Imam syiah mengikuti ucapan
Umar,yang dianggap keliru oleh syiah hari ini. Mana yang benar, para imam syiah
-yang maksum-, atau penganut syiah hari ini –yang tidak maksum-?
Syiah selalu menggugat
Umar bin Khattab karena mengatakan : cukup bagi kita semua kitab Allah.
Perkataan ini digunakan
untuk menghujat Umar dengan membabi buta tanpa berpikir panjang.
Kebencian syiah pada Umar begitu menggelora, membuat pemberian Allah yang
berupa akal sehat, tidak lagi digunakan.
Dan anehnya lagi, Nabi tidak memprotes ucapan Umar bin Khattab. Ada dua
kemungkinan, yang pertama, memang ucapan Umar itu benar, karena itu Nabi tidak
menegur Umar dan memberitahu mana yang benar, ketika ada kesalahan yang
dilakukan
oleh sahabat, Nabi selalu menegur dan menunjukkan pada para sahabat
mana yang benar. Tetapi kali ini Nabi diam dan tidak menegur Umar. Ini menjadi
bukti persetujuan Nabi terhadap ucapan Umar.
Kemungkinan kedua, ucapan itu keliru, seperti diyakini oleh syiah hari ini.
Pertanyaan yang muncul, mengapa Nabi diam saja menyaksikan penyimpangan yang
dilakukan Umar? Mengapa Nabi tidak menegur Umar, akibatnya, ucapan Umar
yang keliru itu –seperti keyakinan syiah-, dijadikan pegangan oleh banyak umat
Islam. Ketika sesuatu terjadi di hadapan Nabi sedangkan Nabi diam saja tanpa
bereaksi, maka itu dianggap sebagai persetujuan dari Nabi, yang memiliki
kekuatan hukum dalam syareat. Salah seorang sahabat makan daging “dhabb” di
hadapan Nabi. Walaupun tidak ikut makan, Nabi tidak melarang sahabat tadi. Ini
menjadi dasar hukum bagi halalnya daging dhabb. Begitu juga saat Nabi diam saja
membiarkan Umar, tidak menegurnya, tidak mengoreksi kesalahannya.
Ada dua asumsi kemungkinan, yang pertama, Nabi takut pada Umar, maka ketika
Umar berpendapat keliru, bahkan menghalangi Nabi menuliskan wasiatnya,
Nabi hanya diam seribu bahasa. Nabi rela tidak menuliskan wasiat yang kelak
menjadi pegangan umat, karena takut pada Umar. Mustahil ini terjadi, karena
tugas Nabi adalah menyampaikan risalah kebenaran, dan Nabi telah melaksanakan
tugasnya dengan sempurna. Dengan penuh keberanian, Nabi menentang dan menantang
kaum Quraisy tanpa mengenal rasa takut sedikitpun. Nabi tetap tegas
berdakwah, dengan lantang menyuarakan amanah ilahi, menjelaskan kesesatan kaum
musyrikin Quraisy. Ancaman dan gangguan dari kaum Quraisy tidak menciutkan
nyali Nabi. Jika Nabi tidak pernah merasa takut pada kaum Quraisy, apa yang
membuat Nabi takut pada Umar? Tidak ada alasan bagi Nabi untuk takut pada Umar,
apalagi dalam menyampaikan kebenaran. Mustahil Nabi takut pada Umar. Mustahil
Umar bisa menghalangi Nabi dalam menyampaikan kebenaran. Ini jika dalam dada
kita masih tertanam keyakinan, bahwa Nabi telah menyampaikan amanat yang diembannya
dari Allah dengan sempurna.
Kemungkinan berikutnya, yaitu Nabi memang sengaja menyembunyikan wasiat, yang
menurut sebagian syiah, melindungi umat dari perpecahan. Ini lebih mustahil.
Nabi bergelar Al Amin sejak sebelum diangkat jadi Rasulullah, apakah mungkin
Nabi mengkhianati Allah dan menyembunyikan wahyu? Keyakinan ini dapat membuat
seorang muslim kehilangan Islamnya, karena menabrak salah satu rukun iman,
yaitu iman pada Rasul, yang menuntut kita untuk percaya bahwa Rasulullah
Muhammad Shallalahu Alaihi Wa Alihi Wa Sallam telah menyampaikan amanat ilahi,
menyampaikan seluruh wahyu Allah yang turun.
Ketika memvonis ucapan Umar adalah keliru, syiah harus menghadapi dua
konsekuensi yang berat, dan memilih salah satunya. Nabi takut pada Umar, atau
Nabi mengkhanati amanat risalah dan menyembunyikan kebenaran.
Di sisi lain, pernyataan Umar: “cukup bagi kami kitab Allah” didukung oleh para
Imam syiah.
Al Kafi, jilid 1 hal 61, Imam Ja’far As Shadiq mengatakan Kitab Allah, di
dalamnya terdapat berita kaum sebelum kalian, dan berita apa yang terjadi
sesudah kalian, pemutus perselisihan yang ada pada kalian, dan kami
mengetahuinya.
Al Kafi, jilid 1 hal 60.Imam Ja’far As Shadiq mengatakan : setiap sesuatu yang
diperselisihkan oleh dua orang, pasti ada penjelasannya dalam kitab Allah,
tetapi akal manusia tidak menjangkaunya.
Al Kafi, jilid 1 hal59, Ja’far As Shadiq mengatakan: sesungguhnya dalam Al
Qur’an memuat penjelasan segala sesuatu, demi Allah, Allah tidak meninggalkan
sesuatu yang diperlukan oleh hamba-hambanya, melainkan telah menjelaskannya
pada manusia hingga seorang hamba tidak akan bisa berkata : andai saja hal ini
tercantum dalam Al Qur’an, melainkan Allah telah menurunkan ayat tentang hal
itu.
Bashairu Darajat hal 6 Imam Muhammad bin Ali Al Baqir menyatakan : Allah tidak
meninggalkan sesuatu yang diperlukan oleh umat hingga hari kiamat, kecuali
diturunkan dalam kitabNya dan dijelaskan pada RasulNya, dan Allah menjadikan
batasan bagi segala sesuatu dan menjadikan segala sesuatu memiliki dalil yang
menunjukkan padanya.
Bashair Darajat hal 194 : Imam Ja’far As Shadiq mengatakan : dalam Al Qur’an
terdapat berita langit, beritu bumi, berita kejadian yang sedang terjadi, dan
yang akan terjadi, Allah berfirman : sebagai penjelas segala sesuatu (QS An
Nahl ayat 89).
Tafsir Ali bin Ibrahim Al Qummi, jilid 2 hal 451: sesungguhnya dalam Al Qur’an
memuat penjelasan segala sesuatu, demi Allah, Allah tidak meninggalkan sesuatu
yang diperlukan oleh hamba-hambanya, melainkan telah menjelaskannya pada manusia
hingga seorang hamba tidak akan bisa berkata : andai saja hal ini tercantum
dalam Al Qur’an, melainkan Allah telah menurunkan ayat tentang hal itu.
Al Mahasin hal 267: Imam Ja’far As Shadiq mengatakan : segala sesuatu
yang diperselisihkan oleh dua orang, pasti ada penjelasannya dalam Kitab Allah.
Allah berfirman dalam Al Qur’an, surat An Nahl ayat 89, yang diterjemahkan
sebagai berikut :
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri.