Bismillahirrahmaanirrahiim.
Dalam tulisan opini di Republika, edisi 27 Januari 2012,
Dr. Haidar Bagir menulis artikel berjudul, “Sekali Lagi, Syiah dan Kerukunan Umat“. Artikel ini merupakan jawaban atas tanggapan yang diberikan oleh Fahmi
Salim, MA dan Prof. Dr. Muhammad Baharun yang mengkritik tulisan Haidar Bagir
di media yang sama, pada edisi-edisi sebelumnya.
Singkat kata, dalam tulisan tersebut, juga tulisan Haidar
Bagir sebelumnya, si penulis menampilkan STRATEGI KOMUNIKASI yang unik sekali.
Sebenarnya, bagi para pembaca risalah-risalah kaum Syiah, hal ini bukan sesuatu
yang baru. Tetapi dalam tulisan Haidar Bagir nuansanya seperti seseorang yang
-oleh pakar psikologi- kerap disebut split personality. Satu sisi Haidar
Bagir menjelaskan, bahwa dalam kalangan Syiah banyak sisi-sisi kesamaan dengan
akidah Ahlus Sunnah pada umumnya. Tetapi pada saat yang sama, Haidar Bagir juga
melontarkan kritik khas Syiah terhadap akidah Ahlus Sunnah. Dalam hal ini yang
sangat kita garis-bawahi adalah tuduhan seputar adanya TAHRIF Al Qur’an
(perubahan teks dari aslinya).
Untuk lebih jauh memahami jalannya polemik Fahmi Salim
& Prof. Muhammad Baharun versus Haidar Bagir, silakan lihat silsilah
polemiknya di tulisan berikut ini: Perang
Opini Sunni-Syiah di Republika. Dalam silsilah itu
bisa dilihat jawaban-jawaban yang dikemukakan Fahmi Salim maupun Prof. Muhammad
Baharun. (Semoga bermanfaat untuk mencerdaskan Ummat! Amin).
Disini kita ingin menyinggung satu materi dari tulisan
Haidar Bagir. Dalam artikel di atas, Haidar Bagir memberikan tambahan bukti
tentang adanya perubahan-perubahan dalam Al Qur’an. Dia mengatakan:
Selain
hadis tentang ayat Alquran dalam simpanan Siti Aisyah yang hilang itu, terdapat
pula riwayat dalam Musnad Ahmad dan dinukil dalam Al-Itqan karya Imam Suyuthi
bahwa Siti Aisyah mengatakan, “Pada masa Nabi, surah al-Ahzab dibaca sebanyak
200 ayat, tetapi ketika Usman menulis mushaf, ia tidak bisa mendapatkannya
kecuali yang ada sekarang.“ Seperti kita ketahui bahwa surah al-Ahzab yang ada
di mushaf sekarang ini adalah 73 ayat. Berarti menurut riwayat itu ada 127 ayat
yang hilang dari surah ini. Sejalan dengan itu, Tafsir al Qurthubi menukilkan
hadis dari Ubay bin Ka’b yang menyebut jumlah ayat dalam surah yang sama adalah
286. Rawi yang sama sebagaimana dinukil Al-Itqan menyebut bahwa jumlah surah
Alquran adalah 116, bukan 114 yang kita miliki sekarang karena adanya dua surah
yang hilang dan disebut-sebut bernama Al Hafd dan al-Khal’.
Dalam pernyataan ini disebutkan, bahwa AisyahRadhiyallahu ‘Anha dalam hadits Imam
Ahmad mengatakan, bahwa mulanya Surat Al Ahzab itu dibaca 200 ayat. Namun
kemudian hanya tersisa hanya 73 ayat saja (atau hilang sekitar 127 ayat). Dalam
Tafsir Al Qurthubi (bukan menurut Al Qurthubi lho ya) Surat Al Ahzab semula
berjumlah 286 ayat (sehingga kalau kini tinggal 73 ayat, berarti sudah hilang
sebanyak 213 ayat). Dengan dasar-dasar ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwa Al
Qur’an sudah mengalami Tahrif (distorsi, perubahan, pemalsuan, dan semisalnya).
Lalu bagaimana menjawab pendapat seperti di atas?
Mari kita memohon karunia ilmu dan petunjuk kepada Allah
Al ‘Alim; lalu kita melindungi Kemurnian dan Kesucian Al Qur’an Al Karim,
sekuat kemampuan; karena memang setiap insan diberi beban Syariat, sesuai
kesanggupannya. Semoga Allah memberikan hidayah dan taufiq untuk menetapi jalan
yang diridhai-Nya. Allahumma amin.
[1]. Adanya satu atau dua riwayat yang mengatakan ini dan itu, di luar
pemahaman mainstream para ulama, tidak boleh langsung diterima begitu saja.
Harus dilakukan tash-hih (penshahihan) dulu, apakah riwayat tersebut shahih
atau tidak. Riwayat-riwayat yang mengatakan telah terjadi perubahan pada Al
Qur’an, rata-rata tidak diterima. Karena alasannya: (a) Bertentangan dengan
Surat Al Hijr ayat 9, bahwa Allah yang menurunkan Al Qur’an dan Dia pula yang
menjaganya; (b) Bertentangan dengan riwayat-riwayat yang lebih kuat, bahwa Al
Qur’an itu sempurna, tidak mengalami perubahan; (c) Bertentangan dengan Ijma’
kaum Muslimin sejak masa Rasulullah dan para Shahabat, sampai hari ini. Dengan
alasan itu, maka dari sisi telaah Dirayah (substansi hadits), hadits-hadits
yang menjelaskan adanya Tahrif itu tertolak. Dalam ilmu hadits, sebuah hadits
yang bertentangan secara pasti dengan riwayat-riwayat yang lebih kuat, ia
tertolak.
[2]. Dalam ilmu hadits disebutkan sifat Hadits
Mutawatir. Ia adalah hadits yang paling kuat, karena diriwayatkan dari satu
generasi ke generasi lain secara kolektif. Bukan sejenis hadits Ahad yang
diriwayatkan oleh perawi personal. Orisinalitas Al Qur’an termasuk bagian dari
warisan Islam yang diriwayatkan secara Mutawatir oleh para Shahabat, kemudian
ke Tabi’in, ke Tabi’ut Tabi’in, dan seterusnya. Dalam hal ini berlaku sebuah
kaidah penting: “Tidak mungkin manusia yang banyak, di zaman Shahabat, akan
bersepakat untuk dusta bersama-sama menutupi adanya kenyataan bahwa Al Qur’an mengalami
distorsi.”
[3]. Metode pewarisan Al Qur’an dari satu
generasi ke generasi berikutnya, dengan cara sebagai berikut: Diajarkan secara
talaqqi (pengajaran langsung) dari guru ke murid; ayat-ayat dihafal secara
sempurna dan muraja’ah terus-menerus; penulisan Mushaf yang disaksikan oleh
para Shahabat dan diteliti ulang oleh mereka; adanya periwayatan silsilah
secara bersambung dalam bidang bacaan dan hafalan. Dengan metode demikian,
sangat mustahil akan ada distorsi, karena sistemnya telah diproteksi secara
ketat. Sampai saat ini, baik bacaan maupun hafalan Al Qur’an, ada silsilah
sanad-nya sampai ke Rasulullah Shallallah ‘Alaihi Wasallam.
[4]. Kalau benar perkataan bahwa Surat Al
Ahzab telah berubah (semula 200 ayat, lalu jadi 73 ayat), tentulah hal itu akan
diketahui secara MUTAWATIR oleh para Shahabat. Tidak mungkin hanya Aisyah Radhiyallahu
‘Anha saja
yang mengetahui. Sangat tidak mungkin hanya Aisyah yang tahu, sementara yang
lain lalai. Kesimpulan seperti itu sama saja dengan mengatakan, bahwa: para
Shahabat Nabi sepakat untuk berbohong secara berjamaah. Hal ini adalah tuduhan
berbisa. Tuduhan semisal ini kalau muncul dari kalangan Syiah, tidak dianggap
aneh. Sebab, salah satu “amal shalih” ajaran kekufuran mereka, adalah
mencaci-maki para Shahabat dan menistakan kehormatan mereka. Na’udzubillah wa
na’udzubillah min dzalik.
[5]. Harus dipahami, bahwa Mushaf Utsmani
bukanlah Mushaf yang pertama kali ditulis oleh para Shahabat. Mushaf yang
pertama adalah Mushaf Induk yang ditulis oleh panitia yang dipimpin oleh Zaid
bin Tsabit Radhiyallahu ‘Anhu. Mushaf itu disusun atas usul Umar bin Khattab
Radhiyallahu ‘Anhu kepada Khalifah Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu, ketika dalam
satu pertempuran ada sekitar 70 hafizh Al Qur’an wafat dalam peperangan. Kalau
Mushaf tidak segera ditulis, khawatir nanti Ummat Islam akan kesulitan menjaga
orisinalitas Al Qur’an. Dari motivasi penyusunan Mushaf ini saja sudah tampak,
bahwa tujuannya adalah menjaga ORISINALITAS Al Qur’an. Dan para Shahabat di
zaman Khalifah Abu Bakar sudah Ijma’ menerima keaslian Mushaf itu. Tidak ada
penolakan sedikit pun di kalangan mereka. Sedangkan Mushaf Ustmani, yang
ditulis di masa Khalifah Utsman Radhiyallahu ‘Anhu, hal itu sifatnya hanya
PENGGANDAAN saja, bukan penulisan Mushaf sejak awal. Mushaf Induk dari zaman
Khalifah Abu Bakar disalin empat, sehingga semuanya ada 5 Mushaf. Tujuan
penggandaan ini adalah untuk menyatukan bacaan Al Qur’an kaum Muslimin, agar
tidak terjadi pertikaian antar mereka karena soal perbedaan bacaan. Lihatlah,
disana lagi-lagi ada upaya pemeliharaan orisinalitas Al Qur’an, dengan upaya
mengeliminasi aneka perbedaan bacaan. Jadi, Mushaf Ustmani itu sifatnya hanya
MENYALIN saja, bukan menuliskan Al Qur’an sejak awal.
[6]. Sebenarnya, upaya penjagaan orisinalitas
Al Qur’an sudah dilakukan sejak zaman Nabi masih hidup. Dalam hadits shahih
dijelaskan, bahwa setiap bulan Ramadhan tiba, Jibril ‘Alaihissalam selalu
memeriksa bacaan Al Qur’an Nabi. Saat beliau menjelang wafat, pemeriksaan
bacaan di bulan Ramadhan itu dilakukan 2 kali. Hal ini sudah menunjukkan, bahwa
Malaikat Jibril pun sejak awal sudah ikut menjaga Al Qur’an dengan memeriksa
bacaan Nabi sesuai bacaan asli yang beliau (Jibril) ajarkan kepada Nabi
Shallallah ‘Alaihi Wasallam.
[7]. Para Ahli Tafsir dari kalangan Ahlus Sunnah,
mereka adalah orang-orang yang mumpuni seputar Al Qur’an, seperti At Thabari,
Al Qurthubi, Al Baghawi, Ibnu Katsir, Al Alusy, Al Jalalain, Rasyid Ridha,
Ahmad Syakir, Al Maraghi, As Sa’diy, Wahbah Az Zuhaily, dll. dari para ahli
tafsir; mereka sepakat bahwa tidak ada Tahrif (distorsi) dalam Al Qur’an. Kalau
ada pemikir Syiah, cendekiawan Syiah, atau ulama Syiah mengatakan adanya
Tahrif, ya dimaklumi saja. Wong, mereka bukan Ahlus Sunnah. Kalangan Ahlus
Sunnah tidak menjadikan ulama-ulama Syiah sebagai panutan. (Bahkan Quraish
Shihab yang notabene banyak terpengaruh pemikiran Syiah itu, dalam Tafsir Al
Mishbah hasil karyanya, dia tidak mengklaim ada distorsi dalam Al Qur’an).
Demikian,
dapat dipahami bahwa bahwa dalam Al Qur’an tidak ada distorsi. Riwayat Aisyah
Radhiyallahu ‘Anha yang mengatakan bahwa Surat Al Ahzab semula adalah 200 ayat;
riwayat seperti ini tidak bisa diterima, karena bertentangan dengan pendapat
Jumhur para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Pendapat Shahabat
dalam masalah ini adalah IDENTIK dengan sikap penerimaan
mereka terhadap
Mushaf Induk (atau Mushaf Madinah) yang disusun oleh panitia yang dipimpin Zaid
bin Tsabit Radhiyallahu Anhu di masa Khalifah Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu
‘Anhu.
Semoga
kajian sederhana ini bermanfaat. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.
Cimahi,
4 Februari 2012.
[Abahnya
Aisyah, Fathimah, Khadijah].
18 Balasan ke Haidar Bagir dan Tuduhan Tahrif
Al Qur’an
Daus mengatakan:
Assalamualaikum
wr wb,
saya
mau bertanya,
jd riwayat tsb DHAIF?
klw DHAIF, knp masih dimasukkan k dlm Kitabnya oleh Imam Ahmad?
jd era sahabat itu AL Quran terbagi 4, mmg Al Quran tebal sekali kah?
jk hanya sebatas bacaan, berarti bukan ayat yg berkurang atau bertambah, tp di
hadist tsb ditulis “200 ayat”, apakah berarti Al Quran itu jaman Nabi tidak
tertata seperti saat ini?
Mohon dijawab y mbak saya bingung nih, semoga Allah SWT merahmati kita semua,
khususnya saya yg bingung kok di tulis dlm ayat tp dikatakan hanya sbg bacaan
(argume no.5), klw bacaan berarti seharusnya bukan ayat yg bertambah atau
berkurang tp tanda baca atau tulisan yg berubah….
Mbak,
klw sahabat itu luar biasa hebat, kok bisa diperang Jamal saling berperang dgn
alasan dari ulama kita adanya provokator, kok bisa sih mbak di provokasi, jk
diadu domba utk saling MEMBUNUH pd perang JAMAL bisa terjadi, knp argumen ke-4
terkesan sahabat itu tidak lalai, tidak lupa dll, pdhal ketika perang JAMAL yg
mereka hadapi sesama mereka, apakah saat itu mereka jg tidak lalai akan
keutamaan masing2, tidak lalai akan AL Quran yg mengatakan orang beriman itu
berkasih sayang dgn sesamanya?
wassalam
Nb.
Pertanyaan saya di Hidayatullah, Era Muslim dll bukannya dijawab tp malah ID
saya di blokir, jk demikian gmn orang gak akan menjd syiah, kok jd terkesan
beragama itu doktrin, tidak boleh dikaji dan dikritisi, apa bedanya dgn agama2
lain yg doktrin jg…
abuhaitsam mengatakan:
Alhamdulillah
Pak Haidar Bagir mengakui kesesatan Syi’ah.
Coba lihat di link ini…
abisyakir mengatakan:
@
Daus…
Assalamualaikum
wr wb. Saya mau bertanya, jd riwayat tsb DHAIF? Kalau DHAIF, knp masih dimasukkan
k dlm Kitabnya oleh Imam Ahmad?
Respons:
Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh. Ya, riwayat yang bertentangan
dengan riwayat2 lain yang lebih kuat bahkan riwayat mutawatir (kolektif)
dianggap MARDUD (ditolak). Oh…hadits2 dalam Musnad Imam Ahmad tidak berisi
hadits shahih semua. Disana juga ada riwayat2 dhaif. Bahkan untuk kitab Sunan,
seperti Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasai, tidak
otomatis bisa diterima sebagai hadits shahih semua. Para ulama hadits sering
membuat catatan atas hadits2 di kitab2 itu.
Jd era sahabat itu AL Quran terbagi 4,
memang Al Quran tebal sekali kah?
Respons:
Bukan dibagi 4, tetapi 1 Mushaf Al Qur’an disalin 4 kali, sehingga hasilnya
semua ada 5 Mushaf Al Qur’an. Masing2 Mushaf salinan itu dikirim ke
negeri-negeri Muslim untuk menjadi panduan. Sedang Mushaf induk tetap berada di
Madinah. Sampai saat ini Mushaf itu masih ada.
Jk hanya sebatas bacaan, berarti bukan ayat
yg berkurang atau bertambah, tp di hadist tsb ditulis “200 ayat”, apakah berarti
Al Quran itu jaman Nabi tidak tertata seperti saat ini? Mohon dijawab y mbak
saya bingung nih, semoga Allah SWT merahmati kita semua, khususnya saya yg
bingung kok di tulis dlm ayat tp dikatakan hanya sbg bacaan (argume no.5), klw
bacaan berarti seharusnya bukan ayat yg bertambah atau berkurang tp tanda baca
atau tulisan yg berubah….
Respons:
Saya tidak tahu pasti, apakah jumlah ayat itu 73, tetapi dibaca dengan 200 kali
waqaf (tanda berhenti)? Atau dalam tuduhan itu disebutkan, Surat Al Ahzab
semula terdiri dari 200 ayat. Kalau ikut pemahaman Haidar Bagir, konteksnya
yang kedua (jumlah ayat dianggap berkurang 127 ayat). Tapi yang jelas,
pengurangan jumlah Surat Al Ahzab seperti yang dituduhkan itu, TIDAK BENAR sama
sekali. Riwayat seperti itu tidak bisa dijadikan pegangan.
Mbak, klw sahabat itu luar biasa hebat, kok
bisa diperang Jamal saling berperang dgn alasan dari ulama kita adanya
provokator, kok bisa sih mbak di provokasi, jk diadu domba utk saling MEMBUNUH
pd perang JAMAL bisa terjadi, knp argumen ke-4 terkesan sahabat itu tidak
lalai, tidak lupa dll, pdhal ketika perang JAMAL yg mereka hadapi sesama
mereka, apakah saat itu mereka jg tidak lalai akan keutamaan masing2, tidak
lalai akan AL Quran yg mengatakan orang beriman itu berkasih sayang dgn sesamanya?
wassalam.
Respons:
Beda antara Ijma’ Shahabat dalam Kesatuan Al Qur’an, dengan pandangan politik
mereka. Kesatuan Al Qur’an adalah ajaran Al Qur’an sendiri, sebagai bagian
keimanan seorang Muslim. Siapa saja meragukan
kesucian Al Qur’an, dia bisa kufur dari jalan Allah. Sedangkan soal ijtihad, di
segala lapangan kehidupan, bersifat personalitas, sesuai kondisi setiap orang.
Dalam Islam itu ada ajaran2 yang bersifat TSABIT (tetap) dan ada yang
MUTAGHAIYIRAT (berubah sesuai kondisi). Kesucian Al Qur’an termasuk ajaran yang
Tsabit, sedangkan perbedaan ijtihad, termasuk mutaghaiyirat.
AMW.
didi mengatakan:
Artikel yang menarik ……
Tapi … bukankah pada zaman sahabat tersebut … banyak
sahabat yang menghafal Alquran ???
Pada akhir zaman ini saja banyak muslim yang hafal Alquran .
Jadi kalau memang terjadi distorsi pasti akan sampai kabar tersebut.
Jadi saya berpendapat kajian tersebut sangat riskan kalau
dibaca oleh awam …..
[…] [c]. Haidar Bagir dan Tuduhan Tahrif Al Qur’an. […]
Daus mengatakan:
ass wr wb,
terima kasih jawabannya, tp klw msh berkenan sy mau
kembali bertanya krn masih bingung,
Ya, riwayat yang bertentangan dengan riwayat2 lain yang
lebih kuat bahkan riwayat mutawatir (kolektif) dianggap MARDUD (ditolak). Oh…hadits2 dalam
Musnad Imam Ahmad tidak berisi hadits shahih semua. Disana juga ada riwayat2
dhaif. Bahkan untuk kitab Sunan, seperti Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan An Nasai, tidak otomatis bisa diterima sebagai hadits shahih
semua. Para ulama hadits sering membuat catatan atas hadits2 di kitab2 itu.
Tanya
:
bs dijelaskan ulama2 siapa yg menolak, dan knp pd tanggapan terakhir atas
tulisan Haidar Bagir tdk disebutkan hadist2 DHAIF tsb (yg menanggapi 2 orang,
Kholil Hasib MA dan Mohammad Baharun, pd artikel terkahir di Republika tdk ada
satupun yg menyatakan Dhaif?)
Respons:
Saya tidak tahu pasti, apakah jumlah ayat itu 73, tetapi dibaca dengan 200 kali
waqaf (tanda berhenti)? Atau dalam tuduhan itu disebutkan, Surat Al Ahzab
semula terdiri dari 200 ayat. Kalau ikut pemahaman Haidar Bagir, konteksnya
yang kedua (jumlah ayat dianggap berkurang 127 ayat). Tapi yang jelas,
pengurangan jumlah Surat Al Ahzab seperti yang dituduhkan itu, TIDAK BENAR sama
sekali. Riwayat seperti itu tidak bisa dijadikan pegangan.
Tanya
:
knp anda mengatakan tuduhan, sdngkan anda menulis sendiri “Saya tidak tahu
pasti, apakah jumlah ayat itu 73, tetapi dibaca dengan 200 kali waqaf (tanda
berhenti)”, apakah nabi tdk ,memberitahukan/mengajarkan ttg waqaf dan ayat2 Al
Quran?
dan knp seorang istri Nabi menyatakan hal tsb, jk ternyata hanya waqaf?apakah
“ayat” sama dgn “Waqaf”?klw mmg waqaf, knp tdk ayat2 yg panjang jg harusnya ada
jg perbedaan(seperti ayat2 Makiyah yg panjang2)?
dan
saya bingung, anda mengatakan tuduhan, pdhal di artikel pertama Haidar Bagir
menulis, bahwa riwayat2 perubahan Al Quran “tak satu pun orang di kalangan kaum
Sunni
yang menerima pandangan ini.”(Paragraf ke-11, Syiah dan Kerukunan Umat,
Republika, 20 Januari 2012), dmn tuduhannya Haidar Bagir yg anda tulis?ingat
itu tulisan d REPUBLIKA, jd dmn tuduhannya sdngkan faktanya mmg ada di kitab yg
dijuluki Ash Shittah As Shahain (6 kitab SHAHIH-baca lagi tanggapan akhir akan
tulisan Haidar Bagir pd Republika, Jumat, 3 Februari 2012, tdk ada yg menulis
Dhaif riwayat2 yg ditulis Haidar Bagir)?
Bahkan
baca kembali tulisan Mohammad Baharun-Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Guru Besar
Sosiologi Agama tgl 3 Februari 2012, pd paragraf 8-9, “Saya tidak mengerti
logika ini, bagaimana mungkin sebuah riwayat yang di sandarkan pada para imam
mak sum (menurut versi Syiah) yang termuat di dalam Al-Kafi, dan banyak
mendapat apresiasi dari para pemuka
ulama mereka, ke mudian sekaligus tiba-tiba dikatakan tak bebas dari hadis
palsu.
Ini
nalar yang antagonistis dan kontradiktif, suatu hadis disebut
sa hih (dalam kitab hujjah atau argumen), namun tidak menutup
kemungkinan palsu. Saya kira ini perlu klarifikasi dan verifikasi,
apa maksud pujian dan apresiasi begitu banyak ulama mutaqaddimin dan
mutaakhhirin Syiah Itsna Asyariah, na mun kemudian dimentahkan lagi seperti
ini?”
sedangkan
kitab hadist yg tdpt ttg perubahan tahrif “dalam Musnad Imam Ahmad tidak berisi
hadits shahih semua. Disana juga ada riwayat2 dhaif. Bahkan untuk kitab Sunan,
seperti Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasai, tidak
otomatis bisa diterima sebagai hadits shahih semua”, kitab2 yg anda katakan
Dhaif itu bergelar Ash Shitah Ash Shahain, apakah itu gelar main2?
Respons:
Beda antara Ijma’ Shahabat dalam Kesatuan Al Qur’an, dengan pandangan politik
mereka. Kesatuan Al Qur’an adalah ajaran Al Qur’an sendiri, sebagai bagian
keimanan seorang Muslim. Siapa saja meragukan
kesucian Al Qur’an, dia bisa kufur dari jalan Allah. Sedangkan soal ijtihad, di
segala lapangan kehidupan, bersifat personalitas, sesuai kondisi setiap orang.
Dalam Islam itu ada ajaran2 yang bersifat TSABIT (tetap) dan ada yang
MUTAGHAIYIRAT (berubah sesuai kondisi). Kesucian Al Qur’an termasuk ajaran yang
Tsabit, sedangkan perbedaan ijtihad, termasuk mutaghaiyirat.
Tanya :
apakah tdk ada di Al Quran ttg penyelesaian perselisihan? mengantisipasi
provokasi/adu domba(alasan yg selalu digunakan sbg penyebab perang Jamal)?
setahu saya Al Quran berbicara spy tdk diprovokasi,
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al Hujurat 6)
apakah para sahabat pd perang Jamal tsb mengabaikan ayat
diatas (kemudian berijtihad) atau lupa?
Muhammad
itu adalah utusan Allah. Orang-orang yang selalu bersamanya bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” [Al-Fath :
29]
apa
ayat ini jg diabaikan dan mendahulukan Ijtihad?ijtihad apa yg bs mengabaikan
ayat2 Al Quran?kasih sayang seperti apa jk sudah terjadi perang dan saling
membunuh?
Knp
saya menghubungkan dghn Perang Jamal, ingat sekali lagi sejarah mencatat,
TERBUNUH nya muslim oleh sesama muslim dmn di kedua belah pihak terdapat
sahabat2/tokoh2 Utama dlm Islam, jk mereka lupa siapa yg mereka hadapi (atau
lebih ekstrimnya, apakah mereka lupa ayat2 yg sy lampirkan diatas)hingga mereka
saling menghunuskan pedang utk membunuh (dan mmg terjadi saling MEMBUNUH, tdk
bs DINAFIKAN, tertulis dlm tinta sejarah), knp utk kekeliruan akan Al Quran
diantara para pilar Islam ini tdk mungkin terjadi?
klw
dlm permasalahan ayat Al Ahzab, jklw mmg terjadi kealpaan shg dikatakan terjadi
perubahan (tahrif) apakah akibatnya dpt menandingi “kealpaan” para SAHABAT akan
ayat2 yg saya kutip pd perang JAMAL yg menyebabkan TERBUNUH sesama umat
ISLAM???
abisyakir mengatakan:
@
Daus…
Tanya: Bs dijelaskan ulama2 siapa yg
menolak, dan knp pd tanggapan terakhir atas tulisan Haidar Bagir tdk disebutkan
hadist2 DHAIF tsb (yg menanggapi 2 orang, Kholil Hasib MA dan Mohammad Baharun,
pd artikel terkahir di Republika tdk ada satupun yg menyatakan Dhaif?).
Jawaban:
Dalam tulisan Ust. Fahmi Salim, terkait riwayat dari Aisyah Ra bahwa lembaran
“mushaf” dimakan kambing, beliau jelaskan itu riwayat dhaif. Coba cari di situs
Ust. Fahmi Salim, khususnya soal jawaban atas tulisan Haidar Bagir ini. Hadits
dianggap dhaif/maudhu’ salah satu alasannya, ketika ia bertentangan secara
diametral dengan riwayat-riwayat yang lebih kuat. Riwayat yang sangat kuat
disini ialah KESEPAKATAN PARA SHAHABAT terhadap isi Mushaf Al Qur’an yang
dibukukan di masa Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu. Maka adanya riwayat2 aneh yang
meragukan hal itu, otomatis ditolak. Tetapi kalau dari sisi riwayah (kajian
sanad), mohon maaf saya belum mendapat informasi yang layak seputar riwayat
“lembaran dimakan kambing” itu.
Tanya: Knp anda mengatakan tuduhan, sdngkan
anda menulis sendiri “Saya tidak tahu pasti, apakah jumlah ayat itu 73, tetapi
dibaca dengan 200 kali waqaf (tanda berhenti)”, apakah nabi tdk,
memberitahukan/mengajarkan ttg waqaf dan ayat2 Al Quran? Dan knp seorang istri
Nabi menyatakan hal tsb, jk ternyata hanya waqaf?apakah “ayat” sama dgn
“Waqaf”?klw mmg waqaf, knp tdk ayat2 yg panjang jg harusnya ada jg
perbedaan(seperti ayat2 Makiyah yg panjang2)? Dan saya bingung, anda mengatakan
tuduhan, pdhal di artikel pertama Haidar Bagir menulis, bahwa riwayat2
perubahan Al Quran “tak satu pun orang di kalangan kaum Sunni yang menerima pandangan
ini.”(Paragraf ke-11, Syiah dan Kerukunan Umat, Republika, 20 Januari 2012),
dmn tuduhannya Haidar Bagir yg anda tulis? ingat itu tulisan d REPUBLIKA, jd
dmn tuduhannya sdngkan faktanya mmg ada di kitab yg dijuluki Ash Shittah As
Shahain (6 kitab SHAHIH-baca lagi tanggapan akhir akan tulisan Haidar Bagir pd
Republika, Jumat, 3 Februari 2012, tdk ada yg menulis Dhaif riwayat2 yg ditulis
Haidar Bagir)?
Jawaban:
Maksudnya begini, jumlah ayat dalam Surat Al Ahzab jelas 73 ayat. Jadi tidak
mungkin menjadi 200 ayat, sangat tidak mungkin. Kalau ada riwayat yang
mengatakan itu, jelas ia riwayat yang mardud (tertolak). Jumlah ayat dalam Al
Qur’an jelas qath’iyun, sebagaimana adanya Mushaf yang kita pegang saat ini.
Hal tersebut telah dijaga kaum Muslimin sejak zaman Shahabat Ra sampai hari
ini. Hingga di zaman ini kita mendengar ada istilah “hafalan
Al Qur’an bersanad”. Hal ini membuktikan kuatnya orisinalitas Al Qur’an itu
sendiri (termasuk Surat Al Ahzab). Jadi istilah “200 kali waqaf” itu hanyalah
sebuah dugaan, seandainya riwayat itu tetap mau diterima. Bukan sebuah
kepastian. Kepastiannya, ya jumlah ayat Surat Al Ahzab 73 ayat.
Iya kita tahu Haidar Bagir memang “tidak menuduh”. Dia
membuat kalimat apologi “tak satu pun orang di kalangan kaum Sunni yang menerima
pandangan ini”. Tetapi setelah kalimat itu selesai, barulah dia keluarkan
keragu-raguan dirinya, dengan harapan bisa mempengaruhi orang-orang awam yang
mudah diperdaya (nas’alullah al ‘afiyah). Jadi disini Haidar Bagir seperti
“bermuka dua”. Dia ingin selamat dari hujatan ulama-ulama Sunni, tetapi di sisi
lain diatetap ingin menebarkan
keraguannya tentang otentisitas Al Qur’an. Ya, begitu
deh…
Wah, sayang sekali saya belum mendapat kajian soal sanad
dari hadits-hadits yang disampaikan Haidar Bagir itu. Tapi saya akan coba
mencari dengan bertanya ke beberapa sumber soal studi riwayat hadits-hadits
itu.
Sedangkan kitab
hadist yg tdpt ttg perubahan tahrif “dalam Musnad Imam Ahmad tidak berisi
hadits shahih semua. Disana juga ada riwayat2 dhaif. Bahkan untuk kitab Sunan,
seperti Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasai, tidak
otomatis bisa diterima sebagai hadits shahih semua”, kitab2 yg anda katakan
Dhaif itu bergelar Ash Shitah Ash Shahain, apakah itu gelar main2?
Jawab:
Wah, kayaknya jarang baca hasil-hasil studi hadits ya… Sudah jamak diketahui
dalam kitab-kitab Sunan, seperti Sunan At Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Ibnu
Majah, dll. tidak otomatis membuat semua hadits yang ada dalam kitab-kitab itu
shahih. Maka tidak berlebihan jika ada ulama (seperti Al-Albani) yang tekun
melahirkan karya tashih (penshahihan) atas kitab-kitab ini, misalnya dengan
menulis kitab Silsilah As Shahihah, Shahih
Jami’us Shaghir, Shahih
Abu Dawud,
Shahih Adabul Mufrad, Irwaul Ghalil, dan sebagainya. Jadi hadits-hadits dalam
kitab ulama-ulama itu belum tentu shahih semua, kecuali yang disepakati oleh
Bukhari-Muslim, atau dishahihkan oleh Imam Bukhari, atau dishahihkan oleh Imam
Muslim. Nah, terhadap yang terakhir-terakhir itu mayoritas ulama sepakat akan
keshahihannya.
Kitab-kitab
itu kerap digelari “Kutubus Sittah” (maksudnya kitab hadits yang 6). Kalau
gelar As Shahihain (dua kitab shahih) maksudnya kitabShahih
Bukhari dan Shahih Muslim. Maka itu ia disebut As Shahihain (dua kitab shahih).
Jadi bukan “As Sittah As Shahihain”. Itu sebutan yang keliru. As Sittah
menunjukkan jumlah 6, sedangkan As Shahihain menunjukkan jumlah 2.
Tanya: Apakah tdk ada di Al Quran ttg
penyelesaian perselisihan? mengantisipasi provokasi/adu domba(alasan yg selalu
digunakan sbg penyebab perang Jamal)? Setahu saya Al Quran berbicara spy tdk
diprovokasi. “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al Hujurat 6). Apakah para sahabat pd
perang Jamal tsb mengabaikan ayat diatas (kemudian berijtihad) atau lupa?
Jawab:
Salah satu kebiasaan buruk orang Syiah (atau yang terpengaruh Syiah)…mereka sok
mengadili konsep-konsep pemahaman kaum Sunni. Seolah mereka ingin membuat aneka
keraguan kepada ajaran-ajaran Sunnah. Di sisi lain,
mereka TIDAK NGACA dengan dasar-dasar ideologi, keyakinan, dan pemikiran Syiah.
Hingga disana, mereka punya keyakinan al bada’ (mereka ragu dengan Kematahuan
Allah), juga al raj’ah (Ali dan imam-imam nanti akan reinkarnasi), juga taqiyah
(menghalalkan kebohongan secara mutlak), dan seterusnya. Kok gak ngaca ya
mereka… Ajaran agama mereka penuh sampah dan bau busuk; tapi berlaku “sok
kritis” kepada ajaran-ajaran Ahlus Sunnah. Sangat memalukan memang.
Sejarah Khulafaur Rasyidin Radhiyallahu ‘Anhumadalah sejarah lengkap. Mereka mewakili sifat kepemimpinan dan periode
sejarah yang berbeda-beda. Di zaman Nabi Saw, semua kebaikan itu ada di tangan
Nabi. Tetapi setelah wafat, kebaikan-kebaikan itu terbagi-bagi kepada Khalifah
beliau, sesuai sifat, tabiat, dan setting sejarahnya. Khalifah Abu Bakar Ra diuji
dengan keraguan kaum Muslimin bahwa ada pemimpin setelah Nabi yang sanggup
memimpin Ummat. Ternyata, Allah menolong Khalifah Abu Bakar untuk menghapus
semua keraguan itu. “Kepemimpinan Islam harus terus dilanjutkan, meski Nabi
sudah wafat.” Begitu spirit yang ditancapkan oleh Khalifah Abu Bakar Ra.
Di masa Khalifah Umar, kekuasaan Islam melebar begitu
jauh. Jazirah Arab direbut, Mesir takluk, Syam takluk, Persia runtuh, bahkan
dakwah Islam melebar sampai ke Asia Tengah. (Andaikan Khalifah Ali yang memimpin,
belum tentu bisa melakukan perluasan-perluasan ini. Sebab, menghadapi Muawiyah
saja beliau tidak menghasilkan solusi terbaik, apalagi untuk melakukan
perluasan wilayah yang sangat luas?). Di zaman Khalifah Utsman Ra, kaum
Muslimin banyak menikmati hasil-hasil perjuangan masa lalu. Kekayaan melimpah,
kemakmuran datang dari berbagai sisi. Saat itu, sebagian pejabat mulai terbawa
arus bermegah-megahan dengan harta-benda. Nah, inilah awal munculnya fitnah.
Khalifah Utsman tidak bisa disalah, wong memang tabi’at beliau lembut, santun,
toleran, bahkan sangat pemalu. Salah satu keunikan sifat kepemimpinan Islam,
kita harus ridha dengan karakter sang pemimpin.
Di masa Khalifah Ali Ra benih-benih fitnah yang tumbuh di
masa sebelumnya sudah berbuah, bercabang-cabang, merambat kemana-mana. Khalifah
Ali yang dikenal tenang, ahli hikmah, kesatria, seolah telah disiapkan untuk
zaman yang penuh fitnah dan huru-hara. Para ulama menyebut masa-masa itu dengan
istilah Fitnatul
Kubra (ujian besar). Dan beliau berhasil melalui masa-masa itu
dengan missi menyelamatkan nilai KEADILAN, KEJUJURAN, dan KOMPROMI demi
kebaikan kaum Muslimin semua. Sikap demikian sangat menonjol.
Lihatlah, betapa sangat lapang dada Khalifah Ali Ra
ketika beliau menerima Tahkim, dan bersedia sementara waktu melepas jabatannya
sebagai Amirul Mukminin, demi perdamaian kaum Muslimin… Lihatlah, betapa
agungnya sifat insan yang satu ini. Berbeda dengan (kaum durjana Persia) Syiah
Rafidhah, tidak ada sifat-sifat baik pada diri mereka, apalagi yang diklaim mengikuti
jejak Ali Ra. Tidak ada sama sekali. Hati mereka selalu diliputi dendam
kesumat, kemarahan, kebencian, muak, kutukan, makian, dsb. kepada Muawiyah,
para Shahabat Ra, dan kaum Sunnah. Mana ada sifat durjana seperti itu pada diri
Ali Al Murtadha Radhiyallahu ‘Anhu?
Jadi…adanya berbagai peristiwa sejarah di masa lalu,
termasuk Perang Jamal, tidak bisa menjadi alasan untuk menjelek-jelekkan para
Shahabat. Yang jelek itu kan orang-orang Persia kufur yang selalu mencaci-maki
para Shahabat. Mereka doyan menodai kaum wanita (lewat mut’ah), tetapi berlagak
ingin menyalahkan Bunda Aisyah dan para Shahabat lainnya. Para Shahabat selalu
mulia, mereka diakui keadilannya. Hanya saja, orang-orang selain Shahabat (yang
sudah menjadi Muslim) tidak dijamin mereka baik semua. Toh di zaman Nabi juga
tidak sedikit ada orang munafik. Di sisi lain, para Shahabat memiliki ijtihad
berbeda, sesuai pandangan mereka masing-masing. Dalam hal ini ketentuannya,
kalau benar mendapat 2 pahala, kalau salah 1 pahala.
Muhammad itu adalah utusan Allah.
Orang-orang yang selalu bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka” [Al-Fath : 29]. apa ayat ini jg diabaikan
dan mendahulukan Ijtihad?ijtihad apa yg bs mengabaikan ayat2 Al Quran?kasih sayang
seperti apa jk sudah terjadi perang dan saling membunuh? Knp saya menghubungkan
dghn Perang Jamal, ingat sekali lagi sejarah mencatat, TERBUNUH nya muslim oleh
sesama muslim dmn di kedua belah pihak terdapat sahabat2/tokoh2 Utama dlm
Islam, jk mereka lupa siapa yg mereka hadapi (atau lebih ekstrimnya, apakah
mereka lupa ayat2 yg sy lampirkan diatas)hingga mereka saling menghunuskan
pedang utk membunuh (dan mmg terjadi saling MEMBUNUH, tdk bs DINAFIKAN,
tertulis dlm tinta sejarah), knp utk kekeliruan akan Al Quran diantara para
pilar Islam ini tdk mungkin terjadi? klw dlm permasalahan ayat Al Ahzab, jklw
mmg terjadi kealpaan shg dikatakan terjadi perubahan (tahrif) apakah akibatnya
dpt menandingi “kealpaan” para SAHABAT akan ayat2 yg saya kutip pd perang JAMAL
yg menyebabkan TERBUNUH sesama umat ISLAM???
Jawab:
Hai bocah…para Shahabat itu selalu mulia. Allah telah ridha kepada mereka, dan mereka telah ridha kepada Allah.
Tetapi buka mata hatimu, buka pandang dan nuranimu. Tahukah kamu, siapa saja
yang hidup saat Perang Jamal itu? Apakah semuanya orang baik, shalih, dan
sekualitas para Shahabat Nabi Saw semua? Wong mereka itu banyak muslim-muslim
baru, banyak peradaban-peradaban “muallaf” yang baru bersentuhan dengan Islam,
seperti peradaban Mesir, Persia, Syam, Jazirah Arab, dan lainnya.Jumlah para Shahabat Nabi semakin berkurang, sedangkan
jumlah muslim-muslim baru semakin membengkak. Bagaimana soal perang Jamal, perang Shiffin dan lainnya akan dipikulkan
ke pundak para Shahabat, wong jumlah mereka sangat kecil dibandingkan
orang-orang Muslim yang baru?
Coba kamu lihat, Muawiyyah itu baru masuk Islam setelah
Fathu Makkah. Nantinya Muawiyah menjadi Gubernur Syam. Nantinya beliau
melakukan gerakan politik di zaman Khalifah Ali Ra. Kalau saya ditanya: “Apakah
Muawiyah salah atau sedang ijtihad?” Saya akan jawab dengan TERANG-TERANGAN:
Ya, Muawiyyah salah. Titik. Lho kok bisa? Apa alasannya? Kalau saya bilang Muawiyah benar, berarti Khalifah
Ali yang salah. Apa bisa kita menerima alasan
bahwa Khalifah Ali Ra salah dalam sikap politik beliau? Mungkin orang akan
mengatakan, “Tapi kan Muawiyah berijtihad, jadi boleh dong?” Satu sisi, kalau
ada 2 mujtahid, yang satu lebih alim, dan yang kedua lebih awam, mana yang akan
kita pilih? Jelas ijtihad Khalifah Ali lebih benar. Di sisi lain, apa ada
istilah ijtihad dengan resiko membangkang kepada pemimpin Islami yang sah?
Apakah ajaran Ahlus Sunnah mengajarkan hal itu? Kalau ijtihad Muawiyah
dibenarkan, berarti para pemberontak kepemimpinan Islami yang sah, nanti mereka
akan berlindung di balik istilah ijtihad juga.
[Lalu ada yang bertanya, “Tapi kan Muawiyah itu Shahabat.
Kita tidak boleh menjelek-jelekkan dirinya?” Jawabnya, siapa lagi yang
menjelekkan beliau? Apa ada kata-kata yang menjelek-jelekkan kehormatan beliau
Radhiyallahu ‘Anhu disini? Kita hanya mengatakan, sikap politik beliau salah.
Titik. Apa tidak boleh menilai amal seseorang dengan timbangan Syariat Islam?
Toh, pembanding kita adalah sikap politik Khalifah Ali, sosok Amirul Mukminin
di zaman itu. Apakah karena posisi seseorang sebagai Sahabat Nabi, lalu
dianggap sudah otomatis SELARAS dengan Syariat Islam? Ya, Syariat Islam lebih
utama dari siapapun, sebab ia adalah Dustur Kehidupan Ummat, sampai akhir
zaman].
Singkat kata, orang-orang Syiah (dan semisalnya) jangan
terus mengisi hidup dengan mencari-cari celah kelemahan Ahlus Sunnah.
Walhamdulillah, agama Tauhid dan Sunnah ini senantiasa dijaga oleh Allah Al
Hafizh Jalla Sa’nuhu. Jangan sok bersikap “sangat kritis” sementara terhadap
ajaran agama (Syiah) sendiri, mereka lupa kalau disana terdapat sangat banyak ajaran-ajaran keji yang mematikan
akal dan hati nurani. Itu tuh beresin dulu soal
ajaran-ajaran keji itu, baru kalau beres silakan mengkritik Ahlus Sunnah (jika
mampu).
Demikian, semoga bermanfaat. Walhamdulillah Rabbil
‘alamiin.
AMW.
Daus mengatakan:
“Wah,
sayang sekali saya belum mendapat kajian soal sanad dari hadits-hadits yang
disampaikan Haidar Bagir itu. Tapi saya akan coba mencari dengan bertanya ke
beberapa sumber soal studi riwayat hadits-hadits itu. ”
oke,
jd kesimpulannya, anda sendiri gak jelas pengetahuannay tp dgn kedangkalan
kemampuan anda mencoba membuat analisa dgn mengatakan “tuduhan”, apakah namanya
itu?
hahahaha…
hy orang tua umurnya, tp sepertinya muda akalnya…
jd
krn shabat apapun dpt mereka perbuat, termasuk MEMBUNUH…MEMBUNUH…MEMBUNUH…
(perang Jamal dan Shiffin), Islam anda ternyata berkembang dgn darah (seperti
ungkapan orang Barat), bangsa2 yg ditaklukan tersebut dgn peperangan kan mereka
takluk bukan dgn dakwah damai?
itukah yg diajarkan Nabi dlm riwayat kalian?
berperang demi penyebaran agama, apa bedanya dgn agama Nasrani era Kolonialisme????
ALHAMDULILLAH,
saya mengenal syiah, jd saya tahu masih ada TUHAN YANG MAHA ADIL, Tuhan yg
memuliakan hambanya krn ujian, cobaan dan rintangan yg diberikan Nya, bukan krn
kedekatan hubungan kekerabatan atau perkawanan kemudian menjd mulia, wlw
MEMBUNUH…SALING MEMBUNUH…SALING MEMBUNUH…
Agama
yg menakutkan, saling membunuh merupakan ijtihad, pantas mudah diadu domba
hingga skrng, krn idolanya aja begitu mudahnya shg melupakan Al Quran utk
saling MEMBUNUH…MEMBUNUH…MEMBUNUH….!!!!
Terima
kasih ya Allah, kau jauhkan hamba mu ini dari ajaran kejam, sadis dan
menakutkan itu, krn ijtihad diperbolehkan MEMBUNUH dan menurut Tuhan mereka
akan dapat SURGA, entah TUHAN seperti apa yg mereka sembah….
abisyakir mengatakan:
@
Daus…
Oke, jd kesimpulannya, anda sendiri gak
jelas pengetahuannay tp dgn kedangkalan kemampuan anda mencoba membuat analisa
dgn mengatakan “tuduhan”, apakah namanya itu? hahahaha… hy orang tua umurnya,
tp sepertinya muda akalnya…
Jawab:
Makanya Pak, belajar dulu yang baik. Khususnya belajar hadits. Untuk menilai
hadits shahih atau tidak, bisa dilihat dari sisi Substansi (matan) dan Silsilah
Perawi (isnad). Bisa dipakai kedua-duanya, bisa
juga salah satunya. Untuk melakukan studi sanad, perlu keahlian khusus. Tidak
semua orang bisa. Tapi studi matan, dapat dilakukan dengan membandingkan
substansi satu riwayat dengan riwayat2 lain yang sudah masyhur. Soal pembukuan
Al Qur’an itu mutawatir (disaksikan oleh ribuan manusia) di zaman Khalifah Abu
Bakar Ra. Riwayat2 yang Bpk persoalkan itu tidak sebanding dengan realitas
kemutawatiran pembukuan Al Qur’an (yang intinya susunan Al Qur’an seperti
selama ini adalah ORISINIL). Jangan keburu emosi dulu kalau tidak tahu…
Jd krn shabat apapun dpt mereka perbuat,
termasuk MEMBUNUH…MEMBUNUH…MEMBUNUH… (perang Jamal dan Shiffin), Islam anda
ternyata berkembang dgn darah (seperti ungkapan orang Barat), bangsa2 yg
ditaklukan tersebut dgn peperangan kan mereka takluk bukan dgn dakwah damai?
itukah yg diajarkan Nabi dlm riwayat kalian? berperang demi penyebaran agama,
apa bedanya dgn agama Nasrani era Kolonialisme????
Jawab:
Saya kan sudah bilang, di zaman Perang Jamal, saat Khalifah Ali Ra memimpin,
jumlah para Shahabat sudah banyak berkurang. Yang terbanyak itu justru
muslim-muslim muallaf yang baru masuk Islam. Kalau para Shahabat dominan, mereka akan mencegah semua perpecahan itu.
Tapi karena jumlahnya sudah sedikit, sehingga tak kuasa menghadapi jumlah
muslim baru yang sangat besar; suara mereka jadi tidakdominan.Jadi jangan salahkah
Shahabat Ra, tetapi salahkan muslim2 baru yang emosinya tinggi, yang hantam
kromo saja itu.
ALHAMDULILLAH,
saya mengenal syiah, jd saya tahu masih ada TUHAN YANG MAHA ADIL, Tuhan yg
memuliakan hambanya krn ujian, cobaan dan rintangan yg diberikan Nya, bukan krn
kedekatan hubungan kekerabatan atau perkawanan kemudian menjd mulia, wlw
MEMBUNUH…SALING MEMBUNUH…SALING MEMBUNUH… Agama yg menakutkan, saling membunuh
merupakan ijtihad, pantas mudah diadu domba hingga skrng, krn idolanya aja
begitu mudahnya shg melupakan Al Quran utk saling
MEMBUNUH…MEMBUNUH…MEMBUNUH….!!!!
Jawab: Omong kosong… Syiah kok dibilang agama kasih
sayang, agama tanpa membunuh, agama kemanusiaan… Semua ini omong kosong.
Jahatnya Syiah di Iran, Irak, Libanon, Suriah, Mesir, Pakistan, Afghanistan,
sudah dikenal. Bocah saja yang tidak tahu semua itu. Coba belajar agak baik,
biar terbuka wawasan (dengan izin Allah).
Terima kasih ya
Allah, kau jauhkan hamba mu ini dari ajaran kejam, sadis dan menakutkan itu,
krn ijtihad diperbolehkan MEMBUNUH dan menurut Tuhan mereka akan dapat SURGA,
entah TUHAN seperti apa yg mereka sembah….
Jawab: Anda ini tukang ngibul… Dalam Islam berperang itu
karena membela diri; karena membela kehormatan; karena menegakkan keadilan;
karena ingin menyebarkan hidayah. Tujuannya mulia. Adapun Syiah justru
mengajarkan kebohongan, dusta, kawin kontrak, menzhalimi Ahlus Sunnah,
menyembah Ali, dan seterusnya. Masak yang begitu disebut agama yang benar?
AMW.
Daus mengatakan:
Abisyakir :
Makanya Pak, belajar dulu yang baik. Khususnya belajar hadits. Untuk menilai
hadits shahih atau tidak, bisa dilihat dari sisi Substansi (matan) dan Silsilah
Perawi (isnad). Bisa dipakai kedua-duanya, bisa juga salah satunya. Untuk
melakukan studi sanad, perlu keahlian khusus. Tidak semua orang bisa. Tapi
studi matan, dapat dilakukan dengan membandingkan substansi satu riwayat dengan
riwayat2 lain yang sudah masyhur. Soal pembukuan Al Qur’an itu mutawatir
(disaksikan oleh ribuan manusia) di zaman Khalifah Abu Bakar Ra. Riwayat2 yang
Bpk persoalkan itu tidak sebanding dengan realitas kemutawatiran pembukuan Al
Qur’an (yang intinya susunan Al Qur’an seperti selama ini adalah ORISINIL).
Jangan keburu emosi dulu kalau tidak tahu…
Response :
Oke lah, klw mmg begitu dlm jawaban terakhir atas artikel Haidar Bagir oleh
Mohammad Baharun- Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Guru Besar Sosiologi Agama
(Guru Besar loh) Agama dan Kholili Hasib MA (Republika, Jumat 3 Februari 2012)
tdk menyatakan seperti yg anda tulis di web anda, bahwa hadist2 tsb DHAIF,
pdhal mereka lebih perpendidikan sepertinya drpd anda (atau dugaan saya
salah???)pd opini tsb sekali lg saya tulis gelar dari Mohammad Baharun GURU
BESAR dan anda tulis di web anda dgn embel2 “Prof”!!!
Dan mereka mengakui (wlw anda yg tdk jelas pengetahuannya
lebih atau tidak dibanding 2 orang tsb MENOLAKNYA) bahwa hadist tsb ADA, dan
mmg ttg perubahan Al Quran (Paragraf ke 5 dst, “Beda ‘Rukun’, Tapi Bisa Rukun”,
dan “Ukhuwah dan keterbukaan”paragraf ke-6, Republika, 3 Februari 2012,)
Bahkan dinukil dr kitab Shahih Bukhari bab “Syahadah”
(“Ukhuwah dan keterbukaan”paragraf ke-5, Republika, 3 Februari 2012,),
silahkan koreksi kutipan saya inittg perubahan Al Quran pd kitab Bukhari Bab
Syahadah (wajib pk SHAHIH Bukhari gak??)“Umar ibn Khaththab berkata: “Bila
bukan karena orang akan mengatakan bahwa Umar menambah (ayat) ke dalam Kitab
Allah, akan kutulis ayat rajam dengan tanganku sendiri.”
Knp anda tidak mengritik kedua ustadz anda tsb dahulu,
dan katakan seperti yg anda tulis, tp mereka mengakui wlw berputar dlm
penjelasan ttg masalah nasikh dan mansuk, spy membingungkan umat y, hehehehe…
Abisyakir :
Saya kan sudah bilang, di zaman Perang Jamal, saat Khalifah Ali Ra memimpin,
jumlah para Shahabat sudah banyak berkurang. Yang terbanyak itu justru
muslim-muslim muallaf yang baru masuk Islam. Kalau para Shahabat dominan, mereka akan mencegah semua perpecahan itu.
Tapi karena jumlahnya sudah sedikit, sehingga tak kuasa menghadapi jumlah
muslim baru yang sangat besar; suara mereka jadi tidakdominan.Jadi jangan salahkah
Shahabat Ra, tetapi salahkan muslim2 baru yang emosinya tinggi, yang hantam
kromo saja itu.
Response :
Generasi setelah sahabat namanya Tabiin, bukankah ini generasi terbaik setelah
sahabat?
Bisa sebutkan contoh pencegahan yg dilakukan sahabat yg masih hidup saat itu
bahkan sahabat yg ikut serta dlm perang tsb?
Sepertinya cocok dgn ayat dibawah ini :
“MEMBUNUH sesamamu dan mengusir segolongan dari kamu dari
kampung halamannya. Kamu saling membantu dalam kejahatan dan permusuhan.”
(Al Baqarah : 85)
Para sahabat ktk jaman Imam Ali adalah tokoh2 bahkan
pemimpin umat, jd mereka bisa digoyahkan krn minoritas?kmn keyakinan mereka,
kok ikut arus aja?keyakinan macam apa ini yg ikut arus?bahkan rela harus
menghunuskan pedang kpd sesama MUSLIM, bukankah itu namanya membunuh?tp yg lucu
adalah, salah satu generasi terbaik (Tabiin yg sering digandengkan dgn
shalawat), ternayata “salahkan muslim2 baru yang emosinya tinggi, yang hantam
kromo saja itu”, gmn generasi anda???
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan
sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. An
Nisa : 93)
Pantas anda hanya ikut arus mayoritas juga y… :D
Kami punya Al Hussein dan 72 Sahabat nya, mereka ttp
teguh wlw sedikit dan banyak orang yg memperingatkan ktk mereka berkeinginan
pergi k Karbala, jauh kan bedanya idola anda dgn saya, pantas idola anda bisa
kalah dlm perang Khaibar (ingat kisah perang Khaibar, mundur kan tim pertama
dan kedua, baru ketika tim ketiga dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib, belum lg
saat perang Uhud, Nabi aja diabaikan hingga nyaris terb – ini unuh, seperti itu
tokoh2 idola anda?apa anda mau berkata saya memfitnah, pdhal hal tsb tercantum
MUTAWATIR dlm kisah2 sejarah anda!!!)
Omong kosong… Syiah kok dibilang agama kasih sayang,
agama tanpa membunuh, agama kemanusiaan… Semua ini omong kosong. Jahatnya Syiah
di Iran, Irak, Libanon, Suriah, Mesir, Pakistan, Afghanistan, sudah dikenal.
Bocah saja yang tidak tahu semua itu. Coba belajar agak baik, biar terbuka
wawasan (dengan izin Allah).
Response :
Itu saya tahu, mmg ajaran anda itu utk bocah, Alhamdulillah saya tdk bocah lg,
yg hanya didongengkan kemudian tertidur dan beranggapan mimpi atas dongeng2 tsb
benar…
Klw saya mau realita, ini saya kasih data (bukan dongeng
seperti umumnya khotbah jumat anda yg bikin ngantuk…
ini baru bbrp hari yg lalu…
itu sdkt cuplikan dr media yg kdg suka menyudutkan Syiah
dlm kolom khasanah nya, bbrp bulan lalu (tdk jauh dr kejadian Sampang) kan
media Republika membahas ttg Syiah, dan kesesatannya, dmn ada pendiri NU yg jg
dikutip menyesatkan Syiah, jd ini bukan dari media Syiah, klw anda bisa
tunjukkan dari media yg min sdkt objektif lah (klw dr media syiah saya yakin
anda tdk bisa :D), jgn seperti Baharun berargumen dgn media “Gen Syiah” yg gak jelas
(mknya teman2 saya yg sunni diam seribu bahasa melihat argumen “Prof” Baharun
hahahahaha…)
Abisyakir :
Anda ini tukang ngibul… Dalam Islam berperang itu karena membela diri; karena
membela kehormatan; karena menegakkan keadilan; karena ingin menyebarkan
hidayah. Tujuannya mulia. Adapun Syiah justru mengajarkan kebohongan, dusta,
kawin kontrak, menzhalimi Ahlus Sunnah, menyembah Ali, dan seterusnya. Masak
yang begitu disebut agama yang benar?
Response :
Klw gitu jelaskan kpd saya, alasan apa dlm perang JAMAL???
Jk alasan Kehormatan, apakah Ali ada menghinakan/merusak kehormatan orang?
Keadilan?apakah Ali menzalimi lawannya ktk memimpin?
Hidayah?apakah Ali sudah tersesat?
Tujuan Mulia apa yg ditunjukkan para pemberontak dari Madinah kpd pemimpin
mereka?
Apakah perang Jamal tsb sebuah kedustaan shg anda mengatakan saya “tukang
ngibul”, sebutkan dalilnya alasan pemberontak tsb berperang (perang yg
menunjukkan sikap PEMBUNUH… MEMBUNUH… MEMBUNUH…)
Lihat kedustaan anda, “menyembah Ali” pdhal sudah tdk ada
lg yg berani memfitnah hal tsb, tp anda lakukan.
Kebohongan, dusta, apakah yg saya tulis tidak ada semua di kitab anda(khususnya
PEMBUNUHAN sesama SAHABAT dan Muslimin krn SAHABAT di Perang JAMAL)?
jk ada, logika macam apa yg mengatakan saya berbohong?
kawin kontrak, apakah anda mau menafikan hal tsb ada?
ulama kalian hanya mengatakan pernah dilakukan kemudian dihapus, tidak seperti
anda yg ingin menafikan hal tsb
pernah dilakukan, dan yg melakukan pertama x adalah IDOLA2 anda
Abdullah berkata: “sewaktu kita berperang bersama
Rasulullah sedang kita tidak membawa apa-apa, lantas kita bertanya kepada
beliau: bolehkah kita lakukan pengebirian? Lantas beliau melarang kita untuk
melakukannya kemudian beliau memberi izin kita untuk menikahi wanita dengan
mahar baju untuk jangka waktu tertentu. Saat itu beliau membacakan kepada kami
ayat yang berbunyi: “wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian
mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian dan
janganlah kalian melampaui batas…”(Qs Al-Ma’idah:87)
al-Bukhari dalam kitab shahihnya (Jil:7 hal:4 kitab nikah bab:8 hadis ke:3)
“dan (diharamkan atas kamu mengawini) wanita yang
bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki, (Allah telah menetapkan hukum
itu) sebagai ketetapanNya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang
demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk
berzina, maka (istri-istri) yang telah kamu nikmati (campuri) diantara mereka,
berikanlah kepada mereka maharnya sebagai (dengan sempurna) sebagai suatu
kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah
saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”(Qs; An-Nisaa’:24)
1. Imam Ahmad bin Hambal dalam “Musnad Ahmad” jilid:4 hal:436.
2. Fakhruddin ar-Razi dalam “Mafatih al-Ghaib” jil:3 hal:267.
3. Zamakhsari dalam “Tafsir al-Kassyaf” jil:1 hal:360
Saya pk data, mana argumentasi anda??
Jd yg memakai data/dalil dinilai “PENDUSTA” sedangkan yg tidak jelas
data/dalilnya “BENAR”, pernyataan anda ini lebih layak jd LELUCON (cocok dgn
gelar2 ulama anda LC=LeluCon)
Ajaran anda mmg cocok utk anak kecil(bocah) seperti yg
anda tulis, keyakinan penuh dgn dongeng dan doktrin, tdk cocok buat yg berakal.
Idola
kok pengecut, ikut arus doank…
Idola tuh min kyk Salman al Farisi, mencari dari negeri yg jauh
Ammar bin Yasir, orang yg Rasul perintahkan Taqiyah krn Keluarganya syahid ktk
msh d Mekkah
Abu Dzar (semoga Allah merahmatinya setinggi-tingginya dan memberi balasan yg
setimpal kpd yg mengusirnya dr Madinah, dan membuat beliau wafat dlm
kesendirian), gak takut arus, ttp menyuarakan kebenaran apapun yg dialami…
Pantas,
Afganistan ktk Rezim Taliban, perang saudara terus, skrng Palestina berselisih
hingga saling MEMBUNUH sesama (Hamas vs Fattah), contoh yg ditirunya mudah
diprovokasi dan lebih mendahulukan IJTIHAD dibanding Al Quran…
Jd
Wawasan siapa yg harusnya berkembang y, anda yg didoktrin terus atau saya yg
bisa berargumen dgn data???
Menariknya
melihat jawaban anda, jd bisa tertawa lepas, pantas ktk jd Syiah wlw pengen
balik k agama Bocah biar bs ikut mayoritas sulit, krn hati berkata, KEBENARAN
ada UJIAN dan COBAANNYA.
Agama bocah yg tanpa ujian dan cobaan, kyk lagu Slank, di dunia mudah di
akhirat surga, hal yg bertentangan dgn Al Quran
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang
benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
(Al-Ankabuut : 2-3)
Hal
yg tdk ada pd IDOLA2 anda (Ujian, cobaan dan pengorbanan), khususnya para
Syaikhan pelaku KUDETA
Al Quran anda dimakan kambing sih y, jgn2 ayat ini jg dimakan onta hahahaha,
shg buta mata anda melihat realita!!!
Dan
inilah ayat utk menghadapi kelompok kalian para Pemfitnah sesungguhnya
“Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”
(Ali Imraan : 200)
Daus mengatakan:
wah,
udah mulai seperti web2 dan media kelompok se DOKTRIN dgn anda y???
kok kmrn di moderasi dan dijawab dgn cepat, knp skrng tidak dimoderasi???
nambahin
berita nih…
itu negara2 IDOLA anda kan wahai kelompok TAKFIRI… :D
Pantas aja yg sudah mengenal secara lagsung syiah dan
kemudian belajar akhirnya menjd Syiah dan sulit kembali (pdhal gak ada tekanan
dr syiah yg ada dari lingkungan yg minim informasi), krn argumentasi agama
waktu kecilnya PAYAH!!!
hanya penuh dongeng2 yg gak beda dgn Superhero buatan
Barat…hahahahaha…
jd ini website yg mengaku menjunjung tinggi DISKUSI???
HAHAHAHAHA….
abisyakir mengatakan:
@
Daus…
Semoga
Allah Al Hadi mengembalikanmu kepada Islam, atau mencegahmu menyesatkan kaum
Muslimin satu pun yang lain, dan Allah Al Halim pasti akan menyempurnakan
hak-hakmu sebagai manusia di dunia ini, sebelum datang hari Akhirat yang abadi
dimana disana manusia tidak mengenal kata “akhir kehidupan”. Semua perbuatan
mencela para isteri Nabi, Shahabat-shahabat Nabi, serta memfitnah Ahlul Bait,
menzhalimi kaum Muslimin…semua itu akan dihadapi dengan perhitungan yang sangat
teliti, di sisi Rabbuna Allah Jalla Wa ‘Ala.
Oke lah, klw mmg begitu dlm jawaban
terakhir atas artikel Haidar Bagir oleh Mohammad Baharun- Ketua Komisi Hukum
MUI Pusat, Guru Besar Sosiologi Agama (Guru Besar loh) Agama dan Kholili Hasib
MA (Republika, Jumat 3 Februari 2012) tdk menyatakan seperti yg anda tulis di
web anda, bahwa hadist2 tsb DHAIF, pdhal mereka lebih perpendidikan sepertinya
drpd anda (atau dugaan saya salah???)pd opini tsb sekali lg saya tulis gelar
dari Mohammad Baharun GURU BESAR dan anda tulis di web anda dgn embel2
“Prof”!!! Dan mereka mengakui (wlw anda yg tdk jelas pengetahuannya lebih atau
tidak dibanding 2 orang tsb MENOLAKNYA) bahwa hadist tsb ADA, dan mmg ttg
perubahan Al Quran (Paragraf ke 5 dst, “Beda ‘Rukun’, Tapi Bisa Rukun”, dan
“Ukhuwah dan keterbukaan”paragraf ke-6, Republika, 3 Februari 2012,)
Bahkan dinukil dr kitab Shahih Bukhari bab
“Syahadah” (“Ukhuwah dan keterbukaan”paragraf ke-5, Republika, 3 Februari
2012,). Silahkan koreksi kutipan saya ini ttg perubahan Al Quran pd kitab
Bukhari Bab Syahadah (wajib pk SHAHIH Bukhari gak??)“Umar ibn Khaththab
berkata: “Bila bukan karena orang akan mengatakan bahwa Umar menambah (ayat) ke
dalam Kitab Allah, akan kutulis ayat rajam dengan tanganku sendiri.” Knp anda
tidak mengritik kedua ustadz anda tsb dahulu, dan katakan seperti yg anda
tulis, tp mereka mengakui wlw berputar dlm penjelasan ttg masalah nasikh dan
mansuk, spy membingungkan umat y, hehehehe…
Jawab:
Kan penilaian setiap orang berbeda. Dalam bantahan ustadz-ustadz itu rata-rata
tidak diberikan jawaban yang jelas seputar periwayatan hadits-nya. Tapi kalau
Anda cermat, mereka sudah memberikan jawaban yang diminta, hanya Anda saja yang
tidak merasa. Jawabannya adalah, hadits-hadits itu kalau dianggap shahih, andai
dianggap shahih, ia berkaitan dengan hal NASHIH-MANSHUKH (penghapusan teks ayat
atau didatangkan ayat penggantinya). Hal ini sangat terkenal dalam studi Ulumul
Qur’an. Jadi, hadits-hadits tadi (jika shahih) bisa dimaknai: “Pada mulanya ada
ayat-ayat yang demikian demikian, tetapi di akhir hayat Nabi ayat-ayat itu
sudah dihapuskan, sesuai petunjuk Allah Ta’ala melalui Jibril As, sehingga ia
tidak eksis lagi sebagai bagian teks Al Qur’an.” Tetapi substansi hukumnya ada
yang masih dipelihara, misalnya tentang hukum rajam.
Soal
studi riwayat hadits itu…sebentar lagi saya berikan jawabannya, tetapi dalam
bahasa Arab. Mohon dikaji sendiri.
Generasi setelah sahabat namanya Tabiin,
bukankah ini generasi terbaik setelah sahabat? Bisa sebutkan contoh pencegahan
yg dilakukan sahabat yg masih hidup saat itu bahkan sahabat yg ikut serta dlm
perang tsb? Sepertinya cocok dgn ayat dibawah ini: “MEMBUNUH sesamamu dan
mengusir segolongan dari kamu dari kampung halamannya. Kamu saling membantu
dalam kejahatan dan permusuhan.” (Al Baqarah : 85)
Para
sahabat ktk jaman Imam Ali adalah tokoh2 bahkan pemimpin umat, jd mereka bisa
digoyahkan krn minoritas?kmn keyakinan mereka, kok ikut arus aja?keyakinan
macam apa ini yg ikut arus?bahkan rela harus menghunuskan pedang kpd sesama
MUSLIM, bukankah itu namanya membunuh?tp yg lucu adalah, salah satu generasi
terbaik (Tabiin yg sering digandengkan dgn shalawat), ternayata “salahkan
muslim2 baru yang emosinya tinggi, yang hantam kromo saja itu”, gmn generasi
anda???
Dan barangsiapa yang membunuh seorang
mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan
Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar
baginya. (QS. An Nisa: 93). Pantas anda hanya ikut arus mayoritas juga
y… :D
Jawab:
Sebelum saya jawab, tolong Anda jawab terlebih dulu pertanyaan berikut: “Anda
kok sensi banget ya dengan Ahlus Sunnah. Memangnya Anda tidak melihat bagaimana
kelakuan kaum Syiah sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang? Kok yang Anda
lihat Ahlus Sunnah melulu… Mengapa Anda tidak membuka catatan-catatan hitam
legam dan berdarah-darah sepanjang sejarah agama Syiah, sejak dulu sampai kini?
Nashruddin
At Thusi itu tokoh besar Syiah yang menjadi sekutu Hulagu Khan untuk
meruntuhkan Khilafah Abbassiyah Baghdad, sehingga terbunuh jutaan manusia kala
itu, Baghdad dihancur-leburkan oleh Tartar, buku-buku dalam perpustakaan
dibuang ke sungai Tigris sehingga sungai berubah menjadi warna hitam karena
lelehan tinta. Wakaf-wakaf Ummat Islam seperti madrasah, masjid, mushaf,
perpustakaan, asrama santri, dll. diserahkan oleh At Thusi kepada tukang sihir,
orang musyrik, kaum pendosa. Dan lain-lain kekejaman.
Bagaimana
dengan Daulah Shafadiyah di Mesir yang berniat mensyiahkan seluruh Mesir, dan
menghapuskan Ahlus Sunnah disana? Alhamdulillah upaya mereka dihancurkan oleh
Shalahuddin Al Ayyubi dan Nuruddin Mahmud Zanki (perintis Daulah Ayyubiyyah).
Hingga ketika menjelang serangan ke Yerusalem, Shalahuddin harus membersihkan
pasukannya dari anasir-anasir Syiah, karena mereka selalu menjadi “duri dalam
daging” atau “penikam dari belakang”. Bagaimana dengan peranan Syiah yang terus
merongrong Daulah Turki Utsmani melalui serangan-serangan, kerjasama dengan
kufar Eropa dalam rangka memerangi Khilafah Turki Utsmani? Anda perlu tahu,
salah satu musuh Sultan Muhammad Al Fatih adalah kelompok-kelompok Syiah di
Persia. Kelompok-kelompok ini bekerjasama dengan Daulah Ibadhiyah di Mesir
terus merongrong Khilafah Turki Utsmani.
Bagaimana
kekejaman Syiah setelah revolusi Iran 1979? Mereka membunuhi para ulama Sunni,
membunuhi kaum Sunni, dan menghapuskan sejarah Sunni di Iran. Kebiadaban mereka
berlanjut di Irak di bawah Muqtadha Al Shadr. Kekejaman mereka berlangsung di
Libanon dengan Hizbullah-nya. Begitu juga mereka merongrong mujahidin
Afghanistan, menolong invasi Amerika ke Irak dan Afghanistan. Kesadisan mereka
sudah terkenal di Suriah di bawah dajjal Hafezh dan Bashar Assad. Kesadisan mereka juga ada di Yaman melalui tangan-tangan Syiah Houti. Dan
aneka rupa catatan kelam kaum penganut agama Persia (Syiah) ini.
Bahkan menurut studi Prof. Dr. Ali Muhammad As
Shalabi…sebenarnya, menurut beliau, yang membunuh Husein Ra dan 70 keluarganya,
sebenarnya adalah kaum Syiah sendiri. Alasannya, mereka meminta Husein datang
ke Kufah, katanya mau dibaiat. Setelah Husein sampai disana, tidak ada satu pun
Syiah yang membaiatnya. Dengan demikian, Husein dan rombongan jelas menjadi
“santapan lezat” pasukan Hajjaj Ats Staqafi yang terkenal brutal itu. Tidak ada
satu pun Syiah yang menolong Husein dan rombongan di Karbala ketika itu. Inilah
yang dikecam oleh Ibnu Abbas Ra, ketika ada orang Irak bertanya soal “hukum
membunuh nyamuk”. Ibnu Abbas berkata: “Bagaimana bisa kalian bertanya hukum
membunuh nyamuk, sementara kalian biarkan cucu Rasulullah tertumpah darahnya di
Karbala.” Singkat kata, peringatan Asyura setiap 10 Muharram itu adalah juga: peringatan pembunuhan kaum Syiah Kufah atas Husein
dan keluarganya, karena mereka sudah mengundang Husein, tetapi membiarkan
mereka dihancur-leburkan oleh pasukan anak buah Hajjaj Ats Tsaqafi. Jadi kalau Anda memperingati Hari Asyura itu, sebenarnya Anda sedang
mensyukuri kehancuran Husein dan keluarganya di Karbala. ….sangat menyedihkan
memang.
Kembali ke pertanyaan Anda…
Di antara Shahabat yang tak mau terlibat adalah Usamah
bin Zaid bin Haritsah Ra dan Abdullah bin Umar Ra. Mereka tidak mau terlibat
pertikaian itu, karena mereka memandang itu adalah konflik antar sesama Muslim.
Usamah Ra pernah mengatakan: “Andaikan aku punya pedang, lalu pedang itu setiap
kuhunus ke seseorang, dia bisa mengatakan ‘orang ini muslim’ atau ‘orang itu
kafir’, tentu aku akan bersedia ikut dalam peperangan ini.” Dan banyak
tokoh-tokoh Shahabat yang bersikap seperti mereka, tidak mau terlibat dalam
peperangan antar sesama Muslim.
Membunuh seorang Muslim itu tidak otomatis haram, dilihat
dulu masalahnya. Misalnya dalam kasus bughat (pemberontakan kepada
penguasa Muslim yang sah). Disana pemimpin Islam boleh memerangi para pemberontak,
seperti Khalifah Ali Ra memerangi kaum Khawarij di Nahrawan. Khawarij itu
sesat, tetapi mereka boleh diberantas kalau memberontak penguasa Islam yang
sah. Jadi belajar dulu yang tenang dan rapi…jangan menuruti emosi melulu.
Dalam tulisan di atas Anda mengatakan: “Para sahabat ktk jaman Imam Ali adalah tokoh2
bahkan pemimpin umat, jd mereka bisa digoyahkan krn minoritas? Kmn keyakinan
mereka, kok ikut arus aja? Keyakinan macam apa ini yg ikut arus?”
Saya rasanya mau ketawa membaca tulisan Anda ini. Mengapa?
Anda kan Syiah, Anda kan ngaku lebih baik dari Ahlus Sunnah. Lho kok sekarang
malah melecehkan Khalifah Ali Ra? Ini kan lucu. Orang Syiah kok melecehkan Ali.
Pihak-pihak yang Anda tuduh terlibat dalam Perang Jamal, Perang Shiffin, dan
lainnya…itu kan Khalifah Ali sendiri dan para pendukung beliau, menghadapi
pasukan-pasukan lain. Ha ha ha…Anda kok gak ngaca diri ya. Saking nafsunya mau
mengalahkan orang lain, sampai akhirnya mencela “sesembahan” sendiri.
Justru saya disini, sebagai Ahlus Sunnah berusaha sebaik
mungkin menjaga kehormatan Khalifah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘Anhu…alhamdulillah.
Itu saya tahu,
mmg ajaran anda itu utk bocah, Alhamdulillah saya tdk bocah lg, yg hanya
didongengkan kemudian tertidur dan beranggapan mimpi atas dongeng2 tsb benar…
Klw saya mau realita, ini saya kasih data (bukan dongeng seperti umumnya
khotbah jumat anda yg bikin ngantuk…
ini baru bbrp hari yg lalu…
itu sdkt
cuplikan dr media yg kdg suka menyudutkan Syiah dlm kolom khasanah nya, bbrp
bulan lalu (tdk jauh dr kejadian Sampang) kan media Republika membahas ttg
Syiah, dan kesesatannya, dmn ada pendiri NU yg jg dikutip menyesatkan Syiah, jd
ini bukan dari media Syiah, klw anda bisa tunjukkan dari media yg min sdkt
objektif lah (klw dr media syiah saya yakin anda tdk bisa :D ), jgn
seperti Baharun berargumen dgn media “Gen Syiah” yg gak jelas (mknya teman2
saya yg sunni diam seribu bahasa melihat argumen “Prof” Baharun hahahahaha…)
Jawab: Ya begini sajalah…silakan Anda muat semua
korban-korban Syiah yang bisa Anda muat, lalu bandingkan semua korban itu
dengan peranan Syiah Rafidhah dalam meruntuhkan Khalifah Bani Abbassiyah di
Baghdad, dengan cara kerjasama dengan Hulagu Khan. Maka itu Ibnul Qayyim Al Jauziyyah
rahimahullah menyebut Nashiruddin At Thusi (oleh kaum Syiah dijuluki Khawajah)
sebagai manusia zindiq, kufur, karena telah bersekutu dengan musyrikin Tartar
dalam rangka meruntuhkan kekuasaan Ahlus Sunnah di Baghdad. Itu saja
deh…silakan dibuat komparasi ya.
Soal situs “gen syiah”…situs ini merujuk kepada kerja
para dai Ahlus Sunnah di Malang, bersama Ustadz Agus Hasan Bashori, dibimbing
oleh Syaikh Mamduh Farhan, seorang ulama ahli Kristologi dan Syiah dari Makkah.
Syaikh Mamduh itu beberapa waktu lalu ditolak masuk Indonesia oleh Prof. Umar
Shihab yang berhaluan Syiah yang bercokol di MUI. Jadi situs “gen syiah” bukan
situs gak jelas…
Klw gitu
jelaskan kpd saya, alasan apa dlm perang JAMAL???
Jk alasan Kehormatan,
apakah Ali ada menghinakan/merusak kehormatan orang?
Keadilan?apakah Ali
menzalimi lawannya ktk memimpin?
Hidayah?apakah Ali
sudah tersesat?
Tujuan Mulia apa yg
ditunjukkan para pemberontak dari Madinah kpd pemimpin mereka?
Apakah perang Jamal
tsb sebuah kedustaan shg anda mengatakan saya “tukang ngibul”, sebutkan
dalilnya alasan pemberontak tsb berperang (perang yg menunjukkan sikap
PEMBUNUH… MEMBUNUH… MEMBUNUH…)
Lihat kedustaan
anda, “menyembah Ali” pdhal sudah tdk ada lg yg berani memfitnah hal tsb, tp
anda lakukan.
Kebohongan, dusta, apakah
yg saya tulis tidak ada semua di kitab anda(khususnya PEMBUNUHAN sesama SAHABAT
dan Muslimin krn SAHABAT di Perang JAMAL)?
jk ada, logika macam
apa yg mengatakan saya berbohong?
Jawab: Perang Jamal bermula dari perselisihan pendapat
antara Ali bin Abi Thalib Ra selalu Khalifah dan Aisyah Ra selaku tokoh Islam
yang merasa perlu melakukan amar makruf nahi munkar. Aisyah Ra menuntut agar
penumpah darah Khalifah Utsman Ra segera ditangkap, diadili, dan ditegakkan
hukum Islam atasnya. Sedangkan Khalifah Ali Ra perlu sabar memproses perkara
ini, karena yang mengaku telah membunuh Khalifah Utsman ada ribuan manusia.
Kalau pelakunya cuma satu dua, cepat bisa diatasi. Tapi karena dia dilindungi
ribuan manusia, perlu proses yang bisa jadi memakan waktu. Jadi akar masalah
disini ialah PERBEDAAN PENDAPAT antara Shahabat yang satu dengan lainnya. Hanya
saja, karena beda pendapat dalam masalah politik, bukan masalah fiqih, ibadah,
atau muamalat; maka resikonya bisa berdarah-darah. Maka itu dalam hal ini ulama
berpendapat, “Para Shahabat itu berijtihad sesuai pandangan dan niat
masing-masing. Kalau benar mendapat 2 pahala, kalau salah mendapat 1 pahala.”
Faktanya, Perang Jamal cepat selesai tuntas, tidak berkepanjangan. Kita tidak
pernah mendengar cerita, mantan veteran Perang Jamal saling bunuh-bunuhan di
kesempatan lain. Wong, memang asalnya perbedaan ijtihad dalam melihat masalah
politik.
Soal kehormatan, keadilan, hidayah… Itu alasan jihad
dalam Islam secara umum. Yang saya maksudkan begitu, bukan dikhususkan untuk Ali
bin Abi Thalib Ra sendiri. Kalau beliau berperang, alasannya sebagai kepala
negara yang ingin menciptakan perdamaian rakyatnya, meskipun resikonya harus
terlibat peperangan terlebih dulu.Walhamdulillah, sejatinya Ahlus Sunnah itu lebih mencintai Ali bin Abi
Thalib Ra dengan hati nurani, dibandingkan kaum Syiah yang mengklaim mencintai
Ali, tetapi malah merusak kehormatannya.
Yang saya maksud “tukang ngibul”…Anda ini sok mengadili
para Shahabat yang terlibat dalam Perang Jamal. Anda katakan, Islam mengajarkan
kekejaman, pembunuhan, dan sebagainya. Bukankah itu yang Anda katakan
sebelumnya, wahai bocah? Soal perang Jamal, itu memang realitas sejarah. Tapi
ia terjadi bukan karena “nafsu membunuh, nafsu menyerang, atau nafsu
menghancurkan”. Bukan sama sekali. Ia berangkat dari perbedaan persepsi antara
pemimpin dan tokoh Islam. Kalau Anda mau mencari agama yang “mengajarkan kasih
sayang hakiki” lihat tuh agama Syiah…berapa ribu atau juta manusia Ahlus Sunnah
yang telah mereka hancurkan sepanjang sejarahnya, sejak dulu sampai kini.
Jangan lupa ya…yang sebenarnya “membunuh” Husein dan 70 anggota keluarganya
sebenarnya adalah kaum Syiah Kufah. Mereka sudah menghasut Husein untuk melawan
penguasa, lalu mereka cuci tangan setelah Husein dihabisi oleh penguasa. Itukah yang namanya mencintai Imam Husein
Radhiyallahu ‘Anhu ???????????????? (tanda tanya
ini boleh diperpanjang sesuai selera).
abisyakir mengatakan:
@
Daus…
Jawaban selanjutnya…(dengan izin Allah Tabaraka Wa
Ta’ala).
Kawin kontrak,
apakah anda mau menafikan hal tsb ada? ulama kalian hanya mengatakan pernah
dilakukan kemudian dihapus, tidak seperti anda yg ingin menafikan hal tsb
pernah dilakukan, dan yg melakukan pertama x adalah IDOLA2 anda.
Abdullah berkata: “sewaktu kita berperang bersama
Rasulullah sedang kita tidak membawa apa-apa, lantas kita bertanya kepada
beliau: bolehkah kita lakukan pengebirian? Lantas beliau melarang kita untuk
melakukannya kemudian beliau memberi izin kita untuk menikahi wanita dengan
mahar baju untuk jangka waktu tertentu. Saat itu beliau membacakan kepada kami
ayat yang berbunyi: “wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian
mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian dan
janganlah kalian melampaui batas…”(Qs Al-Ma’idah:87)
al-Bukhari dalam kitab shahihnya (Jil:7 hal:4 kitab nikah bab:8 hadis ke:3)
“dan (diharamkan atas kamu mengawini) wanita yang
bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki, (Allah telah menetapkan hukum
itu) sebagai ketetapanNya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang
demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk
berzina, maka (istri-istri) yang telah kamu nikmati (campuri) diantara mereka,
berikanlah kepada mereka maharnya sebagai (dengan sempurna) sebagai suatu
kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah
saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”(Qs; An-Nisaa’:24)
1. Imam Ahmad bin Hambal dalam “Musnad Ahmad” jilid:4 hal:436.
2. Fakhruddin ar-Razi dalam “Mafatih al-Ghaib” jil:3 hal:267.
3. Zamakhsari dalam “Tafsir al-Kassyaf” jil:1 hal:360
Saya pk data,
mana argumentasi anda?? Jd yg memakai data/dalil dinilai “PENDUSTA” sedangkan
yg tidak jelas data/dalilnya “BENAR”, pernyataan anda ini lebih layak jd LELUCON
(cocok dgn gelar2 ulama anda LC=LeluCon). Ajaran anda mmg cocok utk anak
kecil(bocah) seperti yg anda tulis, keyakinan penuh dgn dongeng dan doktrin,
tdk cocok buat yg berakal.
Jawab:
1. Asal usul muth’ah (pemberian) adalah jika seorang
suami menceraikan isterinya, sang mantan isteri boleh diberikan harta-benda
tertentu sebagai hadiah atau penghargaan atas dirinya selama menjadi isteri.
Inilah yang namanya muth’ah (pemberian). Ini yang dimaksud dalam Surat An
Nisaa’ ayat 24 di atas. Kalau sang suami fakir sehingga tak mampu memberi
apa-apa, ya tidak mengapa tidak memberi muth’ah setelah perceraian terjadi.
Dalilnya adalah firman Allah: “Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha” (Allah tidak membebani seseorang melainkan sekadar kesanggupannya).
2. Muth’ah pernah terjadi di masa Nabi Shallallah ‘Alaihi
Wasallam. Diceritakan, para Shahabat pernah bersafar jihad selama
berbulan-bulan, tanpa membawa isterinya. Namanya manusia pasti menginginkan
kebutuhan biologis. Waktu itu beliau membolehkan Shahabat melakukan nikah
muth’ah (nikah sementara) untuk mengatasi masalah biologis. Jadi pada awalnya
memang ada ketentuan nikah muth’ah.
3. Namun kemudian nikah muth’ah tersebut dihapuskan, dan
hukumnya ditetapkan haram, sampai Hari Kiamat. Dalilnya sebagai berikut:
“Diriwayatkan dari Rabi’ bin Sabrah Ra sesungguhnya
rasulullah Saw bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku pernah
mengizinkan nikah muth’ah, dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai
Hari Kiamat, oleh karenanya barangsiapa yang masih mempunyai ikatan muth’ah
maka segera lepaskanlah, dan jangan kalian ambil apa yang telah kalian berikan
kepada wanita yang kalian muth’ahi.” (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu
Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban).
Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim: “Para ulama
sepakat (ijma’) bahwa jika saat ini ada yang melaksanakan nikah muth’ah maka
hukumnya tidak sah (batal), baik sebelum atau sesudah dilakukan hubungan
badan.”
Untuk lebih jelas baca artikel ini: Nikah MUth’ah Dalam Islam (Menurut MUI).
Idola kok pengecut,
ikut arus doank…
Idola tuh min kyk
Salman al Farisi, mencari dari negeri yg jauh
Ammar bin Yasir, orang
yg Rasul perintahkan Taqiyah krn Keluarganya syahid ktk msh d Mekkah
Abu Dzar (semoga Allah
merahmatinya setinggi-tingginya dan memberi balasan yg setimpal kpd yg
mengusirnya dr Madinah, dan membuat beliau wafat dlm kesendirian), gak takut
arus, ttp menyuarakan kebenaran apapun yg dialami…
Pantas,
Afganistan ktk Rezim Taliban, perang saudara terus, skrng Palestina berselisih
hingga saling MEMBUNUH sesama (Hamas vs Fattah), contoh yg ditirunya mudah
diprovokasi dan lebih mendahulukan IJTIHAD dibanding Al Quran…
Jawab: Makin kesini argumen Anda semakin kacau…
jangan-jangan nafas Anda sedang terengah-engah karena menahan emosi. Gini saja
lah…kelompok Anda kan sangat mengagung-agungkan Imam Ali Ra. Di mata Anda, Imam
Ali Ra lebih mulia dari Salman, Ammar, Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhum. Nah,
sekarang Anda bandingkan sendiri…peristiwa perang saudara antar sesama Muslim
yang sangat pelik itu terjadi di era siapa? Di era Khalifah Abu Bakar, Umar,
Utsman, atau Ali? Jadi, kalau Anda mau mencela para Shahabat, lihat dulu
kondisi di era Khalifah Ali Ra. Itu dulu deh… Kalau Anda sepakat mencela
Khalifah Ali, karena beliau juga bagian dari para Shahabat, berarti kesyiahan
Anda dipertanyakan. Kalau Anda memuji Khalifah Ali, maka mengapa Anda tidak
memuji para Shahabat yang lain yang di masanya tidak muncul kerumitan-kerumitan
seperti itu? Jadi, Anda mau lari kemana Pakde…
Halah sudah gak usah nyampuri para Sahabat ini itu, gak
usah mencela Sunni Thaliban dan Palestina. Sekarang Anda jawab saja…siapa yang
membantu Hulagu Khan dalam meruntuhkan Khilafah Abbassiyah di Baghdad? Itu
sajalah…tidak usah banyak teori yo Pakde.
Jd Wawasan
siapa yg harusnya berkembang y, anda yg didoktrin terus atau saya yg bisa
berargumen dgn data???
Menariknya melihat jawaban anda, jd bisa tertawa lepas,
pantas ktk jd Syiah wlw pengen balik k agama Bocah biar bs ikut mayoritas
sulit, krn hati berkata, KEBENARAN ada UJIAN dan COBAANNYA. Agama bocah yg
tanpa ujian dan cobaan, kyk lagu Slank, di dunia mudah di akhirat surga, hal yg
bertentangan dgn Al Quran.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang dusta.
(Al-Ankabuut: 2-3)
Hal yg tdk ada pd IDOLA2 anda (Ujian, cobaan dan
pengorbanan), khususnya para Syaikhan pelaku KUDETA
Al Quran anda dimakan kambing sih y, jgn2 ayat ini jg dimakan onta hahahaha,
shg buta mata anda melihat realita!!!
Dan inilah ayat utk menghadapi kelompok kalian para
Pemfitnah sesungguhnya
“Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”
(Ali Imraan : 200)
Jawab:
He he he…Anda menyinggung Slank ya… Bisa saja Pak. Tapi
gak apa-apalah, minimal ada intermezzo. He he he…
Iya sebenarnya…yang membuat Anda susah keluar dari Syiah itu ada 3 hal:
Pertama, nikah muth’ah. Kedua, mencaci-maki dan mengutuk Shahabat Ra, dan
ketiga kebiasaan taqiyyah. Inilah hal-hal yang membuat kaum Syiah susah keluar
dari lingkaran agama Persia itu…dan tentu saja juga karena faktor hidayah Allah
Ta’ala. Pernah ada seorang dai Syiah asal Pakistan. Dia keluar dari Syiah
karena peristiwa nikah muth’ah yang sangat mencekam. Di suatu daerah komunitas
Syiah, ada ruang tempat muth’ah yang sangat gelap. Disana tidak dinyalakan
cahaya. Tujuannya, agar orang yang muth’ah tidak tahu dengan siapa dia telah
muth’ah. Suatu hari laki-laki membeli cincin untuk melakukan muth’ah. Di ruang
gelap tersebut, dia pasangkan cincin itu pada seorang wanita yang akan dia
gauli secara muth’ah. Setelah muth’ah berhasil dilakukan, keesokan paginya dia
sangat syok. Mengapa? Karena ternyata, cincin yang dia beli itu sudah melingkar
di jari adiknya sendiri. Jadi, ternyata dia telah muth’ah dengan adiknya
sendiri. Itulah yang membuat dia taubat dari Syiah. Dalam agama Persia ini,
peristiwa-peristiwa mengerikan bisa terjadi. Bisa saja seseorang akan muth’ah
dengan ibunya sendiri, kalau ibunya sudah menjanda. Anehnya, manusia-manusia
durjana itu senang memuth’ahi wanita lain, tetapi sangat emosi kalau
keluarganya sendiri dimuth’ahi orang lain.
Ya, kalau Anda bilang harus sabar di atas jalan
sesat…maka ketahuilah bahwa orang Nashrani, Yahudi, Atheis, Freemasonry, mereka
jauh lebih sabar dari Anda di atas jalan kekufuran mereka. Mereka bisa lho
berdalil dengan ayat yang Anda pakai: “…bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga…” Jadi BERSABAR saja tidak cukup Pakde.
Kita juga perlu rasa TAWADHU kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Cobalah
berendah diri kepada Allah…jangan merasa sok pintar, sok adil, sok kasih
sayang, sok paling “ahlul bait”…dan sebagainya. Bukalah kerendah hatianmu…maka
hidayah dan istiqamah insya Allah akan menyertaimu. Amin Allahumma amin.
Terakhir…saya ingatkan Anda wahai insan…hari Akhirat itu
amat sangat panjang…tiada bertepi…satu hari disana sama dengan 1000 tahun dalam
hitungan manusia… Selagi masih ada kesempatan, gunakan waktu baik-baik untuk
bertaubat dari agama Persia, dari agama dendam kesumat, dari agama zhalim, dari
agama yang berlumuran darah kaum Muslimin itu… Kalau engkau tiada bertaubat,
bagaimana nanti dengan nasibmu di Akhirat yang abadi itu? Apakah engkau akan
mengandalkan Imam Ali, sedangkan disini kamu pun telah mencela dirinya? Apakah
engkau akan mengandalkan Imam Husein, sedangkan disini kamu bisa lihat sendiri
bahwa yang membuat Husein terbunuh adalah kaum Syiah Kufah… Kamu mau
mengandalkan 12 Imam Syiah selain Ali, Hasan, dan Husein? Sedangkan mereka
bukan termasuk dalil dalam agama. Kalau pendapatnya benar sesuai Syariat
diterima, kalau tidak benar ya ditolak. Apa yang nanti akan engkau andalkan?
Oh ya, maaf komentar panjang-mu ini sebelumnya tertahan. Mungkin aspek
teknis-nya wordpress begitu. Bukan, bukan karena saya sengaja begitu. Selagi
masih sopan, masih nyambung dengan diskusi, insya Allah akan dimuat (sekalipun
beda pendapat dengan pengatur blog). Mohon dimaafkan ya, karena saya tidak
selalu day to day memonitor blog ini. Terimakasih.
AMW.
abisyakir mengatakan:
@
Daus…
Berikut
ini versi arabic diskusi seputar riwayat-riwayat hadits yang diklaim ada
perubahan pada Surat Al Ahzab…
Ini adalah list hadits-haditsnya:
1-
ثنا حماد بن زيد عن عاصم بن بـهدلة عن زر
عن أبي بن كعب أنه قال : ” كم تقرؤون سورة الأحزاب ؟ قلت : ثلاثا وسبعين آية . قال
: قط ! لقد رأيتها وأنّها لتعادل سورة البقرة وفيها آية الرجم ! قال زرّ : قلت وما
آية الرجم ؟ قال : ( الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة نكالاً من الله والله
عزيز حكيم ) “.مسند احمد 5/123 حديث 21245 . والاتقان 2/25
.
===============================
2- وهنا رواية أشكل من سابقتها : ” عن عروة بن
الزبير عن عائشة قالت : كانت سورة الأحزاب تقرأ في زمن النبي مائتي آية فلما كتب
عثمان المصاحف لم نقدر منها إلا ما هو الآن “.الاتقان 2/25
.
===============================
3- وعن حذيفة قال: قال لي عمر بن الخطاب: كم
تعدّون سورة الاحزاب؟ قلتُ: إثنتين أو ثلاثا وسبعين آية. قال: إن كانت لتعدل بسورة
البقرة وإنْ كان فيها لاية الرجم. الدرّ المنثور 5 / 180،
===============================
4- عن زر عن أُبيّ بن كعب قال: كانت سورة
الاحزاب توازي سورة البقرة وكان فيها (الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتّة).
المستدرك وتلخيصه 2 / 415، تفسير سورة الاحزاب؛ والاتقان، النوع السابع والاربعون
في ناسخه ومنسوخه 2 / 25.تذكرة الحفاظ ص 1405؛ وكشف الظنون 1 / 1624
================================
5-
ثم في كتاب الاتقان عن عائشة
” عن عروة بن الزبير عن عائشة قالت : كانت
سورة الأحزاب تقرأ في زمن النبي مائتي آية فلما كتب عثمان المصاحف لم نقدر منها
إلا ما هو الآن “.الاتقان 2/25…
================================
6- وفي الدر المنثور عن عمر بن الخطاب
وعن حذيفة قال: قال لي عمر بن الخطاب: كم
تعدّون سورة الاحزاب؟ قلتُ: إثنتين أو ثلاثا وسبعين آية. قال: إن كانت لتعدل بسورة
البقرة وإنْ كان فيها لاية الرجم. الدرّ المنثور 5 / 180،
================================
7- وأخرج الحاكم في مستدركه2/450 أخبرنا أبو
العباس أحمد بن هارون الفقيه حدثنا علي بن عبد العزيز حدثنا حجاج بن منهال حدثنا
حماد بن سلمة عن عاصم عن زر عن أبي بن كعب رضي الله عنه قال كانت سورة الأحزاب
توازي سورة البقرة وكان فيها “الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة” هذا حديث
صحيح الإسناد
=================================
8- وأخرج أيضا في4/400 حديث( 8068 )قال حدثنا
أحمد بن كامل القاضي ثنا محمد بن سعد العوفي ثنا روح بن عبادة ثنا شعبة قال وحدثنا
أحمد بن محمد بن عيسى القاضي ثنا أبو النعمان محمد بن الفضل ثنا حماد بن زيد جميعا
عن عاصم عن زر قال قال لي أبي بن كعب – رضي الله عنه – وكان يقرأ سورة الأحزاب قال
قلت ثلاثا وسبعين آية قال قط قلت قط قال لقد رأيتها وإنها لتعدل البقرة ولقد قرأنا
فيما قرأنا فيها “الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة نكالا من الله والله
عزيز حكيم
Lalu ini sebagian jawabannya…
ذهب عن بالي
أمر لم اتطرق له ونبهني له احد الاخوة جزاه الله خيرا
قولك أن في
كتاب الله ( القرآن الكريم ) تحريفا .. أخي الكريم القرآن الكريم لم ينزل دفعة
واحدة من عند الله على هيئة كتاب بين دفتين حتى نقول انه قد تم الحذف منه أو التحريف
وإنما نقل متواترا بالحفظ والسماع ثم كتب ليكون كمان نراه اليوم..
وفي هذا يقول
عز وجل ( يل هو آيات بينات في صدور الذين أوتو العلم وما يجحد بآياتنا إلا
الظالمون) سورة العنكبوت49
بالنسبة
للأحاديث التي أوردتها في فريتك على كتاب الله:
أولا :
حديث ثنا
حماد بن زيد عن عاصم بن بـهدلة عن زر عن أبي بن كعب أنه قال : ” كم تقرؤون سورة
الأحزاب ؟ قلت : ثلاثا وسبعين آية . قال : قط ! لقد رأيتها وأنّها لتعادل سورة
البقرة وفيها آية الرجم ! قال زرّ : قلت وما آية الرجم قال : ( الشيخ والشيخة إذا
زنيا فارجموهما البتة نكالاً من الله والله عزيز حكيم) مسند احمد 5/123 حديث 21245
. والاتقان 2/25
وأخرج الحاكم
في مستدركه2/450 أخبرنا أبو العباس أحمد بن هارون الفقيه حدثنا عليبن عبد العزيز
حدثنا حجاج بن منهال حدثنا حماد بن سلمة عن عاصم عن زر عن أبي بن كعبرضي الله عنه
قال كانت سورة الأحزاب توازي سورة البقرة وكان فيها “الشيخ والشيخةإذا زنيا
فارجموهما البتة” هذا حديث صحيح الإسناد
وأخرج الحاكم
في مستدركه2/450 أخبرنا أبو العباس أحمد بن هارون الفقيه حدثنا عليبن عبد العزيز
حدثنا حجاج بن منهال حدثنا حماد بن سلمة عن عاصم عن زر عن أبي بن كعبرضي الله عنه
قال كانت سورة الأحزاب توازي سورة البقرة وكان فيها “الشيخ والشيخةإذا زنيا
فارجموهما البتة” هذا حديث صحيح الإسناد.
تعليق الشيخ
: شعيب الأرناؤوط …
االذي فيه
“عاصم بن أبي النجود .. قال الشيخ: إسناده ضعيف، “عاصم بن بهدلة” –وإن كان صدوقاً-
له أوهام بسبب سوء حفظه، فلا يحتمل تفرده بمثل هذا المتن، باقي رجال الإسناد ثقات
رجال الشيخين غير خلف بن هشام فمن رجال مسلم.
ولعلماء
آخرون أقوال في عاصم بن بهدلة
عاصم بن
بهدلة ، هو ابن أبي النجود ، أبو بكر المقرئ المشهور ، شيخ حفص المقرئ ، قال أبو
حاتم : محله عندي محل الصدق ، صالح الحديث ، ولم يكن بذاك الحافظ ، وقال ابن معين
: لا بأس به ، وقال أبو زرعة : ثقة ، وقال العجلي : صاحب سنة وقراءة للقرآن ،
رأسًا في القراءة ، وقال الدارقطني : في حفظه شيء ، وقال ابن سعد : كان ثقة ، إلا
أنه كان كثير الخطأ في حديثه ، وقال ابن حجر : صدوق له أوهام ، حجة في القراءة .
ثانيا:
حديث عائشة:
وسنده كاملا
كالتالي حدثني ابن ابي مريم عن ابن لهيعة عن ابي الاسود عن عروة بن الزبير عن
عائشة قالت : كانت سورة الأحزاب تقرأ في زمن النبي مائتي آية فلما كتب عثمان
المصاحف لم نقدر منها إلا ما هو الآن
.
وفيه إبن لهيعة
وهو [ضعيف] .. قال فيه الحافظ إبن حجر فى تهذيب التهذيب [5/377]: (العمل على تضعيف
حديثه) ..
وذكر أقوال
العلماء فيه:
قال البخارى:
تركه يحيى بن سعيد ..
وقال ابن مهدى: لا أحمل عنه شيئا ..
وقال ابن قتيبة: كان يقرأ عليه ما ليس من
حديثه يعنى فضعف بسبب ذلك ..
وحكى الساجى عن أحمد بن صالح: كان ابن
لهيعة من الثقات إلا أنه إذا لقن شيئا حدث به
..
وقال عبد الكريم بن عبد الرحمن النسائى عن
أبيه: ليس بثقة ..
وقال ابن معين: كان ضعيفا لا يحتج بحديثه
.. كان من شاء يقول له: حدثنا ..
وقال الخطيب: فمن ثم كثرت المناكير فى روايته
لتساهله ..
وقال الجوزجانى: لا يوقف على حديثه .. و لا
ينبغى أن يحتج به .. و لا يغتر بروايته
..
وقال ابن أبى حاتم: سألت أبى و أبا زرعة عن
الإفريقى و ابن لهيعة: أيهما أحب إليك ؟ فقالا: جميعا ضعيفان .. و ابن لهيعة أمره
مضطرب .. يكتب حديثه على الاعتبار
..
وقال أبو زرعة: كان لا يضبط ..
وقال محمد بن سعد: كان ضعيفا .. و من سمع
منه فى أول أمره أحسن حالا فى روايته ممن سمع منه بآخرة
..
وقال الحاكم أبو أحمد: ذاهب الحديث ..
وقال ابن حبان: سيرت أخباره فرأيته يدلس عن
أقوام ضعفاء .. على أقوام ثقات قد رآهم .. ثم كان لا يبالى .. ما دفع إليه قرأه
سواء كان من حديثه أو لم يكن .. فوجب التنكب عن رواية المتقدمين عنه قبل احتراق
كتبه لما فيها من الأخبار المدلسة عن المتروكين .. ووجب ترك الاحتجاج برواية
المتأخرين بعد احتراق كتبه لما فيها مما ليس من حديثه
..
ثالثا:
حديث ابن
مردويه عن حذيفة قال: قال لي عمر بن الخطاب: كم تعدّون سورة الاحزاب؟ قلتُ: إثنتين
أو ثلاثا وسبعين آية. قال: إن كانت لتعدل بسورة البقرة وإنْ كان فيها لاية الرجم.
الدرّ المنثور 5 / 180..
بالنسبة لهذا
الحديث فلم اجده الا في الدر المنثور وسنده ناقص فان اردت ان تجادلني به فأحضر لي
سنده كاملا حتى اكمل البحث في رواته وصدقهم وعدالتهم.
رابعا:
عن زر عن
أُبيّ بن كعب قال: كانت سورة الاحزاب توازي سورة البقرة وكان فيها (الشيخ والشيخة
إذا زنيا فارجموهما البتّة).
المستدرك
وتلخيصه 2 / 415، تفسير سورةالاحزاب؛ والاتقان، النوع السابع والاربعون في ناسخه
ومنسوخه 2 / 25.تذكرة الحفاظ ص 1405؛ وكشف الظنون 1 / 1624
أخي سند
الحديث كالتالي أخبرني معاوية بنص صالح الأشعري قال حدثنا منصور وهو ابن ابي مزاحم
قال حدثنا ابو حفص عن منصور عن عاصم عن زر عن أُبيّ بن كعب قال: كانت سورة
الاحزاب….. الخ.
بحثت عن سند
الحديث هذا فوجدت به عاصم بن بهدلة كما تلاحظ وهو ذاته الذي تحدث عنه العلماء
ووصفوا اسناده بالضعف.. لهذا.. فان الحديث لا يحتج به لوجود ضعيف به.
=====================================================================================
Terjemahan ringkasnya…
1.
Ubay bin Kaab berkata kepada Zurri: “Berapa banyak kamu baca Surat Al Ahzab?”
Zurri berkata: “73 ayat.” Ubay berkata lagi: “Sunggu aku mengetahuinya, ia
setara banyaknya dengan Surat Al Baqarah, di dalamnya ada ayat tentang rajam.”
Aku berkata, “Ayat rajam yang seperti apa?” Ubay menjawab: “Jika laki-laki tua
dan wanita tua berzina, maka rajamlah mereka berdua sebagai pelajaran dari
Allah, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (HR. Ahmad).
Hadits
ini sama isinya dengan hadits no. 3, 4, 6, dan 8 di atas. Jadi bisa
dianggap sebagai satu hadits saja.
Komentar
Syaikh Syuaib Al Arnauth:
االذي فيه “عاصم بن أبي النجود .. قال
الشيخ: إسناده ضعيف، “عاصم بن بهدلة” –وإن كان صدوقاً- له أوهام بسبب سوء حفظه،
فلا يحتمل تفرده بمثل هذا المتن، باقي رجال الإسناد ثقات رجال الشيخين غير خلف بن
هشام فمن رجال مسلم.
Pada
riwayat itu ada nama Ashim bin Abi Nujud, kata Al Arnauth: “Sanad hadits ini
DHAIF (lemah). Ashim bin Bahdalah, andaikan dianggap jujur, di dalamnya ada
keraguan karena buruknya hafalan, tidak diambil riwayatnya yang sendirian
dengan isi seperti hadits ini. Sedangkan perawi-perawi sisanya termasuk perawi
yang kuat sesuai syarat Bukhari-Muslim, kecuali Hisyam ia sesuai syarat Muslim.”
Jadi
intinya, riwayat itu dianggap dhaif karena posisi Ashim bin Abu Nujud. Sebagian
imam hadits mengakui dia perawi terpercaya, tetapi sebagian imam lainnya
melihat ada kelemahan pada diri Ashim, terutama masalah hafalan dan sering
salah meriwayatnya hadits. Maka itu disimpulkan, sesuai pandangan Syaikh Al
Arnauth, ia adalah riwayat dhaif.
2.
Dari Aisyah Ra, beliau berkata: “Dulu Surat Al Ahzab dibaca sebanyak 200 ayat,
namun ketika Utsman membukukan Al Qur’an kita tidak mendapati kecuali seperti
yang ada sekarang (surat Al Ahzab 73 ayat).” Hadits ini sama
dengan no. 5.
Dalam Tahdzibut
Tahdzib Ibnu
Hajar Al Asqalani mendhaifkan hadits ini, karena dalam perawinya ada yang
bernama Ibnu Luhai’ah. Menurut Imam Bukhari, Ibnu Mahdi, Ibnu Qutaibah,
An-Nasaa’i, ibnu Ma’in, Al Khathib, Ibnu Abi Hatim, Abu Zur’ah, Ibnu Sa’ad, Al
Hakim, Ibnu Hibban, dan lainnya; mereka mencela perawi yang bernama Ibnu
Luhai’ah itu. Dapat disimpulkan, hadits itu palsu karena celaan terhadap Ibnu
Luhai’ah banyak dan tajam.
3.
Umar bin Khattab Ra berkata kepada Hudzaifah Ra: “Berapa banyak kamu membaca
Surat Al Ahzab?” Hudzaifah menjawab: “72 atau 73 ayat.” Umar berkata: “Dulunya
surat itu sebanding dengan Surat Al Baqarah, di dalamnya ada ayat tentang
rajam.” (Dikutip dari kitab Ad Dur Al Mantsur, jilid 5, hal. 180).
Komentar
atas hadits ini: Hadits ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits, selain
dari Dur Al Mantsur karya As-Suyuthi saja. Di dalam rantai periwayatnya ada
yang TERPUTUS, alias tidak lengkap. Jadi, hadits ini dianggap TIDAK ADA.
CATATAN:
Yang sangat unik, ternyata yang mula-mula menyebarkan isu “ada perubahan dalam
Surat Al Ahzab” ternyata orang-orang Nashrani, lalu dipakai kaum Syiah untuk
mengkritik Ahlus Sunnah. Kasihan sekali mereka…apapun dalil dipakai untuk
membenarkan kesesatan pandangan dan kedegilan akidahnya. Na’udzubillah wa
na’udzubillah min dzalik.
AMW.
Daus mengatakan:
Abisyakir
:
Semoga Allah Al Hadi mengembalikanmu kepada Islam, atau mencegahmu menyesatkan
kaum Muslimin satu pun yang lain, dan Allah Al Halim pasti akan menyempurnakan
hak-hakmu sebagai manusia di dunia ini, sebelum datang hari Akhirat yang abadi
dimana disana manusia tidak mengenal kata “akhir kehidupan”. Semua perbuatan
mencela para isteri Nabi, Shahabat-shahabat Nabi, serta memfitnah Ahlul Bait,
menzhalimi kaum Muslimin…semua itu akan dihadapi dengan perhitungan yang sangat
teliti, di sisi Rabbuna Allah Jalla Wa ‘Ala.
Response
:
Gak kebalik?
Mencela istri nabi itu ada dlm Al Quran,
“Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua
telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu
menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula)
Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat
adalah penolongnya pula.”
“Jika
Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan
istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang
bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang
perawan.” (QS At-Tahrim: 3-6)
Baca
dgn benar, ada Kalimat, “jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi”,jd
orang yg hanya menyusahkan Nabi itu lebih baik dan Mulia drpd orang yg membantu
Nabi?
Kalian meyakini Istri Nabi Nuh as, diazab Allah SWT begitu jg dgn Nabi Luth as,
knp kalian berbeda perlakuan dgn istri Nabi Muhammad SAW?
Jk
memberitahukan kelakuan istri Nabi yg tidak baik adalah dosa, bukankah dosa
juga jk menceritakan istri Nabi Nuh dan Nabi Luth?apa perbedaan mereka, sama2
istri Nabi?
Iya
sangat teliti, shg teliti siapa pendusta dlm agama, mereka yg memanfaatkan
agama utk kekuasaan dan dunia atau yg tulus ikhlas, tdk seperti anda yg buta,
tidak lg bisa membedakan krn doktrin sudah memnuhi hati anda
Abisyakir
:
“Anda kok sensi banget ya dengan Ahlus Sunnah. Memangnya Anda tidak melihat
bagaimana kelakuan kaum Syiah sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang? Kok
yang Anda lihat Ahlus Sunnah melulu… Mengapa Anda tidak membuka catatan-catatan
hitam legam dan berdarah-darah sepanjang sejarah agama Syiah, sejak dulu sampai
kini?
Response
:
Mana datanya?
Data kebiadaban kalian sudah disebutkan oleh Haidar Bagir, lihat paragraf ke-8
sd 10, Republika, tgl 27 Januari 2012, dan dijawab oleh Baharun dgn kalimat,
“Nalar umum tidak
bisa menerima ini,“ dan “Tidak masuk akal” paragraf 10 dst Republika, tgl 3
Februari 2012, itu kah argumentasi ilmiah atau doktrin pemaksaan pendapat tanpa
data???
Bukankah
anda yg sensi, lihat tulisan anda di web anda ini, tuduhan2 dan tuduhan seperti
tuduhan Haidar Bagir memiliki “split personality”(bahkan judul halaman ini
“Tuduhan Tahrif Al Qur’an“), pdhal Haidar Bagir dlm artikel pertamanya di
republika tgl, 20 Januari 2012 sudah berusaha proposional, dgn menunjukkan di
kedua belah pihak ada riwayat2 tsb namun ditolak oleh umumnya/mayoritas
ulama/cendikiawan masing2 (paragraf ke-11, republika tgl 20 Januari 2012), dan
anda hanya bisa menulis, “Tetapi setelah kalimat itu selesai, barulah dia
keluarkan keragu-raguan dirinya”
anda
menulis, “barulah dia keluarkan keragu-raguan dirinya, dengan harapan bisa
mempengaruhi orang-orang awam yang mudah diperdaya (nas’alullah al ‘afiyah)”,
tp anda tdk bisa memberikan di pargraf k brp tulisan tsb berada?
Jd
hanya orang berpola pikir doktrinasi yg sama dgn anda yg percaya saya yg sensi
bukan anda… hahahahaha….
Catatan hitam, mau saya kasih data hitamnya Kekuasaan Bani Ummayah dan Abbasiyah,
dmn keluarga nabi saja tanpa ragu mereka bantai???
Selalu tanpa data anda menulis, dmn diskusi cerdasnya
nih???
Jd siapa yg menyesatkan umat?
Saya atau anda yg selalu menulis tanpa dasar (saya cantumkan sampai
paragrafnya, opini yg jd tema tulisan anda ini)
Abisyakir
:
Kan penilaian setiap orang berbeda. Dalam bantahan ustadz-ustadz itu rata-rata
tidak diberikan jawaban yang jelas seputar periwayatan hadits-nya. Tapi kalau
Anda cermat, mereka sudah memberikan jawaban yang diminta, hanya Anda saja yang
tidak merasa. Jawabannya adalah, hadits-hadits itu kalau dianggap shahih, andai
dianggap shahih, ia berkaitan dengan hal NASHIH-MANSHUKH (penghapusan teks ayat
atau didatangkan ayat penggantinya). Hal ini sangat terkenal dalam studi Ulumul
Qur’an. Jadi, hadits-hadits tadi (jika shahih) bisa dimaknai: “Pada mulanya ada
ayat-ayat yang demikian demikian, tetapi di akhir hayat Nabi ayat-ayat itu
sudah dihapuskan, sesuai petunjuk Allah Ta’ala melalui Jibril As, sehingga ia
tidak eksis lagi sebagai bagian teks Al Qur’an.” Tetapi substansi hukumnya ada
yang masih dipelihara, misalnya tentang hukum rajam.
Soal studi riwayat hadits itu…sebentar lagi saya berikan jawabannya, tetapi
dalam bahasa Arab. Mohon dikaji sendiri.
Response
:
“hadits-hadits itu kalau dianggap shahih, andai dianggap shahih, ia berkaitan
dengan hal NASHIH-MANSHUKH (penghapusan teks ayat atau didatangkan ayat
penggantinya).”
Argumentasi macam apa ini?
Jd shahih atau tidak?
Knp bs shahih, bisa dianggap shahih?
Mau membuat binggung kah?
Abisyakir
:
Saya rasanya mau ketawa membaca tulisan Anda ini. Mengapa? Anda kan Syiah, Anda
kan ngaku lebih baik dari Ahlus Sunnah. Lho kok sekarang malah melecehkan
Khalifah Ali Ra? Ini kan lucu. Orang Syiah kok melecehkan Ali. Pihak-pihak yang
Anda tuduh terlibat dalam Perang Jamal, Perang Shiffin, dan lainnya…itu kan
Khalifah Ali sendiri dan para pendukung beliau, menghadapi pasukan-pasukan
lain. Ha ha ha…Anda kok gak ngaca diri ya. Saking nafsunya mau mengalahkan
orang lain, sampai akhirnya mencela “sesembahan” sendiri.
Response
:
Saya yg smp mau muntah tertawa melihat tulisan anda… :D
Syiah jelas, Ali lah yg benar, tp kalianlah yg mencla mencle
kalian menilai kedua belah pihak “BENAR” krn berijtihad, nah saya tantang anda,
siapa yg benar dan yg salah, dan yg salah ini bagaimana, tetap AGUNG wlw telah
membuat keputusan yg berakibat FATAL?kok bisa???
Abisyakir
:
Ya begini sajalah…silakan Anda muat semua korban-korban Syiah yang bisa Anda
muat, lalu bandingkan semua korban itu dengan peranan Syiah Rafidhah dalam meruntuhkan
Khalifah Bani Abbassiyah di Baghdad, dengan cara kerjasama dengan Hulagu Khan.
Maka itu Ibnul Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah menyebut Nashiruddin At Thusi
(oleh kaum Syiah dijuluki Khawajah) sebagai manusia zindiq, kufur, karena telah
bersekutu dengan musyrikin Tartar dalam rangka meruntuhkan kekuasaan Ahlus
Sunnah di Baghdad. Itu saja deh…silakan dibuat komparasi ya.
Reponse
:
Sekali lg dlm tulisan Haidar Bagir di kutip riwayat2 mencaci maki Ali as (yg
dijawab oleh Baharun dgn pendapat pribadinya dan akalnya doang), yg berakal
sehat bisa menilai, Ali saja di caci maki dlm jngka waktu yg lama, bagaimana
dgn pengikutnya, kecuali akal anda tidak akan sampai sih…
Abisyakir
:
Soal situs “gen syiah”…situs ini merujuk kepada kerja para dai Ahlus Sunnah di
Malang, bersama Ustadz Agus Hasan Bashori, dibimbing oleh Syaikh Mamduh Farhan,
seorang ulama ahli Kristologi dan Syiah dari Makkah. Syaikh Mamduh itu beberapa
waktu lalu ditolak masuk Indonesia oleh Prof. Umar Shihab yang berhaluan Syiah
yang bercokol di MUI. Jadi situs “gen syiah” bukan situs gak jelas…
Reponse
:
Itulah lucunya anda, situs itu hanya diakui kalangan anda bukan?
Bahkan
banyak kalangan Ahlus Sunnah menolak situs2 teroris yg mirip2 sbg acuan anda,
Lihat
akhlaq anda thdp ulama seperti Umar Shihab, Syiah wlw tidak sependapat dgn
cendikiawan (seperti Haidar Bagir, banyak ulama syiah Indonesia yg berbeda
pandangan atas sepak terjangnya, apalagi buku2nya juga umum bahkan ada
menerbitkan buku ttg sahabat yg diriwayat “umum” syiah berbeda), tdk melakukan
hal yg anda tulis, terlihat kan dgn jelas bagi yg berakal, siapa yg
menyesatkan!!!
Teruslah
menulis, seperti hal nya sekian tahun yg dilakukan Bani Muawiyah dan Bani
Abbasiyah yg bahkan melaknat Imam Ali as, yg ulama anda saja tidak bisa
membantah nya, hanya menolak berdasarkan Hawa Nafsu (logika pribadi).
Tp
fakta berbicara lain, syiah makin berkembang, malah krn website2 seperti ini,
umat jd ingin lebih tahu dan ketika tahu, mereka menyadari selama ini ternyata
hanya DUSTA dan FITNAH belaka, bahkan mereka pun banyak yg sadar ternyata
beragama mereka tdk jauh berbeda dgn orang2 Barat, Cuma doktrin, shg wajar
kebanyakan tertidur klw di majlis2 anda atau contoh nyata ketika khutbah Jumat.
Umar
Shihab lebih berjasa drpd anda dan ulama2 anda (entah yg mana, krn jk Baharun
termasuk ulama/cendikiawan yg anda akui seperti tulisan anda yg memberi gelar
“Prof”, tp argumen2 anda di web ini banyak bertentangan dgn argumennya di
Republika) dlm mengenalkan Islam yg toleran ktk Islam tercoreng akan aksi
manusia2 biadab yg termakan doktrin “Bidadari syurga” di Bali, Marriot dll.
Ditulis
terakhir anda dgn data yg panjang khususnya yg ini
“CATATAN: Yang sangat unik, ternyata yang mula-mula menyebarkan isu “ada
perubahan dalam Surat Al Ahzab” ternyata orang-orang Nashrani, lalu dipakai
kaum Syiah untuk mengkritik Ahlus Sunnah. Kasihan sekali mereka…apapun dalil
dipakai untuk membenarkan kesesatan pandangan dan kedegilan akidahnya.
Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.”
Hal yg paling lucu, knp ulama/cendikiawan anda seperti Baharun tdk
menggunakannya sbg dalil/hujjahnya di REPUBLIKA saat itu, dibandingkan dia
menggunakan akal pribadinya?
Sekali
lg tidak ada satu kalimat pun pd Opini terakhir (2 ulama/cendikiawan yg
memiliki posisi/kedudukan/jabatan dlm urusan umat yg lumayan
tinggi/berpengaruh, Republika, 3 Februari 2012) yg MENDHAIF kan riwayat2
perubahan Al Quran, jd aneh sekali, mereka tdk mengkaji terlebih dahulu, pdhal
mereka ulama2/cendikiawan berpengaruh dan diakui keilmuannya dibandingkan anda
kan???
Dan
lebih lucu, saya kembali kutipkan tulisan Mohammad Baharun yg anda gelari
“Prof” pd Republika, tgl 3 Februari 2012,
“Ini
nalar yang antagonistis dan kontradiktif, suatu hadis disebut sahih (dalam
kitab hujjah atau argumen), namun tidak menutup kemungkinan palsu.”
Nah
skrng anda mendhaifkan bbrp riwayat2 yg ada dlm Kitab2 rujukan/hujjah anda,
hmmm… silahkan menilai sendiri deh…
Pdhal Republika (media terbesar di Indonesia) lebih banyak dibaca Umat
dibandingkan website2/media2 yg jd rujukan anda loh…
Saat
ini, segitu dulu y tulisan saya pd malam ini, seperti anda, yg tidak bs setiap
saat On Line, sama saya juga punya kehidupan nyata, jd tdk bs melulu hanya di
dunia maya, lumayan tanggapan anda sdkt berbeda bahkan dari website2 yg punya
nama seperti Era Muslim dll.
abisyakir mengatakan:
@
Daus…
Gak kebalik? Mencela istri nabi itu ada dlm
Al Quran, “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu
berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua
bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya
dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu
malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.”
“Jika
Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan
istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang
bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang
perawan.” (QS At-Tahrim: 3-6)
Baca
dgn benar, ada Kalimat, “jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi”,jd
orang yg hanya menyusahkan Nabi itu lebih baik dan Mulia drpd orang yg membantu
Nabi?
Kalian
meyakini Istri Nabi Nuh as, diazab Allah SWT begitu jg dgn Nabi Luth as, knp
kalian berbeda perlakuan dgn istri Nabi Muhammad SAW?
Jk
memberitahukan kelakuan istri Nabi yg tidak baik adalah dosa, bukankah dosa
juga jk menceritakan istri Nabi Nuh dan Nabi Luth?apa perbedaan mereka, sama2
istri Nabi?
Iya sangat teliti, shg teliti siapa
pendusta dlm agama, mereka yg memanfaatkan agama utk kekuasaan dan dunia atau
yg tulus ikhlas, tdk seperti anda yg buta, tidak lg bisa membedakan krn doktrin
sudah memnuhi hati anda.
Komentar:
Kalau membaca ayat-ayat itu, Anda jangan salah paham. Para isteri Nabi itu
adalah manusia, mereka tak lepas dari sifat kelemahan dan kekurangan. Ayat-ayat
itu menjelaskan bahwa isteri Nabi tidak keluar dari tabiat kewanitaan mereka.
Tetapi secara umum, mereka itu mulai, harus dijunjung tinggi. Tidak boleh
dicela, dihina, apalagi dilecehkan. Melecehkan isteri-isteri Nabi SAMA dengan
melecehkan suaminya. Kalau misalnya dengan ayat-ayat itu isteri Nabi dianggap
punya cela, cela itu di mata siapa? Di mata Anda, saya, kita, atau di mata Rasulullah?
Isteri-isteri Nabi punya banyak kekurangan, KALAU DIBANDINGKAN dengan suaminya,
yaitu Nabi Saw sendiri. Kalau dibandingkan dengan kita, Anda, dan orang-orang
Syiah; ya sangat-sangat tidak sebanding. Mereka sudah disucikan dari dosa-dosa,
sedangkan manusia umumnya penuh dosa (termasuk saya di dalamnya).
Soal
isteri Nabi Luth, Nabi Nuh, mereka kan sudah dijelaskan dalam Al Qur’an bahwa
mereka termasuk bagian dari kaum-kaum durhaka itu. Cobalah baca lebih lengkap
kisahnya. Kalau isteri-isteri Nabi Saw, apa ada ayat-ayat yang memperlakukan
mereka seperti isteri Nabi Nuh dan Nabi Luth? Kalau ada, Anda tunjukkan!
Mana datanya? Data kebiadaban kalian sudah
disebutkan oleh Haidar Bagir, lihat paragraf ke-8 sd 10, Republika, tgl 27
Januari 2012, dan dijawab oleh Baharun dgn kalimat, “Nalar umum tidak bisa
menerima ini,“ dan “Tidak masuk akal” paragraf 10 dst Republika, tgl 3 Februari
2012, itu kah argumentasi ilmiah atau doktrin pemaksaan pendapat tanpa data???
Bukankah
anda yg sensi, lihat tulisan anda di web anda ini, tuduhan2 dan tuduhan seperti
tuduhan Haidar Bagir memiliki “split personality”(bahkan judul halaman ini
“Tuduhan Tahrif Al Qur’an“), pdhal Haidar Bagir dlm artikel pertamanya di
republika tgl, 20 Januari 2012 sudah berusaha proposional, dgn menunjukkan di
kedua belah pihak ada riwayat2 tsb namun ditolak oleh umumnya/mayoritas
ulama/cendikiawan masing2 (paragraf ke-11, republika tgl 20 Januari 2012), dan
anda hanya bisa menulis, “Tetapi setelah kalimat itu selesai, barulah dia
keluarkan keragu-raguan dirinya”
Anda
menulis, “barulah dia keluarkan keragu-raguan dirinya, dengan harapan bisa
mempengaruhi orang-orang awam yang mudah diperdaya (nas’alullah al ‘afiyah)”,
tp anda tdk bisa memberikan di pargraf k brp tulisan tsb berada?
Jd
hanya orang berpola pikir doktrinasi yg sama dgn anda yg percaya saya yg sensi
bukan anda… hahahahaha….
Catatan hitam, mau saya kasih data hitamnya Kekuasaan Bani Ummayah dan
Abbasiyah, dmn keluarga nabi saja tanpa ragu mereka bantai??? Selalu tanpa data
anda menulis, dmn diskusi cerdasnya nih???
Jd siapa yg menyesatkan umat? Saya atau
anda yg selalu menulis tanpa dasar (saya cantumkan sampai paragrafnya, opini yg
jd tema tulisan anda ini)
Komentar:
Di depan saya ini ada buku “Pengkhianatan-pengkhiatan Syiah” karya Dr. Imad Ali
Abdus Sami’. Beliau memaparkan sejarah seputar pengkhiatan Syiah sejak zaman
Ali Ra sampai zaman modern. Judul aslinya: Khiyanah As Syiah Wa Atsaruha Fi
Haza’imil Ummah Al Islamiyyah. Diterbitkan Al Kautsar, cetakan 1 Januari 2006.
Data-data dalam buku ini dan semisalnya bisa dirujuk. Tentu tidak mudah dimuat
satu per satu di blog ini, nanti akan sangat makan waktu.
Masak
hanya soal mengkritik tulisan Haidar Bagir disebut kebiadaban? Ini kan aneh.
Tradisi polemik itu kan tradisi beradab tinggi. Daripada tawuran atau perang di
medan laga. Kok yang begitu disebut biadab sih? Memang yang biadab di mata
Syiah seperti apa?
Saya
pahami Haidar Bagir bersikap begitu, karena saya pernah membaca buku Al
Murajaat karya Sharafuddin Al Musawi, ulama Syiah asal Libanon. Dia juga begitu
metodenya. Berlagak berbahasa halus, lalu kemudian menyebarkan keragu-raguan.
Buku Al Murajaat itu diterbitkan oleh Haidar Bagir lewat penerbit Mizan pada
tahun 1980-an, dengan judul “Dialog Sunnah-Syiah”. Buku ini banyak menipu manusia,
termasuk Emha Ainun Nadjib terpengaruh dengan buku ini.
Terus data-data yang Anda sebutkan itu yang mana? Soal
kutipan-kutipan singkat-singkat itu? Saya disini menyimpan artikel-artikel
Haidar Bagir, plus jawaban-jawabannya ada disini. Termasuk promo setengah
halaman di Republika, yang mengutarakan hasil pertemuan ulama sehingga keluar
“Risalah Aman” itu. Alhamdulillah, kita coba mendokumentasikannya.
Tidak
usah terlalu takabbur lah soal data-data itu…
Saya yg smp mau muntah tertawa melihat
tulisan anda… :D Syiah jelas, Ali lah yg benar, tp kalianlah yg
mencla mencle. kalian menilai kedua belah pihak “BENAR” krn berijtihad, nah
saya tantang anda, siapa yg benar dan yg salah, dan yg salah ini bagaimana,
tetap AGUNG wlw telah membuat keputusan yg berakibat FATAL?kok bisa???
Komentar:
Nah, inilah kalo diskusi cuma modal nafsu doang. Jadi keluar
pernyataan-pernyataan yang “menelanjangi diri sendiri” seperti itu. Kan di
bagian sebelumnya, Anda nafsu banget ingin menyalahkan para Shahabat yang
terlibat dalam Perang Jamal. Anda begitu marah dan merasa lebih suci dari
mereka. Anda mengatakan, mengapa harus membunuh-bunuh, harus berperang,
berdarah-darah? Lha ternyata, yang mengalami proses berdarah-darah itu salah
satunya Khalifah Ali Ra sendiri.
Para
ulama Sunni berpendapat, dalam konflik antara Ali Ra dan Muawiyah Ra, yang
benar adalah Khalifah Ali Ra. Dalam kitab Khalifah Haular Rasul, Syaikh Khalid
Muhammad Khalid, jelas-jelas memposisikan Khalifah Ali lebih benar, dan
Muawiyyah salah. Itu benar adanya. Secara Syariat juga demikian. Tetapi karena
Muawiyyah Ra bagaimanapun adalah seorang Shahabat Nabi, maka kehormatan beliau
tidak boleh dihina, dilecehkan, dan sebagainya. Kebaikan beliau tetap diakui,
sementara kesalahannya tetap dianggap salah; tanpa harus mencela dan menghujat
kehormatannya.
Karena
kehormatan seorang Muslim adalah terpelihara, sekalipun dia sudah wafat.
Apalagi kehormatan para Shahabat Ra. Bersikaplah lunak kepada Shahabat, karena
hal itu bagian dari sikap lunak (rifqan) kepada Rashulullah Saw.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.
Disini
tidak ada yang mencla-mencle… Anda saja yang terlalu nafsu.
Sekali lg dlm tulisan Haidar Bagir di kutip
riwayat2 mencaci maki Ali as (yg dijawab oleh Baharun dgn pendapat pribadinya
dan akalnya doang), yg berakal sehat bisa menilai, Ali saja di caci maki dlm
jngka waktu yg lama, bagaimana dgn pengikutnya, kecuali akal anda tidak akan
sampai sih…
Komentar:
Mencaci-maki Shahabat termasuk Ali Ra, dalam Ahlus Sunnah dilarang. Tidak boleh
itu. Dalam riwayat disebutkan, “Sibabul muslimin
fusuqun wa qitaluhum kufr”
(mencaci seorang Muslim itu fasiq, dan memeranginya adalah kufr). Kalau ada
khatib-khatib di zaman Umayyah misalnya melazimkan mencaci-maki Ali Ra…jelas
itu perbuatan munkar. Itu tidak benar.
Kata
Haidar Bagir, kaum Sunni mencaci-maki Ali Ra selama 70 tahunan. Andaikan ini
terjadi, itu salah. Perbuatan salah TIDAK BISA JADI DALIL, DUL. Itu harus
benar-benar kamu pahami. Dalil itu Kitabullah dan Sunnah, bukan hawa nafsu dan
kemungkaran. Apalagi Prof. Baharun mengklaim, data caci-maki 70 tahunan itu
ternyata tidak valid. Jadi lengkap deh…
Bahkan
banyak kalangan Ahlus Sunnah menolak situs2 teroris yg mirip2 sbg acuan anda,
Lihat akhlaq anda thdp ulama seperti Umar
Shihab, Syiah wlw tidak sependapat dgn cendikiawan (seperti Haidar Bagir,
banyak ulama syiah Indonesia yg berbeda pandangan atas sepak terjangnya,
apalagi buku2nya juga umum bahkan ada menerbitkan buku ttg sahabat yg diriwayat
“umum” syiah berbeda), tdk melakukan hal yg anda tulis, terlihat kan dgn jelas
bagi yg berakal, siapa yg menyesatkan!!!
Komentar: Berarti terbantah ya tuduhan Anda bahwa situs
“gen syiah” itu tidak jelas. Ia jelas lho, waong rujukannya juga jelas. Syaikh
Mamduh Buhairi itu sampai begitu ditakuti oleh Prof. Umar Shihab. (Bagaimanapun
saya masih sering menyebut beliau dengan gelar “prof”).
Soal media-media dibiayai Saudi…ya Anda bisa buat
perbandingan dengan media-media yang dibiayai Iran. Gitu sajalah mudahnya…
okeh…
Yo wis silakan Anda sebut saya kurang ajar ke Prof. Umar
Shihab. Yang jelas, di mata saya, siapapun yang menghina, mencela, mengutuk,
mendoakan buruk pada Shahabat Ra, mereka bukan saudara saya. Bahkan mereka
adalah musuh yang lambat atau cepat, akan kami hadapi. Wallahu Maula Ni’mal
Maula Wa Ni’man Nashir.
Hal yg paling
lucu, knp ulama/cendikiawan anda seperti Baharun tdk menggunakannya sbg
dalil/hujjahnya di REPUBLIKA saat itu, dibandingkan dia menggunakan akal
pribadinya?
Sekali lg tidak
ada satu kalimat pun pd Opini terakhir (2 ulama/cendikiawan yg memiliki
posisi/kedudukan/jabatan dlm urusan umat yg lumayan tinggi/berpengaruh,
Republika, 3 Februari 2012) yg MENDHAIF kan riwayat2 perubahan Al Quran, jd
aneh sekali, mereka tdk mengkaji terlebih dahulu, pdhal mereka
ulama2/cendikiawan berpengaruh dan diakui keilmuannya dibandingkan anda kan???
Komentar: Yo jangan begitu lah… setiap orang kan punya
aktivitas baca masing-masing. Saya tak tahu apa yang Prof. Baharun sedang baca,
bisa jadi beliau juga tak tahu apa yang sedang saya baca. Ini kan masalah-masalah
manusiawi. Yo jangan digebyah uyah, bahwa seolah dalil tentang Syiah itu sudah
dikuasai seseorang sepenuhnya, sejak awal sampai akhir. Jangan begitu… Itu
simplisit namanya.
Dan lebih lucu,
saya kembali kutipkan tulisan Mohammad Baharun yg anda gelari “Prof” pd
Republika, tgl 3 Februari 2012, “Ini nalar yang antagonistis dan kontradiktif,
suatu hadis disebut sahih (dalam kitab hujjah atau argumen), namun tidak
menutup kemungkinan palsu.”
Nah skrng anda
mendhaifkan bbrp riwayat2 yg ada dlm Kitab2 rujukan/hujjah anda, hmmm… silahkan
menilai sendiri deh…
Komentar:
Maksud perkataan Prof. Baharun itu begini… Dalam tulisan Haidar Bagir itu dia
mengklaim hadits tertentu shahih (seperti lembaran mushaf yang dimakan kambing
itu). Tetapi di sisi lain, Haidar Bagir menafikan riwayat itu dan setuju dengan
pendapat umum kaum Sunni bahwa tidak ada perubahan dalam Al Qur’an. Nah, itu
yang disebut kontradiksi.
Jadi,
Prof. Baharun tidak menilai derajat hadits itu. Yang menilai shahih adalah Haidar Bagir sendiri. Yang menilai “palsu” juga
dia sendiri. Itulah yang disebut kontradiksi. Ini yang dibidik Prof. Baharun.
Ya itu yang bisa saya kemukakan. Semoga ada hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik. Saya berharap kepada
Allah, agar Dia berkenan melembutkan hati Anda, menerbitkan terang jalan dan
langkah; sehingga Anda akan kembali ke pangkuan Ahlus Sunnah. Amin Allahumma
amin. Kalau Anda tak berkenan kembali ke Ahlus Sunnah, semoga Anda ditakdirkan
selamanya tidak bisa mempengaruhi orang lain agar masuk Syiah Rafidhah. Dan
kalau ternyata Anda tetap ditakdirkan bisa menyesatkan Ahlus Sunnah, semoga
orang-orang yang Anda sesatkan nanti akan bertaubat kembali ke Ahlus Sunnah.
Dan saya memohon kepada Allah agar Anda sangat
terinspirasi dengan kalimat ini: “Andaikan setiap insan Syiah boleh memilih, tentu mereka ingin kembali ke
masa lalu sebelum menjadi seorang Syiah. Itu adalah masa-masa ketika hati
mereka bisa mencintai para Shahabat Ra dengan tulus.”
AMW.
Kambing sakti mengatakan:
Mungkin
ada yg bisa mencari ayat2 ttg RAJM di quran? 100% saya jamin tidak Akan ketemu.
Karena sudah di makan Kambing. Yg ada cuman hukum cambuk.
Jika
ada tentunya di Aceh akan berlakukan hukum rajam, bukan hukum cambuk spt saat
ini.
abisyakir mengatakan:
@
Kambing…
Ayat rajam tidak ada di dalam Al Qur’an. Namun ia ada
dalam Sunnah Rasul SAW. Sebagaimana dalam Al Qur’an tidak ditemukan KAIFIYAH
(tata cara) Shalat; tetapi adanya di Sunnah. Kalau di Aceh, mungkin sifatnya
bertahap, sambil memperbaiki keadaan masyarakat di sana, sampai sepenuhnya bisa
menjalankan Syariat secara baik. Prinsip pentahapan (tadarruj) diperbolehkan
dalam Syariat. Terimakasih.
Admin.