Pembelaan atas negeri pendukung manhaj Salaf
Kewajiban Berpegang Teguh
Terhadap As-Sunnah Dan Waspada Terhadap Bid’ah
Segala puji bagi Allah yang
telah menyempurnakan untuk kita agama ini dan telah mencukupkan untuk kita
nikmat-Nya, serta telah meridhai Islam sebagai agama kita.Shalawat dan salam
sejahtera semoga tetap terlimpah kepada Muhammad, hamba dan Rasul-Nya yang
menyeru menuju ketaatan kepada Tuhannya, sekaligus menyampaikan peringatan
keras terhadap sikap berlebihan (ghuluw) bid’ah dan maksiat. Semoga shalawat
dari Allah tetap terlimpah kepada beliau, kepada keluarga dan sahabat serta
umat beliau yang berjalan pada garis beliau dan mengikuti ajaran beliau hingga
hari kiamat.
Sebuah Makalah Di Mingguan
Idarat (India) Bermuatan Misi Serangan Terhadap Negara Pendukung Salaf
Telah saya telaah sebuah
makalah yang dimuat di warta mingguan Idarat (dalam bahasa Urdu) yang terbit di
kota Kanvoor, sebuah kota industri di daerah Attabaradish, pada halaman muka.
makalah itu bermuatan serangan lewat media massa untuk menghantam kerajaan
Saudi Arabia yang hingga kini tetap berpegang pada Akidah Islam yang dianutnya,
dan menyatakan perang terhadap aneka bid’ah. Lebih dari itu, Makalah ini telah
menunding aqidah Salaf, yang selama ini menjadi garis haluan Pemerintah Saudi,
sebagai ajaran diluar aqidah sunni. Di balik tulisan ini, rupanya penulis
makalah tersebut bertujuan memecah belah golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan
memotivasi munculnya berbagai bid’ah dan khurafat.
Tidak diragukan lagi, bahwa
ini adalah suatu siasat licik dan ulah yang berbahaya yang bertujuan melecehkan
Islam dan menyebar luaskan berbagai bid’ah dan ajaran sesat.
Kemudian secara jelas ,makalah itu menitik-beratkan pembahasannya pada masalah
penyelenggaran acara maulid Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dan menjadikan
masalah ini titik tolak untuk mengorek aqidah Pemerintahan Saudi.
Oleh sebab itu, saya pandang
perlu mengungkap masalah ini dengan memberikan penjelasan yang semestinya,
seraya memohon pertolongan dari Allah Ta’ala.
Peringatan Maulid Bukan Dari
Ajaran As-Sunnah
Penyelenggaraan acara maulid
Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dan semacamnya, adalah tidak boleh hukumnya.
Bahkan wajib dicegah. Karena hal itu adalah hal yang baru yang diada-adakan
(bid’ah) dalam Islam.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tidak pernah
melakukannya, dan tidak pernah pula memerintahkannya, baik untuk hari kelahiran
beliau sendiri , atau untuk kelahiran seorang nabi dari sekian nabi yang telah
wafat sebelum beliau, atau untuk hari kelahiran puteri-puteri dan istri-istri
beliau, atau untuk salah seorang sanak kerabat maupun sahabat beliau.
Acara maulid ini tidak pernah
pula dilakukan oleh para Khulafa’ Rasyidin atau sahabat yang lain –semoga Allah
melimpahkan ridha kepada mereka– atau para tabi’in, bahkan oleh para ulama’
syari’ah dan as-sunnah pada tiga generasi yang dinyatakan keunggulan mereka
(generasi abad pertama, kedua, ketiga hijrah)( Hal itu berdasarkan sabda Nabi
Shalallahu ‘alaihi wassalam:
“Sebaik-baik generasi adalah generasi di masa keberadaanku, kemudian generasi
berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” HR Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim).
Padahal merekalah generasi
yang paling mengerti tentang as-Sunnah, paling cinta kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam dan paling taat mengikuti Syari’at beliau,
dibanding generasi setelah mereka. Seandainya penyelenggaraan acara maulud ini
baik, pastilah mereka telah melakukan hal itu lebih dahulu dari pada kita.
Kewajiban Mengikuti As-Sunnah
dan Menjauhi Bid’ah
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam menyuruh kita mengikuti sunnah beliau dan melarang kita
mengadakan acara ritual baru (bid’ah). Karena agama Islam telah sempurna dan
cukup apa yang disyari’atkan Allah dan RasulNya, dan yang diterima sebagai
tuntunan As-Sunnah oleh Ahlussunnah wal- Jamaah, yaitu para Sahabat dan
Tabi’in.
Di dalam hadits shahih
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
Artinya : “ Barang siapa mengadakan suatu amalan baru dalam Agama kami yang di
luar syari’at kami. Maka amalan itu tertolak” (HR Imam Ahmad bin Hanbal,
Al-Bukhori, Muslim dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha)
Hadits ini disepakati keshohihannya oleh para ulama as-Sunnah.
Dalam riwayat lain di Shahih
Muslim
Artinya : “Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan
syari’at kami. Maka amalnya itu tertolak”
Dalam hadits lain, beliau
bersabda :
Artinya : Berpeganglah kamu
sekalian pada sunnahku dan sunnah para Khulafa’ Rashidin setelahku. Berpegang
teguhlah padanya dan gigitlah ia erat-erat dengan gigi geraham. Jauhilah
perkara-perkara baru yang diada-adakan, karena setiap amalan yang diada-adakan
itu bid’ah, sedang setiap bid’ah adalah sesat” ).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda dalam khutbah Jum’at beliau :
Artinya : “Selanjutnya, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah.
Sebaik-baik ajaran adalah ajaran Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah
perkara-perkara baru yang diada-adakan. Dan setiap bid’ah adalah sesat” ) HR
Ahmad, Abu Dawuud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Irbadh bin Sariyah rodhiallahu
‘anha. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya, Muslim dan
Ibnu Majah, juga diriwayatkan oleh Al-Bukhori, At-Tirmidzi dan An Nasa’I dari
Ibnu Mas’ud, dari Ibnu ‘umar berkata:
Artinya : Setiap bid’ah adalah sesat miskipun dipandang baik oleh banyak
orang(lihat : Al Ba’its ‘ala inkar al bida’ wa-l – hawadits oleh Abu Syamah
As-Syafi’i )
Dalam hadits-hadits yang
tertera diatas terdapat peringatan keras dari mengadakan berbagai bid’ah dan
penegasan bahwa bid’ah adalah sesat. Ini semua agar menjadi peringatan bagi
ummat Islam tentang besarnya bahaya bid’ah, sekaligus untuk mengajak mereka
menjauhi tindakan melakukan bid’ah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
Artinya : “Apa saja yang disampaikan Rasul kepada kamu terimalah ia. Dan apa
saja yang dilarangnya bagi kamu, tinggalkanlah”. (QS Al Hasyr 7)
Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan
ditimpa cobaan(dalam hatinya, menurut ibnu Katsir arti fitnah di ayat ini
adalah cobaan dalam hati yang berupa kekafiran atau kemunafikan atau bid’ah)
atau ditimpa adzab yang pedih. (QS An Nuur 63)
Allah Ta’ala berfirman :
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagi kamu , (yaitu) bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir, dan
banyak mengingat Allah. (QS Al Ahzab 21)
Allah Ta’ala berfirman :
artinya : “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, Dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar”. (QS At Taubah 100)
Ajaran Islam Telah
Disampaikan Dengan Sempurna
Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : “Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
aku cukupkan kepada kamu nikmat-Ku, dan Aku telah ridhai Islam itu jadi agama
bagimu”. (QS Al Maidah 3)
Ayat ini menunjukkan secara
jelas, bahwa Allah Ta’ala telah menyempurnakan untuk ummat ini agama mereka dan
telah mencukupkan bagi mereka nikmat-Nya. Sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam tidak meninggal dunia kecuali setelah menyampaikan dakwah beliau
secara paripurna. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pun menjelaskan bahwa
segala ucapan maupun perbuatan (amalan) yang diada-adakan oleh orang-orang
sepeninggal beliau dan mereka lakukan sebagai ajaran agama Islam, semua itu
adalah bid’ah yang tertolak dan tercampakkan kembali kepada orang yang
mengada-adakannya itu, meskipun tujuan orang itu baik.
Para Sahabat Rasullullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam dan para Ulama salaf sholih setelah mereka,
menyampaikan peringatan keras terhadap bid’ah dan mengajak untuk menjauhinya.
Hal itu, tiada lain karena bid’ah adalah merupakan ajaran tambahan yang
dinisbahkan kepada Islam dan merupakan olah membuat-buat syari’at yang tidak
dibenarkan dan tidak pula diizinkan oleh Allah, disamping hal itu merupakan
tasyabbuh (perbuatan menyerupai) musuh-musuh Allah, yaitu yahudi dan Nasrani,
dalam tindakan mereka menambah dan mengada-adakan hal yang baru dalam agama
mereka, yang tidak dibenarkan dan tidak diizinkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala Lebih dari itu, tindakan bid’ah, secara tidak langsung menyeret untuk
mengatakan bahwa agama Islam masih kurang dan menuduhnya tidak sempurna.
Jelas-jelas ini adalah
kekeliruan yang fatal dan tindakan mungkar yang sangat jelek, serta
bertentangan dengan firman Allah Ta’ala disamping menyalahi hadits-hadits Rasulullah
yang secara nyata mengingatkan dengan keras dari berbagai bid’ah dan mengajak
menjauhinya.
Dari pengadaan acara-acara
maulid atau semacamnya tersimpul bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala belum
menyempurnakan agama (Islam) untuk ummat ini, dan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam belum tuntas menyampaikan apa yang senantiasa dilakukan oleh
mereka, sehingga datanglah generasi belakangan (mutaakhkhirin) untuk mengadakan
amalan baru dalam ayari’at Allah, yang hal itu tidak dibenarkan oleh Allah.
Mereka mengira bahwa amalan-amalan baru yang mereka ada-adakan itu dapat
mendekatkan mereka kepada Allah.
Tanpa diragukan dalam rekaan
mereka ini terkandung bahaya besar disamping ia bermuatan penantangan terhadap
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Padahal Allah telah menyempurnakan
agama ini untuk para hamba-Nya dan telah mencukupkan nikmat-Nya pada mereka.
Rasulullah pun telah menyampaikan dakwah beliau sampai tuntas. Tidak ada satu
jalan yang tidak beliau terangkan kepada ummat beliau.
Hal ini tertera pada hadits
shahih :
Artinya : Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash –semoga Allah meridhai mereka-
berkata : “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali Nabi itu berkewajiban
menunjuki ummatnya (jalan) kebaikan yang ia ketahui untuk mereka dan
menyampaikan peringatan terhadap(jalan) kejahatan yang ia ketahui berdampak
buruk untuk mereka” (Hadits Riwayat Muslim dalam shahihnya) .
Secara yakin kita tahu bahwa
Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wassalam adalah Nabi yang mulia, Nabi terakhir
yang paling sempurna dalam menunaikan tugas tabligh dan membina umat.
Seandainya pengadaan acara maulid itu adalah termasuk ajaran Islam yang
diridhai Allah untuk para hamba-Nya, tentu Rasulullah menjelaskan kepada umat,
atau tentu para Sahabat beliau melakukannya. Karena hal itu tidak pernah
dijelaskan Rasulullah dan tidak pernah dilakukan oleh Sahabat beliau, maka
jelaslah bahwa ia di luar ajaran Islam, bahkan termasuk ajaran-ajaran baru,
yang umat ini diperingatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam agar
tidak melakukannya, sebagaimana tertera dalam hadits-hadits diatas.
Secara tegas, sejumlah ulama’
mengatakan bahwa acara maulid dan semacamnya adalah amalan yang salah.
Merekapun menyampaikan peringatan keras terhadap hal itu, sebagai pengamalan
dan penerapan dalil-dalil yang tertera diatas dan lainnya.
Pembelaan atas negeri Saudi – Kembali pada al Haq
Kembali Kepada Al-Qur’an Dan
As-Sunnah Dalam Menentukan Hukum
Sebagai mana dimaklumi dari
kaidah syar’i bahwa penentuan halal atau haram dan pemutusan perselisihan dalam
hal ini hendaklah dengan merujuk kepada kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah
Rasul-Nya sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu . Kemudian jika kamu berselisih pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kiamat,
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik sesudahnya”. (QS An Nisaa 59)
Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : “Apapun yang kamu perselisihkan, maka putusannya (hendaklah di
kembalikan) kepada Allah”. (QS Asy Syuura 10)
Jika kita kembalikan masalah
penyelenggaraan maulid atau semacamnya ini kepada Kitab Allah , maka kita
dapati al-Qur’an menyuruh kita mengikuti Rasul Shallallahu ‘alaihi wassalam
dalam segala apa yang beliau bawa. Al-Qur’an pun memberi peringatan keras
terhadap apa yang beliau larang Al-Qur’an juga memberi informasi kepada kita
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan agama, untuk umat ini, yang
wajib mereka anut. Sementara, acara maulid atau semacamnya bukanlah termasuk
ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Dengan
demikian, berarti amalan ini diluar ajaran agama Islam yang sudah Allah
sempurnakan untuk kita dan dia perintahkan kepada kita untuk mengikuti Rasul
Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam melaksanakannya.
Lalu, jika kita kembalikan
hal ini kepada sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, maka kita pun
tidak mendapati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melakukan atau
merintahkannya. Begitu pula para Sahabat beliau-radhiallahu ‘anhum- tidak
pernah melakukannya, dengan demikian kita ketahui dengan yakin bahwa pengadaan
maulid atau semacamnya bukanlah dari ajaran Islam. Bahkan justru tegolong
bid’ah yang diada-adakan, dan tergolong meniru secara buta kepada ahli kitab
dari kalangan oarang-orang Yahudi maupun Nasrani dalam upacara-upacara hari
besar mereka.
Dari keterangan diatas
jelaslah bagi orang yang memiliki pemgetahuan walaupun sedikit, dan memiliki
minat pada kebenaran serta memiliki sikap adil dan obyektif dalam mencari
kebenaran .bahwa penyelenggaraan hari lahir, dengan segala macamnya , adalah
diluar ajaran Islam bahkan tergolong bid’ah, yang kita diperintah Allah dan
Rasulnya untuk meninggalkan dan berhati-hati agar tidak terpelosok didalamnya.
Seyogyanya orang yang berakal
sehat tidak terperdaya oleh banyaknya orang yang melakukannya diberbagai
belahan bumi ini . karena kebenaran tidaklah diketauhi lantaran banyaknya orang
yang melakukannya, akan tetapi ia dikenali hanya melalui dalil-dalil syar’i
Allah Ta’ala berfirman tentang orang-orang Yahudi dan Nasrani :
Artinya: “Dan merekalah (orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata: sekali-kali
tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau
Nasrani”. Demikian itu (hanyalah) angan-angan kosong mereka belaka. Katakanlah:
“Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar” (QS Al
Baqarah 111)
Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang dimuka bumi ini, niscaya
mereka akan mwnyesatkan engkau dari jalan Allah”. (QS Al An’am 116)
Bentuk-Bentuk Penyenyimpangan
Di Balik Acara Maulid
Pada umumnya, di samping
acara-acara ini memang bid’ah, sering kali, di beberapa negara, diwarnai
hal-hal mungkar lainnya, seperti campur aduknya pria dan wanita, pementasan
nyanyian-nyanyian dan instrument-instrument musik, minum-minuman keras dan
narkotika serta ragam buruk lainnya .
Kadang-kadang terjadi kemungkaran yang lebih besar dari itu semua , yaitu
syirik besar. Syirik ini terselubung dalam sikap berlebihan (ghuluw) terhadap
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam atau terhadap para wali, pemujaan dan
Pemanjatan doa kepada Nabi e, permohonan selamat kepada beliau, permintaan
kekuatan kepada beliau, keyakinan bahwa beliau mengetahui yang ghaib dan
hal-hal lain yang menyeret pelakunya menjadi kafir.
Dalam hadits shahih
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
Artinya : “Hindarilah sikap berlebihan dalam (pengamalan) Agama, tiada lain
sikap berlebihan dalam (pengamalan) Agama telah menjadikan binasanya umat
sebelum kamu“.
Rasulullah juga telah
bersabda :
Artinya : “ janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku sebagaimana orang-orang
Nasrani telah berlebihan memuji(Isa) putera Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah
seorang hamba. Karenanya sebutlah (aku) hamba Allah dan Rasulnya “ (Hadits ini
diriwayatkan oleh Al-Bukharidalam shohihnya).
Yang mengherankan, adalah
bahwa banyak orang sibuk dan bersikeras untuk menghadiri acara-acara pertemuan
maulid dan semacamnya yang bid’ah ini dan mempertahankan serta membelanya.
Sementara mereka absen menghadiri sholat jum’at dan sholat jamaah yang hukumnya
wajib. Mereka acuh tak mengangkat kepala sedikitpun untuk memenuhi panggilan
sholat Jum’at atau sholat jama’ah. Anehnya dalam kondisi seperti ini ia tidak
merasa melakukan kemungkaran yang besar. Tidak diragukan, bahwa ini adalah
akibat lemahnya iman , tipisnya ilmu dan menebalnya bintik-bintik noda di hati
oleh sebab berbagai dosa dan kemaksiatan. Kita panjatkan permohonan kepada
Allah, kiranya dia mengaruniai kita dan segenap umat Islam kesejahteraan lahir
dan batin.
Lebih aneh lagi sebagian
mereka berkeyakinan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam hadir dalam
acara maulid itu. Karenanya, mereka berdiri untuk memberikan salam kehormatan
dan ucapan marhaban (selamat datang).
Ini adalah suatu puncak
kebatilan dan seburuk-buruk kebodohan. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam tidaklah keluar dari kuburan beliau sebelum hari
Kiamat, dan tidak pula bekomunikasi dengan manusia, serta tidak juga menghadiri
pertemuan-pertemuan yang mereka adakan. Bahkan sebaliknya, beliau menetap
dikuburan sampai hari kiamat. Sedang roh suci beliau disemayamkan di tingkat
teratas di “illiyyin” di istana kemuliaan ( dar al-karamah) di sisi Allah.
Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : “Kemudian kamu setelah itu benar-benar akan mati. Kemudian
sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan dibangkitkan”.(QS Al Mu’minun 15-16)
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda :
Artinya : “Aku adalah orang yang pertama kuburnya terbelah dan terbuka dihari
kiamat . Aku adalah orang yang pertama memberi syafaat dan orang pertama yang
di beri wewenang untuk mmberikan syafa’at”
Ayat dan hadits di atas, juga
ayat-ayat dan hadist-hadits lain yang semakna dengannya menunjukkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam dan orang-orang yang telah mati lainnya, mereka
hanyalah dapat keluar dari kuburan mereka pada hari kiamat. Ini menjadi
ijma’(kesepakatan) para ulama’ dan tidak ada perselisihan pendapat diantara
mereka.
Oleh sebab itu , seyogyanya
seorang muslim memiliki kepekaan terhadap hal-hal semacam ini, dan hendaknya
waspada terhadap aneka bid’ah dan khurafat yang diada-adakan oleh orang orang
bodoh atau semacamnya, yang tidak pernah Allah menurunkan hujjah yang mendukung
hal itu.
Adapun beshalawat dan
mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam adalah
termasuk ibadah yang paling utama dan salah satu dari sekian amal shalih.
Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : Sesungguhnya Allah dan Malikat-Nya bershalawaat untuk nabi. Wahai
orang-orang yang beriman , bershalawatlah untuk dia dan ucapkanlah salam
penghormatan padanya” (QS Al Ahzab 56)
Nabi Shalallahu’alaihi
wassalam bersabda :
Artinya : “ Barang siapa bershalawat utukku satu kali, maka Allah akan
beshalawat (dengan melimpahkan rahmat-Nya) kepadanya sepuluh kali”.
Bershalawat ini disyari’atkan
di segala waktu , bershalawat sangat ditekankan untuk dilakukan pada akhir
setiap shalat. Bahkan menurut kebanyakan ulama’ wajib dilakukan di tahiyat
akhir pada setiap shalat, dan sunnah muakadah (sangat dianjurkan, red)
dilakukan dibanyak tempat , diantaranya : seusai adzan, disaat nama beliau
Shallallahu ‘alaihi wassalam disebut , pada malam Jum’at dan berikutnya di hari
Jum’at , sebagaimana ditunjukkan di banyak hadits.
Inilah hal-hal yang saya
maksudkan untuk dijelaskan masalah ini. Kiranya cukup jelas bagi orang yang di
buka dan diterangi mata hatinya oleh Allah.
Menyelenggarakan Maulid Bukan
Cermin Cinta Kepada Rasulullah
Sungguh sangat menyedihkan,
bahwa yang melakukan acara-acara maulid atau semacamnya yang bid’ah ini adalah
umat Islam yang patuh terhadap aqidahnya dan menyatakan kecintaannya kepada
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Kini, kami sodorkan
pertanyaan kepada mereka itu : “Jika anda berpegang pada aqidah sunni dan patuh
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam adakah beliau atau salah seorang
Shahabat beliau ataupun tabi’in yang melakukan itu ? Atau ini justru taqlid
buta terhadap musuh-musuh Islam, seperti orang-orang Yahudi, Nasrani atau
orang-orang yang setipe meraka ?”
Cinta kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam tidaklah tercermin pada penyelenggaraan maulid .
Tetapi harus tercermin pada :
a. Kepatuhan terhadap apa yang beliau perintahkan,
b. Meyakini apa yang beliau turunkan.
c. Menjauhi apa yang beliau larang.
d. Hendaknya jangan menyembah atau beribadah kepada Allah kecuali dengan
tatanan yang disyari’atkan oleh Allah (melalui Rasul-Nya).
e. Disamping itu, tanda kecintaan kepada Rasulullah hendaknya diwujudkan dengan
bershalawat kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika nama beliau
disebut, baik saat di dalam shalat maupun pada kesempatan lain.
Pembelaan atas negeri Saudi – Wahabi = Sunni Salafy
Wahabi Pelanjut Gerakan Salaf
Ahlussunnah wal Jama’ah
Kelompok Wahabi –demikian
istilah yang dipakai oleh penulis di berita mingguan urdu itu- bukanlah
kelompok baru dalam menyatakan salahnya acara-acara bid’ah semacam ini. (Wahabi
dinisbahkan kepada pengikut seorang hamba Allah, Abdul Wahhab, yakni Syekh Muhammad
bin Abdul Wahhab rahimahullah, red)
Akidah Wahabi dilandaskan
pada :
a. Berpegang teguh kepada kitab Allah.
b. Berpegang teguh kepada Sunnah Rasulullah.
c. Berjalan pada garis ajaran Rasul Shallallahu ‘alaihi wassalam dan garis
ajaran Khulafa’ Rasyidin setelah beliau serta para Tabi’in dan
d. Meniti jejak para ulama’ al-Salaf al-Sholih, para imam terkemuka dalam
Islam, yaitu para ahli fiqih dan taqwa.
Inilah landasan Akidah
Wahhabi dalam hal Ma’rifatullah dan Itsbatush Shifah (penetapan sifat-sifat ke-Maha
Sempurnaan dan ke-Maha Agungan Allah ) yang diturunkan oleh al-Qur’an dan
tertera dalam hadits-hadits shahih serta yang dipegang teguh oleh para sahabat
Rasul- Shalallahu ‘alaihi wassalam-. Wahabi menetapkan, mengimani dan menerima
apa adanya sifat-sifat Allah itu :
– Tanpa tahrif (mengubahnya)
– Tanpa ta’thil (meniadakan ma’nanya)
– Tanpa takyif(mempertanyakan bagaimana atau mengandaikannya), dan
– Tanpa tamtsil (menyerupakan dengan sifat-sifat Makhluk).
Wahabi berpegang pada dasar-dasar aqidah yang dianut oleh para ahlul ‘ilmi
wat-taqwa generasi pendahulu(salaf) dan para imam umat ini yaitu para tabi’in
dan pengikut setia mereka, mereka mengimani bahwa dasar dan fondasi iman adalah
:
Artinya: Kesaksian bahwa
tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad
adalah utusan Allah.
Syahadat ini adalah dasar
iman, ia harus mengandung ilmu (pengertian dan keyakinan), amal(tindakan) dan
pernyataan lesan, sebagaimana hal itu telah menjadi ijma’ umat Islam.
Kandungan arti syahadat ini
adalah :
a. Kewajiban beribadah (mengabdi) kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya,
dan
b. Bara’ah (berlepas diri) dari penyembah kepada selain Allah, apapun dan
siapapun dia.
Inilah hikmah (Inti tujuan ) diciptakannya Jin dan Manusia. Untuk tujuan ini
pula para Rasul diutus dan kitab-kitab Ilahi diturunkan.
Syahadat ini juga mengandung
:
a. Puncak (klimaks) rasa rendah dan rasa cita kepada Allah semata, dan
b. Puncak (klimaks) rasa taat dan pengagungan kepada-Nya.
Inilah din al-Islam (agama
Islam) yang Allah tidak akan menerima agama apapun selainnya baik itu dari
kaum-kaum terdahulu maupun dari kaum-kaum yang datang kemudian. Karena seluruh
nabi berpegang kepada dien al-Islam ini dan merekapun diutus untuk menyeru
menuju al-Islam , dan menuju apa yang dikandung oleh makna al-Islam itu, yaitu
al-istislam (berserah diri) kepada Allah semata.
Maka orang yang berserah diri
kepada Allah dan kepada selain-Nya, atau memanjatkan do’a kepada Allah dan
kepada selain-Nya ia adalah musyrik, dan barang siapa yang tidak berserah diri
kepada-Nya, ia berarti mustakbir, angkuh dan enggan menyembah-Nya.
Allah Ta’ala berfirman :
Artinya : “Dan sesungguhnya kami telah mengutus ke kalangan masing-masing umat
seorang rasul untuk menyeru “Sembahlah (beribadahlah) kepada Allah dan jauhilah
thoghut”.
Akidah Wahabi berasaskan pada
pewujudan syahadat (kesaksian) bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, dengan
konsekwensi menolak segala aneka bid’ah dan khurafat serta segala yang
bertentangan dengan syari’at yang dibawa Rasulullah, Muhammad e
Inilah aqidah yang diyakini, dianut dan didakwahkan oleh syekh Muhammad ibn
Abdul Wahhab –rahimahullah-. Barang siapa yang menisbatkan (melekatkan) kepada
beliau aqidah lain yang bertentangan dengan aqidah di atas , berarti ia telah
melakukan kedustaan dan berbuat suatu dosa yang nyata serta menyatakan suatu hal
yang ia tidak memiliki ilmu tentang hal itu, yang kelak akan dibalas oleh Allah
sebagaimana layaknya ancaman kepada para perekayasa kedustaan dan fitnah.
Syekh Muhammad bin Abdul
Wahhab telah memaparkan sejumlah tulisan tetang fiqh (dalam madzhab Imam Ahmad
ibn hanbal).Beliau juga menulis beberapa bahasan dan kajian yang memiliki
kekhasan dalam penyuguhan, dan karya-karya tulis yang bagus seputar
Kalimatul-Ikhlas wat-Tauhid dan arti syahadat (kesaksian) terhadap(Allah Azza wa jalla) serta tentang kandungan makna kalimah
syahadat itu, yang diturunkan oleh al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma’, yang
tersimpul dalam dua hal :
a. Pernyataan bahwa selain Allah tidak berhak untuk disembah dan dipertuhankan.
b. Penetapan bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah dan dipertuhankan.
Penyembah (ibadah\ubudiah) kepada Allah ini wajib dilakukan semurni-murninya
dan sesempurna-sempurnanya, terbebas dari unsur syirik (penyekutuan) baik yang
kecil maupun yang besar, baik yang nyata maupun yang samar.
Orang mengetahui
karangan-karangan Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab dan data-data akurat tentang
pikiran, dakwah dan jejak perjuangan beliau, serta mengetahui aqidah yang
dipegang oleh kawan seperjuangan dan murid-murid beliau, nyatalah baginya bahwa
Syeikh adalah sosok yang konsisten pada aqidah pemurnian tauhid dan perjuangan
membasmi bid’ah dan khurafat. Dan itulah garis para as-Salaf as-Shaleh dan para
imam terkemuka.
Saudi Berusaha Menapak-Tilasi
Jejak Salaf
Alhamdulillah diatas garis inilah Pemerintah Saudi tegak. Para Ulama’nyapun
meniti garis itu. Pemerintah Saudi tidaklah bersikap keras kecuali dalam
menentang bid’ah dan khurafat yang menodai Agama Islam dan dalam mendobrak
sikap ghuluw (melampaui batas dalam menjalankan agama) yang hal itu dilarang
oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Ulama’ Islam di Saudi, para
ulama’ dan penguasanya sangat menghormati setiap muslim. Mereka hunjamkan di
hati mereka rasa loyalitas, pembelaan, cinta dan penghargaan tinggi kepada
setiap muslim dari negara dan arah manapun.
Mereka hanyalah menentang dan
tidak mentolerir ulah para pendukung aqidah sesat yang mengadakan aneka bid’ah
dan khurafat serta peringatan hari-hari besar bid’ah. Pengadaan dan
penyelenggaraan pertemuan untuk acara-acara bid’ah itu adalah termasuk hal-hal
yang tidak diizinkan dan tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shalallahu
‘alaihi wassalam. Para ulama’ dan penguasa Saudi mencegah hal itu karena ia
adalah termasuk amalan-amalan baru yang diada-adakan, sedangkan setiap
amalan-amalan baru seluruh umat Islam diperintah mengikuti As-Sunnah, bukan
diperintah mengada-adakan bid’ah , Karena agama Islam adalah sempurna dan cukup
apa yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wassalam dan apa
yang diterima sebagai ajaran as-Sunnah oleh Ahlussunnah wal Jama’ah, yaitu para
sahabat, Tabi’in dan orang-orang yang mengikuti garis mereka.
Pelarangan terhadap
penyelenggaraan maulid, hal-hal yang mengandung sesuatu yang melampaui batas
dalam agama (ghuluw) atau mengandung kemusyrikan dan yang serupa bukanlah
tindakan yang non-Islami atau penghinaan terhadap Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam. Akan tetapi itu justru suatu ketaatan kepada beliau dan
pelaksanaan perintah beliau. Dalam kaitan ini beliau Shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda :
Artinya : “Jauhilah oleh kamu ghuluw (sikap berlebihan dan melampui batas)
dalam agama. Sesungguhnya penyebab kehancuran kaum sebelum kamu adalah sikap
ghuluw dalam agama.”
Dan beliaupun bersabda :
artinya : “Janganlah kamu berlebihan memujiku sebagai mana orang-orang Nasrani
telah berlebih-lebihan memuji dan menyanjung (Isa) putra Maryam. Sesungguhnya
aku hanyalah seorang hamba. Karenanya, sebutlah (aku) : “Hamba Allah dan
rasul-Nya”.
Penutup
Inilah yang ingin saya jelaskan dalam menyanggah makalah yang dimuat di warta
mingguan IDARAT (INDIA). Kepada Allah saja kita panjatkan permohonan , semoga
Dia melimpahkan taufiq-Nya kepada kita dan kepada seluruh umat Islam untuk
dapat memahami agama Allah dan tetap teguh padanya. Sesungguhnya Allah Maha
Pemberi Karunia,. Semoga Allah senantiasa melimpahkan shalawat dan salam
sejahtera kepada Nabi kita, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassallam, juga kepada
keluarga dan para sahabat beliau.
Pimpinan Umum
Direktorat Riset, Fatwa, Da’wah, Bimbingan Islam
Abdul Aziz bin‘Abdullah bin Baz.
(Dikutip dari tulisan edisi
bahasa Indonesia Kewajiban Berpegang Teguh Terhadap As-Sunnah Dan Waspada
Terhadap Bid’ah, ditulis oleh Pimpinan Umum Direktorat Riset, Fatwa, Da’wah,
Bimbingan Islam Abdul Aziz bin‘Abdullah bin Baz, Depag Saudi Arabia).