Syaikh Al-Thuraifi: Mencela Syari’at Jihad Sama Saja Mencela Syari’at Sholat
Jihad merupakan
salah satu syari’at yang telah Allah Swt wajibkan kepada para hamba-Nya.
Syari’at jihad tak ubahnya seperti syari’at Sholat, Zakat, Puasa dan Haji.
Maka, mencela salah satu dari syari’at tersebut dapat mengancam keimanan
seseorang.
Demikian pernyataan
seorang ulama asal Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Marzuq Al-Thuraifi, dalam
sebuah nasehatnya melalui akun resmi di situs jejaring sosial Twitter pada
Jum’at, 24/1/2014. Pemilik situs resmi www.altarefe.com itu menulis bahwa
mencela syari’at jihad sama seperti mencela syari’at sholat.
“Mencela jihad
karena kesalahan mujahidin sama saja mencela shalat karena kesalahan
orang-orang yang shalat. Kesalahan-kesalahan para pelaku harus diluruskan,
sedangkan syariat harus diagungkan,” kicaunya.
Untaian nasehat
singkat, tapi penuh makna ini beliau sampaikan di tengah tersebarnya fitnah
yang terjadi di antara mujahidin di Suriah. Beliau ingin mengingatkan bahwa
sebuah kesalahan yang dilakukan oleh sekelompok mujahid, bukan berarti
membolehkan seseorang menyalahkan atau mencela syari’at jihad.
Namun, sikap yang
benar adalah mengingatkan dan meluruskan orang-orang yang salah dalam
menjalankan syari’at, bukan mencela syari’at itu sendiri.
Syaikh Abdul Aziz
bin Marzuq Al-Thuraifi adalah seorang ulama terkemuka di negara Saudi yang
lahir pada 1396 H. Ulama lulusan universitas Islam Imam Ibnu Muhammad Ibnu
Sa’ud di Riyadh ini menghabiskan masa mudahnya untuk belajar kepada para ulama
Saudi, di antaranya Syaikh bin Baz, Syaikh Muhammad bin Hasan Asy-Syanqiti dan
ulama-ulama lainnya.
Ulama spesialis
ilmu hadist ini telah banyak mengarang buku dan menyampaikan berbagai kajian
ilmiah di Timur Tengah. Saat ini, beliau aktif sebagai tim riset di Departemen
Urusan Keislaman di Riyadh, Arab Saudi. [hunef]
Saudi
Bebaskan Syaikh Muhammad Al-Arifi
Pemerintah Arab Saudi membebaskan ulama terkenal Syaikh Muhammad al-Arifi dari penjara, ujar putra dan para kerabatnya, pada
hari Senin (8/12).
Syaikh Al-Arifi ditangkap oleh pemerintah Saudi pada akhir Oktober karena mengkritik
layanan kereta api untuk peziarah Muslim selama musim haji tahun ini.
“Saya dengan senang hati memberitahu Anda berita
pembebasan ayahku yang tersayang,” kata Abdurrahman, putra Syaikh al-Arifi,
melalui akun Twitternya.
“Dia sekarang sudah berada di rumah,” tambahnya.
Adik Syaikh Al-Arifi, Saad, yang merupakan anggota staf
pengajar di King Saud University, juga membenarkan kabar ini pada akun
Twitternya.
Sebelumnya, Syaikh Al-Arifi mengkritik pemerintah Saudi
atas kinerja buruk pelayanan kereta api selama musim haji tahunan pada bulan
Oktober.
Ulama terkemuka itu telah berhenti menulis postingan di
akun Twitternya sejak pertengahan Oktober, memicu spekulasi bahwa ia telah
ditahan.
Segera setelah Syaikh al-Arifi mengkritik pelayanan kereta
api, Mufti Saudi Mufti Syaikh Abdul-Aziz bin Abdullah Al-Syaikh mengecam
orang-orang “yang mencari kesalahan selama musim haji.”
Syaikh Al-Arifi juga pernah ditahan sementara oleh
pemerintah Saudi pada bulan Juli 2013 – langkah terkait aktivitas ulama itu
yang mendukung presiden Mesir terguling, Muhammad Mursi, dan kelompok Ikhwanul
Muslimin.
Arab Saudi merupakan salah satu negara Arab pertama yang
menyambut penggulingan Mursi oleh militer Mesir.
Syaikh Al-Arifi juga dikenal publik atas pidatonya yang
menggebu-gebu untuk mendukung jihad di Suriah melawan Syiah Nushairiyyah.
Sumber: Worldbulletin
Penulis: Qathrunnada
Jihad
Menurut Syaikh Ali Hasan Al Halabi
Namun, menurut
Syaikh Ali Hasan Al Halabi, ulama asal Yordan, jihad tidak boleh serampangan
dilaksanakan. Amalan agung tersebut dilaksanakan ketika terpenuhi sarat, rukun,
penyebab dan aturan-aturannya.
“Jihad mempunyai
sarat, rukun, pendorong dan aturan-aturan. Tidak boleh seorang berjihad kecuali
hal-hal tersebut terpenuhi” tegas ulama yang namanya akrab di sebagaian umat
muslim Indonesia ini dalam acara ‘Dialog Damai Bersama Ulama Timur Tengah’ di
Masjid Ukhuwah Islamiyah, Kampus UI Depok, pada Kamis, 12/12/2013.
Ulama yang tertuduh
plagiator tersebut menyamakan antara sarat-sarat Jihad dengan sarat-sarat Haji.
Bahkan, tegasnya, Haji lebih besar daripada amalan Jihad.
“Sebagaimana haji
mempunyai syarat kemampuan, maka jihad pun harus memiliki syarat kemampuan.
Haji harus mempunyai bekal, passport dan lain-lain, begitu juga jihad. Jihad
tidak boleh dilaksanakan kecuali harus dengan bekal, mampu, passport dan ijin
pemerintah,” jelas ulama yang namanya pernah dicekal ulama Saudi tersebut.
Di akhir
pembicaraannya, ulama yang didatangkan langsung oleh Badan Negara
Penanggulangan Terorisme (BNPT) dari Timur Tengah tersebut mengajukan tiga
pertanyaan yang berkenaan dengan topik jihad.
Pertama, kata
Syaikh Al Halabi, apakah Rasulullah saw ketika berada di Makkah berjihad?
Jawaban spontannya adalah tidak. Karena, jelasnya, pada waktu itu Nabi dalam
posisi lemah.
“Dan kondisi umat
Islam saat ini lebih lemah daripada kondisi pada masa Nabi ketika di Makkah,”
tegasnya mengajak peserta yang hadir bahwa saat ini adalah fase dakwah, bukan
Jihad.
Kedua, lanjutnya,
Apakah Rasulullah saw ketika di Madinah pernah memerangi suatu kaum sebelum
menyampaikan dakwah pada mereka? Jawabannya tentu tidak. Karena jihad bukanlah
tujuan utama, akan tetapi jihad berada dalam tataran ketiga, setelah dakwah dan
menawarkan membayar upeti.
“Adapun
memebunuh/menyerang warga sipil, kafir dzimmi, turis dan warga-warga lainnya
yang mendapatkan jaminan keamanan bukanlah jihad,” tegas Syaikh Al Halabi dalam
acara yang dihadiri sekitar 500 orang tersebut.
Terakhir,
beliau menanyakan Apakah Rasulullah saw, baik di fase Makkah atau
Madinah, pernah membunuh dengan tipu muslihat, membunuh dengan cara tidak
terlihat dan membunuh tanpa berdahap-hadapan? tentunya, jelasnya, hal itu tidak
pernah dilakukan oleh Nabi saw.
“Membunuh dengan
tipu muslihat bukanlah jihad, bahkan itu bukanlah akhlak Islam dan manusia. Hal
tersebut dilarang dalam sunnah dan praktek sahabat,” pungkas Syaikh yang juga
tertuduh berfaham Murji’ah tersebut. [hunef]
Jihad
Suriah Menurut Pandangan Ulama Kontemporer
Penderitaan rakyat
Suriah, tidak hanya dirasakan oleh mereka sendiri. Di beberapa belahan Bumi,
umat Islam memberikan dukungan moral maupun material kepada saudaranya di
Suriah. Geliat peduli Suriah juga ada di Indonesia. Walau tidak segegap gempita
di Timur Tengah.
HASI adalah salah
satu lembaga sosial yang bergerak untuk umat Islam Suriah di Indonesia. Selain
mengirim tenaga medis ke Suriah setiap bulan, HASI juga aktif mensosialisasikan
tragedi Suriah ke masyarakat Indonesia. Tentu ada yang pro dan kontra saat
sosialisasi Suriah.
Ada banyak ulama
Indonesia yang mendukung sosialisasi Suriah. Bahkan diantara ulama tersebut
menyerukan keharusan berjihad melawan rezim Syi’ah Nushairiyah. Salah satunya
Ustadz Farid Ahmad Uqbah, pengasuh ma’had Ali al-Islam, Bekasi.
“Iran mati-matian
membela rezim Basyar Asad. Bahkan rezim tersebut mendapat bantuan dana sekitar
5 milyar dolar untuk membantai muslim ahlusunnah di Suriah. Jadi, tak perlu
ragu, yang membela rezim Basyar Asad adalah orang syiah,” ujar Ustad Farid
dalam Tabligh Akbar dan penggalangan dana untuk Muslim Suriah di Masjid
Al-Azhar, Ahad (4/11/12).
Anggota MIUMI ini
menjelaskan, Syiah yang berkuasa di Suriah adalah Syiah Nushairiyah, yakni
Syiah ekstrim dan kebatinan yang tidak mewajibkan shalat dan puasa. Sejak Iran
menancapkan pengaruhnya di Suriah, aliran Syiah Itsna Asy’ariyah kini telah
masuk dan bergabung dengan Syiah Nushairiyah.
Ketua MUI Pusat,
K.H Kholil Ridwan, dalam wawancara via telepon dengan An-Najah pun menegaskan,
bahwa umat Islam harus membantu saudara-saudaranya yang berjihad di Suriah.
“Konflik Suriah
adalah peperangan antara Islam (sunni) dengan Syi’ah. Minoritas Nushairiyah
mendzalimi mayoritas umat Islam sunni. Perjuangan sunni harus didukung, agar
umat Islam di sana bisa hidup damai dan bebas beribadah.” Jelas Kiyai Kholil,
(17/1/13).
Bila di Indonesia,
para ulama masih banyak yang berdiam diri terkait jihad melawan Basyar Asad di
Suriah, lain halnya di Timur Tengah yang tegas menyerukan jihad melawan Basyar
Assad.
Syaikh DR. A’idh
al-Qarni, salah seorang da’i kondang internasional, termasuk ulama yang
terang-terangan menyerukan jihad melawan rezim Nushairiyah Basyar Asad yang
dibeking oleh Iran dan Hizbullah Lebanon.
“Setiap orang yang
memanggul senjata melawan Bashar Asad bukanlah seorang teroris. Justru ia
adalah seorang mujahid di jalan Allah. Jika ia menang, maka ia mulia. Dan jika
ia terbunuh, maka ia mati syahid.” Tulis Syaikh al-Qarni di halaman FB-nya.
Dosen senior Saudi
Syaikh DR. Muhammad al-Arifi mempelopori terbentuknya forum ulama pembela
Suriah. Da’i yang terkenal santun ini menyerukan seluruh umat Islam dimanapun
mereka berada untuk berjihad melawan rezim Nushairiyah.
“Wajib bagi umat
Islam yang mampu berjihad melawan pemerintah durjana Basyar Asad” Ujar beliau
dalam salah satu khutbah jum’atnya.
Syaikh DR. Yusuf
al-Qardhawi …tokoh moderat al-Azhar ini, bahkan berijtihad, jihad melawan rezim
Nushairiyah adalah fardhu ‘ain.
Tercatat 107 ulama
membuat pernyataan bersama mendukung pasukan oposisi tentara bebas Suriah dalam
melawan rezim Assad, dan menyerukan rakyat Suriah untuk bergabung dengannya.
Para ulama tersebut
juga menekankan tentang perlunya mendukung pejuang Suriah dengan semua apa yang
mereka butuhkan, sehingga mereka bisa menyelesaikan revolusi mereka dan
bergerak untuk merebut kebebasan dan hak-hak mereka.
Mereka juga
menyerukan negara-negara Arab dan Islam untuk mengambil posisi serius menentang
rezim Presiden Bashar al-Assad, seperti pengusiran duta besar dan memotong
semua bentuk hubungan dengan Assad dan negara yang mendukungnya, terutama Rusia
dan Cina.
Di antara para
penandatangan pernyataan termasuk Presiden persatuan ulama muslim
internasional, Dr Yusuf al-Qaradhawi, Mufti Mesir, Syaikh Ali Jumaa, Rasyid
Ghannouchi, Shadiq Ghariani, Abdul Majid al-Zindani –pendiri universitas
al-Iman Yaman-, Aid Al-Qarni, Salman Al-Audah, Syaikh Muhammad Hassan –da’i
kondang Mesir-, Ahmad Halil, Ali Shalaby –pakar sejarah Islam-, Nashir Sulaiman
al-Umar, Abu Ishaq al-Huwaini dan puluhan ulama Muslim senior lainnya,
(http://islamtoday.net/albasheer/artshow-12-162869.htm).
Salafi Pun Mewajibkan Jihad
Tidak ketinggalan
para ulama’ yang ditokohkan oleh Salafi pun menfatawakan keharusan jihad
melawan rezim Basyar Asad. Mereka menanggalkan syarat-syarat jihad yang
digagasnya, seperti jihad harus seizing waliyul amri.
Syaikh Adnan
al-Ur-ur adalah seorang tokoh salafi yang menghasung umat Islam untuk berjihad
melawan rezim Basyar Asad. Hal ini beliau ungkapkan dalam beberapa kesempatan,
salah satunya saat beliau tampil dalam sebuah acara dialog di stasiun Al-Aqsha
TV pada Kamis malam (3/1/2013).
Hanya ulama Saudi
yang tergabung dalam Hai’ah Kibaril Ulama’ saja yang menganggap berjihad di
Suriah itu maksiat kepada Amir. Menurut Hai’ah, jika tidak mendapat restu
pemerintah, seperti pemerintah Saudi, sekutu terdekat di Amerika di Timur
Tengah, maka berjihad di sana hukumnya haram.
Dari kalangan
jihadi, seperti Syaikh DR Aiman Adz-Dhawahiri, Syaikh Abu Bashier, Syaikh Abu
‘Ashim al-Madesi, telah menfatwakan wajib berjihad melawan penguasa Suriah.
Dalam situs resminya, www.abubaseer.bizland.com , Syaikh Abu Bashier
menjelaskan, jihad melawan penguasa Suriah adalah perang melawan kelompok
murtad dan penjajah.
Syaikh Abu Basher
yang pernah mendekam dalam penjara Hafidz Asad jauh sebelum revolusi telah
menyerukan keharusan untuk berjihad melawan Basyar Asad dan Nushairiyah.
Setelah mengasingkan diri ke beberapa Negara Asia dan Eropa, ulama jihadi ini
akhirnya memutuskan diri untuk bergabung dengan pejuang Suriah melawan Basyar
Asad.
Tahun 2000, Syaikh
Abu Mush’ab As-Suuri, tokoh pergerakan Suriah yang melarikan diri ke luar
negeri pada zaman Hafidz Asad ini, telah menulis buku khusus tentang Suriah.
Dalam bukunya yang berjudul, “Ahlu As-Sunnah fi Asy-Syam fi Muwajahati
An-Nushairiyyah wa Ash-Shalibiyyah, wal Yahud” (telah diterjemahkan oleh
Jazeera Solo, Rezim Nushairiyah dan ) beliau menghasung umat Islam, khususnya
di Suriah dan beberapa wilayah Syam lainnya untuk bangkit melawan rezim
Nushairiyah.
Syaikh DR. Nabil
Al-Audha pendiri situs emanway.com dan Syaikh DR. Hakim al-Mathiri pakar Hadits
Kuwait, juga menfatwakan wajibnya jihad di Suriah.
Setidaknya ada dua alasan utama para ulama menfatwakan wajibnya jihad melawan
rezim Nushairiyah Basyar Asad. Pertama, kelompok Nushairiyah dihukumi kelompok
murtad dan zindiq, yang selalu menghina Islam, jadi memerangi mereka, sama
hukumnya dengan memerangi orang-orang murtad dan zindiq. Kedua, kewajiban untuk
membantu muslim yang terdzalimi, (Qs. 4: 75).*
Ditulis oleh: Akrom
Syahid (Pimred Majalah An-Najah)
Sumber: Majalah
An-Najah Edisi Khusus, “BARA SURIAH, Kupas Tuntas Tanah Yang Dijanjikan.”