Abu Hurairah terus
dihujat. Ternyata hadits-hadits Abu Hurairah yang dihujat tercantum dalam
literatur syiah. Bagaimana itu bisa terjadi? Semua bisa terjadi untuk menghujat
ahlussunnah dan sahabat Nabi.
Sering
kita lihat tulisan-tulisan syiah yang menghujat ahlussunnah, mengemukakan
hadits-hadits yang katanya tidak masuk akal, dan berlawanan dengan Al Qur’an.
Hadits-hadits itu berasal dari riwayat Abu Hurairah.
Dipilihnya abu hurairah sebagai target bidikan bukanlah tanpa alasan. Kita
ketahui, Abu Hurairah adalah sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan
hadits. artinya, ketika legitimasi Abu Hurairah jatuh, maka legitimasi sunnah
Nabi pun jatuh juga. Sunnah Nabi di sini bukan hanya sekedar text dari hadits,
tapi seluruh perangkat yang terkait, seperti para perawi dan ulama hadits,
otomatis gugur juga.
Pada akhirnya, ketika hadits sudah tidak lagi memiliki kekuatan hukum, maka
akidah ahlussunnah pun akhirnya gugur. Inilah tujuan akhir dari kajian-kajian
tentang Abu Hurairah, juga sahabat Nabi lainnya.
Lebih jauh lagi, Al Qur'an pun pada akhirnya akan terbidik juga, karena para
sahabat Nabi lah yang meriwayatkan Al Qur'an, yang menyampaikan Al Qur'an pada
generasi berikutnya. Jika sahabat tidak lagi bisa dipercaya, maka apa yang
disampaikan pun tidak akan bisa dipercaya.
Tapi anehnya, para Imam syiah tidak ada yang meriwayatkan Al Qur'an. Tidak ada
sanad Al Qur'an yang berasal dari para imam syiah. Yang ada adalah dari
kalangan sahabat Nabi.
Seorang ulama syiah, bernama Abdul Husein Syarafuddin Al Musawi, menulis sebuah
buku untuk menghujat Abu Hurairah. Buku itu aslinya ditulis dalam bahasa arab,
dan diterjemahkan oleh sebuah penerbit syiah, kebetulan saya lupa nama
penerbitnya. Ada lagi buku Abdul Husein yang diterjemahkan ke bahasa indonesia,
yaitu buku dialog sunni syiah.
Membaca nama Abdul Husein, barangkali ada sebagian pembaca yang merasa heran.
Biasanya ada Asma’ul Husna setelah nama abdul. Kata Abdu artinya hamba, budak.
Kata Abdul selalu berdampingan dengan nama Allah. seperti Abdul Aziz, Al Aziz
adalah salah satu asma’ul husna. Abdul Ghaffar, yang juga termasuk nama Allah,
atau Abdul Jabbar, dan banyak lagi nama Abdul lainnya yang berdampingan dengan
asma’ul Husna. Asma’ul Husna, artinya nama-nama yang indah. Allah adalah Maha
Indah, nama-namaNya pun Maha Indah pula. Nama yang dihiasi dengan nama-nama
Indah adalah Nama yang Indah pula.
Tapi kali ini kata Abdul berdampingan dengan nama husein. Penulis buku Abu
Hurairah telah menghambakan dirinya pada imam husein. Bukan menghambakan diri
pada Allah. Padahal jika kita pikir, kita akan sampai pada pertanyaan,
apakah imam husein layak menjadi tuhan? Apakah manusia layak menjadi hamba dari
imam Husein? Kita lihat dalam sejarah, bahwa imam Husein tidak bisa
menyelamatkan dirinya di padang karbala. Dia mati secara tragis. Sementara
Allah adalah Maha Kuasa, kuat lagi Perkasa.
Jika kita lihat nama-nama penganut syiah di irak maupun iran, kita akan
menemukan nama Abduz Zahrah, artinya hamba Fatimah. Dia bertuhankan Fatimah,
meski mempercayai keberadaan Allah, meski percaya bahwa Allah lah yang mencipta
langit dan bumi, serta Fatimah dan kedua anaknya, Hasan dan Husein. Tapi mereka
memilih untuk jadi Abduz Zahrah, dan Abdul Husein, daripada memberi nama dirinya
dengan nama Abdullah. Ini lebih mengherankan lagi. Dalam sejarah menurut versi
syiah sendiri, Fatimah digambarkan sebagai sosok yang lemah, yang tidak bisa
menyelamatkan dirinya ketika “digampar” oleh Umar bin Khattab. Pertanyaannya,
mengapa sosok-sosok lemah itu dijadikan tuhan? Sementara Allah yang Maha
Perkasa ditinggalkan.
Rasa-rasanya, mereka tidak berbeda dengan kaum quraisy jahiliyah yang menjadi
musuh Nabi Muhammad. Meski kaum jahiliyah mengakui adanya Allah, meyakini
kekuasaan Allah, meyakini bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi, namun
mereka menyembah Latta, Uzza dan berhala-berhala lainnya. Di sekeliling ka’bah
sendiri ada 360 patung, yang dipahat sendiri oleh manusia, lalu dijadikan
tuhan. Sementara pada zaman ini ada yang menamakan dirinya Abdul Husein, Abduz
Zahra, namun masih percaya bahwa Allah adalah Maha Pencipta. Tidak ada beda,
hanya beda pada nama. Inti dan esensinya tetap sama.
Dari nama saja sudah nampak kejanggalan, dan berpotensi menimbulkan penolakan
dari muslim Indonesia yang masih bersih imannya, yang masih berpikir sehat.
Akhirnya penerbit mizan dan satu lagi yang menerbitkan buku Abu Hurairah,
menyingkat namanya menjadi A Syarafuddin Al Musawi. Mereka tidak berani
menampilkan nama asli penulis, yang mengandung penghambaan pada sosok yang
lemah, bukan pada Allah yang Maha Kuasa.
Dalam bukunya, Abdul Husein memaparkan tuduhan-tuduhan pada Abu Hurairah, juga
hadits-hadits yang dianggapnya sebagai menyimpang. Dituduhnya Abu Hurairah
mengambil hadits dari ahli kitab, dan meriwayatkan hadits-hadits menyimpang.
Dalam pembahasan bukunya, Abdul Husein menyertakan hadits-hadits Abu Hurairah
yang dianggapnya janggal.
Tetapi setelah penelitian lebih dalam, ternyata hadits-hadits Abu Hurairah yang
janggal itu, banyak terdapat dalam kitab syiah sendiri. Inilah yang membuat
saya –berikut pembaca- terheran-heran. Ini adalah satu informasi penting yang
harus diketahui oleh umat dan khalayak banyak.
Kita akan membahas hadits-hadits ini dalam beberapa rangkaian makalah di situs
ini, insya Allah.
Yang pertama adalah hadits, Allah menciptakan Adam menurut bentuknya. Hadits
ini tercantum dalam Shahih Bukhari dan Muslim.
Allah menciptakan Adam dalam bentuknya, tingginya 60 hasta. Ini adalah riwayat
Bukhari dan Muslim.
Kata Abdul Husein, Abu Hurairah mengambil hadits ini dari kitab perjanjian
lama, kitab suci kaum yahudi nasrani.
Ternyata hadits ini dinilai shahih oleh “imam” Khomeini, dalam bukunya berjudul
Zubdah Al Arba’in Haditsan, pada hal 264. Khomeini memamparkan jalur
periwayatan hadits yang sama, dari para imam ahlulbait. Khomeini, begitu juga
ulama syiah lainnya, tidak mempermasalahkan hadits ini.
Dari Muhammad bin Muslim: aku bertanya pada Abu Ja’far tentang hadits yang
mereka riwayatkan, bahwa Allah menciptakan Nabi Adam dalam bentukNya, lalu
menjawab: bentuk di sini adalah makhluk dan baru, dipilih oleh Allah dari
sekian banyak bentuk yang ada, lalu menyandarkan bentuk itu pada Allah sendiri,
sebagaimana menisbatkan ka’bah pada DiriNya, dan menisbatkan ruh pada DiriNya,
Allah berfirman : baitiya, dan berfirman: wanafakhtu fiihi min ruuhii.
Lihat Kitab At Tauhid, karya Syaikh Shaduq, Syarah Ushulul Kafi, Al
Mazindarani, jilid 4 ha 125, Al Ihtijaj, jilid 2 hal 57, Biharul Anwar jilid 4
hal 13, Nurul Barahin jilid 1 hal 264, Mausu’at Ahadits Ahlulbait, Hadi An
Najafi jilid 4 hal 314, Tafsir Nuruts Tsaqalain jilid 3 hal 11.
As Shaduq meriwayatkan dengan sanadnya, dari Abul Warad bin Tsumamah, dari Ali
berkata: Nabi SAW mendengar seseorang mengatakan pada temannya : semoga Allah
menjelekkan wajahmu, dan wajah yang sepertimu, lalu Nabi berkata: diam, jangan
kamu katakan ini, karena Allah menciptakan Adam sesuai bentuknya. Kitab Tauhid,
As Shaduq, hal 152.
Inilah sumber-sumber syiah yang memuat hadits yang digugat oleh Abdul Husein. Rupanya
Abdul Husein, yang katanya telah melakukan penelitian mendalam, belum meneliti
kitab-kitab syiah sendiri. Ini membuat kita heran, mengapa orang seperti itu
digelari oleh syiah sebagai ulama. Namun bagi syiah hal ini tidak masalah,
selama menjatuhkan ahlussunnah, segala cara menjadi halal, meski mengabaikan
kaedah ilmiyah. Meski perlu melakukan kebohongan.