Setahun pasca deklarasi khilafah, ulama mujahid asal Yordania,
Syaikh Abu Qatadah Al-Falistini melayangkan surat terbuka kepada Syaikh
Al-Baghdadi sebagai khalifahnya. Abu Qatadah mengajak Al-Baghdadi untuk
mengevaluasi dan merenungkan hasil dari deklarasi khilafah itu, yang diumumkan
awal Ramadhan tahun lalu.
Masalah pertama yang perlu direnungkan kembali adalah pengafiran
terhadap kaum muslimin yang dasarnya tidak kuat. “Kalau engkau mau merenungkan
niscaya engkau menyadari agamaku (Al-Baghdadi) adalah agama kaum muslimin yang
tidak mengafirkan manusia berdasarkan prasangka, syubhat, dan pembelaan
pribadi.” Yang itu kemudian berlanjut dalam penghalalan darah kaum muslimin.
“Inilah pokok perbedaan saya denganmu,” kata Al-Falistini.
Selain masalah takfir, Abu Qatadah juga mempertanyakan masalah
deklarasi khilafah. Klaim Al-Baghdadi sebagai khalifah untuk seluruh kaum
muslimin dan memosisikan kelompoknya sebagai jamaah kaum muslimin perlu dikaji
ulang. Sebab itu dilanjutkan dengan pembatalan seluruh perkumpulan dan
organisasi jihad di jalan Allah bila enggan taat dan bergabung ke dalam
khilafahnya. Itu tidak tepat karena kelompok-kelompok jihad itu tidak diajak
musyawarah dan Al-Baghdadi tidak mampu memberikan hak kaum muslimin.
Setelah setahun deklarasi khilafah itu, Abu Qatadah mengajak
Al-Baghdadi untuk bersimpuh sejenak di hadapan Allah Ta’ala untuk mengevaluasi
apa yang telah terjadi setelah deklarasi itu; baik atau buruk.
Salah satu poin yang perlu direnungkan, apakah khilafah yang
dibangga-banggakan itu menjadi rahmat bagi kaum muslimin atau justru menjadi
keburukan dan musibah bagi Islam dan kaum muslimin, lebih khusus lagi bagi
mujahidin.
Abu Qatadah tidak menampik bahwa Al-Baghdadi telah berjihad
memerangi orang-orang zindiq dan murtad di Irak. Pertanyaan Abu Qatadah,
“Apakah jihad itu dimulai sejak engkau mendeklarasikan khilafah itu atau itu
merupakan warisan dari kelompok-kelompok (jihad) yang membawa rahmat dan berkah
bagi manusia?”
Al-Baghdadi hanya menjadi salah satu di antara sekian orang yang
berperan dalam jihad itu, bukan pemrakarsanya, juga bukan khilafah yang
dideklarasikannya. Dengan deklarasi khilafah itu, Al-Baghdadi dinilai telah
memecah belah para mujahidin yang dahulu berada dalam satu kata. Al-Baghdadi
telah membuat keburukan di antara mereka yang tidak ada yang gembira oleh
peristiwa itu kecuali setan dan para loyalisnya.
Khilafah Al-Baghdadi, tidaklah menambah tokoh yang menguatkan kaum
muslimin. Dan tidak pula menambah wilayah baru karena para komandan khilafah
hanyalah membebaskan wilayah yang telah dikuasai oleh kelompok mujahidin lain.
Abu Qatadah juga meminta Al-Baghdadi tidak gembira dengan pernyataan
baiat satu dua orang dari sana-sini karena itu tidaklah menambah amunisi baru
bagi jihad, tetapi justru melemahkan. Bahkan musibah, sebab faktanya menjadi
penyebab perang internal antara mujahidin.
Wilayah baru yang diklaim, baik di Dua Tanah Suci, Yaman, Libya
maupun Khurasan, perlu diteliti kembali, apakah itu bisa disebut sebagai
wilayah, menurut bahasa, syariat dan akal. Dalam pandangan Abu Qatadah, itu
bukanlah wilayah, melainkan sel bawah tanah, yang kesibukan utamanya adalah
membunuhi mujahidin dan membuat makar untuk menghancurkan mereka.
“Sudah setahun berlalu, wahai Al-Baghdadi, orang yang berakal akan
mengintrospeksi diri dan mengevaluasi pekerjaannya,” kata Al-Falistini di
bagian akhir surat terbukanya, “Ada ungkapan: Dari buah yang mereka hasilkan,
kalian akan mengenal siapa mereka.”
Reporter:
Salem
Editor:
Abdullah
Sumber:
http://justpaste.it/mo36