Oktober 21, 2013
10 Tips & Trik Jitu
Berdialog Dengan SYI’AH!
JURUS 1: “NABI DAN AHLUL BAIT”
Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Apakah Anda
mencintai dan memuliakan Ahlul Bait Nabi?” Dia pasti akan menjawab: “Ya! Bahkan
mencintai Ahlul Bait merupakan pokok-pokok akidah kami.” Kemudian tanyakan
lagi: “Benarkah Anda sungguh-sungguh mencintai Ahlul Bait Nabi?” Dia tentu akan
menjawab: “Ya, demi Allah!”
Kalau Syi’ah benar-benar mencintai Ahlul Bait, seharusnya
mereka lebih mendahulukan Sunnah Nabi, bukan sunnah dari Ahlul Bait beliau…
Lalu katakan kepada dia: “Ahlul Bait Nabi
adalah anggota keluarga Nabi. Kalau orang Syi’ah mengaku sangat mencintai Ahlul
Bait Nabi, seharusnya mereka lebih mencintai sosok Nabi sendiri? Bukankah sosok
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lebih utama daripada Ahlul Bait-nya? Mengapa kaum Syi’ah sering membawa-bawa nama Ahlul Bait,
tetapi kemudian melupakan Nabi?”
Faktanya, ajaran Syi’ah sangat didominasi oleh
perkataan-perkataan yang katanya bersumber dari Fathimah, Ali, Hasan, Husein,
dan anak keturunan mereka. Kalau Syi’ah
benar-benar mencintai Ahlul Bait, seharusnya mereka lebih mendahulukan Sunnah
Nabi, bukan sunnah dari Ahlul Bait beliau. Syi’ah memuliakan Ahlul Bait
karena mereka memiliki hubungan dekat dengan Nabi. Kenyataan ini kalau
digambarkan seperti: “Lebih memilih kulit rambutan daripada daging buahnya.”
JURUS 2: “AHLUL BAIT DAN ISTERI NABI”
Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Siapa saja yang
termasuk golongan Ahlul Bait Nabi?” Nanti dia akan menjawab: “Ahlul Bait Nabi
adalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak-cucu mereka.”
Lalu tanyakan lagi: “Bagaimana dengan
isteri-isteri Nabi seperti Khadijah, Saudah, Aisyah, Hafshah, Zainab, Ummu
Salamah, dan lain-lain? Mereka termasuk Ahlul Bait atau bukan?” Dia akan
mengemukakan dalil, bahwa Ahlul Bait Nabi hanyalah Fathimah, Ali, Hasan,
Husein, dan anak-cucu mereka.
Bagaimana bisa cucu-cucu Ali yang tidak pernah melihat
Rasulullah dimasukkan Ahlul Bait, sementara
istri-istri yang biasa tidur seranjang bersama Nabi tidak dianggap Ahlul Bait?…
Kemudian tanyakan kepada orang itu: “Bagaimana
bisa Anda memasukkan keponakan Nabi (Ali) sebagai bagian dari Ahlul Bait,
sementara istri-istri Nabi tidak dianggap Ahlul Bait?
Bagaimana bisa cucu-cucu Ali yang tidak pernah
melihat Rasulullah dimasukkan Ahlul Bait, sementara istri-istri yang biasa
tidur seranjang bersama Nabi tidak dianggap Ahlul Bait?
Bagaimana bisa Fathimah lahir ke dunia, jika
tidak melalui istri Nabi, yaitu Khadijah Radhiyallahu ‘Anha? Bagaimana bisa
Hasan dan Husein lahir ke dunia, kalau tidak melalui istri Ali, yaitu Fathimah?
Tanpa keberadaan para istri shalihah ini, tidak akan ada yang disebut Ahlul
Bait Nabi.”
Faktanya, dalam Surat Al Ahzab ayat 33
disebutkan: “Innama yuridullahu li yudzhiba ‘ankumul rijsa ahlal baiti wa
yuthah-hirakum that-hira” (bahwasanya Allah menginginkan menghilangkan dosa
dari kalian, para ahlul bait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya).
Dalam ayat ini istri-istri Nabi masuk kategori Ahlul Bait,
menurut Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan selama hidupnya, mereka
mendapat sebutan Ummul Mu’minin (ibunda orang-orang Mukmin) Radhiyallahu
‘Anhunna.
JURUS 3: “ISLAM DAN SAHABAT”
Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Apakah Anda
beragama Islam?”
Maka dia akan menjawab dengan penuh keyakinan:
“Tentu saja, kami adalah Islam. Kami ini Muslim.”
Lalu tanyakan lagi ke dia: “Bagaimana cara
Islam sampai Anda, sehingga Anda menjadi seorang Muslim?” Maka orang itu akan
menerangkan tentang silsilah dakwah Islam. Dimulai dari Rasulullah, lalu para
Shahabatnya, lalu dilanjutkan para Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in, lalu
dilanjutkan para ulama Salafus Shalih, lalu disebarkan oleh para dai ke seluruh
dunia, hingga sampai kepada kita di Indonesia.”
Kemudian tanyakan ke dia: “Jika Anda
mempercayai silsilah dakwah Islam itu, mengapa Anda sangat membenci para
Shahabat, mengutuk mereka, atau menghina mereka secara keji?
Bukankah Anda mengaku Islam, sedangkan Islam
diturunkan kepada kita melewati tangan para Shahabat itu. Tidak mungkin kita
menjadi Muslim, tanpa peranan Shahabat. Jika
demikian, mengapa orang Syi’ah suka mengutuk, melaknat, dan mencaci-maki para
Shahabat?”
Kaum Syi’ah mencaci-maki para Shahabat dengan
sangat keji. Tetapi mereka masih mengaku sebagai Muslim. Kalau memang benci Shahabat, seharusnya mereka tidak lagi
memakai label Muslim…
Faktanya, kaum Syi’ah sangat membingungkan.
Mereka mencaci-maki para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum dengan sangat keji.
Tetapi di sisi lain, mereka masih mengaku sebagai Muslim. Kalau memang benci
Shahabat, seharusnya mereka tidak lagi memakai label Muslim. Sebuah adagium
yang harus selalu diingat: “Tidak ada Islam, tanpa peranan para Shahabat!”
JURUS 4: “SEPUTAR IMAM SYI’AH”
Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Apakah Anda
meyakini adanya imam dalam agama?” Dia pasti akan menjawab: “Ya! Bahkan imamah
menjadi salah satu rukun keimanan kami.”
Lalu tanyakan lagi: “Siapa saja imam-imam yang
Anda yakini sebagai panutan dalam agama?” Maka mereka akan menyebutkan
nama-nama 12 imam Syi’ah. Ada juga yang menyebut 7 nama imam (versi
Ja’fariyyah).
Lalu tanyakan kepada orang Syi’ah itu:
“Mengapa dari ke-12 imam Syi’ah itu tidak tercantum nama Imam Hanafi, Imam
Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali?
Mengapa nama empat imam itu tidak masuk dalam
deretan 12 imam Syi’ah?
Apakah orang Syi’ah meragukan keilmuan empat
imam mazhab tersebut? Apakah ilmu dan ketakwaan empat imam mazhab tidak sepadan
dengan 12 imam Syi’ah?”
Mengapa dari ke-12 imam Syi’ah itu tidak tercantum nama Imam
Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali?…
Faktanya, kaum Syi’ah tidak mengakui empat
imam madzhab sebagai bagian dari imam-imam mereka. Kaum Syi’ah memiliki
silsilah keimaman sendiri. Terkenal dengan sebutan “Imam 12” atau Imamah Itsna
Asyari.
Hal ini merupakan bukti besar, bahwa Syi’ah bukan Ahlus
Sunnah. Semua Ahlus Sunnah di muka bumi sudah sepakat
tentang keimaman empat Imam tersebut. Para ahli ilmu sudah mafhum, jika disebut
Al Imam Al Arba’ah, maka yang dimaksud adalah empat imam mazhab rahimahumullah.
JURUS 5: “ALLAH DAN IMAM SYI’AH”
Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Siapa yang
lebih Anda taati, Allah Ta’ala atau imam Syi’ah?”
Tentu dia akan menjawab: “Jelas kami lebih
taat kepada Allah.”
Lalu tanyakan lagi: “Mengapa Anda lebih taat
kepada Allah?”
Mungkin dia akan menjawab: “Allah adalah Tuhan
kita, juga Tuhan imam-imam kita. Maka sudah sepantasnya kita mengabdi kepada
Allah yang telah menciptakan imam-imam itu.”
Sikap ideologis kaum Syi’ah lebih dekat kemusyrikan karena
lebih mengutamakan pendapat imam-imam Syi’ah daripada ayat-ayat Allah…
Kemudian tanyakan ke orang itu: “Mengapa dalam
kehidupan orang Syi’ah, dalam kitab-kitab Syi’ah, dalam pengajian-pengajian
Syi’ah; mengapa Anda lebih sering mengutip pendapat imam-imam daripada pendapat
Allah (dari Al Qur’an)?
Mengapa orang Syi’ah jarang mengutip dalil-dalil dari Kitab
Allah? Mengapa orang Syi’ah lebih mengutamakan perkataan imam melebihi Al
Qur’an?”
Faktanya, sikap ideologis kaum Syi’ah lebih
dekat ke kemusyrikan, karena mereka lebih mengutamakan pendapat manusia
(imam-imam Syi’ah) daripada ayat-ayat Allah. Padahal dalam Surat An Nisaa’ ayat
59 disebutkan, jika terjadi satu saja perselisihan, kembalikan kepada Allah dan
Rasul-Nya. Itulah sikap Islami, bukan melebihkan pendapat imam di
atas perkataan Allah.
JURUS 6: “ALI DAN JABATAN KHALIFAH”
Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Menurut Anda,
siapa yang lebih berhak mewarisi jabatan Khalifah setelah Rasulullah wafat?”
Dia pasti akan menjawab: “Ali bin Abi Thalib
lebih berhak menjadi Khalifah.”
Lalu tanyakan lagi: “Mengapa bukan Abu Bakar,
Umar, dan Ustman?”
Maka kemungkinan dia akan menjawab lagi:
“Menurut riwayat saat peristiwa Ghadir Khum, Rasulullah mengatakan bahwa Ali
adalah pewaris sah Kekhalifahan.”
Mengapa ketika sudah menjadi Khalifah, Ali tidak pernah
menghujat Khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman, padahal dia memiliki
kekuasaan?…
Kemudian katakan kepada orang Syi’ah itu:
“Jika memang Ali bin Abi Thalib paling berhak atas jabatan Khalifah, mengapa
selama hidupnya beliau tidak pernah menggugat kepemimpinan Khalifah Abu Bakar,
Khalifah Umar, dan Khalifah Utsman?
Mengapa beliau tidak pernah menggalang
kekuatan untuk merebut jabatan Khalifah?
Mengapa ketika sudah menjadi Khalifah, Ali
tidak pernah menghujat Khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman, padahal dia
memiliki kekuasaan?
Kalau menggugat jabatan Khalifah merupakan
kebenaran, tentu Ali bin Abi Thalib akan menjadi orang pertama yang melakukan
hal itu.”
Faktanya, sosok Husein bin Ali Radhiyallahu ‘Anhuma berani
menggugat kepemimpinan Dinasti Umayyah di masa Yazid bin Muawiyah, sehingga
kemudian terjadi Peristiwa Karbala. Kalau
putra Ali berani memperjuangkan apa yang diyakininya benar, tentu Ali
radhiyallahu ‘anhu lebih berani melakukan hal itu.
JURUS 7: “ALI DAN HUSEIN”
Tanyakan ke orang Syi’ah: “Menurut Anda, mana
yang lebih utama, Ali atau Husein?”
Maka dia akan menjawab: “Tentu saja Ali bin
Abi Thalib lebih utama. Ali adalah ayah Husein, dia lebih dulu masuk Islam,
terlibat dalam banyak perang di zaman Nabi, juga pernah menjadi Khalifah yang
memimpin Ummat Islam.” Atau bisa saja, ada pendapat di kalangan Syi’ah bahwa
kedudukan Ali sama tingginya dengan Husein.
Kemudian tanyakan ke dia: “Jika Ali memang
dianggap lebih mulia, mengapa kaum Syi’ah membuat peringatan khusus untuk
mengenang kematian Husein saat Hari Asyura pada setiap tanggal 10 Muharram?
Mengapa mereka tidak membuat peringatan yang
lebih megah untuk memperingati kematian Ali bin Abi Thalib?
Bukankah Ali juga mati syahid di tangan manusia durjana?
Bahkan beliau wafat saat mengemban tugas sebagai Khalifah.”
Faktanya, peringatan Hari Asyura sudah seperti “Idul Fithri”
bagi kaum Syi’ah. Hal itu untuk
memperingati kematian Husein bin Ali. Kalau orang Syi’ah konsisten, seharusnya
mereka memperingati kematian Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu lebih
dahsyat lagi.
JURUS 8: “SYI’AH DAN WANITA”
Tanyakan ke orang Syi’ah: “Apakah dalam
keyakinan Syi’ah diajarkan untuk memuliakan wanita?”
Dia akan menjawab tanpa keraguan: “Tentu saja.
Kami diajari memuliakan wanita, menghormati mereka, dan tidak menzalimi hak-hak
mereka?”
Lalu tanyakan lagi: “Benarkah ajaran Syi’ah
memberi tempat terhormat bagi kaum wanita Muslimah?”
Orang itu pasti akan menegaskan kembali.
Kemudian katakan ke orang Syi’ah itu: “Jika
Syi’ah memuliakan wanita, mengapa mereka menghalalkan nikah mut’ah? Bukankah
nikah mut’ah itu sangat menzalimi hak-hak wanita?
Dalam nikah mut’ah, seorang wanita hanya
dipandang sebagai pemuas seks belaka. Dia tidak diberi hak-hak nafkah secara
baik. Dia tidak memiliki hak mewarisi harta suami. Bahkan kalau wanita itu hamil,
dia tidak bisa menggugat suaminya jika ikatan kontraknya sudah habis.
Posisi wanita dalam ajaran Syi’ah, lebih buruk dari posisi
hewan ternak. Hewan ternak yang hamil dipelihara baik-baik
oleh para peternak. Sedangkan wanita
Syi’ah yang hamil setelah nikah mut’ah, disuruh memikul resiko sendiri.”
Kaum Syi’ah tidak memberi tempat terhormat bagi kaum wanita.
Praktik nikah mut’ah marak sebagai ganti seks bebas dan pelacuran…
Faktanya, kaum Syi’ah sama sekali tidak
memberi tempat terhormat bagi kaum wanita. Hal ini berbeda sekali dengan ajaran
Sunni.
Di negara-negara seperti Iran, Irak, Libanon, dll, praktik
nikah mut’ah marak sebagai ganti seks bebas dan pelacuran. Padahal
esensinya sama, yaitu menghamba seks, menindas kaum wanita, dan menyebarkan
pintu-pintu kekejian. Semua itu dilakukan atas nama agama. Na’udzubillah wa
na’udzubillah min dzalik.
JURUS 9: “SYI’AH DAN POLITIK”
Tanyakan ke orang Syi’ah: “Dalam pandangan
Anda, mana yang lebih utama, agama atau politik?”
Tentu dia akan berkata: “Agama yang lebih
penting. Politik hanya bagian dari agama.”
Lalu tanyakan lagi: “Bagaimana kalau politik
akhirnya mendominasi ajaran agama?”
Mungkin dia akan menjawab: “Ya tidak bisa.
Agama harus mendominasi politik, bukan politik mendominasi agama.”
Lalu katakan ke orang Syi’ah itu: “Kalau
perkataan Anda benar, mengapa dalam ajaran Syi’ah tidak pernah sedikit pun
melepaskan diri dari masalah hak Kekhalifahan Ali, tragedi yang menimpa Husein
di Karbala, dan kebencian mutlak kepada Muawiyah dan anak-cucunya?
Mengapa hal-hal itu sangat mendominasi akal
orang Syi’ah, melebihi pentingnya urusan akidah, ibadah, fiqih, muamalah,
akhlak, tazkiyatun nafs, ilmu, dll. yang merupakan pokok-pokok ajaran agama?
Mengapa ajaran Syi’ah menjadikan masalah
dendam politik sebagai menu utama akidah mereka melebihi keyakinan kepada
Sifat-Sifat Allah?”
Ajaran Syi’ah terjadi ketika agama dicaplok (dianeksasi) oleh
pemikiran-pemikiran politik. Akidah Syi’ah mirip dengan konsep Holocaust Zionis
internasional…
Faktanya, ajaran Syi’ah merupakan contoh
telanjang ketika agama dicaplok (dianeksasi) oleh pemikiran-pemikiran politik.
Bahkan substansi politiknya terfokus pada sikap kebencian mutlak kepada
pihak-pihak tertentu yang dianggap merampas hak-hak imam Syi’ah.
Dalam hal ini akidah Syi’ah mirip sekali
dengan konsep Holocaust yang dikembangkan Zionis internasional, dalam rangka
memusuhi Nazi sampai ke akar-akarnya. (Bukan berarti pro Nazi, tetapi disana
ada sisi-sisi kesamaan pemikiran).
JURUS 10: “SYI’AH DAN SUNNI”
Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Mengapa kaum
Syi’ah sangat memusuhi kaum Sunni?
Mengapa kebencian kaum Syi’ah kepada Sunni,
melebihi kebencian mereka kepada orang kafir (non Muslim)?”
Dia tentu akan menjawab: “Tidak, tidak. Kami
bersaudara dengan orang Sunni. Kami mencintai mereka dalam rangka Ukhuwah
Islamiyah. Kita semua bersaudara, karena kita sama-sama mengerjakan Shalat
menghadap Kiblat di Makkah. Kita ini sama-sama Ahlul Qiblat.”
Kemudian katakan ke dia: “Kalau Syi’ah
benar-benar mau ukhuwah, mau bersaudara, mau bersatu dengan Sunni; mengapa
mereka menyerang tokoh-tokoh panutan Ahlus Sunnah, seperti Khalifah Abu Bakar,
Khalifah Umar, Khalifah Utsman, istri-istri Nabi (khususnya Aisyah dan
Hafshah), Abu Hurairah, Zubair, Thalhah, dan lain-lain?
Mencela, memaki, menghina, atau mengutuk
tokoh-tokoh itu sama saja dengan memusuhi kaum Sunni. Tidak pernah ada ukhuwah
atau perdamaian antara Sunni dan Syi’ah, sebelum Syi’ah berhenti menista para
Shahabat Nabi, selaku panutan kaum Sunni.”
Kalau Syi’ah benar-benar mau bersaudara dengan Sunni, mengapa
mereka menyerang tokoh panutan Ahlus Sunnah, seperti Khalifah Abu Bakar,
Khalifah Umar, Khalifah Utsman dan istri-istri Nabi?…
Fakta yang perlu disebut, banyak terjadi pembunuhan,
pengusiran, dan kezaliman terhadap kaum Sunni di Iran, Irak, Suriah, Yaman,
Libanon, Pakistan, Afghanistan, dll. Hal
itu menjadi bukti besar bahwa Syi’ah sangat memusuhi kaum Sunni.
Hingga anak-anak Muslim asal Palestina yang mengungsi di
Irak, mereka pun tidak luput dibunuhi kaum Syi’ah.
Demikianlah “10 Jurus Dasar Penangkal
Kesesatan Syi’ah” yang bisa kita gunakan untuk mematahkan pemikiran-pemikiran
kaum Syi’ah. Insya Allah tulisan ini bisa dimanfaatkan untuk secara praktis
melindungi diri, keluarga, dan umat Islam dari propaganda-propaganda Syi’ah.
Wallahu a’lam bis-shawaab.
(Moslemsunnah.wordpress.com)
Reposting : http://koepas.org/index.php/opini/347-tips-trik