Polemik soal syiah menyeruak lagi. Kali ini
menyoal seorang tokoh yang memang sudah lama terindikasi syiah. Tapi karena
sang tokoh nampak humanis dan sangat humble, maka ke-syiah-annya menjadi
diterima.
“Dia syiah, tapi dia baik sama saya.” Kalimat
ini akan menjadi sihir yang luar biasa, kalau diucapkan seorang selebriti
islami.
Memang bicara syiah hari ini di negeri ini
sangat dilema. Satu sisi umat harus tahu bahaya syiah. Tapi di sisi lain banyak
pula Sunni yang membela syiah.
Di satu sisi, banyak akademisi sudah mencoba
membongkar ancaman syiah. Tapi di sisi lain, banyak Sunni yang hidup di ketiak
tokoh syiah. Sehingga indikator ummat menjadi susah. Dia syiah, bahaya. Tapi di
sisi lain banyak tokoh Sunni mengagumi mereka.
Sebenarnya sederhana. Kita hanya butuh furqon.
Alat pembeda yang tegas. Jika seseorang syiah, berarti kita harus menyikapi
tegas.
Akan menjadi dilema, jika orang Sunni sudah
mulai merasa kepotangan budi sama orang syiah. Dia susah bersikap pada akhirnya.
Jika orang Sunninya orang biasa, saya pikir
tidak masalah. Tapi jika orang sunninya tokoh panutan, maka bahaya sikap
lunaknya terhadap syiah ini. Dia merasa benar dengan sikap lunak terhadap
syiah. Lalu pada akhirnya susah diberitahu bahwa orang yang dikagumi itu
seorang syiah.
Sebaik apapun seseorang, jika dia syiah, maka
perlu ada catatan khusus, syiah yang seperti apa, bagaimana pemikirannya dan
lain-lain. Kita jadi terbelalak. Karena tokoh-tokoh panutan yang “okay” selama
ini ternyata beberapanya tidak bsia bersikap tegas kepada syiah.
Ibaratnya kita mengatakan, “Mas itu singa loh.”
Tapi karena dia sudah lama diberi makan Singa maka dia bilang, “Tapi dia singa
yang baik kok. Dia kasih makan saya.”
Humanis, ramah dan baik hati, menjadi sebuah
alat yang menyusahkan bagi seorang Sunni menyikapi syiah. Ahlus Sunnah
sebaiknya belajar dari Yaman. syiah yang lembut, pada akhirnya bisa menghisap
leher leher mereka.
Saya tidak sedang menebar kebencian. Karena
memang sikap tegas harus kita miliki. Sejarah sudah cukup sebagai bukti. Sudah
banyak ulama ulama Indonesia yang berdiri di bagian depan melawan syiah.
Dan perang dingin sudah dimulai. Bentrok
horizontal juga sudah terjadi. Tokoh tokohnya juga sudah dipetakan secara
jelas. Siapa syiah di negeri ini sudah rada gamblang.
Artinya kita tahu seseorang itu syiah tidak
perlu menunggu dia deklarasi dia syiah. Penelitian ahli dan diamnya mereka soal
tuduhan sudah jadi bukti syiahnya mereka. Sebab syiah itu bukan seperti
liberalis yang bangga menyebutkan identitasnya. Mereka memiliki konsep taqiyyah
yang licin.
Di negeri ini setidaknya ada syiah yang pede,
ada setengah syiah yang abu abu, dan ada yang ter-syiah-kan tanpa sadar. Syiah
pede yang sengaja dia bilang SAYA SYIAH. Jelas tanpa tedeng aling2. Syiah abu
abu adalah syiah yang masih taqiyah. Dia syiah tapi tidak mau mengaku kalau
syiah. Padahal bukti sudah banyak. Sementara yang ter-syiah-kan tanpa sadar
adalah yang membela syiah mati-matian padahal dia Ahlusunnah.
Kajian-kajian soal syiah sudah sangat marak.
Para ustad sudah berkali-kali ceramah. Di media semacam youtube juga sudah
banyak. Semua bisa diakses. Ahlusunnah Indonesia juga sudah memberi peringatan
sama NKRI soal ambisi politik syiah. Tapi belum ada respon yang memuaskan.
Jika respon NKRI telat, maka gurita syiah bisa
sangat berbahaya. Tokohnya sudah merajalela. Mereka sudah berhasil membuat
tokoh2 ahlusunnah melunak. “Okelah ana syiah, tapi ana baik kan sama ente?”
Ahlusunnah pun mengangguk.
Inilah yang sedang berjalan. Sebuah
penggiringan opini. “Mending syiah tapi lembut, daripada ahlusunnah tapi
kasar.”
Atau ungkapan seperti ini, “Kalau toh dia
syiah, dia dah kasih banyak hal sama saya. Daripada anda ahlus sunnah sukanya
nuduh.”
Kemarin di Solo, seorang Mubaligh bilang, syiah
ada yang sengaja keras dan militan. Ada pula yang disetting lembut. Syiah yang
militan sengaja dipasang badan jika mereka diserang. Siap dengan opini opini
tajam. Sementara syiah yang lembut, disetting untuk buat opini ke massa, jangan
sampai kalian memusuhi syiah. Target minimal, massa netral sama syiah.
Maka syiah lembut mensetting dirinya dengan
kajian kajian kitab ahlusunnah tapi dengan penjelasan ulama syiah. Wah…
Jika Islam melawan dan mulai kritis, mereka
guyur Islam dengan kalimat humanis. “Semua sayang mahluk tuhan.” Tapi jika
orang kafir bantai umat Islam, mereka diam.
Jika umat Islam cerdas dan mulai puritan,
mereka beri kotak dengan label aneh-aneh. Tapi jika islam pluralis saja, mereka
sayang-sayangi.
Syiah berhasil tampil lembut dan nampak santun.
Sementara Ahlusunnah tidak bisa sesantun dan selembut itu. Syiah masuk di lini
dakwah budaya. Sementara puritan Ahlusunnah seolah-olah anti budaya.
Mending syiah tapi gelar doktor daripada
Ahlussunah anti sama gelar dan kampus. This is what has happened.
Maka teman, bersiaplah kecewa jika tokoh
favorit anda mendadak membela syiah mati matian. Bersikap adillah, lihatlah al
haq pada hakekat al haq-nya, bukan pada tokohnya. Jika tokoh itu
salah, maka jangan diikuti.
Maka mungkin kita kaget, “Loh kok sekelas dia
bisa beropini gitu. Loh kok dia sama syiah gitu.” Siap siap kaget. Mungkin
lama-lama terbiasa. Maka ikhwan akhwat ahlussunah. Giatkanlah lagi
mengajinya, kajian-kajian manhaj. Agar kita paham siapa lawan siapa kawan.
Tidak semua yang berkilau itu keren. Sebab
kilau cahaya akan membuat buta jika terlalu lama menatapnya.
Jadi sebaiknya pembinaan mulai fokus.
Kajian-kajian juga mulai masuk pada tema tema manhaj. Siap-siap tarung di
ranah sastra juga.
Melawan syiah ini, sudah mulai muncul aksi
terbelah. Jelas melawan syiah tdak populer. Maka bergabunglah pada mereka yang
konsisten terhadap manhaj Ahlussunnah. Mereka pegang manhaj ini
sampai mati. Sebab ada kalanya lidah kita kelu jika bersikap terhadap syiah.
Takut jika pengikut kita hilang. Suara kita berkurang.
Banyaklah minta jawaban sama Ulama, jangan bergerak sendiri.(adibahasan/arrahmah.com)
4 Tipologi Orang NU Dalam
Menyikapi Syiah
Oleh: Fadh Ahmad Arifan
Siapa
pun yang pernah mencicipi bangku kuliah, saat menyelesaikan tugas Akhir,
terkadang dosen pembimbing skripsi maupun Tesis menganjurkan supaya seorang
mahasiswa membuat “Tipologi”. Tipologi bukan bertujuan untuk mengkotak-kotak
atau memecah belah, melainkan supaya orang yang membaca hasil penelitian kita,
bisa dengan mudah menangkap temuan-temuan unik dalam hasil penelitian kita.
Saat
ini, ditengah masifnya pergerakan Syiah, tak jarang kita melihat suatu kalangan
yang kritis dan istiqomah mengingatkan bahaya Syiah terhadap keutuhan NKRI.
Namun tak jarang kita dapati ada pemuka agama dari kalangan tertentu yang
berkasih-kasihan dengan elit-elit Syiah. Terhadap kalangan Liberal, penyikapan
kelompok islam menjadi terbelah. Ada yang anti liberal, mendukung misi jahat
mereka dan mirisnya ada yang tidak tahu menahu. Dalam artikel ini, yang dibedah
lebih lanjut ialah Nahdlatul Ulama. Ternyata Ormas yang punya akar kuat dari
Pesantren ini memiliki dinamika tersendiri terutama menyikapi Syiah,
Liberalisme bahkan dakwah Salafi. Orang NU atau warga Nahdliyin terbagi 4
tipologi, tipologi ini mengadopsi milik facebooker bernama “As-sundawy suuni”.
Penjelasan tipologi yang dibuat beliau saya edit dan ditambah dengan data-data
yang relevan dengan judul artikel ini.
1.
Orang NU yang Anti Syi'ah, Anti Liberal dan Tidak Anti dakwah salafi
Yang
masuk tipologi pertama ialah Habib Zein Al-kaff dkk (pengurus PWNU jawa timur).
Beliau anti syi'ah, anti liberal tapi tidak memusuhi kalangan salafi. Dalam
setiap ceramah dan dakwahnya selalu mengatakan jika salafi/wahabi itu masih
saudara muslim kita, kalau syi'ah bukan. Dengan memiliki pandangan yang
obyektif seperti ini, tak heran bila Habib zein dapat diterima kalangan Salafi
dan Muhammadiyah.
Di
kota Malang pernah saya ketahui Habib Zein al-Kaff menjadi pembicara utama
dalam Pengajian di aula PDM Muhammadiyah. Beliau mengulas dengan detail bahaya
Syiah bagi NKRI. Selain Habib zein, masih ada sosok KH Chalil nafis PhD dan
pakar hadits Prof ali Mustafa ya’qub.
2.
Orang NU yang Anti Syi'ah, Anti Liberal dan Anti dakwah salafi
KH.
Idrus Ramli dkk masuk tipologi kedua. Alumnus pesantren Sidogiri ini dikenal
Anti syi'ah, anti liberal. Beliau berani mengkritik paham liberalnya Gus dur,
Gus nuril dan Ulil. Namun disisi lain anti dakwah salafi, pernyataannya suka
menyudutkan kalangan Salafi meskipun sama-sama anti Syi'ah. Pemikiran-pemikiran
KH Idrus Ramli sering menjadi rujukan kelompok bernama “NU Garis Lurus”.
3.
Orang NU yang yang Akrab dengan Syi'ah, Liberal namun Anti dakwah salafi
Di
tipologi ketiga terdapat sosok Prof KH Said Aqiel siraj (ketua PBNU Pusat).
Guru besar ilmu Tasawuf ini akrab dan cenderung memihak pemikiran syi'ah dan
liberal. Banyak bukti pernyataanya baik di media sosial dan ceramahnya di situs
Youtube. Pandangan Prof Said aqiel sama saja dengan Gus dur. Satu lagi, pernah
pula dia menyatakan “Di universitas Islam mana pun tidak ada yang menganggap
syiah sesat. Wahabi yang keras saja menggolongkan Syiah bukan sesat,” (Lihat
situs Tempo.co tgl 27 Januari 2012). Kiai-kiai model begini perlu dieliminasi
dari NU karena mengkhianati founding father NU yaitu KH Hasyim asy’ari.
4.
Orang NU yang Belum tahu Hakekat Syi'ah, Liberal dll
Tipologi
terakhir ialah Orang-orang NU di kampung dan pedesaan yang pada umumnya kurang
mengikuti perkembangan dunia islam. Mereka hanya mengandalkan informasi dari
tausyiah para kiai. Yang terakhir ini rawan berganti aqidah. Contohnya yang
menimpa warga Nahdliyin di Sampang, Madura. Mereka adalah kalangan yang kurang
disentuh dakwah Kiai. Sehingga Tajul muluk datang dan berhasil menggaet mereka.
Bukan
cuma Syiah, mereka rawan sekali dengan infiltrasi misionaris gereja. Saya
pikir, inilah Pekerjaan Rumah (PR) bagi Kiai-Kiai NU. Mudah-mudahan dalam
Muktamar ke 33 di Tebu ireng, Jombang, para Kiai harus bersatu padu mengatasi
problem ini. Dan kita berharap, organisasi besar sekelas NU tidak dipimpin oleh
kiai-kiai Liberal dan memihak kepada Syiah. Wallahu’allam bishowwab.
*Penulis
adalah Alumni MAN 3 Malang
Sumber : (nisyi/syiahindonesia.com)
http://mengapasayakeluardarisyiah.info/index.php/berita/item/318-4-tipologi-orang-nu-dalam-menyikapi-syiah
Sumber : (nisyi/syiahindonesia.com)
http://mengapasayakeluardarisyiah.info/index.php/berita/item/318-4-tipologi-orang-nu-dalam-menyikapi-syiah