15 Sya'ban
1436 H / 2 Juni 2015 08:00 WIB
Laman resmi milisi Iran yang memiliki kedekatan dengan Pemimpin
Tertinggi Iran, Ali Khamenai “Anshar Hizbullah”, menyatakan Iran mesti
mengirimkan 50 ribu tentara lagi dari Angkatan Darat untuk ke Suriah. Ini
sebagai upaya untuk mencegah jatuhnya rezim Asad yang kian terdesak.
Berdasarkan survei, Iran harus mempertahankan jalur aktif dan
strategis yang menghubungkan antara Damaskus, Ladziqia, Trhurthus hingga
perbatasan Lebanon serta pengiriman 50 ribu pasukan darat segera mengingat
perkembangan situasi dan kondisi yang berubah cepat dan memburuknya keadaan pertahanan
Asad.
Sebelumnya, mantan komandan Garda Revolusi Iran, Jenderal Muhsen
Ridai beberapa waktu lalu mengutarakan kekhawatiran Teheran atas kemajuan yang
signifikan operasi militer “Decisive Storm” di Yaman. Iran khawatir
keberhasilan itu akan merembet ke Suriah. Merespons perkembangan tersebut, Iran
mengirimkan lagi milisi-milisi mereka dari Afganistan dari kelompok
“Fathimiyyun” seperti dilansir alarabiya, Senin (1/6).
Milisi ini akan bergabung dengan pasukan Asad dan segenap milisi
Iran di Suriah. Menurut Komandan Garda Revolusi, Muhammad Ali Ja’fari, Iran
telah mengerahkan 100 ribu tentara dari Kesatuan Benteng Negara untuk mendukung
rezim Asad dan Iran melawan oposisi. Tidak hanya itu, berbagai bantuan logistik
pun terus diupayakan Iran untuk mempertahankan Asad.
Kunjungi Utara Suriah,
Qassem Soleimani Pimpin Langsung Perang Melawan Revolusioner
15 Sya'ban 1436 H / 2
Juni 2015 11:33 WIB
Situs
intelejen Zionis Israel mengungkapkan bahwa komandan pasukan khusus Iran,
Jenderal Qassem Soleimani, kini berada di wilayah utara Suriah untuk membantu
tentara pemerintah merebut kembali sejumlah wilayah strategis yang diambil
pejuang revolusi.
Menurut file intelejen yang diterima DEBKA file menyatakan bahwa
Jenderal Qassem Soleimani kepala stafnya yang bertanggung jawab dengan perang
di Irak, Iran, Suriah dan Yaman, telah tiba di utara Suriah sejak hari Senin
(01/06).
DEBKA file menyatakan bahwa Jenderal Qassem Soleimani kini
sedang bertemu dengan Kepala Staf Suriah dan sejumlah komandan militer milik
Hizbullah.
Kedatangan Jenderal Qassem Soleimani beserta stafnya untuk
bertemu dengan komandan militer Suriah adalah untuk mencari cara menghentikan
kemajuan kelompok revolusi Suriah dan organisasi Daash.
Irak Cari
Bantuan dari Semua Pihak
Dengan menyebarkan pasukan elit Divisi Emas
dan mengepung markas Brigade ke-8 yang berada di dekat Ramadi, militan ISIS
membuktikan bahwa senjata dan semangat mereka tak memudar sedikit pun, malah
sebaliknya justru lebih kuat dibanding pihak lawan. Tekad mereka untuk
merealisasikan kekhalifahan Islam pun kian tak terbendung.
Menteri Dalam Negeri Irak Mohammed Ghabban
mempermalukan pasukan bersenjata Irak yang dilatih AS dan menyebutkan kini
Baghdad menaruh harapan pada kesiapan Moskow untuk memasok senjata dan amunisi
bagi Irak. "Kami tak bisa bergantung hanya pada satu jenis senjata dari
satu negara tertentu," kata Ghabban dalam wawancara dengan salah satu
stasiun televisi Rusia. Ia juga mengakui bahwa Irak menyambut hangat rencana
pelatihan untuk kepolisian dan militer Irak oleh Rusia untuk melawan ISIS.
Perdana Menteri Al-Abadi mendesak Rusia untuk
meningkatkan keterlibatannya dalam memerangi ISIS. Permintaan tersebut sama
seperti pesan Al-Abadi pada Washington ketika ia mengunjungi AS bulan lalu. Ia
meminta AS untuk meningkatkan intensitas perlawanan terhadap para pasukan
jihad. Al-Abadi mengaku sebelumnya ia mendapat tekanan sehingga ia tak
mengacuhkan rencana untuk meminta bantuan Moskow. Namun kini, ia mengabaikan
tekanan itu.
Seberapa benar kebijakan Rusia yang lebih
asertif dan proaktif di Irak? Seberapa bijak langkah Rusia meningkatkan pasokan
senjata dan amunisi untuk Baghdad? Ini adalah isu yang sangat politis yang
ditanggapi beragam oleh para pakar Rusia.
Grigory Kosach, Profesor Studi Oriental di Russian
State University for Humanities, dan kritikus setia kebijakan luar negeri
Kremlin, menentang hasrat Moskow untuk memasok senjata pada rezim Irak saat
ini. Ia menyampaikan pada Troika Report:
"Amerika Serikat dan negara-negara Barat
lain selalu menyinggung buruknya rezim Baghdad terkait pelanggaran hak asasi
manusia, kurangnya perwakilan Sunni di institusi pemerintahan, penyalahgunaan
milisi Syiah, dan lain-lain. Rusia tak melakukan hal semacam itu. Rusia hanya
menjual senjata untuk siapa saja di wilayah tersebut yang siap membayar dengan
harga tinggi."
Namun, pandangan tersebut berbeda dengan opini
Yevgeny Satanovsky, Presiden Institute of Middle East Studies yang berbasis di
Moskow, yang menjelaskan nilai dari kerja sama militer teknis Rusia dengan Irak
pada Troika Report sebagai berikut:
"Satu-satunya negara yang secara resmi
mendukung Baghdad dengan memasok peralatan militer saat Irak menghadapi ancaman
dari ISIS adalah Rusia. Hanya pesawat, artileri, dan tank Rusia yang saat ini
digunakan untuk mencegah ISIS meluncurkan serangan ke area tertentu di Irak.
Tak peduli siapa yang menggunakan senjata Rusia, baik Irak, Iran, atau Bashar
al-Assad di Suriah, Rusia berkontribusi untuk melawan kelompok Islam radikal
itu."
"Rusia adalah satu-satunya negara yang
berjanji mendukung Irak dan benar-benar melakukannya."
Kunjungan Perdana Menteri Irak Al-Abadi ke
Moscow tentu berjalan dengan baik sehingga membuat Menteri Luar Negeri Rusia
Sergey Lavrov memberi dukungan penuh untuk memerangi militan ISIS. "Kami
akan mencoba untuk memenuhi semua permintaan Irak dalam memaksimalkan
kapabilitas pertahanan mereka dan kemampuan untuk memerangi ISIS dan teroris
lain di wilayah tersebut," kata Lavrov. Ia juga menyebutkan bahwa Rusia
akan memasok senjata ke Irak tanpa syarat tertentu.
Tahun lalu, Rusia mengirim senjata dan amunisi
senilai 1,7 miliar dolar AS untuk Irak, menyediakan unit artileri antipesawat
Pantsir-S1, helikopter serang Mil Mi-35M, dan pesawat tempur Sukhoi Su-25 bagi
pasukan bersenjata Irak.
Menanggapi permohonan Al-Abadi ke Moskow
terkait pasokan senjata, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Marie Harf
menyatakan Irak punya hak untuk membeli peralatan militer dari Rusia demi
mempertahankan keamanan mereka.
Pernyataan yang terdengar positif tersebut
dapat diintepretasikan sebagai penyesuaian antara Washington dan Moskow terkait
ancaman regional dan global yang datang dari ISIS.
Sergey Strokan