhammad Al-Kufi, mendengar qiraat langsung daripada Hafsh, merupakan salah seorang sahabat Hafsh bin Ghiyats dan yang paling banyak merakam. Ahmad bin Sahl Al-Ushnani meriwayatkan qiraat daripadanya secara langsung dan berkata: Apa yang aku tahu beliau merupakan salah seorang yang wara’ dan bertaqwa. - Al-Zahabi Al-Shafi’i, Shamsuddin Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Usman (wafat tahun 748 Hijrah), Tarikh Al-Islam Wa Wafiyat Al-Mashahir Wa Al-A’lam, jilid 17 halaman 267
bagaimana mahu membalas hujah ini?harap Ustaz dapat membantu agar kita bisa membersihkan nama sahabat nabi yang mulia.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Benar, Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat. Dan itu telah dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Lisaanil-Miizaan - yang terlewatkan penulisannya dalam komentar saya di atas. Sebenarnya komentar saya di atas sudah menjelaskan sisi kelemahan riwayat tersebut, yaitu : 'Ubaid bin Shabbaah mendengar riwayat Hafsh di Kuufah, sedangkan para ulama mengkritik hapalan Hafsh setelah menjabat qadliy di Kuufah.
Ibnu Ma'iin berkata :
جميع ما حدث به حفص ببغداد والكوفة فمن حفظه
"Seluruh hadits yang diriwayatkan Hafsh di Baghdaad dan Kuufah, maka itu berasal dari sektor hapalannya" [Al-Mukhtalithiin oleh Al-'Alaaiy, hal. 25].
Abu Zur'ah berkata :
ساء حفظه بعد ما استقضى، فمن كتب عنه من كتابه فهو صالح، وإلا فهو كذاب
"Hapalannya menjadi jelek setelah menjabat sebagai hakim. Barangsiapa yang menulis darinya dari kitabnya maka ia shaalih. Dan jika tidak maka ia pendusta".
Daawud bin Rasyiid berkata : "Hafsh itu banyak kelirunya".
Shaalih bin Muhammad berkata : "Saat menjabat sebagai hakim (qaadliy), kitab-kitabnya hilang".
Contohnya, para ulama mengkritiknya dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu 'Umar : "Dulu kami pernah makan (di jaman Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam) dalam keadaan berjalan". Ibnu Ma'iin dan Ibnul-Madiniy mengkritik Hafsh dengan sebab tafarrud (kebersendiriannya), dan mengatakan bahwa hadits Hafsh itu keliru.
Begitu juga dengan riwayat yang antum tanyakan. Itu adalah riwayat 'Ubaid bin Ash-Shabbaah yang diambil Hafsh di Kuufah, dan ia (Hafsh) bertafarrud dalam periwayatan itu.
Selain itu, Al-'Uqailiy saat mengomentari 'Ubaid bin Ash-Shabbaah berkata :
عبيد بن الصباح الكوفي عن كامل أبي العلاء لا يتابع على حديثه ولا يعرف إلا به
"'Ubaid bin Ash-Shabbaah Al-Kuufiy, meriwayatkan dari Kaamil Abul-'Alaa', tidak ada mutaba'ah terhadap haditsnya, dan tidak diketahui kecuali dengan hadits itu".
Artinya, Al-'Uqailiy melemahkan riwayatnya juga karena faktor kebersendirian (tafarrud) 'Ubaid bin Shabbaah, sehingga memasukkannya dalam Adl-Dlu'afaa'. Pelemahan karena faktor tafarrud menurut sebagian ahli hadits adalah kelemahan dari sektor hapalannya, karena jika ia seorang tsiqah, kebersendiriannya tersebut tidak memudlaratkan periwayatannya.
Apa yang dikatakan Adz-Dzahabiy di atas pun perlu dicermati kembali. Bukankah yang disebutkan Adz-Dzahabiy adalah tentang qira'at ?. Maka, perkataan Adz-Dzahabiy bahwa 'Ubaid adalah orang yang paling dlabth dari kalangan ashhaab Hafsh adalah dalam masalah qira'aat. Dan ini tidak mesti mengkonsekuensikan bahwa selain riwayat qiraa'at ia juga unggul. Ini sudah mafhum diketahui oleh para peneliti hadits. Misalnya : 'Aashim bin Bahdalah. Ia adalah imam di bidang qira'at. Namun dalam bidang hadits, para ulama membicarakannya karena faktor hapalannya. Begitu juga dengan Hafsh bin Sulaimaan. Ia seorang imam di bidang qira’at (yaitu terkenal dengan qiraat Imam Hafsh – yang merupakan salah satu qira’at masyhur). Qira’at-nya diterima oleh umat Islam. Namun apa komentar ulama tentangnya di bidang hadits ? Al-Bukhari berkata dalam At-Taariikh Al-Kabiir (2/2767) : {
تركوه} “Mereka meningalkan haditsnya”.
Saufy Jauhary mengatakan...
Jazakallah Ustaz, saya akan pastekan jawapan Ustaz ini kepada mereka.saya berharap jika saya ada kesulitan lagi dengan mereka saya bisa menanyakan kepada ustaz.... :)
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Oleh karena itu Adz-Dzahabi mengatakan :
فكم من امام في فن مقصر عن غيره كسيبويه مثلا امام في النحو ولا يدري ما الحديث ووكيع امام في الحديث ولا يعرف العربية وكأبي نواس راس في الشعر عري من غيره وعبد الرحمن بن مهدي امام في الحديث لا يدري ما الطب قط وكمحمد بن الحسن راس في الفقه ولا يدري ما القراءات وكحفص امام في القراءة تالف في الحديث وللحروب رجال يعرفون بها”Berapa banyak ulama yang menjadi imam dalam bidang ilmu tertentu namun tidak pada yang lainnya. Seperti halnya Sibawaih, imam dalam ilmu nahwu, namun ia tidak mengerti apa itu hadits. Waki’, imam di bidang hadits, namun ia tidak mengetahui bahasa Arab. Abu Nawas, seorang yang lihai di bidang sya’ir, namun nihil di bidang lainnya. ’Abdurrahman bin Mahdi, seorang imam dalam ilmu hadits, namun tidak mengetahui ilmu kedokteran. Muhammad bin Al-Hasan, seorang imam dalam ilmu fiqh, namun tidak mengerti ilmu qira’at. Hafsh, seorang imam dalam ilmu qira’at, namun tidak memiliki andil dalam ilmu hadits. Intinya, masing-masing medan keilmuan memiliki tokoh-tokoh yang mengerti akan medan tersebut...”.
Dengan data-data di atas, saya masih sangat sulit menerima bahwa riwayat yang antum tanyakan tersebut shahih.
wallaahu a'lam.
NB : Sebaiknya antum tidak usah hanyut berdebat dengan Syi'ah jika memang belum siap. Tidak akan habis syubhat yang mereka tebarkan.

http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/04/keluarga-aliy-bin-abi-thaalib-yang.html
Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 08.39 
Label: Syi'ah

Dalam artikel sebelumnya[1], telah disebutkan beberapa anak ‘Aliy bin Abi Thaalib yang bernama Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan. Betapa ini menunjukkan bahwa ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu tidak membenci ketiga shahabat tersebut sehingga ia ridla ketiga anaknya memakai nama mereka. Berbeda halnya dengan orang yang mengaku-ngaku cinta kepada ‘Aliy – terutama orang-orang belakangan – namun tidak meneladani ‘Aliy. Jarang sekali (atau bahkan tidak ada ?) kita dapatkan mereka memakai nama Abu Bakr, ‘Umar, atau ‘Utsmaan.
Bahkan, dalam penyebutan sejarah pun terdapat distorsi yang cukup serius dimana sebagian mereka enggan menyebutkan nama anak-anak ‘Aliy bin Abi Thaalibradliyallaahu ‘anhu yang memakai nama tiga khalifah tersebut yang ikut gugur di Karbalaa’ bersama Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhumaa. Padahal, kitab-kitab sejarah – baik Syi’ah dan Ahlus-Sunnah – menjadi saksi. Mengapa ? Tentu kita sangat paham dengan politik rivalitas madzhab yang mereka lakukan. Tidak lain dikarenakan nama Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan merupakan simbol kekafiran yang menyalahi ushul agama mereka, yaitu imamah.

Mereka mungkin berkilah bahwa Abu Bakr (bin ‘Aliy bin Abi Thaalib) adalah kunyah, sedangkan namanya adalah Muhammad; dan ‘Umar (bin ‘Aliy bin Abi Thaalib) adalah nama pemberian dari ‘Umar bin Al-Khaththaab.[2] Justru kenyataan ini menambah keyakinan kita bahwa ‘Aliy dan kedua khalifah tersebut adalah pribadi-pribadi yang saling mencintai karena Allah. Jika misalnya ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhumempunyai i’tiqad seperti halnya kalangan yang pura-pura mencintainya, saya yakin ia dan keluarganya tidak akan ridla jika ada salah satu anaknya ber-kunyah Abu Bakr. Bukankah kalangan yang pura-pura mencintai ‘Aliy tersebut sampai merekayasa doa laknat kepada Abu Bakr, ‘Umar, dan yang lainnya yang berbunyi :
اللهم صل على محمد، وآل محمد، اللهم العن صنمي قريش، وجبتيهما، وطاغوتيهما، وإفكيهما، وابنتيهما، اللذين خالفا أمرك، وأنكروا وحيك، وجحدوا إنعامك، وعصيا رسولك، وقلبا دينك، وحرّفا كتابك.....
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah, laknat bagi dua berhala Quraisy, Jibt dan Thaghut, kawan-kawan, serta putra-putri mereka berdua. Mereka berdua telah membangkang perintah-Mu, mengingkari wahyu-Mu, menolak kenikmatan-Mu, mendurhakai Rasul-Mu, menjungkir-balikkan agama-Mu, merubah kitab-Mu…..dst.”
Jika Abu Bakr dan ‘Umar (juga ‘Utsmaan) radliyallaahu ‘anhum disamakan dengan berhala, Jibt, dan Thaaghut; bukankah sebutan ini selevel dengan Lattaa, ‘Uzzaa, Manath, Fir’aun, ataupun Hammaan ? Apakah ada yang rela seorang yang multazimterhadap agamanya menamakan anaknya dengan nama-nama tersebut ? Tentu tidak bukan ?. Hal yang sama dengan orang yang mengaku-aku cinta kepada ‘Aliyradliyallaahu ‘anhu. Kenyataannya mereka jarang – atau bahkan tidak ada sama sekali – yang menamakan dirinya atau anaknya dengan Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan.
Cukup mengecewakan memang, ternyata tauladan mereka (yaitu ‘Aliy bin Abi Thaalibradliyallaahu ‘anhu) tidak melakukan seperti yang mereka lakukan.
Berikut akan saya contohkan kembali beberapa nama keluarga ‘Aliy bin Abi Thaalibradliyallaahu ‘anhu yang bernama dengan nama Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan.
1.      Abu Bakr
a.    Abu Bakr bin Al-Hasan bin ‘Aliy bin Abi Thaalib rahimahullah. Ia gugur bersama pamannya Al-Husain bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa di Karbalaa’. Di antara kitab Syi’ah yang menyebutkan tentangnya adalah Al-Irsyaad oleh Al-Mufiid hal. 248, Taariikh Al-Ya’quubiy dalam bahasan anak-anak Al-Hasan, dan Muntahaa Al-Aamaal oleh ‘Abbaas Al-Qummiy 1/544.
b.    Abu Bakr ‘Aliy Zainal ‘Aabidiin. Ia (‘Aliy Zainal ‘Aabidiin) ber-kunyah Abu Bakr sebagaimana disebutkan dalam kitab Anwaarun-Nu’maaniyyah oleh Al-Jazaairiy.
c.    Abu Bakr ‘Aliy bin Muusaa Al-Kaadhim bin Ja’far Ash-Shaadiq. Abu Bakr adalah salah satu kunyah dari ‘Aliy Ar-Ridlaa sebagaimana disebutkan An-Nuuriy Ath-Thabrusiy dalam kitab An-Najmuts-Tsaaqib fii Alqaab wa Asmaa’il-Hujjah Al-Ghaaib.
2.      ‘Umar
a.    ‘Umar bin Al-Athraf bin ‘Aliy bin Abi Thaalib. Keterangannya dapat dilihat kitabSirr As-Silsilah Al-‘Alawiyyah oleh Abu Nashr Al-Bukhaariy Asy-Syii’iy hal. 123 dalam bahasan nasab ‘Umar Al-Athraf, Muntahaa Al-Aamaal oleh ‘Abbaas Al-Qummiy 1/261, dan Bihaarul-Anwaar oleh Al-Majlisiy 42/120.
b.    ‘Umar bin Al-Hasan bin ‘Aliy bin Abi Thaalib. Keterangannya bisa dilihat dalamTaariikh Al-Ya’quubiy hal. 228 dalam bahasan anak-anak Al-Hasan.
c.    ‘Umar Al-Asyraf bin ‘Aliy Zainal-‘Aabidiin bin Al-Husain. Keterangannya bisa dilihat dalam Al-Irsyaad oleh Al-Mufiid hal. 261 dan ‘Umdatuth-Thaalib oleh Ibnu ‘Anbah hal. 223.
3.      ‘Utsmaan
a.    ‘Utsmaan bin ‘Aliy bin Abi Thaalib. Ia gugur bersama Al-Husain di Karbalaa’. Keterangannya dapat dilihat dalam Al-Irsyaad oleh Al-Mufiid hal. 186-428,A’yaanun-Nisaa’ oleh Muhammad Ridlaa Al-Hakiimiy hal. 51, Taariikh Al-Ya’quubiy dalam bahasan anak-anak ‘Aliy, dan Muntahaa Al-Aamaal 1/544.
Jika mereka mengingkari bahwasannya ‘Aliy dan keluarganya tidak membenci dan mengkafirkan Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan; apa bukti yang bisa mereka tunjukkan ? [Sebagai contoh], bukankah ‘Aliy sendiri telah menikahkan anak perempuannya dengan ‘Umar ? [walau kita tahu banyak dalih – bahkan hingga dalih-dalih yang tidak masuk akal – untuk mengingkari kenyataan ‘pahit’ ini].[3] Dan mari kita perhatikan riwayat berikut :
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ وُضِعَ عُمَرُ عَلَى سَرِيرِهِ فَتَكَنَّفَهُ النَّاسُ يَدْعُونَ وَيُصَلُّونَ قَبْلَ أَنْ يُرْفَعَ وَأَنَا فِيهِمْ فَلَمْ يَرُعْنِي إِلَّا رَجُلٌ آخِذٌ مَنْكِبِي فَإِذَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَتَرَحَّمَ عَلَى عُمَرَ وَقَالَ مَا خَلَّفْتَ أَحَدًا أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَلْقَى اللَّهَ بِمِثْلِ عَمَلِهِ مِنْكَ وَايْمُ اللَّهِ إِنْ كُنْتُ لَأَظُنُّ أَنْ يَجْعَلَكَ اللَّهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ وَحَسِبْتُ إِنِّي كُنْتُ كَثِيرًا أَسْمَعُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَهَبْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَدَخَلْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَخَرَجْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdaan : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah : Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Sa’iid, dari Ibnu Abi Mulaikah : Bahwasannya ia mendengar Ibnu ‘Abbaas berkata : “Setelah jasad 'Umar diletakkan di atas tempat tidurnya, orang-orang datang berkumpul lalu mendoakan dan menshalatinya sebelum diusung. Saat itu aku ada bersama orang banyak, dan tidaklah aku terkaget melainkan setelah ada orang yang meletakkan siku lengannya pada bahuku, yang ternyata dia adalah 'Aliy bin Abi Thaalib. Kemudian dia memohonkan rahmat bagi 'Umar dan berkata : ‘Tidak ada seorang pun yang engkau tinggalkan yang lebih aku cintai untuk bertemu dengan Allah dengan amalanmu daripadamudibandingkanmu. Dan demi Allah, sungguh aku yakin sekali bahwa Allah akan menjadikanmu bersama kedua sahabatmu (Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakr) dikarenakan aku sering kali mendengar Nabi shallallaahu 'alaihi wasallambersabda : ‘Aku berangkat (bepergian) bersama Abu Bakr dan 'Umar. Aku masuk bersama Abu Bakr dan 'Umar. Aku keluar bersama Abu Bakr dan 'Umar’ [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3685].
Bukankah ini menggambarkan kecintaan ‘Aliy bin Abi Thaalib kepada ‘Umar, sekaligus kepada Abu Bakr ?
Semoga kita dapat meneladani mereka dan dapat bersama mereka kelak di jannah-Nya.
[abul-jauzaa’ – 1431].


[2]      Adapun untuk ‘Utsmaan (bin ‘Aliy bin Abi Thaalib), maka tidak ada ruang mengelak bagi mereka kecuali menerima ‘kenyataan pahit’ bahwa ‘Aliy memang menamakan anaknya dengan nama tersebut.
COMMENTS
Abu Thalhah mengatakan...
Asaalamualaikum. Afwan ustadz, ana minta idzin untuk posting tulisan ustadz tentang syiah di blog ana : http://abuthalhah.wordpress.com/

Jazakumullahu khairan