Belum genap sebulan milisi Syiah Hautsi
berhasil memasuki ibukota Yaman serta menguasai kantor-kantor penting di
pemerintahan. Hari Senin (22/09/14), sejumlah desa dan kota di Sana’a sudah
dalam kontrol mereka. Begitu juga dengan gedung-gedung pemerintahan,
markas-markas militer, stasiun TV dan radio nasional. Masuknya mereka ke pusat
pemerintahan terkesan tanpa perlawanan yang berarti, walaupun dikabarkan ada
puluhan korban dari pihak Hautsi berjatuhan. Tentu saja, hal ini membuat sebuah
tanda tanya. Bagaimana bisa sebuah kelompok perlawanan yang relatif belum
besar,
dapat menguasai pemerintahan di sebuah negara.
dapat menguasai pemerintahan di sebuah negara.
Bagaimana Gerakan Hautsi Bermula?
Dari awal terbentuknya, gerakan Syiah Hautsi
hanya berasal dari sebuah kota kecil bernama Saada. Sebuah kota yang terletak
di sebelah utara ibukota Sana’a. Gerakan ini menganut paham Zaidiyah, sekte
Syiah yang paling ringan penyimpangannya dari Ahlus Sunnah dan dipimpin
langsung oleh pendirinya, Badrudin Al Hautsi. Kemudian karena ingin mencari
akses ke wilayah pemerintahan, mereka mendirikan Partai Al-Haq tahun 1990. Dari
partai inilah berkembang menjadi sebuah sekumpulan intelektual yang bernaung di
bawah Forum Syabab Mukmin. Tujuan berdirinya forum tersebut antara lain untuk
menghalau masuknya paham Salafi di Yaman, termasuk di Saada.
Pada tahun 1991, forum tersebut oleh Husein bin
Badrudin Al-Hautsi, anak pertama dari Badrudin Al Hautsi direvolusi kemudian
diganti dengan Gerakan Syabab Mukmin yang berorientasi pada politik pergerakan.
Husein Al Hautsi dikenal sebagai seorang yang aktif dalam gerakan Hautsi dan
berintelektual tinggi. Ia memiliki puluhan majelis taklim dan pengikutnya
mencapai ratusan baik dari kalangan pemuda maupun orang tua. Husein pernah
hijrah ke Iran dan tinggal di sana bersama ayahnya yang diusir oleh pemerintah
Yaman karena pahamnya yang membahayakan. Yaitu paham Jarudiyah yang lebih
cenderung ke Syiah Itsna Asyariyah.
Paham itulah yang menyebabkan Badrudin
berseteru dengan sebagian ulama Zaidiyah di kalangan Hautsi. Saat pindah ke
Iran, paham Syiah Iran yang cenderung ke Syiah Itsna Asyariyah menguat dalam
dirinya dan berpengaruh mendalam kepada pengikutnya. Terlebih lagi ketika
Presiden Yaman waktu itu, Ali Abdullah Saleh memberikan kebebasan kepadanya
untuk pulang ke negaranya. Setelah ia pulang, gerakan Hautsi pun semakin
menguat dan bertambah pengikut.
Pemerintah Yaman pada waktu itu belum sadar
betul akan bahaya dari berkembangnya paham yang dibawa Badrudin Al Hautsi. Baru
pada tahun 2004 muncul demo besar-besaran dari kalangan Hautsi yang menyerukan
Mahdi ada pada mereka, bahkan kenabian pun ada pada mereka. Demo ini dipelopori
oleh Husein Al Hautsi. Pemerintah Yaman pun mengambil sikap dan terjadilah
bentrokan dengan orang-orang Hautsi. Pada tahun ini pula Husein bin Badrudin Al
Hautsi terbunuh di tangan pemerintah Yaman. Dan sejak saat itu, pemerintah
Yaman mengumumkan perang terbuka terhadap gerakan Hautsi.
Hubungan dengan Iran secara Ideologi dan
Gerakan
Perlu diketahui, gerakan ini awalnya memang
berkeyakinan Zaidiyah yang cenderung kalem dan tidak menghendaki kekuasaan.
Paham Zaidiyah masih menghormati para sahabat Rasulullah dan tidak mencaci
mereka. Namun seiring dengan perkembangannya, sebagaimana yang terjadi pada
gerakan Hautsi di Yaman dan dimulai oleh Badrudin Al Hautsi, paham tersebut
cenderung berubah dan menyelisihi pendahulunya. Bahkan secara terang-terangan
mereka berani mencaci para sahabat dan mencela mereka sebagaimana yang
dilakukan oleh penganut Syiah Itsna Asyariyah. Maka, karena kecenderungannya
itu mereka menganut paham Jarudiyah, ghulatnya Zaidiyah yang lebih cenderung
kepada paham yang dianut oleh Iran.
Hal ini terbukti dengan apa yang dilakukan oleh
mereka saat mengambil sebuah gunung di Saada dan menamainya dengan Muawiyah.
Pada hari Karbala mereka datang ke sana dengan bersenjata ringan dan senang dan
melukai diri mereka sendiri sebagai wujud keprihatinan atas tragedi karbala.
Selain itu mereka juga memutar rekaman atau kaset di toko-toko atau rumah makan
yang isinya ratapan dan celaan terhadap para sahabat.
Dari sini pengaruh Iran nampak jelas dalam
gerakan Hautsi. Di samping ekspor ideologi, dukungan semangat, finansial,
persenjataan bahkan pengiriman pasukan dilakukan oleh Iran dalam mendukung
gerakan Hautsi. Saat terjadi perang Dammaj, banyak dari kalangan Hautsi yang
berbicara dengan bahasa Parsi dan berpasport Iran. Selain itu, pemerintah Yaman
pernah menangkap sebuah kapal yang berisi persenjataan, bahkan rudal yang
dikirim dari Iran.
Hal tersebut lebih jelas terbukti saat ini, di
mana mereka berhasil masuk ke ibukota Yaman dan melakukan kesepakatan dengan
pemerintah Yaman. Mereka menuntut agar tahanan yang berasal dari Garda Revolusi
Iran dan Hizbullah Lebanon dibebaskan. Keterikatan diantara mereka terbukti
dalam rangka mem-Parsia-kan Arab. Iran berada Barat, Irak-Suriah-Lebanon berada
di Selatan, dan Yaman berada di Selatan. Pemerintahan di negara-negara tersebut
sudah menginduk ke Iran. Sebentar lagi mereka berusaha menargetkan Mekkah dan
Madinah.
Mengapa Mereka Bisa Berkuasa?
Penguasaan mereka terhadap Yaman bukan terjadi
serta merta, gerakan Hautsi dinilai berhasil mempengaruhi dan menarik hati
penduduk Yaman walaupun mayoritas penduduk berpaham Sunni. Mereka berhasil
mengangkat isu-isu ekonomi, sosial dan pembangunan di Yaman. Rakyat Yaman
merasakan ketidakpedulian pemerintah atas diri mereka, infrastruktur bangunan
dan tingkat ekonomi masyarakat tidak meningkat. Dari sinilah gerakan Hautsi
dapat mengambil celah darinya. Gerakan Hautsi juga mendapatkan dukungan dari
kepala-kepala kabilah yang ada di Yaman. Karena di Yaman penduduknya berbudaya
kesukuan dan menghormati kepada suku, maka ketika para pemimpin suku memberikan
dukungan kepada Hautsi, pengikutnya pun turut serta.
Faktor geografis juga menjadi pendukung bagi
gerakan Hautsi untuk menguasai pemerintah Yaman. Banyaknya pegunungan dan
bukit-bukit dapat dijadikan benteng dan tempat persembunyian bagi gerakan
mereka. Di samping itu, pemerintah Yaman belum memiliki alat canggih untuk
mendeteksi keberadaan mereka yang bersembunyi di pegunungan dan gua-gua. Selain
itu ada faktor ketidakstabilan politik di Yaman. Demonstrasi menuntut
terpisahnya Yaman menjadi 2 bagian kembali muncul. Hal ini membuat konsentrasi
pemerintah Yaman antara menghadapi gerakan Hautsi dan tuntutan tersebut menjadi
terpecah.
Di samping itu ada indikasi bahwa mudahnya
mereka menguasai pemerintahan dikarenakan faktor keterlibatan orang dalam
pemerintahan. Tentara nasional pemerintah tidak serius dalam menghadapi gerakan
ini, bahkan ketika mereka berhasil mencapai ibukota tidak ada perlawanan
berarti dari pemerintah. Ini pun diakui sendiri oleh pemimpin mereka, Abdul
Malik Al Hautsi saat meraih kemenangan dengna menduduki ibukota. Ia memuji
tentara yaman dan berterima kasih kepada mereka dan kepada suku-suku yang
mendukung gerakan Syiah Hautsi.
“Hari ini Yaman telah memiliki format
pemerintahan yang merepresentasikan pemerintahan kerja sama dan kesetaraan,
setelah merealisasikan revolusi yang memenuhi tuntutan rakyat ini”, kata Abdul
Malik Al-Hautsi.
Sejumlah tokoh penting dalam pemerintahan
Yaman, termasuk Menteri Dalam Negerinya pun juga memerintahkan tentara untuk
tidak melawan dan manganjurkan untuk bekerja sama dengan Syiah Hautsi .
Iranisasi Arab
Ini menjadi sebuah hal penting untuk
diperhatikan. Banyak faktor yang menjadi batu lompatan mereka untuk meraih
keberhasilan dalam menguasai pemerintahan Yaman. Gerakan Syiah Hautsi pada
mulanya terlihat sebagai gerakan lokal yang tidak puas dengan pemerintahan. Namun,
mereka memiliki agenda besar yang didukung oleh kekuatan penopang yang besar
pula, yaitu Iran. Iran merupakan induk dari paham dan gerakan Syiah yang tidak
suka akan keberadaan kaum Ahlus Sunnah. Hegemoni Iran sedang dijalankan di
kawasan Arab. Dengan keberhasilan Hautsi di Yaman, Iran semakin berlaku tinggi
diantara yang lainnya.
Hal ini sejalan dengan apa yang seorang anggota
parlemen Iran, Ali Ridha Zakani yang mengatakan, “Saat ini, tiga ibu kota
negara Arab sudah berada dalam genggaman Iran. Mereka semua mengikuti jejak
langkah revolusi Iran.” Tiga ibu kota ini adalah pertama Beirut, ibu kota
Lebanon, kedua Damaskus, ibu kota Syria, dan ketiga Baghdad, ibu kota Iraq.
Zakani melanjutkan pernyataannya bahwa apa yang sedang terjadi di Sana’a, Yaman,
juga merupakan projek perluasan kekuasaan dari revolusi Iran. Di hadapan
anggota parlemen ia menyebut bahwa saat ini Iran sedang menghadapi Jihad Akbar.
Apakah usaha mereka benar-benar menjadi realita? Kita tunggu babak selanjutnya.