Sunday, May 24, 2015

Membantah Syi’ah: Masalah Celaan Mereka terhadap Aisyah

Di antaranya mereka menisbatkan ‘Aisyah -yang bersih lagi suci dari tuduhan mereka- kepada perbuatan keji[68] dan hal itu telah tersebar luas di antara mereka di masa-masa ini sebagaimana ternukil dari mereka. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian bahkan ia adalah baik bagi kalian. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.
Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu, orang orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.”
Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.
Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kalian ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kalian tentang berita bohong itu.
(Ingatlah) di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kalian katakan dengan mulutmu apa yang tidak kalian ketahui sedikit juga, dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal, dia pada sisi Allah adalah besar.
Dan mengapa kalian tidak berkata di waktu mendengar berita bohong itu, ‘Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar.’
Allah memperingatkan kalian agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kalian adalah orang-orang yang beriman.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita bohong) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui.
Dan sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat- Nya kepada kalian semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tidak seorang pun dari kalian bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (An-Nuur: 11-21)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik- baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.
Pada hari (ketika), lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi ulas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah lah yang benar, lagi yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita- wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).(An- Nuur: 23-26)
Abdurrazzaq, Ahmad, Abd bin Humaid, Al Bukhari, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih, dan Al-Baihaqi dalamSyu’abul Iman meriwayatkan dari Aisyah bahwa dirinyalah wanita yang terbebas dari tuduhan yang dimaksud oleh ayat-ayat ini.[69]
Sa’d bin Manshur, Ahmad, Al-Bukhari, Ibnul Mundzir, Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ummu Rumman sesuatu yang menunjukkan bahwa Aisyahlah wanita bersih yang dimaksud oleh ayat-ayat ini.[70]
Al-Bazzar dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Abu Hurairah sesuatu yang mendukung apa yang telah lalu.[71] Ibnu Mardawaih dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas semisal dengan riwayat yang lalu.[72]  Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Umar sesuatu yang sesuai dengan yang di muka.[73] Ibnu Mardawaih dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari Abu Iyyas[74] Al-Anshari sesuatu yang mencocoki apa yang di muka.[75]
Ibnu Abi Hatim dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair sesuatu yang sesuai dengan apa yang telah lalu.[76]
Juga Ath-Thabrani meriwayatkan dari Al-Hakam bin ‘Utaibah yang semisal itu.[77]
Diriwayatkan dari Abdullah bin Az-Zubair yang sesuai dengannya.[78]
Diriwayatkan dari ‘Urwah bin Az-Zubair, Sa’id bin Al-Musayyib, Alqamah bin Waqqash, Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud, Amrah bintu Abdirrahman, Abdullah bin Abi Bakar bin Hazm, Abu Salamah bin Abdirrahman bin Auf, Al-Qashim bin Muhammad bin Abi Bakr, Al-Aswad bin Yazid, Abbad bin Abdillah bin Az-Zubair, Miqsam maula Ibnu Abbas dan selainnya, semuanya dari ‘Aisyah yang semisal itu.[79]
Keadaan beliau sebagai wanita yang dibebaskan dari tuduhan yang dimaukan dari ayat-ayat tersebut sangatlah masyhur, bahkan mutawatir. Jika engkau telah mengetahui ini, maka pahamilah bahwa orang yang menuduh beliau dengan perbuatan keji dengan keyakinannya bahwa beliau adalah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bahwa beliau tetap pada kemaksumannya dari perbuatan keji ini, sungguh dia telah datang membawa kedustaan yang sangat nampak, berbuat dosa, berhak mendapat adzab, dan berprasangka buruk terhadap kaum mukminin.
Dia seorang pendusta dan datang membawa perkara yang dia sangka ringan, padahal di sisi Allah sangatlah besar serta dia menuduh keluarga Nabi dengan tuduhan yang jelek. Tuduhan ini memberikan konsekuensi celaan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan siapa yang mencela beliau seakan- akan dia juga mencela Allah, dan siapa yang mencela Allah serta Rasul-Nya maka dia telah kafir. Dia, dengan perbuatannya ini, keluar dari golongan orang-orang beriman, mengikuti langkah-langkah syaithan, terlaknat di dunia dan di akhirat serta mendustakan Allah dalam firman-Nya,
“Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik.” (An-Nuur: 26)
Dan siapa yang mendustakan Allah, maka dia telah kafir.
Adapun orang yang menuduh beliau dengan keyakinan bahwa beliau tidak lagi sebagai istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau beliau tidak berada dalam kemaksuman dari perbuatan keji ini, maka kita katakan, “Telah tetap secara pasti bahwa beliau adalah wanita yang dibebaskan yang dimaukan dengan ayat-ayat ini dan memang itulah yang nampak, maka dari tuduhan terhadap beliau berkonsekuensi berbagai keburukan yang telah lalu.”
Ringkas kata bahwa tuduhan terhadap beliau, bagaimana pun bentuknya mengharuskan sikap pendustaan kepada Allahsubhanahu wa ta’ala dalam berita-berita-Nya tentang terbebasnya beliau dari tuduhan yang dilemparkan oleh penuduh.
Sebagian ulama muhaqqiq dari para tokoh umat berkata,
“Adapun tuduhan terhadap beliau di masa sekarang merupakan perbuatan kekafiran dan kemurtadan. Tidak cukup hukumannya hanya dengan cambuk, sebab itu adalah sikap pendustaan terhadap 17 ayat dari Kitabullah sebagaimana di muka, sehingga dia harus dibunuh karena murtad. Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah mencukupkan dengan mencambuk mereka (yakni orang yang menuduh ‘Aisyah di masa Nabi) sekali atau dua kali pukulan, dikarenakan Al-Quran belum turun dalam perkara ‘Aisyah sehingga mereka tidak mendustakan Al-Quran. Sedangkan sekarang, maka merupakan pendustaan terhadap AI- Quran. Tidakkah kita memperhatikan firman-Nya,
‘Allah memperingatkan kalian agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu.‘ (An-Nuur: 17)
Orang yang mendustakan Al-Quran adalah orang kafir, sehingga baginya hanyalah pedang dan ditebas lehernya.”[80]
Keterangan ini tidaklah bertentangan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah.” (At-Tahrim: 10), sebab Abdurrazzaq, Al-Firyabi, Sa’id bin Manshur, Abd bin Humaid, Ibnu Abid Dunya dalam Ash- Shaml, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan Al- Hakim serta beliau shahihkan dari beberapa jalan dari Ibnu Abbas meriwayatkan tentang firman-Nya subhanahu wa ta’ala:(maka mereka berkhianat kepada keduanya).
Adapun pengkhianatan istri Nuh adalah ketika dia berkata kepada orang-orang (dari kaumnya), “Dia itu (Nabi Nuh ‘alaihissalam) gila”. Sedangkan pengkhianatan istri Luth ketika dia menunjukkan kaumnya tentang tamu Nabi Luth, itulah pengkhianatan mereka berdua.[81]
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Asyras lantas dia rafa’kan (disandarkan sampai) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambahwa beliau bersabda,
“Tiada seorang istri nabi pun yang berbuat serong.”[82]
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid,
“Tidak sepantasnya bagi seorang wanita yang menjadi istri seorang nabi untuk berbuat keji.[83Siapa yang menuduh wanita suci lagi baik, ummul mu’minin, istri utusan Rabbul ‘alamin di dunia dan akhirat sebagaimana telah shahih hal itu dari beliau[84], maka dia semisal dengan Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin kaum munafik, dan lisan hal (keadaan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Siapa yang akan membelaku terhadap orang yang menyakitiku dalam keluargaku?”[85]
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin serta mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 57-58)
Lantas di mana para penolong agamanya untuk menyerukan, “Kami yang akan membelamu wahai Rasulullah!” Lantas mereka bangkit dengan pedang- pedang mereka menuju orang-orang celaka yang mendustakan Alah dan Rasul-Nya itu, dan menyakiti keduanya serta kaum mukminin, lantas mereka habisi semuanya. Mereka mendekat dengan itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka dengan itu berhak mendapat syafa’at beliau. Ya Allah, kami berlepas diri kepada-Mu dari ucapan orang-orang yang terusir itu.
_____________________________
68 Rijalul Kisysyi hal. 55,56 dan 57. Al-Ihtijaj karya Ath-Thubrusi hal. 82 cet. Iran (1302), nukilan dari As-Sunnah wa Asy-Syi’ah hal. 41, dan Haqqul Yaqin karya Muhammad Baqir Al-Majlisi, nukilan dari Buthlan Aqa’id Asy-Syi’ah karya Al-‘Allamah At-Tunusawi hal. 54.
69 HR. Al-Bukhari no. 2661 dan diulangi di beberapa tempat, di antaranya pada no. 2879 secara ringkas, 4141, 4690, 4750, 6662 secara ringkas, 6679 dan 7369, Muslim dalam kitab At-Taubah no. 2770, At-Tirmidzi dalam At-Tafsir no. 3193, An-Nasa’i dalam Al-Kubra no. 45, Ahmad dalam Al-Musnad no. 24198, Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf no. 9748, Ibnu Jarir dalam tafsirnya untuk ayatifk hadits no. 25854, Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya tentang ayat ifkhadits no. 14206, dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 7082.
70 HR. Al-Bukhari no. 3388 dan diulangi di beberapa tempat no. 4143, 4691 dan 4751, dan Ahmad dalam Al-Musnad no. 26949.
71 HR. Al-Bazzar no. 2663 sebagaimana dalam Kasyful Asfar dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kubra. Al-Haitsami berkata dalamMajma ’Az-Zawa’id (jilid 9 hal. 230), “Dalam sanadnya terdapat Muhammad bin ‘Amr dan dia itu haditsnya hasan, sedangkan para perawinya yang lain tsiqah.” Aku katakan, “Hadits ini shahih dengan dukungan hadits-hadits lain dalam bab ini.”
 72 HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 162. Al-Haitsami berkata dalam Majma’ Az-Zawa’id (jilid 9 hal. 237), “Dalam sanadnya terdapat Ismail bin Yahya bin Salamah bin Kuhail dan dia matruk.”
 73 HR. At-Thabrani dalam Al-Kabir no. 164. Al-Haitsami berkata dalam Majma ’Az-Zawa’id (jilid 9 hal. 240), “Diriwayatkan oleh At-Thabrani, tetapi dalam sanadnya terdapat Ismail bin Yahya bin Ubaidillah At-Taimi dan dia pendusta.”
74 Demikianlah, tetapi yang benar adalah Abdul Yasir dan namanya Ka’ab bin Amr bin ‘Abbad As-Sulami Al-Anshari dengan memfathahkan huruf ya dan sin, seorang sahabat yang mulia yang menyaksikan Perang Badar. Meninggal di Madinah tahun 55 dan beliau melebihi umur 100 tahun. Haditsnya diriwayatkan oleh Muslim dan Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad sebagaimana dalam kitabAt-Taqrib.
 75 HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 163 dan Ibnu Mardawaih sebagaimana dalam Al-Fath ketika menjelaskan hadits ifk (4750). Al-Haitsami berkata dalam Majma’ Az-Zawa’id (jilid 6 hal. 279, 280) dan dalam sanadnya terdapat Isma’il bin Yahya At-Taimi dan dia pendusta.
 76 HR. Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya pada ayat ifk hadits no. 14207 dan beliau sebutkan secara terpisah-pisah. Juga diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 184 dan diulangi di beberapa tempat. Al-Haitsami berkata dalam Majma ’Az-Zawa’id (jilid 7 hal. 77), “Padanya terdapat Ibnu Lahiah dan ada kelemahan padanya, tetapi kadang haditsnya hasan sedangkan para perawinya yang lain adalah para perawi kitab Shahih.”
77 HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 251 secara mursal. Al-Haitsami berkata dalam Majma’ Az-Zawa’id (jilid 7 hal. 82),“Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani secara mursal dan para rawinya adalah para rawi kitab Shahih.”
78 HR. Al-Bukhari tepat setelah hadits ‘ Aisyah yang panjang dalam kisah ifk no. 2661 secara marfu’ dari riwayat Fulaih dari Hisyam bin ‘Urwah dari ‘Aisyah dan Abdullah bin Az-Zubair yang hampir serupa hanya saja beliau tidak menyebutkan lafazhnya.
79 Asy-Syaikh rahimahullah mengisyaratkan kepada hadits ifk yang panjang dan para perawi yang meriwayatkannya dari ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha. Adapun riwayat ‘Urwah bin Az-Zubair, dan Sa’id bin Al-Musayyib, Alqomah bin Abi Waqqash, Ubaidullah bin Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’ud dikeluarkan oleh Al-Bukhari no. 4750 dari riwayat Az-Zuhri dari mereka dari ‘Aisyah. Adapun riwayat ‘Amrah dari ‘Aisyah, Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath ketika menjelaskan hadits ifk“Hadits itu diriwayatkan oleh penulis dalam syawahid (dukungan) dari riwayat ‘Amrah binti Abdirrahman dari ‘Aisyah dan beliau tidak menyebutkan lafazhnya, dan telah disebutkan oleh Abu ‘ Awanah dalam Shahih-nya dan Ath-Thabrani dari jalan Abu Uwais, Abu Awanah juga Ath-Thabrani dari jalan Muhammad bin Ishaq. Keduanya dari Abdullah bin Abi Bakar bin Hazm dari ‘Aisyah. Juga diriwayatkan oleh Abu Awanah dari jalanAbu Salamah bin Abdurrahman dari ‘Aisyah.” (Al-Fath [jilid 8 hal. 579-580]).
Hadits itu riwayat Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 151 dari riwayat Abdullah bin Abi Bakr dari ‘Amrah dari ‘Aisyah. Pada no. 155 dari riwayat Abu Salamah bin Abdurrahman dari ‘Aisyah dan Ath- Thabrani 25857. Dan diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq sebagaimana dalam Sirah Ibni Hisyam (3/325) dari riwayat Abdullah bin Abi Bakar bin ‘Amrah dari ‘Aisyah. Adapun riwayat Al-Qashim bin Muhammad bin Abi Bakr, diriwayatkan oleh Al-Bukhari setelah hadits ifk no. 2661, dan beliau tidak menyebutkan lafazhnya.
Beliau katakan, “Telah memberikan hadits kepada kami Fulaih bin Rabi’ah bin Abi Abdirrahman dan Yahya bin Sa’id dari Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar yang semisal dengannya.” Adapun riwayat Al-Aswad bin Yazid diriwayatkan oleh Ath-Thabrani no. 153, tetapi dalam sanadnya terdapat Abu Sa’d Al-Baqqal Sa’di bin Al Marzaban dan dia dhaif lagi mudallis sebagaimana dalam At-Taqrib.
Adapun riwayat ‘Abbad bin Abdillah bin Az-Zubair diriwayatkan oleh Ibnu ishaq sebagaimana dalam Sirah Ibni Hisyam (jilid 3/325) danAth-Thabrani no. 159. Sedangkan riwayat Miqsam maula Ibni ‘Abbas diriwayatkan oleh Ath-Thabrani no. 152. Al-Haitsami berkata dalam Majma ’Az-Zawa’id (jilid 9/230), “Dalam sanadnya terdapat khashif, dia ditsiqahkan oleh sejumlah ulama dan dilemahkan oleh yang lain, sedangkan para rawinya yang lain adalah para rawi kitab Shahih.”
80 Ibnu Katsir mengatakan bahwa para ulama, semuanya bersepakat bahwa orang yang mencelanya -yakni ‘Aisyah- setelah ini dan menuduhnya dengan tuduhan keji setelah apa yang disebutkan dalam ayat, maka dia menjadi kafir dengan sebab dia menentang Al-Quran. Silakan melihat Tafsir surat An-Nuur ayat 24.
81 HR. Al-Hakim no. 3890, Ath-Thabrani no. 34461, Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya no. 8927 dan Ibnu Abi Ad-Dunya dalam Al-Mushannaf no. 271 dan hadits ini shahih.
82 Riwayat Ibnu Asakir dalam Tarikh Madinah Dimasyqi (jilid 50 hal. 318) dan sanadnya mu’dhal (hilang dari sanadnya dua rawi atau lebih secara berurutan, -pent). Asyras adalah Ibnu Abil Asyras, biografinya ditulis oleh Ibnu Abi Hatim dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil. Beliau katakan bahwa dia meriwayatkan dari Mu’awiyyah bin Qurrah dan diriwayatkan oleh Sufyan Ats-Tsauri. Telah datang secara mauquf pada Ibnu Abbas, diriwayatkan pula oleh Ath-Thabari dalam Tafsir surat Hud pada ayat 46 Abdurrazzaq dalam Tafsirnya sebagaimana dalam Takhrij Ahadits Jamaluddin Az-Zaila’i (jilid 4 hal. 66). Hadits tersebut mauquf pada Ibnu Abbas, dan semua ulama berpendapat demikian.
83 Ibnu Katsir telah mengisyaratkan dalam Tafsirnya dalam surat Hud pada firman-Nya subhanahu wa ta’ala‘Dan Nuh memanggil anaknya.’ (Huud: 42). Beliau berkata bahwa sebagian ulama mengatakan, “Tidak ada seorang istri nabi pun yang berbuat keji.”Demikian yang diriwayatkan dari Mujahid, juga dan As-Suyuthi menyebutkan dalam Ad-Durar Al-Mantsur tentang Tafsir surat At Tahrim dari Ibnu Juraij, dan beliau menisbatkannya kepada Ibnul Mundzir.
84 Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya no. 3772 di mana beliau katakan: Telah memberikan hadits kepada kami, Muhammad bin Basysyar, dia berkata: Telah memberikan hadits kepada kami, Syu’bah dari Al-Hakam, dia berkata: Aku mendengar Abu Wa’il berkata, “Ketika Ali mengutus ‘Ammar dan Al-Hasan ke Kufah untuk meminta mereka keluar berjihad, ‘Ammar berkhutbah dengan mengatakan, ‘Sungguh aku mengetahui bahwa ‘Aisyah adalah isteri Nabi di dunia dan akhirat, akan tetapi Allah menguji kalian dengannya agar kalian mengikuti-Nya atau dia.’ Diriwayatkan pula oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 6808, Ibnu Hibban no. 7095 bersama Al-Ihsan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidakkah engkau ridha untuk menjadi isteriku di dunia dan di akhirat?” Aku katakan, “Tentu aku ridha, demi Allah.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, engkau adalah isteriku di dunia dan di akhirat. ’’ Hadits ini shahih.
85 Ini adalah penggalan dari hadits ifk yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4750 dan Muslim no. 2770.
[Dari: Risalatun fir Raddi ‘alal Rafidhah; Penulis: Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab; Judul Indonesia: Bantahan & Peringatan atas Agama Syiah Rafidhah; Penerjemah: Abu Hudzaifah Yahya; Penerbit: Penerbit Al-Ilmu]