Al-Hakim Biamrillah adalah salah satu dari raja Kerajaan Daulah Fatimiyah. Kerajaan ini berjalan atas dasar
ideologi Syiah Ismailiyah Bathiniyah (sama seperti Basyar al-Asad, Presiden
Suriah sekarang pen.). Hirarki kerajaan menetapkan bahwa yang menjadi raja
adalah putra tertua dari raja sebelumnya. Walaupun umurnya masih belia. Emosi
dan pemikirannya belum matang, ia tetaplah raja setelah ayah mereka wafat.
Pemerintahan al-Hakim Biamrillah merupakan salah satu fenomena
menarik dalam lembaran sejarah. Menarik untuk dikaji dan dipelajari. Kemudian
dipetik hikmahnya untuk kehidupan saat ini.
Siapakah
al-Hakim Biamrillah al-Fathimi?
Dia adalah Abu Ali al-Manshur bin al-Aziz
Nizar bin al-Muiz al-Fathimi al-Ubaidi. Gelarnya adalah al-Hakim Biamrillah
yang berarti memerintah dengan perintah Allah. Ia mengaku memiliki kemampuan
rububiyah, mengatur alam semesta. Sebagian rakyatnya ada yang menerimanya dan
sebagian yang lain tidak tahan akan kezalimannya. Sama halnya dengan Presiden
Suriah, Basyar al-Asad, sebagian rakyatnya meyakinin bahwa ia adalah penjelmaan
Tuhan di muka bumi. Oleh karena itu, tidak heran, ketika awal terjadi
pergolakan di Suriah di era modern ini, kita lihat pengikut Presiden Basyar
al-Asad memuja-mujanya dengan pujian yang hanya layak diberikan untuk Allah ﷻ dan sujud kepada gambar-gambarnya.
Mereka mengatakan perkataan yang menunjukkan bahwa Basyar al-Asad memiliki
andil dalam pengaturan alam semesta.
Al-Hakim Biamrillah dilahirkan tahun 375 H.
Pada tahun 386 H, ayahnya, al-Aziz Billah, wafat. Ia naik tahta menggantikan
sang ayah menjadi raja keenam yang memerintah daulah Syiah Ismailiyah tersebut.
Saat itu usianya baru 11 tahun. Orang-orang dekat ayahnya semisal al-Hasan bin
Amarah dan Barajun, menjadi mentornya dalam memimpin kerajaan. Namun kemudian
keduanya ia bunuh karena ia anggap campur tangan dalam pemerintahannya.
Akhirnya ia pun bebas menentukan kebijakan kerajaan sesuai dengan keinginannya.
Kejahatan
al-Hakim Biamrillah
Al-Hakim memiliki kepribadian ganda. Hal
itu tampak dalam perkataan, perbuatan, dan kebijakan yang ia tetapkan. Karena
itu, banyak kebijakan-kebijakan aneh yang terjadi pada masa pemerintahannya. Ia
memerintahkan rakyatnya untuk bekerja di malam hari dan tidur di siang hari.
Tahun 1005 M, ia memerintahkan pemasangan –yang zaman sekarang kita sebut-
poster dan baliho di area publik yang isinya menyerukan masyarakat untuk
memusuhi Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Aisyah karena menolak Ali sebagai
pemimpin setelah Rasulullah ﷺ wafat. Pada tahun 1010 M, ia mengganti kata “ash-shalatu khoriun minan naum” yang menurutnya adalah tradisi Sunni, menjadi “hayya ‘ala khoiril amal” (The Druze in the Midle East oleh Nissim Dana).
Wilayah
kekuasaan Daulah Fatimiyah di masa keemasannya.
Kezalimannya tidak hanya menindas muslim
Sunni saja, ia juga melakukan hal yang tidak kalah jahat terhadap ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani). Ia memaksa umat Kristen dan Yahudi
mengenakan jubah hitam dan hanya diperbolehkan menunggangi keledai sebagai
kendaraan. Ia memberikan maklumat untuk menghancurkan makam suci, yang diyakini
sebagai makam Yesus dalam keyakinan Nasrani. Tindakan ini merupakan salah satu
penyebab utama terjadinya Perang Salib (History of The Arabsoleh Philip K. Hitti, Hal: 92).
Membaca peristiwa yang terjadi di masa
pemerintahannya, mungkin al-Hakim Biamrillah layak kita sebut psikopat. Dia
membangun sebuah madrasah dan sekolah, lalu memerintahkan ahli fikih dan ulama
mengajar di sana. Setelah berada di sana, ia bunuh mereka semua, kemudian
menghancurkan madrasah, dan menjadikan puing-puingnya sebagai kuburan mereka.
Ketika ia melihat orang-orang telah
menaatinya dalam segala hal, ia mulai menyeru rakyatnya untuk menyembahnya
selain Allah Ta’ala. Dakwah yang buruk dan keji ini berjalan dengan bantuan
dua orang laki-laki Persia: Muhammad bin Ismail ad-Druzi dan al-Hasan bin
Haidarah al-Farghani. Seruan sesat ini dimulai pada tahun 1017 M, dengan cara
tertutup terlebih dahulu. Ia mempersiapkan da’i-da’i Ismailiyah di sebuah
madrasah yang disebut Dar al-Hikmah. Setelah itu pemikiran ini disebarkan ke
luar. Apabila namanya disebut di mimbar, maka orang-orang yang mendengarnya
wajib berdiri sebagai bentuk pengagungan. Hal ini dilakukan di semua wilayah
kekuasaannya termasuk dua tanah haram, Mekah dan Madinah. Untuk orang Mesir
secara khusus –karena al-Hakim tinggal di sana- apabila ia berdiri, maka mereka
harus bersujud. Tidak peduli mereka menjumpai al-Hakim di pasar atau
tempat-tempat lainnya (Daulah Fatimiyah fi Misra oleh Ayman Fuad Sayyid Hal: 112).
Menghilangkan nyawa manusia bukanlah
perkara besar bagi al-Hakim. Rakyat Mesir tidak tidur dalam keadaan nyenyak di
masanya. Sebagian sejarawan mencatat bahwa ia telah membunuh 18.000 orang (Qishshatu al-Hakim Biamrillah oleh Raghib as-Sirjani). Baik dari kalangan orang-orang
dekatnya, pejabat pemerintahan, maupun rakyat biasa.
Dengan sosok dan karakter yang sangat zalim
ini, al-Hakim masih memiliki sisi kebaikan. Ia mengharamkan khamr dan melarang
wanita ber-ikhtilath (campur-baur) dengan laki-laki di pasar. Tentu hal ini
terkesan aneh. Saat ia membiarkan kezaliman yang paling besar, yakni
menggangkat dirinya sebagai Tuhan selain Allah, bahkan ingin memindahkan ritual
haji ke Kairo (Daulah
Fatimiyah fi Misra oleh Ayman Fuad Sayyid Hal: 115), tapi ia masih
memperhatikan hal-hal seperti ini.
Namun, sebagian penulis sejarah di zaman
ini ada yang membela al-Hakim Biamrillah. Mereka mengakatan bahwa al-Hakim
adalah raja yang baik. Dan mereka menuduh para sejarawan telah memalsukan
sejarah al-Hakim Biamrillah. Tentu saja hal ini tidak benar. Sejarawan telah
sepakat bahwa al-Hakim Biamrillah adalah pemimpin yang sesat dan jahat.
Akhir Hayatnya
Di tahun terakhir dalam hidupnya, al-Hakim
terbiasa keluar, menyendiri di malam hari. Pergi ke atas Gunung al-Mokattam di
Kairo menikmati indahnya malam di kota kuno itu. Mengetahui kebiasannya ini,
orang-orang yang sudah jengah dengan kezalimannya merencanakan pembunuhannya.
Di antara tokoh utama yang merencanakan pembunuhan al-Hakim adalah Thalib bin
Dawwas.
Thalib memerintahkan dua orang budaknya
untuk mengintai al-Hakim di malam hari. Di suatu malam, 27 Syawal 411 H
bertepatan dengan 13 Febuari 1021, saat al-Hakim sedang menikmati indahnya
bintang di malam itu, dua orang budak segera mengeksekusinya. Mereka menyembelihnya.
Al-Hakim pun tewas.
Selama beberapa hari berikutnya,
orang-orang mencarinya. Mereka tidak tahu dimana ia berada dan bagaimana
keadaannya. Kemudian tersebarlah berita tentang kematiannya. Orang-orang pun
bersuka cita mendengar berita tersebut. Kematiannya adalah sebuah
kabar gembira bagi rakyatnya.
Kematian al-Hakim Biamrillah mengingatkan kita pada sebuah
hadits Nabi ﷺ:
وعَنِ أَبِى قَتَادَةَ
بْنِ رِبْعِىٍّ الأَنْصَارِىِّ أَنَّهُ كَانَ يُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرَّ عَلَيْهِ بِجِنَازَةٍ فَقَالَ :
مُسْتَرِيحٌ ، وَمُسْتَرَاحٌ مِنْهُ . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا
الْمُسْتَرِيحُ وَالْمُسْتَرَاحُ مِنْهُ قَالَ: الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ
مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إِلَى رَحْمَةِ اللَّهِ ، وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ
يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلاَدُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ
Dari Abu Qatadah bin Rib’i al-Anshari, dia menceritakan bahwa
ada jenazah yang (dipikul) melewati Rasulullah, maka beliau bersabda, “Orang
yang beristirahat, dan orang yang diistirahatkan darinya”. Para sahabat
bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah (maksud) orang yang beristirahat, dan orang
yang diistirahatkan darinya?” Beliau menjawab, “Seorang hamba yang mukmin
beristirahat dari kepayahan dan gangguan dunia menuju rahmat Allah. Sedangkan
hamba yang fajir (jahat), maka banyak manusia, bumi, pepohonan, dan binatang,
beristirahat darinya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pelajaran
Kelompok Syiah Ismailiyah atau Syiah Nushairiyah memiliki
kedekatan dengan orang-orang Druz. Seperti yang terjadi di Suriah. Kekufuran
keduanya lebih parah dari Yahudi dan Nasrani. Dan permusuhannya terhadap Islam
dan kaum muslimin pun lebih keras. Orang-orang Yahudi Israel juga terbiasa
menggunakan orang-orang Druz untuk memengari kaum muslimin karena mereka tahu
kebencian orang-orang Druz terhadap umat Islam begitu luar biasa.
Sumber:
– Dana, Nissim. 2003. The Druze in the Middle East: Their Faith, Leadership,
Identity and Status. Eastbourne: The Druze in the Middle East: Their Faith,
Leadership, Identity and Status
– Hitti, Philip K. 2008. Terj: History of The Arabs. Jakarta: Serambi.
– Sayid, Fuad Ayman. 1992. Al-Daulah
al-Fathimiyah fi Misra Tafsirun Jadid. al-Dar al-Masriah al-Lubnaniyah.
– Sirjani, Raghib. Qishshatu al-Hakim Biamrillah. http://islamstory.com/ar/%D9%82%D8%B5%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%A7%D9%83%D9%85-%D8%A8%D8%A3%D9%85%D8%B1-%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87