Oleh: Kharis
Nugroho, Lc
http://www.darulkautsar.net/article.php?ArticleID=2322
Bagaimana bisa dikatakan ilmiyah sebuah disertasi yang mengkritisi
metodologi periwayatan Hadits tapi ia mengambil maraji’ tokoh yang banyak
dipermasalahkan?
Ada sebuah pepatah dalam bahasa Arab yang berbunyi, “Iqta
al-asl fa saqata al-far.” (Tebanglah pohonnya, maka runtuhlah dahannya).
Pepatah ini digunakan untuk menghilangkan suatu pengaruh pemikiran atau
pendapat seseorang agar tidak diikuti oleh orang lain, yaitu dengan memojokkan
orang yang mencentuskan pemikiran itu. Dalam konteks ke-Islaman, untuk
menghilangkan kepercayaan umat Islam terhadap kedudukan Hadits Nabawi dalam
Islam, maka musuh-musuh Islam membuat argumen-argumen yang bersifat melecehkan
para ulama Hadits. Salah satu ulama Hadits menjadi sasaran utama pelecehan
mereka adalah Imam al-Bukhari (w 256 H), pengarang kitab al-Jami’ as-Shahih.
Adalah Ignaz
Goldziher, - seorang orientalis asal Hungaria dari keluarga Yahudi –
yang menjadi pelopor penggugat kredibilitas Imam Bukhari dalam periwayatan
Hadits. Prof. Dr. MM Azami dalam bukunya Dirasat fil Hadits an-Nabawi wa Tarikh
Tadwinih menyatakan bahwa Ignaz Goldziher menuduh penelitian Hadits yang
dilakukan oleh ulama klasik (terutama Imam Bukhari) tidak dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah karena kelemahan metodenya. Hal itu menurut Goldziher
karena para ulama lebih banyak menggunakan metode Kritik Sanad, dan kurang
menggunakan metode Kritik
Matan. Karenanya, Goldziher kemudian menawarkan metode kritik baru yaitu
Kritik Matan saja.
Sebenarnya para ulama klasik sudah menggunakan metode Kritik Matan.
Hanya saja apa yang dimaksud Kritik Matan oleh Goldziher itu berbeda dengan
metode Kritik Matan yang digunakan oleh para ulama. Menurutnya, Kritik Matan
Hadits itu mencakup berbagai aspek seperti politik, sains, sosio-kultural dan
lain-lain. Ia mencontohkan sebuah Hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari
dimana menurutnya Bukhari hanya melakukan Kritik Sanad dan tidak melakukan
Kritik Matan. Sehingga setelah dilakukan Kritik matan oleh Goldziher, Hadits
itu ternyata palsu.
Diantara para penulis modern atau intelektual Islam yang mengikuti
cara berfikir kaum orientalis ini adalah Profesor Ahmad Amin. Dalam bukunya
Fajr al-Islam, ia ikut melecehkan kredibilitas ulama Hadits secara umum.
Kemudian secara khusus, Imam Bukhari dihujatnya. Katanya, “Kita melihat
sendiri, meskipun tinggi reputsi ilmiyahnya dan cermat penelitiannya, Imam
Bukhari ternyata menetapkan Hadits-hadits yang tidak shahih ditinjau dari segi
perkembangan zaman dan penemuan ilmiyah, karena penelitian beliau hanya
terbatas pada kritik sanad saja”.
Menurut Ahmad Amin, banyak Hadits-hadits Bukhari yang yang tidak
shahih, atau tepatnya palsu. Diantaranya adalah sebuah Hadits di mana Nabi saw.
bersabda, “Seratus tahun lagi tidak ada orang yang masih hidup diatas bumi
ini”. Hadits ini oleh Ahmad Amin dinilai palsu, karena ternyata setelah seratus
tahun sejak Nabi saw. mengatakan hal itu masih banyak orang yang hidup diatas
bumi ini.
Ahmad Amin yang ikut ramai-ramai melecehkan Imam Bukhari ini
ternyata keliru dalam memahami maksud hadits tersebut. Sebab yang dimaksud oleh
Hadits itu bukanlah sesudah seratus tahun semenjak Nabi saw. mengatakan hal itu
tidak akan ada lagi yang masih hidup di atas bumi ini, melainkan adalah bahwa
orang-orang yang masih hidup ketika Nabi saw. mengatakan hal itu, seratus tahun
lagi mereka sudah wafat semua. Dan ternyata memang demikian, sehingga Hadits
itu oleh para ulama dinilai sebagi mukjizat Nabi saw.
Di Indonesia, ada salah satu doktor di bidang Hadits yang
terpengaruh oleh pemikiran seperti ini, terutama dalam mengkritik Imam Bukhari.
Bahkan ia jadikan kritik ini sebagai disertasi dalam meraih gelar doktornya.
Adalah Dr. Muhibbin Noor [terindikasi syi'ah ???] ,
seorang doktor di bidang Hadits lulusan UIN Sunan Kalijaga yang menulis buku
Kritik Keshahihan Hadits Imam Bukhari, Telaah Kritis Atas Kitab al-Jami’
al-Shahih, yang menyatakan bahwa di dalam kitab al-Jami’ al-Shahih terdapat
Hadits-hadits yang dhaif, palsu dan bertentangan dengan Al-Qur-an.
Dalam bukunya, Dr Muhibbin menyebutkan riwayat-riwayat yang
bertentangan dengan Al-Qur-an ataupun dengan Hadits yang lain, antar lain
Hadits tentang siksa mayit karena ditangisi keluarganya, Hadits tentang Isra
Mi’raj, Hadits tentang Nabi saw. terkena sihir dan masih banyak lagi. Di dalam
buku tersebut ada sekitar delapan riwayat yang dijadikan sample dalam
mengkritisi kitab Jami’ as-Shahih. Amat disayangkan sekali, Dr. Muhibbin tidak
banyak mengambil pendapat-pendapat ulama Hadits yang sudah mu’tabar dan
mempunyai otoritas dalam keilmuan ini, akan tetapi rujukan yang dia ambil
adalah orang-orang yang dalam mengkritisi Hadits banyak dipermasalahkan para
ulama Hadits seperti Ahmad
Amin, Syeikh Muhammad Ghozali, dan Abu Rayyah.
Bagaimana bisa dikatakan ilmiyah sebuah disertasi yang mengkritisi
metodologi periwayatan Hadits dalam al-Jami al-Shahih, ia mengambil maraji’ (sumber surjukan) tokoh yang
banyak dipermasalahkan. Bagaimana Dr. Muhibbin mengklaim salah satu
Hadits yang ada di dalam al-Jami al-Shahih bahwa Hadits itu bertentangan dengan
Al-Qur’an dengan menukil pendapat Abu Rayyah yang mana tokoh ini oleh banyak ulama dianggap sebagai tokoh
Inkarussunnah.
Dalam bukunya Adwa
Ala as-Sunnah al-Muhammadiyah, Abu Rayyah juga memposisikan sahabat
sebagaimana layaknya para perawi yang lain. Seorang sahabat bisa saja melakukan
perbuatan sesuai dengan karakter manusia biasa. Diantara para sahabat mempunyai
tingkatan yang berbeda-beda dalam menjaga moralitas dan integritasnya. Kalau
sahabat yang mempunyai moralitas tinggi, bagi Abu Rayyah tidak menjadi masalah,
tapi bagi para sahabat yang moralitasnya rendah, maka tidak layak untuk
mendapatkan peringkat al-Adaalah. Dia tidak setuju dengan konsep `Adalah
as-Sahaabah dalam periwayatan Hadits secara keseluruhan. Padahal, disamping
adanya rekomendasi dari Allah dan Rasul-Nya, kredibilitas Sahabat (‘Adalah as-Shohabah)
sebagai periwayat Hadits juga telah disepakati oleh para Ulama. Dalam buku al-Kifayah fi ‘Ilm
ar-Riwayah, Al-Khatib Al-Baghdadi (w 463) menuturkan bahwa seluruh Sahabat
memiliki kredibilitas sebagai periwayat Hadits adalah merupakan madzhab semua
ulama, baik ulama Hadits maupun ulama Fiqh.
Menanggapi tentang salah satu riwayat yang dikutip oleh Dr
Muhibbin, yaitu Hadits Umar r.a. tentang siksa mayit karena ditangisi
keluarganya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. “Sesungguhnya mayat itu
disiksa disebabkan karena sebagian tangis keluarganya terhadap mayat tersebut”.
Di dalam bukunya, dia juga menyertakan riwayat Aisyah yang bertentangan dengan
riwayat Umar tersebut yang berbunyi “Sesungguhnya Allah akan menambah siksa
orang kafir karena ditangisi keluarganya”. Selain menyebutkan riwayat Aisyah
ini, Dr Muhibbin juga mengutip Ayat-ayat Al-Qur’an yang menurutnya bertentangan
dengan Hadits ini diantaranya An-Najm ayat 38-41 dan Al-An’am ayat 164.
Dari argumen-argumen Dr. Muhibbin diatas, kalau kita lihat sepintas
memang masuk akal, apalagi bagi masyarakat umum. Sebenarnya, cara semacam ini
hampir sama dengan cara orientalis dalam mengecoh pembaca, yaitu dengan
mendistorsi pendapat-pendapat ulama Hadits tentang penyelesaian suatu Hadits
yang kelihatannya bertolak belakang atau kotroversial.
Para Ulama sudah mempunyai metodologi dalam
memaknai Hadits seperti ini. Karena Aisyah maupun Umar sama-sama tidak mungkin
berdusta, maka para ulama telah menetapkan bahwa kedua versi hadits (riwayat
Umar dan Aisyah) tersebut adalah shahih. Kedua Hadits itu memang kontroversial,
maka para ulama kemudian memahaminya dengan melakukan pendekatan jamak, yaitu
menggabungkan pengertian kedua versi tersebut. Sehingga maksud Hadits itu
berbunyi: “Mayat yang kafir akan ditambahi siksanya apabila ditangisi keluarganya,
dan mayat yang muslim akan disiksa apabila ia – sebelum mati – berpesan agar
ditangisi keluarganya.” Adapun ayat-ayat yang disebutkan itu berkaitan dengan
keduniaan. Sebagaimana surat al-An’am 164, yang menurut Ibn Qutaibah ini
berkaitan dengan hukum dunia. Jadi di dunia, manusia tidak akan menanggung
kesalahan orang lain.
Tampaknya Dr. Muhibbin terlalu tergesa-gesa
dalam menganalisa kontroversialitas Hadits ini tanpa melakukan metode jamak
sebagaimana yang dilakukan ulama-ulama Hadits. Kalaupun tidak bisa dilakukan
dengan metode jamak ini, para ulama juga masih mempunyai metode-metode
alternatif lain yaitu metode naskh (Hadits yang dahulu dinyatakan dihapus masa
berlakunya oleh hadits yang disabdakan belakangan), metode tarjih (meneliti
Hadits yang mana memiliki kualitas ilmiyah tertinggi diantara Hadits-hadits
yang kontroversial tadi), dan metode tawaquf (maksudnya Hadits-hadits yang
kontroversial dibiarkan saja sementara, seraya terus diteliti mana yang mungkin
dapat meningkat kualitasnya), dan tampaknya metode ini juga tidak dilakukannya.
Para Ulama Hadits telah memberikan perhatian
serius terhadap masalah ini. Menurut para Ulama Hadits, Imam Syafi’i (w 204 H) adalah orang yang
pertama kali membahas kontroversialitas Hadits dalam kitabnya Ikhtilaf Al-Hadits.
Kemudian Imam Ibnu
Qutaibah ad-Dainuri (w 276 H) juga mengkaji masalah ini dalam kitabnya
Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits. Berikutnya, Imam Ibnu Jarir (w 310 H) dan Imam at-Tahawi (w 321 H)
juga membahas dalam kitab Musykil al-Atsar. Sementara Imam Ibnu Khuzaimah (w 311 H)
disebut-sebut sebagai orang yang melakukan kajian paling bagus dalam masalah
ini sampai beliau berkata, “Saya tidak mengetahui lagi ada dua Hadits yang
kontroversial maknanya. Apabila masih ada orang yang menemukan hal itu, bawalah
kepada saya, saya akan menjelaskan maksud Hadits-hadits itu”.
Seorang pakar Hadits asal Indonesia, Prof. Dr.
Ali Musthafa Yaqub dalam bukunya Kritik Hadis menyatakan, adalah suatu tindakan
yang sangat gegabah dan tidak ilmiyah sama sekali apabila ada orang yang
terburu-buru menvonis bahwa suatu Hadits itu palsu –menurut
penilaiannya- karena bertentangan dengan nalar yang sehat,
bertentangan dengan Al-Quran, dan bertentangan dengan Hadits yang lain yang
sederajat kualitasnya, sebelum ia memeriksa karya tulis para ulama dahulu yang
membahas masalah tersebut. Sebab, ketidaktahuan seseorang dalam memahami maksud
suatu Hadits tidak dapat dijadikan alasan untuk menilai bahwa Hadits tersebut
palsu.
Di sinilah letak ketidak ilmiyahan Dr.
Muhibbin dalam menvonis bahwa dalam Hadits-hadits Bukhari terdapat
riwayat-riwayat yang palsu dan bertentangan dengan Al-Quran. Disamping kritik
Dr. Muhibbin ini tidak ilmiyah, juga akan berakibat fatal terhadap umat Islam
karena manakala kepercayaan
umat islam terhadap Imam Bukhari dalam kitabnya al-Jami al-Shahih sudah
tumbang, akan tumbang pula kepercayaan mereka terhadap Hadits Nabawi,
terutama yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang merupakan kitab paling Shahih
setelah Al-Qur’an. Sebuah kritik yang kurang pantas dilakukan oleh seseorang
yang mengaku doktor di bidang Hadits.
Peserta Program Kaderisasi Ulama Institut
Study Islam Darussalam Gontor
Mahasiswa Mesir Ragukan Keilmuan Guru Besar IAIN Semarang
Pengritik Hadits http://www.nahimunkar.com/mahasiswa-mesir-ragukan-keilmuan-guru-besar-iain-semarang-pengritik-hadits
Mahasiswa Mesir
Ragukan Keilmuan Guru Besar IAIN Semarang Pengritik Hadits
Mahasiswa Mesir
menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin –yang mengkritik hadits Shahih Bukhari
karena dia anggap tidak rasional— adalah karena guru besar IAIN
Semarang ini kurang referensi dan juga kurang pemahaman bahasa Arab.
alam dialog umum di
Kairo, Jum’at 11/12/09, di antaranya tampil Prof. Dr Muhibbin M. Ag (Guru
Besar IAIN Walisongo Semarang) yang pernah menulis buku tentang kritik kitab
“Shahih Bukhari”. Beliau menyatakan tidak semua hadits dalam Shahih Bukhari itu
shahih, bahkan terdapat beberapa hadits termasuk kategori lemah dan palsu.
Setelah para
mahasiswa Indonesia di Mesir mendengar hujjah-hujjah Dr Muhibbin, maka
mahasiswa menilai, yang sedang dipermasalahkan saat ini tidak murni kritik
matan. Yang terjadi adalah mengkritik matan hadits karena belum bisa dipahami
oleh si pengkritik. Hal ini tentu saja tidak menurunkan derajat sebuah hadits
shahih, tetapi pemahamannyalah yang perlu dikaji kembali.
Semua itu, menurut
mahasiswa Mesir, karena hasil penelitian Dr. Muhibbin ini kurang referensi dan
juga kurang pemahaman bahasa Arab.
Para mahasiswa
tampak lebih geli ketika pengkritik hadits shahih Bukhari dari IAIN Semarang
itu menjawab dengan perkataan: “Apabila naql bertentangan dengan akal, maka
yang didahulukan adalah akal.” tegasnya.
Sontak mahasiswa
yang hadir pada saat itu seakan tertawa meringis akan tanggapan yang diuraikan
oleh beliau.
Inilah berita
selengkapnya dari eramuslim.com:
Mahasiswa Mesir Tolak Kritikan Dr. Muhibbin Terhadap
Shahih Bukhari
Senin, 14/12/2009 13:16 WIB
Geliat aktifitas Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir)
ternyata masih segar. Di tengah kesibukan mempersiapkan ujian, mereka masih
antusias untuk menghadiri acara “ Dialog Umum ” yang diadakan oleh El-Montada,
KPMJB dan FATIHA, Jum’at 11/12/09 di auditorium pesanggrahan KPMBJ.
Dialog ini diisi oleh dua nara sumber dari Indonesia
yaitu Prof. Dr. Endang Soetari M. Si (Guru Besar UIN Sunan Gunung Jati Bandung)
yang menyampaikan materi seputar Problematika Studi Hadits di Indonesia dan
Prof. Dr Muhibbin M. Ag (Guru Besar IAIN Walisongo Semarang) yang menyampaikan
materi tentang Urgensi Kritik Matan dalam Pembuktian Validitas Hadits. Hadir
sebagai Pembanding Ust. Ahmad Ikhwani, Lc. Dipl (Mahasiswa Pasca Sarjana
Universitas Al-Azhar jurusan Hadits) dengan moderator Ust. Roni Fajar, Lc. (Mahasiswa Universitas
Al-Azhar Jurusan Hadits)
Di awal acara, Ust. Saifuddin M.A. selaku ketua
El-Montada (organisasi mahasiswa program pasca sarjana dan doktoral)
menyampaikan sambutan yang antara lain menyatakan bahwa antusias para masisir
untuk mengkaji kegiatan yang bersifat keilmuan ternyata lebih tinggi daripada
mengkaji tentang politik, terbukti dengan jumlah peserta yang hadir melebihi
kapasitas auditorium yang disediakan.
Dr. Endang Soetari. M.Si yang mendapat giliran pertama
dalam diskusi ini menyebutkan tentang Problematika Ilmu hadits di Indonesia.
Hingga saat ini metode digunakan oleh beliau ialah penetapan keshahihan hadits
dengan cara Takhrij.
Pemaparan kedua dilanjutkan oleh Dr. Muhibbin. M. Ag.
yang pernah menulis buku tentang kritik kitab “Shahih Bukhari”. Beliau
menyatakan tidak semua hadits dalam Shahih Bukhari itu shahih, bahkan terdapat
beberapa hadits termasuk kategori lemah dan palsu.
Dinginnya kairo yang sempat terkena percikan gerimis
sebelumnya berubah menjadi hangat setelah pemaparannya yang mengkritik matan hadits.
Menurutnya ini untuk membela Nabi Muhammad sabda beliau yang telah melalui
beberapa kurun waktu itu tidak ada yang bertentangan dengan akal.
Contohnya hadits tentang lalat dan tentang mayit yang
disiksa karena tangisan keluarganya yang menurutnya tidak rasional. Semua
kritikan itu bisa ditanggapi dengan baik oleh pemateri pembanding, Ust. Ahmad
Ikhwani, Lc. Dipl.
Acara pun berlanjut ke sesi tanya jawab. Setelah
moderator mempersilahkan para hadirin untuk bertanya bak gayung bersambut
begitu banyak tangan-tangan yang mengacung ingin bertanya. Tanggapan pertama
disampaikan Ust Zulfi Akmal, Lc. Dipl. (Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Tafsir
Univ. Al-Azhar) menyampaikan bahwa seorang mahasiswa Al-Azhar tingkat dua pun
sanggup mengkonter hadits tersebut dari syubuhat yang disampaikan oleh Dr.
Muhibbin tadi. Ust. Zulfi juga menolak adanya proses belajar hadits tanpa guru,
seperti yang dilakukan oleh Dr. Muhibbin.
Kemudian Ust Bukhari, Lc. Dipl.
(Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Hadits Univ. Al-Azhar) angkat bicara membantah
pernyataan keraguan Dr. Muhibbin terhadap hadits pada Shahih Bukhari. Ia
menjelaskan secara gamblang status beberapa hadits yang dikritik berikut dalil
tentang kedudukan hadits tersebut. Ust. Bukhari Lc menganggap hasil penelitian
Dr. Muhibbin ini kurang referensi dan juga kurang pemahaman bahasa Arab.
Pertanyaan-pertanyaan beserta
tanggapan-tanggapan yang ditanyakan akhirnya dijawab oleh Dr. Muhibbin dengan
berusaha membela argumen beliau. Beliau menganggap hadits-hadits itu diragukan
karena irrasional. Sebab mengkaji hadits tidak hanya dari matan dan sanad saja,
tapi perlu memperhatikan aspek rasionan, sejarah dan sirah. “Apabila naql
bertentangan dengan akal, maka yang didahulukan adalah akal.” tegasnya. Sontak
mahasiswa yang hadir pada saat itu seakan tertawa meringis akan tanggapan yang
diuraikan oleh beliau.
Acara yang mulai beranjak malam tersebut
tidak mengendurkan semangat para hadirin, terbukti dengan antusias para penanya
pada sesi ke dua yang semakin membuat hangat suasana. Diantara pernyataan yang
paling menyentak disampaikan oleh Riyadh, Mahasiswa Al-Azhar Fakultas Dirasat
Islamiyah konsentrasi Ushuluddin yang menanyakan standarisasi tesis kandidat
doktor di Indonesia, karena begitu mudahnya hanya tinggal mengangkat sesuatu
yang berbenturan antara nash Al-Quran dengan nash Hadits bisa lulus membondong
gelar doktor. “Kalau gitu saya ingin cepat-cepat pulanglah ke Indonesia melihat
segampang itu bapak menjadi Doktor” ungkap Riyadh. Sontak seluruh hadirin riuh
seketika.
Kemudian disusul dengan pernyataan
Umarulfaruq Abubakar, Mahasiswa Fakultas Darul Ulum Universitas Kairo, yang
menyebutkan bahwa yang sedang dipermasalahkan saat ini tidak murni kritik
matan. Yang terjadi adalah mengkritik matan hadits karena belum bisa dipahami
oleh si pengkritik. Hal ini tentu saja tidak menurunkan derajat sebuah hadits
shahih, pemahamannyalah yang perlu dikaji kembali.
Antusias masisir dalam menanggapi dialog ini masih
berlanjut. “Bahkan sampai pagi pun masih siap” ungkap salah seorang hadirin.
Namun karena waktu pula, sesi tanya jawab berakhir setelah adanya kata penutup
dari kedua nara sumber. Kedua nara sumber ini adalah anggota bagian dari
rombongan para Doktor yang sedang menjalankan studi singkat di Mesir dalam
rangka meningkatkan kompetensi selaku dosen di universitas masing-masing.
(sn/fjr)
Modal
aneh atau sesat
Tokoh-tokoh Indonesia yang bicara aneh bahkan
sesat menyesatkan tentang Islam dan kemudian dibantah para mahasiswa di Mesir
kadang justru ketika kembali ke Indonesia diangkat jadi pejabat tinggi.
Contohnya Prof Dr Quraish Shihab, tahun 1990-an dia berbicara tentang tidak
wajibnya pakai jilbab bagi wanita Muslimah. Padahal para ulama menyatakan wajib
berdasarkan Al-Qur’an Surat Al-Ahzab/ 33 ayat 59 dan QS An-Nur/ 24 ayat 31.
Maka dibantah oleh mahasiswa Mesir, kata Dr Daud Rasyid sewaktu masih berada di
Mesir.
Berita itupun kemudian jadi ramai di media
massa Islam, di antaranya di Majalah Media Dakwah terbitan Dewan
Dakwah di Jakarta.
Namun apa yang terjadi selanjutnya? Justru
Quraish Shihab diangkat jadi menteri agama oleh Presiden Soeharto. Walaupun
hanya berumur 70 hari, karena Presiden Soeharto lengser dari kursi
kepresidenan, namun artinya bersuara aneh dan dibantah oleh mahasiswa Mesir,
justru tampaknya jadi modal untuk naik pangkat atau menduduki jabatan tinggi.
Ayat Al-Qur’an telah memperingatkan:
وَآمِنُواْ بِمَا أَنزَلْتُ
مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَكُمْ وَلاَ تَكُونُواْ أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلاَ
تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ ﴿٤١﴾
041. Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan
(Al Qur’an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu
menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan
ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus
bertakwa. (QS Al-baqarah: 41).
Apakah pengkritik hadits shahih Bukhari dengan hujjah yang
srampangan ini juga nantinya akan diangkat jadi pejabat tinggi, wallahu
a’lam.
Bahkan kalau berhasil menyebarkan keanehan dan kesesatan, maka
sudah mati pun masih dipuja puji dengan diadakan acara resmi, dihadiri menteri
agama. Contohnya, Harun Nasution yang menyebarkan keraguan aqidah Islam dengan
tidak mempercayai taqdir sebagai rukun iman, dan juga Nurcholish Madjid yang
menyatakan bahwa iblis kelak akan masuk surga dan surganya tertinggi karena tak
mau sujud kepada Adam; maka mereka ini sudah mati pun diberi
anugerah. Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bahtiar
Effendy,mengadakan acara penganugerahan kepada mendiang Nurcholish Madjid dan
mendiang Harun Nasution atas apa yang disebutnya sebagai sumbangannya kepada
ilmu pengetahuan di Indonesia, Senin (14/12). Menteri Agama Suryadharma Ali hadir dalam
acara itu. (lihat Republika Newsroom, Senin, 14 Desember 2009 pukul
11:35:00).
Untuk mengetahui kesesatan-kesesatan dan
bahayanya pemikiran Harun Nasution dan Nurcholish Madjid bisa dibaca buku-buku
kritikan terhadap dua mendiang itu, tulisan Prof. Dr. HM Rasjidi, tempo
dulu. Adapun buku-buku yang beredar sekarang tentang bahaya dan kesesatan Harun
Nsution, Nurcholish Madjid, dan bahkan pengajaran di IAIN, UIN, STAIN, STAIS
dan sebagainya bisa dibaca buku-buku Hartono Ahmad jaiz. Di antaranya
buku Ada Pemurtadan di IAIN; Menangkal Bahaya JIL dan FLA; Aliran dan
Paham Sesat di Indonesia; Islam dan Al-Qur’an pun Diserang;Rekayasa Pembusukan
Islam; Pangkal Kekeliruan Golongan Sesat dan lain-lain.
Bantahan mahasiswa Mesir terhadap keanehan dan
kesesatan pemikiran dan pemahaman tokoh-tokoh seperti tersebut juga menjadi
bukti sejarah tentang masih ditegakkannya amar ma’ruf nahi munkar. Sehingga
janji Allah dan peringatannya berikut ini cukup menjadi pegangan dalam
menghadapi kesesatan mereka.
Asalkan amar ma’ruf ditegakkan di Ummat Islam
ini, maka orang-orang sesat itu tidak akan membahayakan apabila kita telah
mendapat petunjuk.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ لاَ يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى
اللّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٠٥﴾
105. Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah
orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS Al-Maaidah: 105).
(nahimunkar.com)
Prof.Dr.Muhibbin: Hadis
Palsu Dan Lemah Dalam Sahih Bukhari
Sebagian besar umat Islam di seluruh dunia,
yakin dan percaya bahwa kitab hadis Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari adalah
sebuah kitab yang berisi kumpulan hadis-hadis paling sahih. Karena keyakinan
itu pula, sebagian besar ulama pun turut meyakini dan menempatkannya pada
urutan pertama kitab hadis sahih.
Benarkah demikian? ''Tidak semua hadis
yang terdapat dalam kitab Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari itu benar-benar
sahih. Terdapat beberapa hadis yang termasuk kategori lemah dan palsu,'' kata
Prof Dr H Muhibbin MAg, guru besar dan pembantu Rektor I IAIN Walisongo,
Semarang.
Menurutnya, berdasarkan penelitian yang
dilakukannya (hasilnya penelitian Muhibbin ini sudah dibukukan--Red), terdapat
hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun antarhadis di dalam kitab
tersebut.
''Hadis palsunya bermacam-macam. Ada yang
karena tidak sesuai atau bertentangan dengan Alquran, namun ada pula yang tidak
sesuai dengan kondisi kekinian,'' terang mantan dekan Fakultas Syariah IAIN
Walisongo ini.
Kepada Syahruddin El-Fikri, wartawan
Republika, Prof Muhibbin (sekarang Rektor IAIN Wali Songo Semarang)
mengungkapkan berbagai kelemahan hadis yang terdapat dalam kitab Jami'
al-Shahih tersebut. Berikut petikannya.
Benarkah hadis-hadis yang terdapat dalam
kitab Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari itu semuanya masuk kategori hadis
sahih?
Tidak. Tidak semua hadis yang terdapat
dalam kitab itu masuk dalam kategori sahih. Terdapat beberapa hadis palsu dan
lemah (dlaif). Saya sudah mengungkapkan hal ini dalam disertasi doktoral saya
yang sekarang sudah dibukukan.
Perlu diketahui, sebelumnya pengungkapan
hadis palsu dan lemah dalam karya Imam Bukhari itu juga sudah pernah
diungkapkan para pemikir dan peneliti hadis lainnya. Misalnya, Fazlurrahman
(1919-1988 M), Abu Hasan al-Daruquthni (306-385 H), al-Sarkhasi (w 493 H/1098
M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935 M), Ahmad
Amin (w 1373 H/1945 M), dan Muhammad Ghazali (w 1416 H/1996 M).
Bisa dicontohkan, beberapa hadis palsu
yang Anda temukan dalam kitab tersebut?
Misalnya, hadis palsu yang terdapat dalam
kitab itu, setelah diteliti, ternyata ada yang tidak sesuai dengan fakta
sejarah. Misalnya, tentang Isra Mi'raj. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa
terjadinya Isra Mi'raj itu sebelum jadi Nabi. Faktanya, Isra Mi'raj itu setelah
Rasulullah diutus menjadi Nabi.
Kemudian, ada pula hadis Nabi yang
bertentangan dengan ayat Alquran. Contohnya, tentang seseorang yang meninggal
dunia akan disiksa bila si mayit ditangisi oleh ahli warisnya. (Lihat Kitab
Jenazah, bab ke-32, hadis ke 648/I--Red). Ini kan bertentangan dengan ayat
Alquran, bahwa seseorang itu tidak akan memikul dosa orang lain. (Lihat ayat
Alquran surah al-Fathir ayat 18, Al-An'am ayat 164, Az-Zumar ayat 7, Al-Isra
ayat 15, dan An-najm ayat 38--Red).
Dan, masih banyak lagi hadis yang
bertentangan atau tidak sesuai dengan ayat Alquran maupun hadis Nabi SAW.
Apa kriterianya sehingga ungkapan itu
dikatakan benar-benar hadis Nabi, padahal menurut Anda, itu bukan hadis sahih?
Dalam penelitian yang kami lakukan, ada
beberapa kriteria dalam menilai sebuah hadis itu dikatakan sahih atau tidak,
mutawatir atau tidak, ahad, atau lainnya.
Dalam kitab Bukhari, beliau sendiri tidak
memberikan keterangan perinci mengenai kriteria kesahihan hadis. Bukhari hanya
mengatakan bahwa semua hadis yang ditulisnya dalam al-Jami' al-Shahih itu
sebagai hadis, dari seleksi sekitar 300 ribu hadis.
Dan, satu-satunya yang dapat ditemukan
dari Al-Bukhari adalah kriteria keharusan adanya pertemuan (al-Liqa`) antara
satu perawi dengan perawi terdekatnya.
Menurut beberapa ahli hadis, seperti
al-Naysaburi (w 405 H/1014 M), al-Maqdisi (w 507 H), al-Hazimi (w 584 H), dan
lainnya, kriteria hadis sahih yang dipakai Bukhari adalah kesahihah yang
disepakati, diriwayatkan oleh orang yang masyhur sebagai perawi hadis dan
minimal dua orang perawi di kalangan sahabat yang tsiqah (adil dan kuat
hafalan), serta lainnya.
Padahal, para ulama hadis lainnya
menyusun sejumlah kriteria dalam menilai hadis sebuah dapat dikatakan sahih dan
tidak, mulai dari segi sanad (tersambungnya para perawi hadis), matan (isi
hadis), serta kualitas dan kuantitas para perawi hadis.
Bagaimana tingkat hafalannya,
keadilannya, suka berbohong atau tidak, dan lain sebagainya.
Karena itu, kami menilai, kriteria yang
dirumuskan oleh al-Bukhari mengandung beberapa kelemahan, terutama bila
diverifikasi terhadap kitab al-Jami' al-Shahih itu sendiri.
Apa saja kelemahannya?
Kelemahan itu, antara lain, tentang
minimal jumlah perawi hadis yang harus meriwayatkan hadis. Di dalam kitab
tersebut, ditemukan cukup banyak hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi.
Begitu juga, dalam hal persambungan sanad
hadis juga terdapat kelemahan. Di antaranya, seperti diakui sendiri oleh
al-Bukhari, di dalamnya ada hadis yang muallaq, mursal, bahkan munqathi`
(terputus).
Juga, ada perawi hadis yang tidak tsiqah,
bahkan dituduh majhul (tidak diketahui identitasnya), dianggap kadzab
(berbohong), dan lainnya.
Bisa disebutkan beberapa contoh perawi
hadis yang diketahui tidak tsiqah atau lemah dalam Shahih Bukhari itu?
Misalnya, Asbath Abu
al-Yasa` al-Bashri. Ia tidak diketahui identitasnya atau majhul, dan menyalahi
riwayat orang-orang tsiqah. Lalu, ada Ismal bin Mujalad, seorang perawi yang
dlaif (lemah) dan tidak termasuk orang yang kuat hafalannya.
Kemudian, ada Hisyam
bin Hajir, Ahmad bin Yazid bin Ibrahim Abu al-Hasan al-Harani, dan Salamah bin
Raja' sebagai perawi dlaif. Begitu juga, dengan Ubay bin Abbas, dikenal sebagai
perawi yang tidak kuat hafalannya dan munkir al-Hadits.
Selain kedua contoh
hadis yang ditengarai palsu tadi, apalagi contoh hadis yang diduga palsu dalam
kitab al-Jami' al-Shahih tersebut?
Selain ada hadis
yang bertentangan dengan Alquran maupun hadis Nabi sendiri dan tidak sesuai
dengan fakta sejarah, juga diragukan hadis yang banyak mengungkapkan tentang
masa depan. Misalnya, tentang ungkapan, 'Alaikum Bi sunnati wa sunnati
khulafa`ur rasyidin (Ikutlah kalian akan sunahku dan sunah khulafa`ur
rasyidin). Bagaimana mungkin Rasulullah SAW mengucapkan hadis ini, padahal saat
itu belum ada khulafa`ur rasyidin. Khalifah yang empat itu baru ada setelah
Rasulullah SAW wafat.
Fathurrahman,
seorang peneliti hadis mengungkapkan, dirinya tidak mau sama sekali menerima
hadis-hadis Nabi Saw yang menyatakan tentang peristiwa masa depan. Istilahnya
seperti ramalan.
Saya pribadi,
masalah ini masa bisa diterima. Sebab, memang ada yang sesuai dan ada pula yang
tidak.
Dalam penelitian
Anda, ada berapa banyak hadis yang tidak sahih dalam jumlahnya?
Secara spesifik,
saya tidak menyebutkan berapa jumlah hadis palsu atau lemah di dalam kitab
tersebut. Namun, al-Daruquthni menyatakan, terdapat sekitar 110 hadis palsu di
dalam kitab tersebut dari sejumlah 6.000-an hadis. Muhammad al-Ghazali
menyebutkan lebih banyak lagi.
Beberapa di antara
hadis yang kami nilai lemah dan palsu, yakni tentang hadis masalah poligami,
tentang kehidupan dalam rumah tangga, tentang pernikahan. Misalnya, di dalam
hadis riwayat Bukhari disebutkan, Rasulullah SAW menikahi Maimunah pada saat
berihram.
Ini bertentangan
dengan hadis Nabi sendiri yang melarang melakukan pernikahan selama masa haji
atau berihram. Kemudian, pernyataan Rasulullah menikahi Maimunah pada waktu
ihram itu juga bertentangan dengan hadis yang ditulis al-Bukhari di dalamnya
kitabnya itu, yang menyatakan Rasulullah menikahi Maimunah ketika usai
bertahalul.
Dari hasil penelitian Anda, bisa ditarik kesimpulan bahwa tidak semua hadis dalam Shahih Bukhari benar-benar sahih?
Dari hasil penelitian Anda, bisa ditarik kesimpulan bahwa tidak semua hadis dalam Shahih Bukhari benar-benar sahih?
Ya. Tidak semuanya
bisa dikatakan sahih. Sebab, Bukhari sendiri ada yang disebutkannya hadis
mursal, hasan, dan lain sebagainya.
Ketidaklayakan
disebut sebagai hadis sahih itu meliputi adanya pertentangan atau
ketidaksesuaian dengan nas Alquran dan Sunnah Mutawatirah. Materi hadis
bertentangan dengan keadaan dan Sirah Nabawiyah (sejarah hidup Nabi),
bertentangan dengan fakta sejarah, adanya materi hadis yang mengandung prediksi
atau ramalan dan bersifat politis, serta mengandung fanatisme kesukuan.
Lalu, bagaimana
sikap umat untuk menggunakan hadis-hadis yang terdapat dalam Shahih Bukhari
itu?
Saran saya, umat
Islam hendaknya berhati-hati setiap akan menggunakan atau mengamalkan sebuah
hadis Nabi. Sebab, sahih menurut perawi hadis A, belum tentu sahih menurut
perawi hadis B. Demikian pula yang lainnya. Telitilah kembali sebelum
menggunakan dan mengamalkannya.
Bagi para mubalig,
kami menyarankan, hendaknya tidak asal mengutip hadis. Jangan selalu mengatakan
bahwa itu hadis Nabi. Padahal, sesungguhnya bukan. Rasul menyatakan, barang
siapa yang berbohong atas namaku maka tempatnya di neraka. Man Kadzdzaba alayya
muta'ammidan fal yatabawwa' maq'adahu minan nar.
Telitilah kembali
hadis-hadis yang ada sebelum diamalkan. Sudah benarkah itu hadis Nabi SAW. Jangan asal termuat dalam Shahih
Bukhari, lalu diklaim sahih. Tanyakan pada yang lebih paham tentang hadis.
Sumber:
Web Results
... hasil
penelitian ... Semarang Pengritik Hadits Mahasiswa Mesir menganggap hasil
penelitian Dr. Muhibbin –yang mengkritik hadits Shahih Bukhari karena dia ...
Mahasiswa
Mesir menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin –yang mengkritik hadits Shahih
Bukhari karena dia anggap tidak rasional— adalah ... (nahimunkar.com ...
...
pemaparannya yang mengkritik matan hadits. ... Dr. Muhibbin terhadap hadits
pada Shahih Bukhari. ... menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ini ...
Selamat datang di Blog ini. Menebar Dakwah Salafiyyah,
Ahlus Sunnah wal Jamma'ah
...
pemaparannya yang mengkritik matan hadits. ... Dr. Muhibbin terhadap hadits
pada Shahih Bukhari. ... menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ini ...
... karena hasil penelitian Dr. Muhibbin ... Bukhari Lc
menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ... .Apakah pengkritik hadits shahih
Bukhari dengan hujjah yang ...
... karena hasil penelitian Dr. Muhibbin ... Bukhari Lc
menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ... .Apakah pengkritik hadits shahih
Bukhari dengan hujjah yang ...
Kegiatan warga IJ yang nampak di masyarakat adalah
pengajian al- Qur’an dan Al-Hadits yang ... dan Al-Hadits yang shahih dan ...
Bukhari). (nahimunkar ...
Dari hasil penelitian Anda, ... bagaimana sikap umat untuk
menggunakan hadis-hadis yang terdapat dalam Shahih Bukhari itu? ... "Prof
Dr Muhibbin: ...
Ada yang karena tidak sesuai atau bertentangan ... Dari
hasil penelitian Anda, ... 17 Tanggapan to “Prof Dr Muhibbin Berani Mengkritik
Sahih Bukhari ...