Film Syiah Iran tentang Nabi Muhammad Bikin Murka Ulama Sunni
Film produk syiah Iran berjudul Muhammad: The Messenger of God yang sejak semula dibuatnya tahun 2011 telah diprotes keras oleh para ulama Sunni sedunia ini ternyata dimunculkan juga sejak Kamis 27 Agustus 2015. Maka kemarahan pun terpicu lagi. Di antaranya dimulai oleh Ulama Sunni di Al-Azhar, Profesor Abdel Fattah Alawari, marah dan mengecam film itu meski bercerita tentang sosok Muhammad sebelum menjadi Rasul. Menurutnya, sosok Muhammad yang jadi nabi tetap tidak boleh digambarkan secara fisik.
Inilah beritanya.
Film Nabi Muhammad Karya Sineas Iran Bikin Ulama Sunni Murka
Dinews | Film epik karya sineas Iran tentang riwayat Muhammad sebelum menjadi nabi umat Islam membuat heboh publik di Teheran. Film berdurasi 171 menit itu menuai banyak pujian publik Iran, tapi memicu kemarahan dari ulama Sunni di Universitas Al-Azhar, Kairo.
Film karya Majid Majidi berjudul “Muhammad” itu dibuat dengan anggaran hingga USD 40 juta (dolar Amerika Serikat) atau sekitar Rp559 miliar. Itu tergolong film termahal yang pernah diproduksi oleh industri film Iran.
sosok Muhammad yang jadi nabi tetap tidak boleh digambarkan secara fisik
Ulama Sunni di Al-Azhar, Profesor Abdel Fattah Alawari, marah dan mengecam film itu meski bercerita tentang sosok Muhammad sebelum menjadi Rasul. Menurutnya, sosok Muhammad yang jadi nabi tetap tidak boleh digambarkan secara fisik.
”Hal ini sudah ketetapan. Syariah melarang mewujudkan sosok nabi,” kata dekan fakultas teologi Islam Universitas Al-Azhar itu, dalam sebuah pernyataan.
”Hal ini tidak diperbolehkan dalam Islam bahwa seseorang, seorang aktor, memiliki peran yang kontradiktif dan bertentangan; kadang-kadang kita melihat dia sebagai sosok pemabuk buta, kadang-kadang sebagai sosok mata keranjang dan kemudian ia mewujudkan sosok nabi. Ini tidak diperbolehkan,” lanjut dia, seperti dilansir Russia Today, semalam (28/8/2015).
30 Agustus 2015 · by Admin DINews / duniaislamnews
***
Diprotes keras para ulama seduni sejak semula. Inilah beritanya.
ULAMA ARAB KUTUK FILM IRAN TENTANG NABI MUHAMMAD SAW
Organisasi Ulama Islam Internasional yang tergabung dalam Liga Muslim Dunia (MWL) yang berbasis di Makkah pada Senin (18/2/13) mengecam pembuatan film di Iran yang menggambarkan kepribadian Nabi Muhammad (saw).
Organisasi itu mendesak pemerintah Iran agar segera campur tangan untuk menghentikan shooting film dan mencegah skrining setiap bagian dari film itu.
“Adalah tanggung jawab Teheran untuk menghentikan tindakan seperti itu, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah Islam, yang terjadi di wilayahnya, ” kata Organisasi itu dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita Saudi.
Menurut pernyataan itu bahwa menggambarkan kehidupan Nabi (saw) dan para sahabatnya adalah jelas melanggar prinsip-prinsip Islam. Ini adalah pandangan bulat yang dipegang ulama Islam dan ahli fikih.
MWL telah membuat studi otentik pada masalah membuat film tentang Nabi (saw) dan para sahabatnya sekitar 40 tahun yang lalu (pada 1391H) dan akhirnya memberi kesimpulan bahwa ini tidak diperbolehkan, kata pernyataan itu.
Organisasi itu mendesak negara-negara Muslim serta badan-badan seperti Organisasi
Kerjasama Islam (OKI), Al-Azhar, dan International Islamic Fiqh Academy untuk meningkatkan tekanan pada Iran supaya bersedia menghentikan pembuatan film tersebut.
Beberapa bulan yang lalu, sutradara terkenal Iran, Majeed Majeedi mengumumkan bahwa film terbarunya mengenai Nabi (saw) hampir selesai.
Film yang telah menelan biaya lebih dari $ 30 juta ini terdiri tiga bagian sejarah yang menceritakan masa kecil Nabi Muhammad SAW, kehidupan Nabi sebelum menerima wahyu, hidupnya Nabi setelah wahyu dan penyebaran Islam.
Pengambilan film dimulai di selatan Iran pada bulan Oktober 2011. Sejumlah aktor termasuk AminTarokh, Mehdi Pakdel dan Sareh Bayat telah bergabung menjadi pemeran dalam film yang berjudul “Muhammad.”
Film ini telah memicu kontroversi di seluruh Dunia Islam. Sebelumnya, Al-Azhar, termasuk Mufti besar Sheikh Ahmed Al-Tayeb, marah dan menuntut pelarangan film itu. (sg)
sumber : http://www.sabili.co.id/berita/islami/item/445-ulama-arab-kutuk-film-iran-tentang-nabi-muhammad-saw.html
http://desainblog.hol.es/
(nahimunkar.com)
http://www.nahimunkar.com/film-syiah-iran-tentang-nabi-muhammad-bikin-murka-ulama-sunni/
Mufti Saudi Kecam Film "Muhammad" Buatan Iran, Serukan Boikot
Mufti Saudi Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh mengecam film Iran berjudul "Muhammad", Rabu (2/9). Ia menilai film itu menggambarkan kehidupan kecil Rasulullah diliputi dengan nuansa permusuhan.
Tak hanya itu, film ini juga dinilai memutarbalikan fakta tentang Islam. "Ini adalah sebuah karya tak senonoh. Ini adalah penyimpangan dari Islam. Ini adalah tindakan permusuhan terhadap Islam," ujar Al-Sheikh kepada harian Al-Hayat.
Dia juga menambahkan, film tersebut bentuk penghinaan terhadap Nabi dan penurunan statusnya, "Film ini mengejek nabi dan menurunkan derajatnya."
"Muhammad" merupakan film dengan biaya termahal di Iran, Film ini disponsori negara Iran dengan bujetnya memecahkan rekor film termahal Iran, US$40 juta atau setara dengan lebih dari Rp560 miliar.
Film mulai ditayangkan perdana di negara mayoritas Syiah itu Kamis (27/8) pekan lalu. Film berdurasi 171 menit ini fokus pada kehidupan masa kecil Sang Nabi. Wartawan lokal melaporkan hampir setiap bisokop penuh selama pemutaran awal film itu. Film ini juga sudah diputar di Festival Film Montreal, Kanada.
Liga Muslim Dunia yang berbasis di Mekkah juga mengecam film itu. Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia, Abdullah al-Turki menyerukan kepada Teheran agar menghentikan dan mencegah penayangan film itu. Al-Turki juga menyerukan umat Muslim agar memboikot film tersebut.
Film Nabi Muhammad disutradarai oleh Majid Majidi yang pernah menggarap film "Children of Heaven". Majidi mengatakan butuh waktu tujuh tahun untuk menyelesaikan film itu. Menyusul film "Muhammad" yang sudah tayang, akan ada dua seri film lainnya karena film tersebut direncanakan menjadi trilogi.
[Lihat Trailer Film "Muhammad"]
http://www.pkspiyungan.org/2015/09/mufti-saudi-kecam-film-muhammad-buatan.html
Kenapa Syiah/majusi ( Iran ) berani menghujat Islam ( Nabi ), teryata ada kaitannya dengan.....
SIAPA tak kenal Ayatollah Ruhullah Khomeini, tokoh Revolusi Iran. Sosok yang banyak diidolakan dan menginspirasi para pemuda muslim, termasuk di Indonesia. Tak heran, poster dari tokoh revolusi ini banyak menghiasi dinding-dinding kamar mereka.
Peran dan keberhasilannya dalam menumbangkan rezim Shah Pahlevi tahun 1979 tak diragukan lagi. Semua orang pun tahu, dan karenanya sosok ini banyak dielu-elukan. Namun, ada sisi lain dari sang tokoh yang mungkin jarang diungkap. Karenanya, pada edisi kali ini, al-Fikrah akan mengungkap beberapa hal terkait dengan penyimpangan Ayatullah Khomeini yang dikutip dari buku-buku karyanya sendiri.
1. Kedudukan Imam-imam Syiah Lebih Terhormat daripada para Nabi
Sebagai penganut Syiah, Khomeini dalam mengamalkan keyakinannya lebih cenderung memilih pendapat orang-orang yang ekstrem di kalangan para penganut Syiah. Di antara yang menunjukkan hal tersebut adalah perkataannya yang ia sandarkan kepada orang-orang Syiah yang ekstrem dalam menetapkan keutamaan para wali mereka hingga melebihi keutamaan para nabi Allah dan rasul-rasul-Nya.
Khomeini berkata, “Sesungguhnya di antara hal yang termasuk paling urgen dalam madzhab kami, bahwasanya imam-imam kami memiliki kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh para malaikat yang didekatkan dan tidak pula para nabi yang diutus…. Telah diriwayatkan dari mereka ‘alaihimus salam(imam-imam Syiah-pent.) “Bagi kami keadaan-keadaan tertentu bersama Allah yang tidak dapat dicapai oleh para malaikat yang didekatkan, demikian pula para nabi yang diutus.” (Lihat al-Hukumah al-Islamiyah hal. 52, karya Khomeini).
Khomeini juga berkata tentang salah seorang imam mereka yang hingga saat ini masih gaib dan terus ditunggu-tunggu, “Telah datang para nabi seluruhnya untuk meneguhkan prinsip-prinsip keadilan, tapi mereka tidak berhasil. Bahkan Nabi Muhammad sekalipun, penutup para nabi yang datang untuk memperbaiki kehidupan manusia. Sesungguhnya, orang yang akan berhasil mewujudkan hal tersebut hanyalah al-Mahdi al-Muntazhar.” (Di antara isi khutbah Khomeini yang disampaikan dalam acara peringatan Maulid al-Mahdi pada tanggal 15 Sya’ban 1400 H).
Bahkan Khomeini telah melontarkan tuduhan keji terhadap Nabi bahwa beliau tidak menyampaikan risalah Islam sebagaimana mestinya. Khomeini berkata dalam salah satu bukunya, ”Fakta menunjukkan bahwa sekiranya Nabi telah menyampaikan persoalan imamah sesuai perintah Allah dan mencurahkan segenap potensi yang baik dalam hal ini, mustahil akan berkecamuk perselisihan, pertengkaran, dan peperangan. Demikian pula, tidak akan terjadi perpedaan-perbedaan dalam perkara pokok maupun cabang dalam agama ini.” (Lihat Kasyf al-Asraar hal. 55).
Demikian pula, Khomeini telah menyematkan bagi imam-imam Syiah dengan sifat-sifat ketuhanan. Khomeini berkata, “Sesungguhnya atas para imam kedudukan yang terpuji dan khilafah yang terbentuk. Tunduk terhadap pemerintahan dan kekuasaannya semesta alam.”
Adapun para nabi, maka Khomeini menyifati mereka ‘alaihimus salam dengan sifat lemah. Khomeini berkata, “Dan kita katakan bahwasanya para nabi belum diberi taufiq dalam melaksanakan maksud dan tujuan mereka diutus. Dan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengutus di akhir zaman seseorang yang akan menyelesaikan malasalah-masalah para nabi.” Seseorang yang mereka maksudkan adalah imam mereka yang masih gaib.
2. Apa kata Khomeini tentang perubahan al-Qur’an
Khomeini mendoakan rahmat dan ampunan bagi orang yang telah murtad, pengikut agama Majusi, penulis buku Fashl al-Khithab. Ia juga telah mengambil ilmu secara langsung dari bukunya Mustadrak al-Wasail dan berhujjah dengannya.
Perhatikan ucapan kekufuran yang sangat jelas dalam perkataan berikut ini, Khomeini ucapkan dalam salah satu bukunya berjudul Kasyf al-Asrar, “Sesungguhnya orang-orang yang tidak memiliki hubungan keterikatan dengan Islam dan al-Qur’an kecuali karena alasan kedudukan dan duniawi, di mana mereka menjadikan al-Qur’an sebagai sarana untuk mencapai tujuan mereka yang rusak. Adalah hal yang sangat mungkin terjadi, mereka (sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam-pent.) mengubah kitab samawi (al-Qur’an) ini ketika nama imam disebutkan dalam al-Qur’an, atau mereka menghapus ayat yang menyebutkan tentang imam itu dari al-Qur’an dan menyematkan aib ini dalam kehidupan kaum Muslimin.” (Lihat Kasyf al-Asrar, hal. 114, karya Ayatullah Khomeini).
Inilah imam Syiah Rafidhah yang mereka sanjung dan mereka yakini makshum telah menghina para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan menganggap para sahabat kemungkinan besar telah mengubah-ubah al-Qur’an al-Karim.
Khomeini telah mengingkari firman Allah Ta’ala
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (٩)
(artinya), “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr: 9).
Padahal ayat ini telah memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Quran selama-lamanya.
3. Khomeini mengafirkan seluruh sahabat dan Ahlus Sunnah
Khomeini mengafirkan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam dan menyifati mereka dengan an-Nawashib, bahkan Khameini memilih pendapat yang paling ekstrem dari pengikut-pengikut Syiah dalam hal bermuamalah dengan mereka, yaitu dianggap sebagai kafir harbi (kafir yang harus diperangi). Khomeini berkata, “Pendapat yang paling kuat adalah mengikutkan an-nashib dalam golongan kafir harbi dalam hal bolehnya memanfaatkan apa saja yang dia usahakan, dan hal ini telah termasuk khumus (1/5 bagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh orang Syiah-pent.). Bahkan yang nampak secara nyata adalah bolehnya menjarah hartanya di mana saja dan bagaimana pun bentuknya, dan wajibnya mengeluarkan khumus darinya.” (Tahrir al-Wasilah, I/352).
Lalu siapakah yang Khomeini maksudkan sebagai an-nawasib? Mereka adalah Anda para pembaca yang Sunni, dan kita seluruhnya Ahlussunnah wal Jama’ah.
Khameini juga berkata, “Adapun Nawashib dan Khawarij—semoga Allah melaknat kedua golongan ini—keduanya tidak diragukan lagi adalah najis.” (Lihat, Tahrir al-Wasilah).
4. Khameini Menolak Peribadahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Sesungguhnya kami tidak menyembah Ilah (sembahan) yang mendirikan bangunan yang tinggi untuk ibadah, keadilan, dan agama, kemudian Ia menghancurkannya sendiri. Kemudian Ia mendudukkan Yazid, Mu’awiyah, dan Utsman, dan selain mereka dari golongan orang-orang yang melampaui batas terhadap manusia dalam pemerintahan. Dan Ia tidak pula menentukan nasib ummat setelah wafatnya nabi-Nya.” (Lihat Kasyf al-Asrar, hal. 123, karya Imam Ayatullah Khameini).
Khomeini dengan jelas mengumumkan bahwasanya ia tidak menyembah Allah Ta’ala yang tidak mampu memenuhi permintaan-permintaan dan angan-angannya. Pernyataan Khomeini di atas ia tujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pernyataan yang sangat jauh dari adab, penyucian dan pengagungan terhadap-Nya.
5. Keyakinan Khomeini: Pengaruh bintang dan hari-hari tertentu terhadap aktivitas manusia
Khomeini meyakini bahwa terdapat hari-hari sial dalam setiap bulan, di mana setiap penganut Syiah wajib untuk menghentikan segala aktivitasnya. Dan bahwsanya pergeseran bulan ke rasi bintang tertentu menimbulkan pengaruh negatif terhadap aktivitas manusia. Maka orang-orang Syiah wajib untuk menghentikan setiap kegiatan yang telah mereka rencanakan hingga bulan melewati rasi bintang tersebut.
Keyakinan semacam ini jelas mengeluarkan orang yang meyakininya dari lingkup iman, sebagaimana telah diketahui oleh siapa pun yang telah belajar akidah, pemula sekalipun.
Hal yang menunjukkan akidah Khameini yang kufur ini adalah pernyataannya dalam bukunya Tahrir al-Wasilah, 2/238, “Makruh hukumnya untuk mengadakan akad nikah sementara bulan sedang berada pada rasi bintang Scorpio, atau pada akhir bulan, atau pada salah satu hari-hari sial dalam setiap bulan yang terdiri dari tujuh hari, yaitu; hari ke-3, hari ke-5, hari ke-13, hari ke-16, hari ke-21, hari ke-24, dan hari ke-25. Demikianlah pada setiap bulan.”
Khameini telah menyelisi perkataan imamnya sendiri, yaitu Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan dalam kitab Nahj al-Balaghah (yaitu kitab yang paling terpercaya bagi Syiah), “Wahai sekalian manusia! Jauhkanlah diri kalian dari mempelajari ilmu perbintangan kecuali sekadar untuk menjadi petunjuk di darat maupun laut, karena sesungguhnya hal tersebut bisa menyeret seseorang kepada dunia perdukunan. Ahli nujum itu seperti seorang dukun, dan dukun ibarat seorang tukang sihir. Tukang sihir serupa dengan orang kafir, dan orang kafir tempatnya di neraka.” (Lihat Nahj al-Balaghah, 1/157).
Beginilah sisi lain dari pemimpin revolusi Syiah Iran, sang tokoh yang banyak dielu-elukan, ternyata akidahnya menyimpang jauh dari Islam. Masihkah kita mengidolakannya?
[sumber: Buletin Al Fikrah STIBA Makassar]
By Admin Islampos on February 23, 2013
Ajaran Syiah melalui imam wali faqihnya, Khomeini, menuntun umatnya MENGHUJAT Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
"Setiap Nabi mestinya datang untuk menegakkan keadilan dan tujuannya adalah merealisasikan hal itu pada segenap alam. Akan tetapi dia gagal. Hingga pun penutup para Nabi yang datang untuk memperbaiki manusia. Menuntun dan merealisasikan keadilan. Dia juga tidak diberi taufiq. Dan yang akan berhasil melakukan semua itu dengan semua maknanya lalu menegakkan keadilan di segala penjuru alam adalah al-Mahdi al-Muntazhar."
Kitab Mukhtarat min Ahadits wa Khuthabat al-Imam al-Khumaini hal 42.
Lihat disini: http://www.dd-sunnah.net/records/view/action/view/id/510/
Gambar di atas diambil dari akun FB LIDWA
KIBLAT.NET, Teheran – Pembuatan film senilai 40 juta USD oleh produser Iran tentang masa kanak-kanak Nabi Muhammad SAW mendapat kecaman keras dari para ulama Sunni di dunia Islam. Hal tersebut karena menggambarkan atau melakukan visualisasi terhadap Nabi Muhammad SAW merupakan sesuatu yang dilarang dalam Islam.
Al-Azhar sebagai institusi keagamaan terkemuka di dunia Islam mengatakan bahwa menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW itu sama dengan merendahkan status spiritualitas dan kemuliaan Nabi.
Di samping mengecam keras penggambaran wajah Nabi Muhammad SAW, al-Azhar juga menentang visualisasi aspek lain, yakni suara Nabi.
Abdel Dayyem Nosair, seorang penasehat Pimpinan al-Azhar Syeikh Ahmed al-Tayyeb, mencoba menjelaskan kepada kantor berita AFP bahwa aktor yang memerankan “karakter” Nabi tersebut bisa jadi akan melakukan tindak kejahatan ataupun hal-hal buruk yang lain di kemudian hari, sehingga para penonton film akan mengasosiasikan “karakter” tersebut dengan kejahatan.
Sementara sang sutradara film, Majid Majidi tetap bersikeras bahwa film berdurasi 171 menit itu akan bisa memperbaiki citra Islam yang ia gambarkan sebagai agama kekerasan dengan cara memberi kesan yang benar tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Dalam sebuah wawancara dengan AFP di Teheran, Majidi malah menyalahkan ISIS. Ia mengklaim bahwa para “ekstrimis” dan “jihadist” seperti kelompok Daulua Islam (ISIS) telah “mencuri” nama Islam.
Kembali menurut Majidi, bahwa di dunia Barat, interpretasi yang salah terhadap Islam muncul di mana Islam kerap dikaitkan dengan kekerasan, dan kami percaya bahwa hal itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama ini (Islam).
Tanpa Menampilkan Wajah Nabi
Dalam usahanya untuk menenangkan kaum Muslim, Majidi mencari cara lain sebagai alternatif untuk “menghadirkan” sosok Nabi pada filmnya itu. Ia juga memilih untuk tidak menampilkan wajah “karakter” Nabi secara keseluruhan, melainkan hanya bagian belakang kepala aktor pemeran Nabi.
“Kami melakukan penyesuaian pada steadicam-nya terutama untuk pemeran Nabi. Di bagian manapun ada adegan yang menampilkan sosok Nabi di film itu, kita akan melihatnya dari sisi POV (point of view)-nya saja, bahkan untuk masa kanak-kanak beliau,” kata Majidi menjelaskan.
“Semua orang penasaran ingin melihat wajah Nabi di film itu, tetapi anda tidak akan bisa melihat wajah beliau,” katanya menambahkan bahwa Nabi hanya akan terlihat profilnya saja, atau penampakan bagian belakangnya saja.
“Menampilkan tokoh utama di seluruh bagian film sekaligus tanpa harus memperlihatkan wajahnya adalah sebuah tantangan yang besar,” kata Majidi yang pernah menyutradarai “Children of Heaven” dan meraih nominasi Film Berbahasa Asing Terbaik di Academy Award 1998.
Film berjudul “Muhammad” merupakan bagian pertama dari tiga seri trilogi kehidupan Nabi SAW. Film ini menggambarkan berbagai peristiwa dari masa sebelum kelahiran hingga beliau SAW menginjak ujian belasan tahun. Ini adalah masa sebelum kenabian.
Dengan cukup percaya diri Majidi mengatakan, “beberapa negara seperti Saudi akan melihat film ini bermasalah, tetapi banyak negara-negara Muslim lain, seperti: Turki, Indonesia, Malaysia, dan lainnya di Asia Tenggara banyak yang menanyakan film ini.”
Film pertama yang pernah dibuat tentang kehidupan Nabi SAW adalah “Mohammad, Messenger of God” atau yang dikenal dengan “ar-Risalah (The Message)” yang disutradarai oleh Moustapha Akkad dengan menampilkan aktor di antaranya Antony Quinn. Film tersebut juga menuai kritikan di dunia Islam saat kali pertama peluncurannya tahun 1976.
Penulis: Yasin Muslim
Sumber: France24
Baca juga :
Lima Sisi Lain Ayatollah Khomeini
Peran dan keberhasilannya dalam menumbangkan rezim Shah Pahlevi tahun 1979 tak diragukan lagi. Semua orang pun tahu, dan karenanya sosok ini banyak dielu-elukan. Namun, ada sisi lain dari sang tokoh yang mungkin jarang diungkap. Karenanya, pada edisi kali ini, al-Fikrah akan mengungkap beberapa hal terkait dengan penyimpangan Ayatullah Khomeini yang dikutip dari buku-buku karyanya sendiri.
1. Kedudukan Imam-imam Syiah Lebih Terhormat daripada para Nabi
Sebagai penganut Syiah, Khomeini dalam mengamalkan keyakinannya lebih cenderung memilih pendapat orang-orang yang ekstrem di kalangan para penganut Syiah. Di antara yang menunjukkan hal tersebut adalah perkataannya yang ia sandarkan kepada orang-orang Syiah yang ekstrem dalam menetapkan keutamaan para wali mereka hingga melebihi keutamaan para nabi Allah dan rasul-rasul-Nya.
Khomeini berkata, “Sesungguhnya di antara hal yang termasuk paling urgen dalam madzhab kami, bahwasanya imam-imam kami memiliki kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh para malaikat yang didekatkan dan tidak pula para nabi yang diutus…. Telah diriwayatkan dari mereka ‘alaihimus salam(imam-imam Syiah-pent.) “Bagi kami keadaan-keadaan tertentu bersama Allah yang tidak dapat dicapai oleh para malaikat yang didekatkan, demikian pula para nabi yang diutus.” (Lihat al-Hukumah al-Islamiyah hal. 52, karya Khomeini).
Khomeini juga berkata tentang salah seorang imam mereka yang hingga saat ini masih gaib dan terus ditunggu-tunggu, “Telah datang para nabi seluruhnya untuk meneguhkan prinsip-prinsip keadilan, tapi mereka tidak berhasil. Bahkan Nabi Muhammad sekalipun, penutup para nabi yang datang untuk memperbaiki kehidupan manusia. Sesungguhnya, orang yang akan berhasil mewujudkan hal tersebut hanyalah al-Mahdi al-Muntazhar.” (Di antara isi khutbah Khomeini yang disampaikan dalam acara peringatan Maulid al-Mahdi pada tanggal 15 Sya’ban 1400 H).
Bahkan Khomeini telah melontarkan tuduhan keji terhadap Nabi bahwa beliau tidak menyampaikan risalah Islam sebagaimana mestinya. Khomeini berkata dalam salah satu bukunya, ”Fakta menunjukkan bahwa sekiranya Nabi telah menyampaikan persoalan imamah sesuai perintah Allah dan mencurahkan segenap potensi yang baik dalam hal ini, mustahil akan berkecamuk perselisihan, pertengkaran, dan peperangan. Demikian pula, tidak akan terjadi perpedaan-perbedaan dalam perkara pokok maupun cabang dalam agama ini.” (Lihat Kasyf al-Asraar hal. 55).
Demikian pula, Khomeini telah menyematkan bagi imam-imam Syiah dengan sifat-sifat ketuhanan. Khomeini berkata, “Sesungguhnya atas para imam kedudukan yang terpuji dan khilafah yang terbentuk. Tunduk terhadap pemerintahan dan kekuasaannya semesta alam.”
Adapun para nabi, maka Khomeini menyifati mereka ‘alaihimus salam dengan sifat lemah. Khomeini berkata, “Dan kita katakan bahwasanya para nabi belum diberi taufiq dalam melaksanakan maksud dan tujuan mereka diutus. Dan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengutus di akhir zaman seseorang yang akan menyelesaikan malasalah-masalah para nabi.” Seseorang yang mereka maksudkan adalah imam mereka yang masih gaib.
2. Apa kata Khomeini tentang perubahan al-Qur’an
Khomeini mendoakan rahmat dan ampunan bagi orang yang telah murtad, pengikut agama Majusi, penulis buku Fashl al-Khithab. Ia juga telah mengambil ilmu secara langsung dari bukunya Mustadrak al-Wasail dan berhujjah dengannya.
Perhatikan ucapan kekufuran yang sangat jelas dalam perkataan berikut ini, Khomeini ucapkan dalam salah satu bukunya berjudul Kasyf al-Asrar, “Sesungguhnya orang-orang yang tidak memiliki hubungan keterikatan dengan Islam dan al-Qur’an kecuali karena alasan kedudukan dan duniawi, di mana mereka menjadikan al-Qur’an sebagai sarana untuk mencapai tujuan mereka yang rusak. Adalah hal yang sangat mungkin terjadi, mereka (sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam-pent.) mengubah kitab samawi (al-Qur’an) ini ketika nama imam disebutkan dalam al-Qur’an, atau mereka menghapus ayat yang menyebutkan tentang imam itu dari al-Qur’an dan menyematkan aib ini dalam kehidupan kaum Muslimin.” (Lihat Kasyf al-Asrar, hal. 114, karya Ayatullah Khomeini).
Inilah imam Syiah Rafidhah yang mereka sanjung dan mereka yakini makshum telah menghina para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan menganggap para sahabat kemungkinan besar telah mengubah-ubah al-Qur’an al-Karim.
Khomeini telah mengingkari firman Allah Ta’ala
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (٩)
(artinya), “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr: 9).
Padahal ayat ini telah memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Quran selama-lamanya.
3. Khomeini mengafirkan seluruh sahabat dan Ahlus Sunnah
Khomeini mengafirkan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam dan menyifati mereka dengan an-Nawashib, bahkan Khameini memilih pendapat yang paling ekstrem dari pengikut-pengikut Syiah dalam hal bermuamalah dengan mereka, yaitu dianggap sebagai kafir harbi (kafir yang harus diperangi). Khomeini berkata, “Pendapat yang paling kuat adalah mengikutkan an-nashib dalam golongan kafir harbi dalam hal bolehnya memanfaatkan apa saja yang dia usahakan, dan hal ini telah termasuk khumus (1/5 bagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh orang Syiah-pent.). Bahkan yang nampak secara nyata adalah bolehnya menjarah hartanya di mana saja dan bagaimana pun bentuknya, dan wajibnya mengeluarkan khumus darinya.” (Tahrir al-Wasilah, I/352).
Lalu siapakah yang Khomeini maksudkan sebagai an-nawasib? Mereka adalah Anda para pembaca yang Sunni, dan kita seluruhnya Ahlussunnah wal Jama’ah.
Khameini juga berkata, “Adapun Nawashib dan Khawarij—semoga Allah melaknat kedua golongan ini—keduanya tidak diragukan lagi adalah najis.” (Lihat, Tahrir al-Wasilah).
4. Khameini Menolak Peribadahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Sesungguhnya kami tidak menyembah Ilah (sembahan) yang mendirikan bangunan yang tinggi untuk ibadah, keadilan, dan agama, kemudian Ia menghancurkannya sendiri. Kemudian Ia mendudukkan Yazid, Mu’awiyah, dan Utsman, dan selain mereka dari golongan orang-orang yang melampaui batas terhadap manusia dalam pemerintahan. Dan Ia tidak pula menentukan nasib ummat setelah wafatnya nabi-Nya.” (Lihat Kasyf al-Asrar, hal. 123, karya Imam Ayatullah Khameini).
Khomeini dengan jelas mengumumkan bahwasanya ia tidak menyembah Allah Ta’ala yang tidak mampu memenuhi permintaan-permintaan dan angan-angannya. Pernyataan Khomeini di atas ia tujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pernyataan yang sangat jauh dari adab, penyucian dan pengagungan terhadap-Nya.
5. Keyakinan Khomeini: Pengaruh bintang dan hari-hari tertentu terhadap aktivitas manusia
Khomeini meyakini bahwa terdapat hari-hari sial dalam setiap bulan, di mana setiap penganut Syiah wajib untuk menghentikan segala aktivitasnya. Dan bahwsanya pergeseran bulan ke rasi bintang tertentu menimbulkan pengaruh negatif terhadap aktivitas manusia. Maka orang-orang Syiah wajib untuk menghentikan setiap kegiatan yang telah mereka rencanakan hingga bulan melewati rasi bintang tersebut.
Keyakinan semacam ini jelas mengeluarkan orang yang meyakininya dari lingkup iman, sebagaimana telah diketahui oleh siapa pun yang telah belajar akidah, pemula sekalipun.
Hal yang menunjukkan akidah Khameini yang kufur ini adalah pernyataannya dalam bukunya Tahrir al-Wasilah, 2/238, “Makruh hukumnya untuk mengadakan akad nikah sementara bulan sedang berada pada rasi bintang Scorpio, atau pada akhir bulan, atau pada salah satu hari-hari sial dalam setiap bulan yang terdiri dari tujuh hari, yaitu; hari ke-3, hari ke-5, hari ke-13, hari ke-16, hari ke-21, hari ke-24, dan hari ke-25. Demikianlah pada setiap bulan.”
Khameini telah menyelisi perkataan imamnya sendiri, yaitu Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan dalam kitab Nahj al-Balaghah (yaitu kitab yang paling terpercaya bagi Syiah), “Wahai sekalian manusia! Jauhkanlah diri kalian dari mempelajari ilmu perbintangan kecuali sekadar untuk menjadi petunjuk di darat maupun laut, karena sesungguhnya hal tersebut bisa menyeret seseorang kepada dunia perdukunan. Ahli nujum itu seperti seorang dukun, dan dukun ibarat seorang tukang sihir. Tukang sihir serupa dengan orang kafir, dan orang kafir tempatnya di neraka.” (Lihat Nahj al-Balaghah, 1/157).
Beginilah sisi lain dari pemimpin revolusi Syiah Iran, sang tokoh yang banyak dielu-elukan, ternyata akidahnya menyimpang jauh dari Islam. Masihkah kita mengidolakannya?
[sumber: Buletin Al Fikrah STIBA Makassar]
By Admin Islampos on February 23, 2013
Imam Syiah, Khomeini: Nabi Muhammad Saw Gagal
"Setiap Nabi mestinya datang untuk menegakkan keadilan dan tujuannya adalah merealisasikan hal itu pada segenap alam. Akan tetapi dia gagal. Hingga pun penutup para Nabi yang datang untuk memperbaiki manusia. Menuntun dan merealisasikan keadilan. Dia juga tidak diberi taufiq. Dan yang akan berhasil melakukan semua itu dengan semua maknanya lalu menegakkan keadilan di segala penjuru alam adalah al-Mahdi al-Muntazhar."
Kitab Mukhtarat min Ahadits wa Khuthabat al-Imam al-Khumaini hal 42.
Lihat disini: http://www.dd-sunnah.net/records/view/action/view/id/510/
Gambar di atas diambil dari akun FB LIDWA
Film Nabi Muhammad Besutan Sutradara Iran Tuai Konroversi
KIBLAT.NET, Teheran – Pembuatan film senilai 40 juta USD oleh produser Iran tentang masa kanak-kanak Nabi Muhammad SAW mendapat kecaman keras dari para ulama Sunni di dunia Islam. Hal tersebut karena menggambarkan atau melakukan visualisasi terhadap Nabi Muhammad SAW merupakan sesuatu yang dilarang dalam Islam.
Al-Azhar sebagai institusi keagamaan terkemuka di dunia Islam mengatakan bahwa menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW itu sama dengan merendahkan status spiritualitas dan kemuliaan Nabi.
Di samping mengecam keras penggambaran wajah Nabi Muhammad SAW, al-Azhar juga menentang visualisasi aspek lain, yakni suara Nabi.
Abdel Dayyem Nosair, seorang penasehat Pimpinan al-Azhar Syeikh Ahmed al-Tayyeb, mencoba menjelaskan kepada kantor berita AFP bahwa aktor yang memerankan “karakter” Nabi tersebut bisa jadi akan melakukan tindak kejahatan ataupun hal-hal buruk yang lain di kemudian hari, sehingga para penonton film akan mengasosiasikan “karakter” tersebut dengan kejahatan.
Sementara sang sutradara film, Majid Majidi tetap bersikeras bahwa film berdurasi 171 menit itu akan bisa memperbaiki citra Islam yang ia gambarkan sebagai agama kekerasan dengan cara memberi kesan yang benar tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Dalam sebuah wawancara dengan AFP di Teheran, Majidi malah menyalahkan ISIS. Ia mengklaim bahwa para “ekstrimis” dan “jihadist” seperti kelompok Daulua Islam (ISIS) telah “mencuri” nama Islam.
Kembali menurut Majidi, bahwa di dunia Barat, interpretasi yang salah terhadap Islam muncul di mana Islam kerap dikaitkan dengan kekerasan, dan kami percaya bahwa hal itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama ini (Islam).
Tanpa Menampilkan Wajah Nabi
Dalam usahanya untuk menenangkan kaum Muslim, Majidi mencari cara lain sebagai alternatif untuk “menghadirkan” sosok Nabi pada filmnya itu. Ia juga memilih untuk tidak menampilkan wajah “karakter” Nabi secara keseluruhan, melainkan hanya bagian belakang kepala aktor pemeran Nabi.
“Kami melakukan penyesuaian pada steadicam-nya terutama untuk pemeran Nabi. Di bagian manapun ada adegan yang menampilkan sosok Nabi di film itu, kita akan melihatnya dari sisi POV (point of view)-nya saja, bahkan untuk masa kanak-kanak beliau,” kata Majidi menjelaskan.
“Semua orang penasaran ingin melihat wajah Nabi di film itu, tetapi anda tidak akan bisa melihat wajah beliau,” katanya menambahkan bahwa Nabi hanya akan terlihat profilnya saja, atau penampakan bagian belakangnya saja.
“Menampilkan tokoh utama di seluruh bagian film sekaligus tanpa harus memperlihatkan wajahnya adalah sebuah tantangan yang besar,” kata Majidi yang pernah menyutradarai “Children of Heaven” dan meraih nominasi Film Berbahasa Asing Terbaik di Academy Award 1998.
Film berjudul “Muhammad” merupakan bagian pertama dari tiga seri trilogi kehidupan Nabi SAW. Film ini menggambarkan berbagai peristiwa dari masa sebelum kelahiran hingga beliau SAW menginjak ujian belasan tahun. Ini adalah masa sebelum kenabian.
Dengan cukup percaya diri Majidi mengatakan, “beberapa negara seperti Saudi akan melihat film ini bermasalah, tetapi banyak negara-negara Muslim lain, seperti: Turki, Indonesia, Malaysia, dan lainnya di Asia Tenggara banyak yang menanyakan film ini.”
Film pertama yang pernah dibuat tentang kehidupan Nabi SAW adalah “Mohammad, Messenger of God” atau yang dikenal dengan “ar-Risalah (The Message)” yang disutradarai oleh Moustapha Akkad dengan menampilkan aktor di antaranya Antony Quinn. Film tersebut juga menuai kritikan di dunia Islam saat kali pertama peluncurannya tahun 1976.
Penulis: Yasin Muslim
Sumber: France24
Hinaan Al-Khomainiy terhadap Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam