Wednesday, November 11, 2015

Syaikh Al-Thuraifi: Mencela Syari’at Jihad Sama Saja Mencela Syari’at Sholat. Jihad Menurut Syaikh Ali Hasan Al Halabi Dan Menurut Pandangan Ulama Kontemporer.

Syaikh Al-Thuraifi: Mencela Syari’at Jihad Sama Saja Mencela Syari’at Sholat

Syaikh Al-Thuraifi: Mencela Syari’at Jihad Sama Saja Mencela Syari’at Sholat

Jihad merupakan salah satu syari’at yang telah Allah Swt wajibkan kepada para hamba-Nya. Syari’at jihad tak ubahnya seperti syari’at Sholat, Zakat, Puasa dan Haji. Maka,  mencela salah satu dari syari’at tersebut dapat mengancam keimanan seseorang.
Demikian pernyataan seorang ulama asal Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Marzuq Al-Thuraifi, dalam sebuah nasehatnya melalui akun resmi di situs jejaring sosial Twitter pada Jum’at, 24/1/2014. Pemilik situs resmi www.altarefe.com itu menulis bahwa mencela syari’at jihad sama seperti mencela syari’at sholat.
“Mencela jihad karena kesalahan mujahidin sama saja mencela shalat karena kesalahan orang-orang yang shalat. Kesalahan-kesalahan para pelaku harus diluruskan, sedangkan syariat harus diagungkan,” kicaunya.
Untaian nasehat singkat, tapi penuh makna ini beliau sampaikan di tengah tersebarnya fitnah yang terjadi di antara mujahidin di Suriah. Beliau ingin mengingatkan bahwa sebuah kesalahan yang dilakukan oleh sekelompok mujahid, bukan berarti membolehkan seseorang menyalahkan atau mencela syari’at jihad.
Namun, sikap yang benar adalah mengingatkan dan meluruskan orang-orang yang salah dalam menjalankan syari’at, bukan mencela syari’at itu sendiri.
Syaikh Abdul Aziz bin Marzuq Al-Thuraifi adalah seorang ulama terkemuka di negara Saudi yang lahir pada 1396 H. Ulama lulusan universitas Islam Imam Ibnu Muhammad Ibnu Sa’ud di Riyadh ini menghabiskan masa mudahnya untuk belajar kepada para ulama Saudi, di antaranya Syaikh bin Baz, Syaikh Muhammad bin Hasan Asy-Syanqiti dan ulama-ulama lainnya.
Ulama spesialis ilmu hadist ini telah banyak mengarang buku dan menyampaikan berbagai kajian ilmiah di Timur Tengah. Saat ini, beliau aktif sebagai tim riset di Departemen Urusan Keislaman di Riyadh, Arab Saudi. [hunef]

Saudi Bebaskan Syaikh Muhammad Al-Arifi

Pemerintah Arab Saudi membebaskan ulama terkenal Syaikh Muhammad al-Arifi dari penjara, ujar putra dan para kerabatnya, pada hari Senin (8/12).
Syaikh Al-Arifi ditangkap oleh pemerintah Saudi pada akhir Oktober karena mengkritik layanan kereta api untuk peziarah Muslim selama musim haji tahun ini.
“Saya dengan senang hati memberitahu Anda berita pembebasan ayahku yang tersayang,” kata Abdurrahman, putra Syaikh al-Arifi, melalui akun Twitternya.
“Dia sekarang sudah berada di rumah,” tambahnya.
Adik Syaikh Al-Arifi, Saad, yang merupakan anggota staf pengajar di King Saud University, juga membenarkan kabar ini pada akun Twitternya.
Sebelumnya, Syaikh Al-Arifi mengkritik pemerintah Saudi atas kinerja buruk pelayanan kereta api selama musim haji tahunan pada bulan Oktober.
Ulama terkemuka itu telah berhenti menulis postingan di akun Twitternya sejak pertengahan Oktober, memicu spekulasi bahwa ia telah ditahan.
Segera setelah Syaikh al-Arifi mengkritik pelayanan kereta api, Mufti Saudi Mufti Syaikh Abdul-Aziz bin Abdullah Al-Syaikh mengecam orang-orang “yang mencari kesalahan selama musim haji.”
Syaikh Al-Arifi juga pernah ditahan sementara oleh pemerintah Saudi pada bulan Juli 2013 – langkah terkait aktivitas ulama itu yang mendukung presiden Mesir terguling, Muhammad Mursi, dan kelompok Ikhwanul Muslimin.
Arab Saudi merupakan salah satu negara Arab pertama yang menyambut penggulingan Mursi oleh militer Mesir.
Syaikh Al-Arifi juga dikenal publik atas pidatonya yang menggebu-gebu untuk mendukung jihad di Suriah melawan Syiah Nushairiyyah.
Sumber: Worldbulletin
Penulis: Qathrunnada

Jihad Menurut Syaikh Ali Hasan Al Halabi

Jihad Menurut Syaikh Ali Hasan Al Halabi
Jihad adalah amalan tertinggi dalam Islam. Banyak ayat dan hadis Rasulullah saw yang memerintahkan untuk berjihad. Bahkan, Rasul mengatakan barang siapa yang meninggal dan belum berjihad atau terbetik dalam dirinya pergi berjihad, maka dia meninggal dalam satu cabang kemunafikan.
Namun, menurut Syaikh Ali Hasan Al Halabi, ulama asal Yordan, jihad tidak boleh serampangan dilaksanakan. Amalan agung tersebut dilaksanakan ketika terpenuhi sarat, rukun, penyebab dan aturan-aturannya.
“Jihad mempunyai sarat, rukun, pendorong dan aturan-aturan. Tidak boleh seorang berjihad kecuali hal-hal tersebut terpenuhi” tegas ulama yang namanya akrab di sebagaian umat muslim Indonesia ini dalam acara ‘Dialog Damai Bersama Ulama Timur Tengah’ di Masjid Ukhuwah Islamiyah, Kampus UI Depok, pada Kamis, 12/12/2013.
Ulama yang tertuduh plagiator tersebut menyamakan antara sarat-sarat Jihad dengan sarat-sarat Haji. Bahkan, tegasnya, Haji lebih besar daripada amalan Jihad.
“Sebagaimana haji mempunyai syarat kemampuan, maka jihad pun harus memiliki syarat kemampuan. Haji harus mempunyai bekal, passport dan lain-lain, begitu juga jihad. Jihad tidak boleh dilaksanakan kecuali harus dengan bekal, mampu, passport dan ijin pemerintah,” jelas ulama yang namanya pernah dicekal ulama Saudi tersebut.
Di akhir pembicaraannya, ulama yang didatangkan langsung oleh Badan Negara Penanggulangan Terorisme (BNPT) dari Timur Tengah tersebut mengajukan tiga pertanyaan yang berkenaan dengan topik jihad.
Pertama, kata Syaikh Al Halabi, apakah Rasulullah saw ketika berada di Makkah berjihad? Jawaban spontannya adalah tidak. Karena, jelasnya, pada waktu itu Nabi dalam posisi lemah.
“Dan kondisi umat Islam saat ini lebih lemah daripada kondisi pada masa Nabi ketika di Makkah,” tegasnya mengajak peserta yang hadir bahwa saat ini adalah fase dakwah, bukan Jihad.
Kedua, lanjutnya, Apakah Rasulullah saw ketika di Madinah pernah memerangi suatu kaum sebelum menyampaikan dakwah pada mereka? Jawabannya tentu tidak. Karena jihad bukanlah tujuan utama, akan tetapi jihad berada dalam tataran ketiga, setelah dakwah dan menawarkan membayar upeti.
“Adapun memebunuh/menyerang warga sipil, kafir dzimmi, turis dan warga-warga lainnya yang mendapatkan jaminan keamanan bukanlah jihad,” tegas Syaikh Al Halabi dalam acara yang dihadiri sekitar 500 orang tersebut.
Terakhir, beliau  menanyakan Apakah Rasulullah saw, baik di fase Makkah atau Madinah, pernah membunuh dengan tipu muslihat, membunuh dengan cara tidak terlihat dan membunuh tanpa berdahap-hadapan? tentunya, jelasnya, hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw.
“Membunuh dengan tipu muslihat bukanlah jihad, bahkan itu bukanlah akhlak Islam dan manusia. Hal tersebut dilarang dalam sunnah dan praktek sahabat,” pungkas Syaikh yang juga tertuduh berfaham Murji’ah tersebut. [hunef]

Jihad Suriah Menurut Pandangan Ulama Kontemporer

Penderitaan rakyat Suriah, tidak hanya dirasakan oleh mereka sendiri. Di beberapa belahan Bumi, umat Islam memberikan dukungan moral maupun material kepada saudaranya di Suriah. Geliat peduli Suriah juga ada di Indonesia. Walau tidak segegap gempita di Timur Tengah.
HASI adalah salah satu lembaga sosial yang bergerak untuk umat Islam Suriah di Indonesia. Selain mengirim tenaga medis ke Suriah setiap bulan, HASI juga aktif mensosialisasikan tragedi Suriah ke masyarakat Indonesia. Tentu ada yang pro dan kontra saat sosialisasi Suriah.
Ada banyak ulama Indonesia yang mendukung sosialisasi Suriah. Bahkan diantara ulama tersebut menyerukan keharusan berjihad melawan rezim Syi’ah Nushairiyah. Salah satunya Ustadz Farid Ahmad Uqbah, pengasuh ma’had Ali al-Islam, Bekasi.
“Iran mati-matian membela rezim Basyar Asad. Bahkan rezim tersebut mendapat bantuan dana sekitar 5 milyar dolar untuk membantai muslim ahlusunnah di Suriah. Jadi, tak perlu ragu, yang membela rezim Basyar Asad adalah orang syiah,” ujar Ustad Farid dalam Tabligh Akbar dan penggalangan dana untuk Muslim Suriah di Masjid Al-Azhar, Ahad (4/11/12).
Anggota MIUMI ini menjelaskan, Syiah yang berkuasa di Suriah adalah Syiah Nushairiyah, yakni Syiah ekstrim dan kebatinan yang tidak mewajibkan shalat dan puasa. Sejak Iran menancapkan pengaruhnya di Suriah, aliran Syiah Itsna Asy’ariyah kini telah masuk dan bergabung dengan Syiah Nushairiyah.
Ketua MUI Pusat, K.H Kholil Ridwan, dalam wawancara via telepon dengan An-Najah pun menegaskan, bahwa umat Islam harus membantu saudara-saudaranya yang berjihad di Suriah.
“Konflik Suriah adalah peperangan antara Islam (sunni) dengan Syi’ah. Minoritas Nushairiyah mendzalimi mayoritas umat Islam sunni. Perjuangan sunni harus didukung, agar umat Islam di sana bisa hidup damai dan bebas beribadah.” Jelas Kiyai Kholil, (17/1/13).
Bila di Indonesia, para ulama masih banyak yang berdiam diri terkait jihad melawan Basyar Asad di Suriah, lain halnya di Timur Tengah yang tegas menyerukan jihad melawan Basyar Assad.
Syaikh DR. A’idh al-Qarni, salah seorang da’i kondang internasional, termasuk ulama yang terang-terangan menyerukan jihad melawan rezim Nushairiyah Basyar Asad yang dibeking oleh Iran dan Hizbullah Lebanon.
“Setiap orang yang memanggul senjata melawan Bashar Asad bukanlah seorang teroris. Justru ia adalah seorang mujahid di jalan Allah. Jika ia menang, maka ia mulia. Dan jika ia terbunuh, maka ia mati syahid.” Tulis Syaikh al-Qarni di halaman FB-nya.
Dosen senior Saudi Syaikh DR. Muhammad al-Arifi mempelopori terbentuknya forum ulama pembela Suriah. Da’i yang terkenal santun ini menyerukan seluruh umat Islam dimanapun mereka berada untuk berjihad melawan rezim Nushairiyah.
“Wajib bagi umat Islam yang mampu berjihad melawan pemerintah durjana Basyar Asad” Ujar beliau dalam salah satu khutbah jum’atnya.
Syaikh DR. Yusuf al-Qardhawi …tokoh moderat al-Azhar ini, bahkan berijtihad, jihad melawan rezim Nushairiyah adalah fardhu ‘ain.
Tercatat 107 ulama membuat pernyataan bersama mendukung pasukan oposisi tentara bebas Suriah dalam melawan rezim Assad, dan menyerukan rakyat Suriah untuk bergabung dengannya.
Para ulama tersebut juga menekankan tentang perlunya mendukung pejuang Suriah dengan semua apa yang mereka butuhkan, sehingga mereka bisa menyelesaikan revolusi mereka dan bergerak untuk merebut kebebasan dan hak-hak mereka.
Mereka juga menyerukan negara-negara Arab dan Islam untuk mengambil posisi serius menentang rezim Presiden Bashar al-Assad, seperti pengusiran duta besar dan memotong semua bentuk hubungan dengan Assad dan negara yang mendukungnya, terutama Rusia dan Cina.
Di antara para penandatangan pernyataan termasuk Presiden persatuan ulama muslim internasional, Dr Yusuf al-Qaradhawi, Mufti Mesir, Syaikh Ali Jumaa, Rasyid Ghannouchi, Shadiq Ghariani, Abdul Majid al-Zindani –pendiri universitas al-Iman Yaman-, Aid Al-Qarni, Salman Al-Audah, Syaikh Muhammad Hassan –da’i kondang Mesir-, Ahmad Halil, Ali Shalaby –pakar sejarah Islam-, Nashir Sulaiman al-Umar, Abu Ishaq al-Huwaini dan puluhan ulama Muslim senior lainnya, (http://islamtoday.net/albasheer/artshow-12-162869.htm).
Salafi Pun Mewajibkan Jihad
Tidak ketinggalan para ulama’ yang ditokohkan oleh Salafi pun menfatawakan keharusan jihad melawan rezim Basyar Asad. Mereka menanggalkan syarat-syarat jihad yang digagasnya, seperti jihad harus seizing waliyul amri.
Syaikh Adnan al-Ur-ur adalah seorang tokoh salafi yang menghasung umat Islam untuk berjihad melawan rezim Basyar Asad. Hal ini beliau ungkapkan dalam beberapa kesempatan, salah satunya saat beliau tampil dalam sebuah acara dialog di stasiun Al-Aqsha TV pada Kamis malam (3/1/2013).
Hanya ulama Saudi yang tergabung dalam Hai’ah Kibaril Ulama’ saja yang menganggap berjihad di Suriah itu maksiat kepada Amir. Menurut Hai’ah, jika tidak mendapat restu pemerintah, seperti pemerintah Saudi, sekutu terdekat di Amerika di Timur Tengah, maka berjihad di sana hukumnya haram.
Dari kalangan jihadi, seperti Syaikh DR Aiman Adz-Dhawahiri, Syaikh Abu Bashier, Syaikh Abu ‘Ashim al-Madesi, telah menfatwakan wajib berjihad melawan penguasa Suriah. Dalam situs resminya, www.abubaseer.bizland.com , Syaikh Abu Bashier menjelaskan, jihad melawan penguasa Suriah adalah perang melawan kelompok murtad dan penjajah.
Syaikh Abu Basher yang pernah mendekam dalam penjara Hafidz Asad jauh sebelum revolusi telah menyerukan keharusan untuk berjihad melawan Basyar Asad dan Nushairiyah. Setelah mengasingkan diri ke beberapa Negara Asia dan Eropa, ulama jihadi ini akhirnya memutuskan diri untuk bergabung dengan pejuang Suriah melawan Basyar Asad.
Tahun 2000, Syaikh Abu Mush’ab As-Suuri, tokoh pergerakan Suriah yang melarikan diri ke luar negeri pada zaman Hafidz Asad ini, telah menulis buku khusus tentang Suriah. Dalam bukunya yang berjudul, “Ahlu As-Sunnah fi Asy-Syam fi Muwajahati An-Nushairiyyah wa Ash-Shalibiyyah, wal Yahud” (telah diterjemahkan oleh Jazeera Solo, Rezim Nushairiyah dan ) beliau menghasung umat Islam, khususnya di Suriah dan beberapa wilayah Syam lainnya untuk bangkit melawan rezim Nushairiyah.
Syaikh DR. Nabil Al-Audha pendiri situs emanway.com dan Syaikh DR. Hakim al-Mathiri pakar Hadits Kuwait, juga menfatwakan wajibnya jihad di Suriah.

Setidaknya ada dua alasan utama para ulama menfatwakan wajibnya jihad melawan rezim Nushairiyah Basyar Asad. Pertama, kelompok Nushairiyah dihukumi kelompok murtad dan zindiq, yang selalu menghina Islam, jadi memerangi mereka, sama hukumnya dengan memerangi orang-orang murtad dan zindiq. Kedua, kewajiban untuk membantu muslim yang terdzalimi, (Qs. 4: 75).*

Ditulis oleh: Akrom Syahid (Pimred Majalah An-Najah)
Sumber: Majalah An-Najah Edisi Khusus, “BARA SURIAH, Kupas Tuntas Tanah Yang Dijanjikan.”