Salafus Sholeh Memperingatkan Bahaya Debat
November 6, 2015
Oleh : Agus
Hasan Bashori, Lc., M.ag. Hafizhahullah
1. Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
Nabi Sulaiman ‘alaihissalam berkata kepada putranya:
“Tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu,
karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara
orang-orang yang bersaudara.” [Ad-Darimi: 309, al Baihaqi,Syu’abul Iman: 1897]
2. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Cukuplah engkau sebagai orang zhalim bila engkau selalu mendebat. Dan cukuplah
dosamu jika kamu selalu menentang, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu
berbicara dengan selain dzikir kepada Allah.” [al-Fakihi dalam Akhbar Makkah]
Sementara
ad-Darimi meriwayatkan bahwa Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Engkau tidak menjadi alim sehingga engkau belajar, dan engkau tidak disebut
mengerti ilmu sampai engkau mengamalkannya. Cukuplah dosamu bila kamu selalu
mendebat, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu menentang. Cukuplah dustamu bila
kamu selalu berbicara bukan dalam dzikir tentang Allah.” [Darimi: 299]
3. Muslim Ibn Yasar rahimahullah
Musim ibn Yasar rahimahullah berkata:
“Jauhilah perdebatan, karena ia adalah saat bodohnya seorang alim, di dalamnya
setan menginginkan ketergelincirannya.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah
al-Kubra; Darimi: 404]
4. Hasan Bashri rahimahullah
Ada orang datang kepada Hasan Bashri rahimahullah lalu berkata, “Wahai Abu
Sa’id kemarilah, agar aku bisa mendebatmu dalam agama!” Maka Hasan Bashri
rahimahullah berkata:
“Adapun aku maka aku telah memahami agamaku, jika engkau telah menyesatkan
(menyia-nyiakan) agamamu maka carilah.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah
al-Kubra: 588]
5. Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah
Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah berkata:
“Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka ia akan
banyak berpindah-pindah (agama).” [Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 565]
6. Abdul Karim al-Jazari rahimahulah
Abdul Karim al-Jazari rahimahulah berkata:
“Seorang yang wira’i tidak akan pernah mendebat sama sekali.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah
al-Kubra: 636; Baihaqi dalam Syu’ab: 8249]
Wira’i
artinya orang yang sangat menjaga diri dari hal-hal yang syubhat dan membatasi
diri dari yang mubah.
7. Ja’far ibn Muhammad rahimahullah
Ja’far ibn Muhammad rahimahullah berkata:
“Jauhilah oleh kalian pertengkaran dalam agama, karena ia menyibukkan
(mengacaukan) hati dan mewariskan kemunafikan.” [Baihaqi dalam Syu’ab:
8249]
8. Mu’awwiyah ibn Qurrah rahimahullah
Mu’awwiyah ibn Qurrah rahimahullah berkata:
“Dulu dikatakan: pertikaian dalam agama itu melebur amal.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah
al-Kubra: 562]
9. al Auza’i rahimahullah
al Auza’i rahimahullah berkata:
“Jika Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum maka Allah menetapkan jidal
pada diri mereka dan menghalangi mereka dari amal.” [Siyar al-A’lam 16/104; Tadzkiratul
Huffazh: 3/924;Tarikh
Dimsyq: 35/202]
10. Imran al-Qashir rahimahullah
Imran al-Qashir rahimahullah berkata:
“Jauhi oleh kalian perdebatan dan permusuhan, jauhi oleh kalian orang-orang
yang mengatakan: Bagaimana menurutmu, bagaimana pendapatmu.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah
al-Kubra: 639]
11. Muhammad ibn Ali ibn Husain rahimahullah
Muhammad ibn Ali ibn Husain rahimahullah berkata:
“Pertikaian itu menghapuskan agama dan menumbuhkan permusuhan di hati
orang-orang.” [al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
12. Abdullah ibn Hasan ibn Husain rahimahullah
Abdullah ibn Hasan ibn Husain rahimahullah berkata:
Dikatakan kepada Abdullah ibn al Hasan ibn al Husain rahjmahullah, “Apa
pendapatmu tentang perdebatan (mira’)?” Dia menjawab:
“Merusak persahabatan yang lama dan mengurai ikatan yang kuat. Minimal ia akan
menjadi sarana untuk menang-menangan itu adalah sebab pemutus talit
silaturrahim yang paling kuat.” [Tarikh
Dimasyq: 27-380]
13. Bilal ibn Sa’d rahimahullah (kedudukannya di Syam sama dengan Hasan
Bashri di Bashrah)
Bilal ibn Sa’d rahimahullah berkata:
“Jika kamu melihat seseorang terus-terusan menentang dan mendebat maka
sempurnalah kerugiannya.” [al-Adab
al-Syar’iyyah: 1/23]
14. Wahab ibnu Munabbih rahimahullah
Wahab ibnu Munabbih rahimahullah berkata:
“Tinggalkanlah jidal dari perkaramu, karena ia tidak akan dapat mengalahkan
salah satu dari dua orang: seseorang yang lebih alim darimu, bagaimana engkau
memusuhi dan mendebat orang yang lebih alim darimu? Dan orang yang engkau lebih
alim daripadanya, bagaimana engkau memusuhi orang yang engkau lebih alim
daripadanya dan ia tidak mentaatimu? Maka tinggalkanlah itu.” [Tahdzibul Kamal: 31/148;Siyarul A’lam: 4/549; Tarikh
Dimasyq: 63/388]
15. Malik ibnu Anas rahimahullah
Ma’n rahimahullah berkata: “Pada suatu hari Imam Malik ibn Anas berangkat ke
masjid sambil berpegangan pada tangan saya, lalu beliau dikejar oleh seseorang
yang dipanggil dengan Abu al-Juwairah yang dituduh memiliki Aqidah Murji’ah.
dia berkata: “Wahai Abu Abdillah dengarkanlah dariku sesuatu yang ingin saya
kabarkan kepada anda, saya ingin mendebat anda dan memberi tahu anda tentang
pendapatku.’ Imam Malik berkata, “Hati-hati, jangan sampai aku bersaksi
atasmu.” Dia berkata, “Demi Allah, saya tidak menginginkan kecuali kebenaran.
Dengarlah, jika memang benar maka ucapkan.” Imam Malik bertanya, “Jika engkau
mengalahkan aku?” Dia menjawab, “Maka ikutlah aku!” Imam Malik bertanya lagi,
“Kalau aku mengalahkanmu?” Dia menjawab, “Aku mengikutimu?” Imam Malik
bertanya, “Jika datang orang ketiga lalu kita ajak bicara dan kita
dikalahkannya?” Dia berkata, “Ya kita ikuti dia.”
Imam
Malik rahimahullah berkata:
“Hai Abdullah, Allah azza wa jalla telah mengutus Muhammad dengan satu agama,
aku lihat engkau banyak berpindah-pindah (agama), padahal Umar ibnu Abdil Aziz
telah berkata, “Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk
perdebatan maka dia akan banyak berpindah-pindah.”
Imam
Malik rahimahullah berkata:
”Jidal dalam agama itu bukan apa-apa (tidak ada nilainya sama sekali).”
Imam
Malik rahimahullah berkata:
“Percekcokan dan perdebatan dalam ilmu itu menghilangkan cahaya ilmu dari hari
seorang hamba.”
Imam
Malik rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya jidal itu mengeraskan hati dan menimbulkan kebencian.”
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki ilmu
sunnah, apakah ia boleh berdebat membela sunnah? Dia menjawab,”Tidak, tetapi
cukup memberitahukan tentang sunnah.” (Tartibul
Madarik wa Taqribul Masalik, Qadhi Iyadh: 1/51; Siyarul
A’lam: 8/106; al-Ajjurri dalam al-Syari’ah, hal.62-65)
16. Muhammad ibn Idris as-Syafi’I rahimahullah
Imam as-Syafi’I rahimahullah berkata:
“Percekcokan dalam agama itu mengeraskan hati dan menanamkan kedengkian yang
sangat.” [Thobaqat Syafiiyyah 1/7, Siyar,
10/28]
17. Ahmad bin Hambal rahimahullah
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya oleh seseorang, “Saya ada di sebuah
majelis lalu disebutlah didalamnya sunnah yang tidak diketahui kecuali oleh
saya, apakah saya mengatakan?”
Dia
menjawab:“Beritakanlah sunnah itu, dan janganlah mendebat karenanya!”
Orang
itu mengulangi pertanyaannya, maka Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Aku tidak melihatmu kecuali seorang yang mendebat.” [al-Adab as-Syar’iyyah: 1/358, dalam
bab menyebar sunnah dengan ucapan dan perbuatan tanpa perdebatan dan
kekerasan; al-Bashirah fid-Da’wah Ilallah: 57]
18. Shafwan ibn Muhammad al-Mazini rahimahullah
Saat Shafwan rahimahullah melihat para pemuda berdebat di Masjid Jami’ maka ia
mengibaskan tangannya sambil berkata:
“Kalian adalah jarab, kalian adalah jarab (sejenis penyakit kulit).” [Ibnu
Battah: 597]
Dahulu
dikatakan:
“Janganlah engkau mendebat orang yang santun dan orang yang bodoh; orang yang
santun mengalahkanmu, sedang orang yang bodoh menyakitimu.” [Al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
“Ya
Allah jauhkanlah kami dari jidal, dan anugerahkan pada kami istiqomah.
Janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah engkau memberi hidayah pada
kami.”
Sumber:
Diketik ulang dari Majalah Qiblati Edisi 03 Tahun IV (12-1429/12-2008)
hal.16-20
Link Terkait:
diambil dari :