Jika
ISIS Kalah, 65.000 Militan dari 15 Kelompok Bakal Menggantikan
Sebanyak 15 kelompok
“jihad” yang berbasis di Suriah dengan lebih dari 65.000 militan akan mengisi
kevakuman atau jadi pengganti jika ISIS dikalahkan. Demikian laporan Centre on
Religion and Geopolitics (CRG), organisasi yang didirikan mantan Perdana Menteri
Inggris, Tony Blair.
Belasan
kelompok yang bakal menggantikan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)
itu dua di antaranya, Jabhat al-Nusra dan Ahrar al-Sham. Menurut organisasi
yang dijalankan Tony Blair Faith Foundation, belasan kelompok “jihad” di Suriah
tetap bertekad melakukan serangan teror terhadap Barat.
Laporan
itu munncul bertepataan dengan peringatan lima tahun “Arab Spring”, sebuah
gerakan pemberontakan publik terhadap kediktatoran di Timur Tengah dan Afrika
Utara. Menurut organisasi tersebut, selain ISIS kelompok jihadis lainnya pada
akhirnya akan menimbulkan ancaman bagi Barat.
“Fokus
saat ini adalah pada kekalahan militer ISIS, tidak mempertimbangkan kelompok
lain di Suriah (dan di seluruh dunia) dengan ideologi global dan ambisi yang sama
persis sama,” bunyi laporan organisasi itu, seperti dikutip
theaustralian.com.au, Senin (21/12/2015).
“Penelitian
kami telah menemukan 15 kelompok siap untuk berhasil. Jika hanya ISIS yang
dikalahkan, ada risiko tinggi yang tersebar dari kelompok ‘jihad Salafi’
lainnya yang akan memperluas wawasan mereka dan melancarkan serangan di luar
Suriah,” lanjut laporan itu.
”Dalam
eskalasi yang berbahaya, kelompok-kelompok ini bisa bertujuan untuk bersaing.
Untuk memastikan kesetiaan dari para militan global dan penadanaan menarik yang
dilakukan ISIS.”
Direktur
CRG, Ed Husain, mengatakan ideologi yang dianut oleh ISIS tidak memiliki batas
atau penghalang. “Dan telah menunjukkan bahwa hal itu bisa menginspirasi orang
fanatik untuk membunuh dengan mudah di Paris karena mendapatkannya di Raqqa,”
katanya. (Sindonews)
100
Ribu Pejuang di Suriah Memiliki Ideologi yang Sama dengan ISIS
By: On: 5
Sepertiga kelompok
pemberontak di Suriah -sekitar 100.000 pejuang- memiliki ideologi yang sama
dengan kelompok yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS, demikian
diisyaratkan sebuah kajian baru.
Pusat
Agama dan Geopolitik atau Centre on Religion and Geopolitics, terkait dengan
mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, mengatakan mengalahkan ISIS secara
militer ‘tidak akan mengakhiri jihadisme dunia’.
Untuk
mencapai tujuan itu diperlukan ‘kekalahan intelektual dan teologi’ dari
ideologinya.
Konflik Suriah telah menewaskan lebih 250.000 orang dan jutaan orang lainnya
kehilangan tempat tinggal.
Koalisi
Barat telah melakukan serangan udara terhadap sasaran ISIS di Suriah dan Irak
selama lebih satu tahun.
Pada
bulan September, pasukan Rusia memulai serangan udara terhadap pemberontak di
Suriah menargetkan ‘semua teroris’, termasuk ISIS.
Politik Islamis
Centre
on Religion and Geopolitics -yang merupakan inisiatif Tony Blair Faith
Foundation- menyatakan Suriah sekarang merupakan tempat kumpulan terbesar
kelompok jihadis dalam zaman modern.
Laporan
yang dijadwalkan diterbitkan pada hari Senin (21 Desember) ini menyatakan
bahaya terbesar bagi masyarakat dunia adalah kelompok yang memiliki ideologi
sama dengan ISIS tetapi saat ini tidak diperhatikan, yang jumlahnya
diperkirakan sekitar 100.000 orang.
Usaha
yang dilakukan pihak Barat saat ini untuk mendefinisikan ‘moderat’ dan
‘ekstremis’ akan mengalami kegagalan karena kelompok ini sendiri jarang
melakukan pembedaan.
Sekitar
60% kelompok pemberontak besar Suriah adalah ekstremis Islamis dan kebanyakan
kelompok ini memiliki tujuan sama.
Kurang
dari seperempat pemberontak yang diteliti tidak berideologi dan banyak dari
mereka siap berperang bersama kelompok ekstremis dengan kemungkinan akan
menerima penyelesaian politik Islamis untuk mengakhiri perang saudara.
Dewan
Keamanan PBB pada Jumat (18/12) secara bulat mendukung rencana perdamaian bagi
Suriah, yang antara lain mencakup desakan bagi gencatan senjata. (Isl/BBC)
Friday, December 18, 2015
TENNESSEE (atjehcyber)
- Pakar teknologi internet yang juga pendiri Intel
Security, John McAfee, memperingatkan bahwa, perang cyber antara Barat dengan
ISIS akan lebih dahsyat daripada perang nuklir.
McAfee mengklaim bahwa hacker ISIS "lebih
pintar" dari yang diperkirakan oleh pemerintah negara-negara Barat.
Kandidat calon presiden (Capres) Amerika Serikat (AS) 2016 itu percaya,
kelompok Negara Islam (IS) merupakan penghasut perang ulung yang akan mengambil
keuntungan dari dunia maya.
Menurut McAfee, senjata konvensional seperti
peluru dan bom tidak akan ada gunanya dalam konflik di masa depan.
”Mereka (ISIS) jauh lebih pintar dalam ilmu dunia
maya dari yang kita nilai sebelumnya,” katanya.
Pakar berusia 70 tahun itu mengatakan, kultus
pembunuhan memiliki akses ke aplikasi smartphone yang disebut Amaq. Dia
mengklaim aplikasi itu memfasilitasi terorisme melalui serangan
"denial-of-service" di internet.
“Sebagai contoh, kami percaya bahwa aplikasi ini
mencoba untuk menurunkan root server internet pekan lalu. Serangan
besar-besaran ini belum pernah terjadi sebelumnya, yang belum pernah kita lihat
sebelumnya,” ujar McAfee, kepada Russia Today, kemarin.
”Kami harus mempersiapkan diri, karena perang
berikutnya bukan perang dengan bom, kapal perang dan pesawat tempur. Ini akan
menjadi perang cyber, lebih dahsyat daripada perang nuklir,” katanya.
McAfee telah memperingatkan bahwa ISIS dapat
memenangkan perang cyber, karena Barat sangat tidak siap untuk “konflik online”.
Yayasan Tony Blair : Jika
ISIS Dikalahkan, Islamis-Jihadis Lain Akan Gantikan Posisinya
Inggris – Sebuah laporan
terbaru dari lembaga kajian CRG (Centre on Religion and Geopolitics) yang
merupakan bagian dariYayasan Keyakinan Tony Blair memperingatkan
bahwa keberhasilan secara militer dalam mengalahkan ISIS seperti yang
diinginkan bersama, secara material tidak akan bisa menghentikan
kelompok-kelompok Islamis mengambil alih wilayah itu.
Laporan tersebut mengatakan, sepertiga faksi-faksi oposisi
dengan jumlah pejuang sekitar 60 persen dari seluruh pejuang oposisi yang ada
di Suriah secara ideologi memiliki kesamaan dengan kelompok ISIS. Mereka
tersebar ke dalam 15 kelompok oposisi yang berbeda-beda dan sangat siap untuk
mengisi kekosongan apabila ISIS bisa dikalahkan secara militer.
Seberapa jauh lembaga studi itu mendefinisikan adanya
kesamaan ideologi dengan ISIS tersebut secara pasti belum bisa dijelaskan.
Namun laporan itu nampaknya memberikan perhatian dan sudut pandang pada gerakan
Salafi yang juga menjadi visi dan garis perjuangan faksi-faksi utama pejuang
oposisi lainnya termasuk JN cabang al-Qaidah dan Ahrarus Syam yang didukung
Saudi.
Ironisnya, menurut lembaga think-tank tersebut,
banyak dari kelompok-kelompok Salafi itu dianggap oleh para pejabat
negara-negara Barat mewakili kelompok “moderat”, serta menjadikan mereka
sebagai sekutu untuk melawan ISIS. Secara teknis barangkali hal itu benar,
namun CRG memperingatkan bahwa seandainya Barat berhasil mengalahkan ISIS maka
hal itu belum berarti apa-apa, karena akan segera muncul kelompok lain yang
secara ideologi sama untuk menggantikan posisi mereka (ISIS).
Sumber: Antiwar
Penulis: Yasin Muslim
Penulis: Yasin Muslim