Saturday, January 3, 2015

Pengakuan Haidar Bagir Tentang Sesatnya Syiah

Sepandai-pandai tupai melompat, pasti kan terjatuh juga. Pepatah ini adalah hal pertama yang melintas dalam pikiran  saya ketika membaca tulisan bapak Haidar Bagir di harian Republika (20/1/2012) dengan judul:Syiah dan Kerukunan Umat.
Bapak Haidar Bagir dengan segala daya dan upayanya berusaha menutupi beberapa ideologi Syiah yang menyeleweng dari kebenaran. Walau demikian, tetap saja ia tidak dapat melakukannya. Bahkan bila Anda mencermati dengan seksama, niscaya Anda dapatkan tulisannya mengandung pengakuan nyata akan kesesatan sekte Syiah Imamiyyah.
Berikut saya ketengahkan ke hadapan Anda tiga pengakuan terselubung bapak Haidar Bagir.
Pengakuan Pertama:
Data Syiah Imamiyah tentang ideologi adanya Alquran versi Syiah begitu melimpah dalam berbagai referensi Syiah. Wajar bila Bapak Haidar Bagir tidak menemukan cara untuk mengingkarinya. Fenomena ini mengharuskannya menempuh cara selain menutupinya. Dan ternyata Bapak Haidar Bagir lebih memilih cara mengesankan bahwa data tersebut adalah pendapat pribadi sebagian tokoh Syiah Imamiyah.
Karenanya, dengan jelas tulisan bapak Haidar Bagir ini mengandung pengakuan tentang kebenaran adanya Alquran versi Syiah Imamiyyah. Berdasarkan pengakuannya ini, Anda mendapat kepastian tentang adanya ideologi Alquran versi Syiah Imamiyyah.
Adapun klaim bapak Haidar bahwa ideologi ini adalah ideologi sebagian oknum Syiah, maka itu menyelisihi fakta yang ada. Sebagai salah satu buktinya, Ayatullah Khomeini, yang mereka anggap sebagai Wali Faqih, dan tokoh terkemuka Syiah Imamiyah zaman ini teryata masih mengajarkannya.
Dalam kitabnya Kasyful Asrar Hal. 149 Al Khomeini menyatakan: “Telah kami buktikan pada awal pembahasan ini, bahwa Nabi menahan diri dari membicarakan masalah al imaamah (kepemimpinan) dalam Alquran. Alasannya beliau khawatir Alquran akan diselewengkan, atau timbul perselisihan yang sengit di tengah-tengah kaum muslimin, sehingga hal itu berakibat buruk bagi masa depan agama Islam.”
Adapun keberadaan Mushaf Utsmani di tengah-tengah para penganut Syiah Imamiyah, maka itu belum cukup kuat untuk mengingkari adanya mushaf Fatimah dalam ideologi Syiah. Yang demikian itu karena tokoh Syiah Imamiyah sejak dahulu mengajarkan agar para pengikut mereka untuk sementara membaca Alquran yang ada, hingga masa bangkitnya Imam ke-12 mereka. Menurut mereka, hanya Imam Mahdi merekalah yang masih menyimpan dan kelak akan mengajarkannya kembali kepada para pengikutnya.
Al Kulaini dalam kitanya Al Kafi 2:619, meriwayatkan bahwa Abu Hasan Ali bin Musa Ar Ridha, bertanya kepada Imam Syiah ke-5, yaitu Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Al Husain, “ Semoga aku menjadi penebusmu, kita mendengar ayat-ayat Alquran yang tidak ada pada Alquran kita ini. Kita juga tidak dapat membacanya sebagaimana yang kami dengar dari Anda, maka apakah kami berdosa?” Beliau menjawab, “Tidak, bacalah sebagaimana yang pernah kalian pelajari, karena suatu saat nanti akan datang orang yang mengajarkannya kepada kalian.”
Adapun klaim bapak Haidar tentang tokoh-tokoh Ahlusunnah yang menyatakan adanya perubahan pada Alquran, adalah klaim sepihak dan kosong dari bukti. Pernyataan sahabat Umar bin Al Khatthab juga yang lainnya tentang ayat rajam adalah penjelasan tentang adanya ayat yang dianulir secara bacaan. Walaupun secara hukum, ayat-ayat tersebut masih tetap berlaku.
Sebagaimana ulama-ulama Ahlusunnah juga menegaskan bahwa dalam Alquran terdapat beberapa ayat-ayat yang kandungan hukumnya telah dihapuskan walau secara bacaan masih tetap ada.  Fakta ini bukanlah hal aneh, karena telah dijelaskan pada ayat 106, surat Al Baqarah.
Namun tentu syariat nasikh (anulir) suatu ayat menurut Ahlusunnah menyelisihi ideologi perubahan Alquran dalam doktrin Syiah Imamiyah. Nasikh menurut Ahlusunnah hanya terjadi semasa hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun sepeninggal beliau maka tidak terjadi nasikh.
Ditambah lagi menurut syariat Ahlusunnah, hingga hari kiamat tidak ada yang mengembalikan ayat-ayat yang semasa Nabi hidup shallallahu ‘alaihi wa sallammansukh (dianulir).
Sedangkan menurut sekte Syiah Imamiyyah Alquran mengalami perubahan sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Dan kelak ayat-ayat yang dirubah sepeninggal beliau akan dikembalikan lagi oleh imam mereka ke-12. Karena itu, sekte Syiah senantiasa menantikan kehadiran sosok tersebut, yang mereka yakini sebagai Imam Mahdi.
Pengakuan Kedua :
Pada awal tulisan, Bapak Haidar mengklaim bahwa celaan Syiah terhadap sahabat hanyalah sebatas kecenderungan dan bukan ajaran. Menurutnya, Syiah yang mencela sahabat Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan juga sebagian istri Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah minoritas.
Selanjutnya Bapak Haidar berusaha menguatkan klaim ini dengan menyebutkan sekte Syiah Zaidiyah. Menurutnya sekte Zaidiyah menerima kekhilafahan sahabat Abu Bakar, Umar, dan Utsman.
Penuturan ini adalah bukti nyata bahwa Bapak Haidar telah memutar balikkan fakta. Sejatinya Bapak Haidar Bagir-lah yang telah menggunakan data syadz (ganjil) guna mendukung kesimpulanya. Karena sekte Zaidiyah adalah sekte minoritas Syiah, sedangkan meyoritas Syiah saat ini adalah para pengikut sekte Imamiyyah.
Terlebih lagi, adanya pengakuan terhadap kekhilafahan sahabat Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah alasan Imamiyah mengucilkan sekte Zaidiyah.
Adapun beberapa tokoh Syiah Imamiyyah yang disebut oleh bapak Haidar telah mengakui kekhilafahan ketiga sahabat di atas, maka saya tidak ingin banyak mempersoalkannya. Saya hanya ingin bertanya: apakah pengakuan tersebut diamini oleh tokoh Imamiyyah yang lain dan kemudian diterapkan oleh seluruh penganut Imamiyah?
Fakta yang terjadi di lapangan membuktikan bahwa pengikut Syiah imamiyah tetap saja melaknati ketiganya dan juga lainnya. Kasus sampang dan berbagai kasus serupa di negri kita adalah salah satu buktinya. Karena itu Abu Lukluah Al Majusi aktor pembunuh Khalifah Umar bin Khatthab diagungkan oleh sekte Imamiyah sehingga mereka menjulukinya dengan Baba Suja’uddin. Dan sebagai apresiasi atas jasanya membunuh Amirul Mukminin Umar bin Al Khatthab, mereka membangun kuburannya dengan megah.
Pengakuan Ketiga:
Kebesaran jiwa ulama-ulama Ahlusunnah dan juga seluruh Ahlusunnah untuk menghentikan kemungkaran yang dilakukan oleh dinasti Abbasiyah. Sehingga mereka semua patuh dan mengapresiasi sikap Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menginstruksikan hal tersebut. Dan alhamdulillah hingga kini, hal tersebut sirna dan tidak ada yang melakukannya kembali.
Namun hal serupa hingga saat ini tidak kuasa dilakukan oleh para penganut ajaran Syiah Imamiyah. Sehingga walaupun para aktor sandiwara taqrib telah menyerukannya, namun tetap saja di lapangan para penganut Syiah terus mencaci sahabat-sahabat Nabi. Sikap Yasir Al Habib beserta para pengikutnya dan juga Syiah di Sampang adalah bukti nyata, bahwa seruan tersebut hanyalah seruan tanpa pembuktian.
Pengakuan bapak Haidar ini, dapat menjadi bukti nyata bahwa hanya dengan mengikuti ajaran Ahlusunnahlah kedamaian antar komponen umat Islam dapat terwujud. Adapun ajaran Syiah, terlebih Imamiyyah, hingga saat ini terus menjadi biang terjadinya permusuhan bahkan perang saudara di tengah-tengah umat Islam. Sikap pasukan Al Hutsi di Yaman yang menyerang Ahlusunnah di daerah Dammaj, dan juga pasukan Al Mahdi di Irak yang membantai Ahlusunnah adalah bukti nyata akan hal tersebut.
Pengakuan Keempat :
Bapak Haidar Bagir juga mengakui bahwa sekte Syiah yang selama ini menjadi biang kericuhan umat Islam adalah Syiah Imamiyah atau Itsna ’Asyariyah. Karena itu beliau merasa perlu untuk mengutarakan adanya perubahan pandangan tentang keabsahan khilafah sahabat Abu Bakar, Umar, dan Utsman.
Walau demikian, ada satu fakta yang mungkin kurang diwaspadai oleh bapak Haidar Bagir. Mengakui adanya perubahan ini sejatinya adalah pengakuan bahwa ideologi Imamah versi Imamiyyah adalah sesat. Andai tidak sesat, buat apa beliau perlu mengutarakan adanya ralat yang dilakukan oleh sebagian tokoh sekte Imamiyah?
Terlebih sejatinya ideologi bahwa imam (penguasa umat) dalam Islam hanya berjumlah 12 orang, adalah ideologi tidak nyata dan tidak masuk akal. Anda pasti telah mengetahui bahwa dari kedua belas imam Syiah yang benar-benar pernah mengenyam sebagai khalifah hanyalah sahabat Ali bin Abi Thalib dan putranya Hasan.
Adapun Husein beserta anak cucunya, maka hingga mereka meninggal dunia, tidak seorang pun yang sempat menjadi pemimpin. Sehingga berbagai dalil yang mereka yakini tentang keimaman mereka benar-benar menyelisihi fakta.
Secara defacto seluruh ahli sejarah sepakat bahwa Hasan bin Abi Thalib telah menyerahkan khilafah (kekuasaan) kepada sahabat Mu’awiyah. Dan tahun terjadinya serah terima khilafah ini akhirnya dikenal dan diabadikan oleh umat Ahlusunnah hingga akhir masa. Sehingga mereka menyebut tahun tersebut dengan sebutan ‘aamul jama’ah (tahun persatuan).
Setiap Ahlusunnah bergembira dengan kejadian ini. Ahlusunnah menganggap sikap Hasan ini sebagai jasa terbesar yang beliau lakukan untuk umat Islam. Bahkan Ahlusunnah hingga saat ini meyakini bahwa sikap Hasan ini sebagai wujud nyata dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentangnya,
“Sejatinya putraku ini adalah seorang pemimpin, dan semoga dengannya Allah menyatukan dua kelompok besar dari umat Islam.” (HR. Bukhari)
Namun tahukah Anda bahwa Ahlusunnah yang mengapresiasi kebesaran jiwa Hasan ini ternyata tidak diteladani oleh penganut Syiah. Beberapa referensi Syiah malah menukilkan sikap yang berlawan arah. Beberapa tokoh Syiah malah menganggap sikap Hasan ini sebagai bentuk pengkhianatan.
Pada suatu hari, seorang  tokoh Syiah bernama Sufyan bin Laila berkunjung ke rumah Hasan bin Ali. Didapatkan beliau sedang duduk-duduk sambil berselimut di depan rumahnya. Spontan Sufyan bin Laila mengucapkan salam kepada Hasan dengan berkata, “Semoga keselamatan atasmu, wahai orang yang telah menghinakan kaum mukminin!” Karena merasa ganjil dengan ucapan selamat yang disampaikan oleh Sufyan, Hasan bertanya, “Darimana engkau mengetahui hal itu?” Ia menjawab, “Engkau telah memangku kepemimpinan, lalu engkau melepaskannya dari bahumu. Selanjutnya engkau sematkan kepemimpinan itu di bahu penjahat ini agar ia leluasa menerapkan hukum selain hukum Allah.”
Kisah ini bisa Anda temui pada beberapa refensi agama Syiah, semisal: Al Ikhtishashkarya As Syeikh Al Mufid wafat thn: 413 H, Hal.82,  Ikhtiyaar Ma’rifat Ar Rijal, karya As Syeikh At Thusi wafat thn: 460, Hal. 1:327 dan Biharul Anwar karya Muhammad Baqir Al Majlisi wafat thn: 1111 H, Hal.44:24.
Sejak serah terima khilafah antara sahabat Hasan kepada sahabat Mu’awiyah ini, tidak seorang pun dari keturunan sahabat Ali bin Abi Thalib yang memangku jabatan khalifah. Bahkan Husein bin Abi Thalib yang hendak merebut khilafah dari Yazid bin Mu’awiyah, menemui kegagalan dan terbunuh sebelum sempat mendapatkannya. Tak ayal lagi, ia hidup tanpa imamah, hingga akhir hayatnya, demikian pula nasib seluruh anak cucunya. Dengan demikian kesepuluh imam Syiah Imamiyyah setelah Hasan berstatus Kings Without A Kingdom.
Ini adalah bukti nyata bahwa meyakini keimamahan kesepuluh imam sekte Imamiyah adalah kekeliruan, karena menyelisihi fakta. Sehingga wajar bila seluruh Ahlusunnah dan juga setiap yang berakal sehat tanpa terkecuali umat Islam di negri kita tercinta ini menolak ideologi Syiah Imamiyyah.
Ditulis oleh Dr. Arifin Baderi (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
About The Author:
Dr. Muhammad Arifin, M.A. Dosen Tetap STDI Imam Syafii Jember, dosen terbang Program Pasca Sarjana jurusan Pemikiran Islam Program Internasional Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), dan anggota Pembina Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI).
baca makalah berikut :

Syi'ah Percaya Al-Qur'an ? (Tanggapan untuk Kebohongan Haidar Bagir dalam Harian Republika 27 Januari 2012)


SYIAH PERCAYA AL-QUR'AN? (Tanggapan untuk Kebohongan Haidar Bagir dalam Harian Republika 27 Januari 2012) Ir Haidar Bagir adalah Presiden Direktur Penerbit MIZAN, sebuah penerbit yang bergerak dalam menerbitkan buku-buku Syiah dan orang-orang yang dekat dengan Syiah. Haidar Bagir, meskipun menjadi pengikut Syiah sejak lama, tepatnya sejak Syiah baru masuk ke Indonesia, dan penerbitnya banyak menerbitkan buku-buku Syiah, ia tetap saja menjadi orang Syiah yang tidak mengerti Syiah. Bagaikan ayam mati kelaparan di dalam lumbung padi. Tetapi meskipun ia tidak mengerti Syiah, ia selalu ingin tampil seolah-olah faham betul semua ajaran Syiah, dan bahkan ajaran Sunni yang tidak banyak dipelajarinya. Dalam catatan opini di harian Republika 27 Januari 2012 dan beberapa hari sebelumnya, Haidar Bagir menulis sebuah opini yang tidak ilmiah dan menjadi bahan tertawaan para pakar keislaman di tanah air. Pasalnya, dalam catatan tersebut, Haidar Bagir berupaya melabelkan ideologi terjadinya tahrif al-Qur’an terhadap kaum Sunni, dengan sengaja atau tidak sengaja, berangkat dari pemahaman atau karena tidak paham, mengutip riwayat-riwayat yang terdapat dalam bab nasikh mansukh dalam kitab-kitab ilmu Tafsir dan Tafsir kaum Sunni seperti al-Itqan karya as-Suyuthi, Tafsir Ibnu Katsir, al-Qurthubi dan lain-lain. Sebagaimana telah dimaklumi oleh para siswa pada tingkat tsanawiyah di kalangan kaum Sunni, bahwa teori nasikh mansukh itu adalah terjadinya penghapusan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan oleh Tuhan sendiri terhadap ayat-ayat yang telah selesai masa berlakunya. Dalam hal ini, ayat-ayat yang dimansukh, baik dari segi hukum maupun bacaannya, dihapus dalam mushhaf al-Qur’an, bukan atas inisiatif manusia, akan tetapi semata-mata kehendak Allah yang menurunkan al-Qur’an. Tentu saja hal ini berbeda dengan prinsip dan keyakinan terjadinya tahrif al-Qur’an di kalangan Syiah Imamiyah, yang secara terus terang Syiah meyakini bahwa al-Qur’an yang ada sekarang tidak lengkap, dan telah dipalsu oleh manusia. Akan tetapi, karena keyakinan tahrif al-Qur’an ini menjadi bumerang bagi penganut Syiah sendiri, dan menurunkan rasa percaya diri mereka secara drastis untuk mengaku sebagai seorang Muslim, tidak terkecuali Haidar Bagir, Syiah berupaya menepis ideologi tahrif al-Qur’an tersebut dengan dua cara. Pertama, dengan menyatakan bahwa tahrif al-Qur’an di kalangan Syiah hanya terdapat dalam riwayat-riwayat lemah yang tidak menjadi keyakinan Syiah secara resmi. Tentu saja, dalam hal ini Syiah sulit sekali menyikapinya ketika dihadapkan dengan kenyataan bahwa para ulama Syiah sejak masa mutaqaddimin, seperti al-Kulaini, al-Thusi, Ibnu Babawaih, al-Jazairi, al-Majlisi, sampai yang muta’akhkhirin seperti seperti al-Khau’i dan Khumaini, secara terus terang mengakui kepalsuan al-Qur’an yang ada sekarang. Kedua, Syiah berupaya melabelkan fitnah ideologi tahrif al-Qur’an terhadap kaum Sunni, dengan mengutip ayat-ayat yang telah dimansukh oleh Allah sendiri, ke dalam wilayah tahrif versi Syiah. Tentu saja dalam hal ini, Syiah hanya menjadi bahan tertawaan kaum pelajar dari kalangan Sunni, karena tidak bisa membedakan antara makna tahrif dan mansukh. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Haidar Bagir, tokoh Syiah terkemuka dari Bandung. Berikut tanggapan kami terhadap tulisan Haidar Bagir, yang membuat pembaca tertawa karena lucu. HAIDAR BAQIR BERKATA: “Pertama, mengenai adanya pendapat di kalangan Ahlusu nah yang menyata kan bahwa Alquran yang kita miliki sekarang tidak lengkap. Pandangan ini--sekali lagi saya tegaskan, sudah tentu tak mewakili sikap Ahlusunah--, juga terdapat pada kitab-kitab hadis sahih maupun kitab-kitab standar Sunni yang posisinya sama kuat dibanding kitab hadis Syiah yang menukil pandangan sejenis.” TANGGAPAN: Ada perbedaan antara kutipan kaum Sunni dari kitab-kitab Syiah yang memang secara tegas dan tanpa tedeng aling-aling menyatakan terjadinya tahrif (distorsi) dalam al-Qur’an yang ada sekarang, dan kutipan orang-orang Syiah seperti Haidar Bagir dari kitab-kitab Sunni, yang sama sekali tidak berkaitan dengan tahrif. Perlu diketahui, bahwa tahrif itu artinya suatu perubahan terhadap teks al-Qur’an yang dilakukan oleh manusia. Sementara bukti-butki yang dikutip dari kitab-kitab Sunni oleh Haidar Bagir, justru terkait dengan ayat-ayat nasikh dan mansukh. Dalam hal nasikh mansukh, yang melakukan penghapusan itu justru Tuhan sendiri, sebagaimana ditegaskan dalam ayat al-Qur’an, “ma nansakh min ayatin aw nunsiha na’ti bikhorin minha au mitsliha”. HAIDAR BAGIR MENULIS: Berikut ini sebagian di antaranya yang belum disebut Saudara Fahmi Salim. Diriwayatkan dalam, antara lain, Shahih Bukhari, bab “Syahadah“ berbunyi, “ind al-hakim fi wilayah al-Qadha“, dan dinukil dalam Al-Itqan karya Imam Suyuthi dan Tafsir Ibnu Katsir, bahwa Sayidina Umar bin Khattab mengatakan, “Apabila bukan karena orang-orang akan mengatakan bahwa Umar menambah nambah ayat ke dalam Kitabullah, akan aku tulis ayat rajam dengan tanganku sendiri.“ Bahkan, dalam Al-Itqan dan beberapa kitab lain disebutkan bahwa ayat rajam yang hilang itu berbunyi, “Idza zana syaikhu wa syaikhatu farjumuhuma al-battatan nakalan minallah, wallahu `azizun hakim.“ TANGGAPAN: Di sini jelas sekali adanya intervensi dari saudara Haidar Bagir terhadap pernyataan Khalifah Umar terkaita ayat rajam. Para ulama seperti al-Imam as-Suyuthi mengutip pernyataan Umar tersebut dalam konteks penjelasan ayat yang dimansukh secara tilawah (bacaan), tetapi tetap berlaku secara hukum. Ayat rajam yang dikutip oleh Haidar Bagir tersebut termasuk ayat yang telah dimansukh secara tilawah tetapi hukumnya tetap berlaku. Hal ini telah dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab Tafsir, termasuk Tafsir Ibnu Katsir dan al-Itqan, yang menjadi rujukan Haidar Bagir. Atau Haidar Bagir tidak merujuk secara langsung. Ia hanya merujuk dari kitab-kitab Syiah yang banyak berbohong dalam mengutip dari kitab-kitab Sunni. Realita bahwa ayat rajam telah di-mansukh secara tilawah juga telah diperkuat dengan riwayat Abu Ya’la yang dikutip dalam Tafsir Ibnu Katsir bahwa ketika ada seorang sahabat meminta kepada Nabi SAW untuk menuliskan ayat rajam, beliau tidak berkenan. Tentu karena ayat tersebut telah dimansukh. hAIDAR BAGIR BERKATA: Selain hadis tentang ayat Alquran dalam simpanan Siti Aisyah yang hilang itu, terdapat pula riwayat dalam Musnad Ahmad dan dinukil dalam Al-Itqan karya Imam Suyuthi bahwa Siti Aisyah mengatakan, “Pada masa Nabi, surah al-Ahzab dibaca sebanyak 200 ayat, tetapi ketika Usman menulis mushaf, ia tidak bisa mendapatkannya kecuali yang ada sekarang.“ Seperti kita ketahui bahwa surah al-Ahzab yang ada di mushaf sekarang ini adalah 73 ayat. Berarti menurut riwayat itu ada 127 ayat yang hilang dari surah ini. TANGGAPAN: Riwayat di atas tidak ada dalam Musnad Ahmad, sebagaimana yang diklaim oleh Haidar Bagir. As-Suyuthi menukilnya dari Fadha’il al-Qur’an karya Abu ‘Ubaid, dalam bab ayat-ayat yang telah dimansukh. Di sisi lain, dalam sanad hadits di atas terdapat perawi yang bernama Ibnu Lahi’ah, yang haditsnya didha’ifkan oleh para ulama. Dan seandainya hadits tersebut shahih, maka maknanya tidak berkaitan dengan tahrif al-Qur’an seperti yang dipahami oleh Haidar Bagir, dimana tahrif itu terjadi melalui intervensi tangan manusia. Dalam redaksi hadits tersebut tertulis, “falamma kataba ‘Utsman al-Mashahif, lam yaqdir minha illa ma huwa ‘alaihi al-an (ketika Utsman menulis banyak mushhaf, beliau tidak mampu menulis kecuali yang ada sekarang).” Kata tidak mampu, atau lam yaqdir dalam redaksi hadits di atas, oleh Haidar Bagir diartikan pada ketidakmampuan secara hissi (fisik) dengan artian bahw ayat-ayat tersebut telah hilang. Tentu saja ini pengertian yang keliru. Karena yang dimaksud lam yaqdir atau tidak mampu dalam hadits tersebut, adalah tidak mampu secara syar’i dalam artian ayat-ayat tersebut telah dimansukh oleh syara’ sendiri. HAIDAR BAGIR BERKATA: Sejalan dengan itu, Tafsir alQurthubi menukilkan hadis dari Ubay bin Ka'b yang menyebut jumlah ayat dalam surah yang sama adalah 286. TANGGAPAN: Terjemahan di atas tidak sesuai dengan redaksi yang asli dalam al-Itqan maupun Tafsir al-Qurthubi. Aslinya, Ubay bin Ka’ab bertanya kepada Zirr, “Berapa ayat jumlah surat al-Ahzab?” Zir menjawab: “73 ayat”. Ubay berkata: “Sebenarnya jumlah ayat al-Ahzab sama dengan surat al-Baqarah atau lebih panjang.” Hanya saja, karena surat al-Baqarah jumlah ayatnya 286, oleh Haidar Bagir, disimpulkan bahwa surat al-Ahzab juga 286. Para ulama, seperti al-Qurthubi dalam Tafsirnya dan al-Suyuthi dalam al-Itqan memahami ayat-ayat yang hilang tersebut bukan sebagai ayat-ayat yang disembunyikan oleh para sahabat, tetapi ayat-ayat yang telah dihapus atau dimansukh oleh Allah sendiri. HAIDAR BAGIR BERKATA: Rawi yang sama sebagaimana dinukil Al-Itqan menyebut bahwa jumlah surah Alquran adalah 116, bukan 114 yang kita miliki sekarang karena adanya dua surah yang hilang dan disebut-sebut bernama AlHafd dan al-Khal'. TANGGAPAN: Dalam kitab al-Itqan, riwayat tersebut sudah dijelaskan secara gamblang berdasarkan riwayat dari para sahabat, bahwa kedua surat tersebut termasuk surat yang dimansukh. Akan tetapi Haidar Bagir, seperti telah menjadi kebiasaan buruknya, tidak menjelaskan hal tersebut secara proporsional. HAIDAR BAGIR BERKATA: Di sisi lain, bantahan para ulama Syiah dari kalangan mutaqaddimin dan muta'akh-khirin terhadap isu adanya perubahan/ketidaklengkapan Alquran ini dapat dibaca di banyak tulisan dan pandangan para ulama Syiah sendiri. TANGGAPAN: Dalam literatur Syiah sendiri, dari sekian banyak ulama mutaqaddimin yang berpendapat tidak adanya tahrif dalam al-Qur’an hanya tiga orang, yaitu al-Shaduq, al-Murtadha dan al-Thabarsi sebagaimana dikemukakan oleh Ni’matullah al-Jazairi dalam al-Anwar al-Nu’maniyyah juz 2 hal. 246. Hanya saja, menurut al-Jazairi sendiri, ketiga ulama Syiah yang mengatakan tidak adanya tahrif dalam al-Qur’an tersebut sedang bertaqiyyah. Artinya, menurut al-Jazairi, sebenarnya ketiga orang ulama tersebut juga meyakini adanya tahrif dalam al-Qur’an. HAIDAR BAGIR BERKATA: Terbatasnya tempat hanya memungkinkan penulis mengungkapkan pandangan, Ayatullah Khomeini--antara lain dalam Tahdzib al-Ushul--yang mengatakan, “Semua pernyataan tentang tahrif ini dapat segera ditunjukkan sebagai (berdasar hadis-hadis) lemah (daif) ayau majhul (rawinya tak dikenal.“ TANGGAPAN: Imam Khumaini sendiri mengakui terjadinya tahrif dalam al-Qur’an dalam kitabnya al-Qur’an Bab Ma’rifat Allah, hal 50. Mungkin pernyataan Khumaini yang dikutip oleh Haidar Bagir itu, ketika Khumaini sedang bertaqiyyah. HAIDAR BAGIR BERKATA DALAM BEBERAPA HARI SEBELUMNYA: Ambil saja beberapa hadis dalam beberapa kitab shahih yang menyatakan hilangnya satu ayat yang hanya ada di simpanan Siti A’isyah karena di makan kambing. TANGGAPAN: Riwayat di atas tidak ada dalam kitab-kitab shahih. riwayat di atas dikutip oleh al-Qurthubi dalam Tafsir-nya sebagai berikut: “adapun adanya tambahan riwayat bahwa ayat tersebut terdapat dalam lembaran yang tersImpan di dalam rumah ‘Aisyah, lalu dimakan kambing, maka riwayat ini termasuk buatan kaum malahidah (kaum kafir) dan rawafidh (kaum Syiah).” Hanya saja pernyataan di atas didistorsi oleh saudara Haidar Bagir. Jadi, al-Qurthubi mengutip riwayat tersebut sebenarnya bermaksud menjelaskan bahwa riwayat tersebut bikinan orang kafir dan orang Syiah, tapi Haidar Bagir melakukan tahrif, seperti telah menjadi kebiasaan buruk kaum Syiah, bahwa riwayat tersebut terdapat dalam kitab-kitab shahih. Allah akan melaknat para pembohong dalam urusan agama. Semoga Haidar Bagir segera mendapat hidayah dari Allah dan meninggalkan agama Syiah Imamiyah. Sumber Catatan Bindhere Saot El-Madury

Beda ‘Rukun’, Tapi Bisa Rukun
(Tanggapan untuk Haidar Bagir)
Mohammad Baharun, KETUA KOMISI HUKUM MUI PUSAT, GURU BESAR SOSIOLOGI AGAMA  


Sumber : REPUBLIKA, 3Februari 2012

Judul ini saya gunakan secara sengaja untuk menegaskan perbedaan Islam Sunnah dan Syiah yang sejatinya bersifat prinsip serta menyangkut rukun (akidah) umat. Namun, demikian bisa diharapkan untuk diusahakan rukun demi menciptakan Indonesia yang aman, penuh kedamaian, dan bebas keresahan.

Untuk menanggapi tulisan kedua Sdr Haidar Bagir (Republika, 27-01-2012), perlu saya jelaskan beberapa hal. Pertama, Sdr Haidar memaparkan hal yang tidak ada kaitannya dengan tahrif, dan berusaha mengaburkan masalah dengan memberikan kesan seakan baik Sunnah maupun Syiah mempunyai pandangan sama tentang tahrif bahwa Alquran tidak lengkap.

Dalam artikel itu, antara lain, dinyatakan “… juga terdapat pa da kitab-kitab hadis sahih mau pun kitab-kitab standar Sun ni yang posisinya sama kuat dibanding kitab hadis Syiah yang menukil pandangan sejenis.”

Pandangan ini menurut saya harus dikoreksi sebab Sdr Haidar tidak lengkap menuliskan hal itu sebagai nasikh-mansukh sesuai penulis kitabnya. Dalam kajian ‘Ulum al-Qur’an’, siapa pun tahu bahwa perubahan dan atau pergantian ayat itu adalah dalam konteks nasikh dan mansukh. Allah sendiri yang mengganti bukan manusia dan Allah memba talkan/mengganti ayat-ayatnya   sendiri dengan ayat–ayat yang lebih baik atau sebanding dengannya. “… Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS 2:106).

Hilangnya ayat seperti yang di maksud adalah mansukh altilawah, namun hukumnya tidak di-nasakh atau dihapus (seperti di nukil secara jelas oleh Imam Suyuthi dalam Al-Itqan). Ada ju ga yang baik tilawah maupun hu kumnya telah di-nasakh dengan konsekuensi dan implikasi berkurangnya ayat-ayat tersebut secara kuantitatif, sebelum ditetapkan dalam satu mushaf yang disepakati berdasar petunjuk Nabi SAW.

Berbeda dengan tahrif (interpolasi) yang mengganti dan mengubah ayat-ayat itu adalah manusia, disesuaikan dengan kecenderungan tafsirnya terhadap teks, atau karena dorongan ideologis dan afiliasi politik. Oleh karena itu, sekali lagi, perubahan dan pergantian ayat-ayat itu harus dibaca dalam konteks nasikh dan mansukh yang semestinya, bukan sekali-kali identik dengan tahrif sendiri. Untuk lebih jelasnya, saya kira para pakar tafsir harus bicara menjelaskan kecenderungan ‘salah-paham’ yang berkembang saat ini.

Kedua, dalam artikel disebutkan, “Memang, meski dianggap sebagai kitab hadis paling di andalkan di kalangan Syiah, tak sedikit ahli, khususnya para ula ma muta’akkhirin di kalangan ma zhab ini sendiri—yang menunjukkan bahwa kitab Al-Kafi, apa lagi kitab-kitab sahih lainnya, tak dengan demikian bebas dari ke mungkinan memuat hadis-hadis palsu atau lemah.”

Saya tidak mengerti logika ini, bagaimana mungkin sebuah riwayat yang di sandarkan pada para imam maksum (menurut versi Syiah) yang termuat di da lam Al-Kafi, dan banyak mendapat apresiasi dari para pemuka ulama mereka, kemudian sekaligus tiba-tiba dikatakan tak bebas dari hadis palsu.

Ini nalar yang antagonistis dan kontradiktif, suatu hadis disebut sahih (dalam kitab hujjah atau argumen), namun tidak menutup kemungkinan palsu. Saya kira ini perlu klarifikasi dan verifikasi, apa maksud pujian dan apre siasi begitu banyak ula ma mutaqaddimin dan mutaakh hirin Syiah Itsna Asyariah, na mun kemudian dimentahkan lagi seperti ini? Ketiga, soal mencerca Ali di 70 ribu mimbar. Nalar umum tidak bisa menerima ini, bagaimana mung kin selama 80 tahun di 70 ribu mimbar, Ali dicerca di dalam masjid setiap shalat Jumat, sementara umat diam saja, seolah ha rus menunggu terpilihnya Umar bin ‘Abdul Aziz menjadi khalifah sekitar 100 tahun kemudian untuk meluruskannya?

Tidak masuk akal jika selama 80 tahun di 70 ribu masjid tidak ada pembela Ali dan Ahl al-Bayt? Sekali lagi, mungkin saja segelintir kaum Khawarij melakukan itu, dan juga pendukung Mua wiyah sebagai oposan mengecam Ali, tapi ini tidak pernah ada persetujuan dari ulama Sunni manapun. Bahkan, yang Ahlussunnah sekali-kali tidak bisa lepas dari sikap positif untuk menghormati dan memuliakan Ali dan Ahl al-Bayt tanpa ghuluw (pengultusan).

Sebagian kecil ada yang menyesali sikap Muawiyah walaupun Aqil bin Abi Thalib (adik kandung Ali) sendiri ternyata pro-Muawiyah dan tinggal di Syam bersamanya. Bahkan, Hasan bin Ali bin Abi Thalib menyetujui kompromi dengan Muawiyah sehingga masa itu dinamakan dengan Tahun Persatuan. Jika misalkan benar Muawiyah terusmenerus mencerca Ali, apa mungkin adik dan putra sulung Ali tinggal diam?

Perlu diketahui bahwa Muawiyah sendiri adalah ipar Rasulullah, adiknya bernama Ummu Habibah (dinikahi oleh Nabi). Selain itu, Muawiyah juga pernah jadi sekretaris Nabi SAW bersama deretan sahabat yang lain.

Keempat, sekali lagi saya menghormati ‘fatwa’ Ayatullah Ali Khamenei yang melarang pelaknatan kepada para pemuka saha bat dan istri-istri Nabi. Namun pertanyaannya, sejauh mana efektivitas ‘fatwa’ ini kepada umat Syiah, termasuk yang ada di Indonesia? Soalnya, kini kita hidup di era keterbukaan, setiap orang dengan mudah dapat mengakses internet, bagaimana ritual dan fakta sosial kaum Syiah, terlihat di YouTube (http://www.gensyiah.com) dalam shalat membaca doa kutukan terhadap Abubakar dan Umar serta kedua putrinya.

Ada tausiah memastikan Aisyah masuk neraka dan sedang makan bangkai (sebagaimana di khotbahkan ulama Syiah Yasir Al ha bib). Ia menganjurkan,    setiap orang Syiah meminta hajat ke pada Tuhan melalui pengu tukan terhadap Aisyah yang dijuluki Ummul Kafirin (Na’uzu bil lah). Karena itu, Habib Umar bin Hafidz Bin Syeh Abubakar (juru bicara Habaib dan ‘Ala wiyyin dari Hadramaut) mengatakan, mazhab yang gemar laknat-me laknat ini sebagai “mazhab Iblis”. (Lihat: YouTube: permusi!).

Ada lagi misalnya, buku Ali Oyene-e-Izadnemo, yang ditulis oleh Abbas Rais Kermani, kemudian diterjemahkan Bahasa Indonesia berjudul “Kecuali Ali“, menulis bahwa Imam Ali (mengambil alih wewenang Tuhan--Pen) nanti sebagai hakim yang mengadili manusia di hari Kiamat dan Ali adalah pemilik Telaga Kautsar dan pembagi surga dan neraka (halaman 42, sebagaimana dikutip Majalah Alkisah No 02/ 2012, halaman 28-33).

Menuju Damai

Untuk tujuan damai Islam Sunnah-Syiah disini, upaya pertama adalah harus menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap para pembesar sahabat, istri Nabi, Bukhari, dan ulama Sunni. Hindari tradisi diskusi dengan cara melepaskan teks dari konteksnya, `memutilasi' ayatayat Kitabullah dan hadis Nabi dengan kemasan `kajian ilmiah'.

Tanpa itu, insya Allah awal hubungan (muamalah) yang baik bisa disambung. Jika tidak, maka pembiaran ini akan menimbulkan malapetaka yang lebih besar: ketegangan yang tidak mustahil akan mengkristal dalam bentuk perlawanan umat yang berujung kebencian dan kekerasan. Dan, pasti ini akan dapat mengancam stabilitas keamanan serta ketahanan nasional. 


‘Bius Mematikan’ Haidar Bagir (Pemilik Penerbit MIZAN), Untuk Sunni!

Kalau saya menamakannya sebagai ‘bius mematikan’ maka ini adalah sekedar menggambarkan, bagaimana liciknya orang Syi’ah dalam melakukan taqiyyah (baca: dusta) dengan tujuan, meredam makin runcingnya seteru antara penganut Islam dan Syi’ah.

Bilamana anda sempat membaca tulisan Haidar Bagir, yang berjudul “Syiah dan Kerukunan Umat” (sila diklik) yang dimuat di koran Republika, maka seolah-olah, pembaca menjadi salah bila terlanjur memberikan label, Syi’ah suka akan kegaduhan dan keonaran terkait hubungannya dengan Sunni.

Dalam tulisan itu pun, seolah memberikan pesan kepada yang membaca: “Inilah Syi’ah di Indonesia, kami cinta damai, kami tak mengecam sahabat…” dan seterusnya. Intinya, ingin meyakinkan bahwa Syi’ah tidaklah seperti yang digembar-gemborkan selama ini. Bahwa tuduhan kepada Syi’ah itu, hanyalah dusta semata.

Dan demikian memang geliat Syi’ah yang bak bius mematikan itu ditebar. Jikalau suatu saat, anda sempat membaca artikel/tulisan yang dibuat oleh dedengkot Syi’ah di Indonesia aka Jalaludin Rahmat, maka anda akan menjumpai nuansa tulisan yang sama. Sejuk, tapi membunuh!

Dari tulisan Haidar Bagir, ada 3 (tiga) poin -setelah ia menanamkan opini ke pembaca, bahwa Syi’ah punya misi damai di Indonesia-, yang dituduhkannya kepada kaum ahlussunnah wal jamaah.

Dan tuduhan ini, bukan tuduhan yang ringan. Bahkan, tuduhan-tuduhan yang berat.

Pertama, Haidar Bagir menyamakan kalau Syi’ah dihujat karena menganggap Al Qur’an yang ada sekarang tidaklah selengkap Al Qur’an versi Syi’ah, ia pun balik menuduh, bahwa berdasarkan riwayat-riwayat hadits ahlussunnah, dinyatakan bahwa ada ayat-ayat yang memang hilang (karena dimakan dajin, yakni kambing atau ayam).

Tuduhan yang kedua, bahwa jika Syi’ah diklaim suka menghina para Sahabat Nabi -ridwanullah alaihim ajmain- maka tak ada bedanya, Ali bin Abi Thalib pun dicerca dan dimaki di mimbar-mimbar Jum’at, pada jaman kekuasaan bani Umayah.

Dan yang terakhir, dalam tulisan pendiri penerbit Mizan (yang terkenal) itu, juga mengklarifikasi, bahwa Syi’ah tak lagi mencela para Sahabat Nabi, serta ulama Syi’ah yang mencela Aisyah yakni Yasir Habib, telah diperingatkan oleh rahbar di Iran, untuk tidak melakukannya lagi. Maksudnya tentu ingin mengatakan bahwa jikalau ada orang Sunni yang mengungkit-ungkit bahwa Syi’ah suka mencela Sahabat, ini salah alamat. Karena Syi’ah sudah ‘tobat’ dari melakukan yang demikian.

Nah, benarkah bius nan mematikan dari Haidar Bagir ini dengan 3 poin yang disebarnya itu?

Untuk menjawabnya, ijinkan saya menukil penjelasan yang ditulis oleh ustadz Fahmi Salim yang dimuat di situs era muslim dengan judul: Distorsi Itikad Baik Merukunkan Umat, Bantahan Artikel Haidar Bagir (sila diklik).

Untuk tuduhan pertama dari Haidar Bagir, maka berikut penjelasannya:

Klaim Haidar Bagir, bahwa Syiah bersepakat dengan Sunni bahwa Al Qur’an mereka, sama dengan Al Qur’an Sunni, ini justru menyalahi apa yang tertulis dalam kitab-kitab ulama Syi’ah itu sendiri yang menyatakan bahwa Qur’an Syi’ah, lebih lengkap daripada mushaf Utsmaninya Sunni.

Kemudian, tentang hadits yang dibawakan oleh Haidar Bagir, ini pun sudah dibantah oleh para ulama.

Hadits itu munkar dan tidak sahih, meski diriwayatkan oleh Ibnu Majah, seperti diterangkan oleh para pakar hadis. Ada illatyang merusak sanadnya yaitu pada salah satu rawinya Muhammad ibn Ishaq, ia dinilai mudhtharib (kacau hadisnya) karena menyelisihi dan menyalahi riwayat para rawi lain yang lebih tsiqoh (terpercaya). Ibnu Majah sendiri ketika meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibn Ishaq menukil dua sanad yang berbeda dari dia. Sedangkan perawi lain yang lebih tsiqoh seperti Imam Malik dalam Al-Muwattha’ (vol.2/608) dari Abdullah ibn Abi Bakr dari ‘Amrah dari Aisyah, dan Imam Muslim (no.1452) dari Yahya ibn Sa’id dari ‘Amrah dari ‘Aisyah, keduanya dengan redaksi “Al-Qur’an telah turun dengan ayat susuan 10 kali agar jadi mahram lalu dinasakh kemudian turun lagi ayat susuan 5 kali susuan yang sudah pasti hukumnya dan ayat-ayat itu kami baca dahulu kala sebagai Qur’an”, dan tak ada kata-kata ‘pelecehan’ bahwa lembaran ayat itu dimakan Dajin (kambing atau ayam). Oleh sebab itulah Imam Az-Zaila’I menilai dalam takhrij hadis dan atsar bahwa, penambahan redaksi ayat rajam dan radha’ah yang ada di bawah kasur aisyah lalu dimakan kambing itu adalah rekayasa dan manipulasi perbuatan kaum mulhid (ateis) dan rafidhah (syiah).
Tentang tuduhan yang kedua, ini pun tak lepas dari lemahnya riwayat yang dipakai sebagai sandaran.
Perlu diketahui bahwa asal muasal berita yang mengatakan bahwa kebijakan Bani Umayyah mencela Imam Ali ibn Abi Thalib di mimbar-mimbar jumat dan baru dihilangkan itu oleh ‘Umar ibn Abdul Aziz, bersumber dari I
bnu Sa’ad dalam kitab Thabaqat, yang ia riwayatkan dari Ali ibn Muhammad al-Madaini dari gurunya Luth ibn Yahya. Berita semacam ini tidak benar dan sudah diteliti oleh Dr. Ali Muhammad Shallabi dalam bukunya Al-Khalifah Al-Rasyid Umar bin Abdul Aziz. Sebab hampir semua pakar dan imam hadis ahlisunnah menilai Ali Al-Madaini dan Luth ibn Yahya sebagai perawi yang tidak bisa dipercaya dan terbiasa meriwayatkan dari orang-orang yang lemah hafalannya dan tak dikenal (majhul). Selain tinjauan ilmu riwayat hadis, Shallabi juga menganalisis bahwa tidak benar pula fakta puluhan tahun Imam ‘Ali dikutuk Bani Umayyah, sementara kitab-kitab sejarah yang ditulis semasa dengan daulah Umayyah tidak pernah menceritakan adanya fakta sejarah itu. Kisah itu baru ditulis oleh para ahli sejarah mutakhir dalam kitab-kitab yang disusun pada era Bani Abbasiyah. Dengan motif politis untuk menjelek-jelekkan citra Bani Umayyah di tengah umat. Shallabi juga yakin bahwa kisah itu baru disusun dalam kitab Muruj al-Dzahab karya Al-Mas’udi (Syi’i) dan penulis syiah lainnya hingga kisah fiktif itu ikut tersusupi ke dalam kitab tarikh ahlisunnah yang ditulis belakangan seperti Ibnul Atsir dalam Al-Kamil fi Tarikh yang disebut Sdr. Haidar, namun tidak ada sandaran satupun riwayat yang sahih. (Shallabi: 107)

Dan yang terakhir, mengenai ‘tobatnya’ Syiah dari mencela Sahabat Nabi (termasuk istri-istri beliau, Aisyah dan Hafshah radiyallahu anhuma), maka ini harus dibuktikan dengan revisi buku-buku dan tulisan-tulisan dari kitab-kitab Syi’ah yang memang memuat tuduhan keji dari mulut-mulut mereka kepada Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wasallam, dengan tuduhan yang sangat menyakitkan.

Sedangkan dalam kenyataannya, meski sudah ditulis oleh Haidar Bagir bagaimana Syi’ah bertobat dari yang demikian, buku-buku ulama Syi’ah yang berisikan kecaman kepada para Sahabat, tak juga direvisi, dari yang demikian.

Inilah hakikat taqiyyah yang diajarkan oleh Syi’ah sebagai bagian dari ajaran agama mereka. Ibarat serigala berbulu domba, maka mereka mencoba mengesankan bahwa sang serigala, sudah 100% berubah menjadi domba.

Walhasil, para ulama rabbani dengan keilmuan yang mereka miliki, tak kan tertipu dengan usaha-usaha Syi’ah untuk mengkaburkan jati diri mereka sendiri, meski mereka berusaha menjilat-jilat paham Sunni, supaya bisa diakui menjadi madzab kelima, sebagaimana mereka inginkan.

Jika tak ada lagi kewaspadaan dari ummat akan bahaya Syi’ah, maka tiba-tiba saja, ketika jumlah mereka sudah signifikan, mereka akan lepaskan bulu-bulu domba yang selama ini mereka pakai, dan menjelma menjadi serigala yang ganas, yang segera memangsa domba-domba yang tertipu dengan kamuflase yang dilakukannya selama ini.

Wallahu a’lam


Kritik Syiah Sudah Proporsional ( Tanggapan untuk Haidar Bagir )
Mohammad Baharun
Ketua Komisi Hukum MUI Pusat Guru Besar Sosiologi Agama

SETIAP kasus mungkin ada hikmah di baliknya, termasuk kasus Sampang kiranya bisa membuka mata dan memberi peluanginteraksi positif untuk tujuan menjernihkan masalah.Rupanya berbagai pernyataan yangmerespons perkara Sampang cukup banyak dan beragam. Barangkali, ini merupakan indikasi besarnya perhatian umat terhadap persoalan agama. Kritik-kritik yang ditujukan dan ataupun respons yang ada selama ini saya kira sudah cukup proporsional, termasuk yang telah memberikan pernyataan dan opini dalam konteks ini adalah al-Akh Haidar Bagir yang menjawab artikel Insists ( Republika, 20 Januari 2012 ) tentang tawaran solusi damai. Saudara Bagir yang termasuk paling rajin menerbitkan buku-buku Syiah telah memaparkan “tiga kelemahan“ versi beliau – yang sesungguhnya dalam konteks ini perlu dilengkapi agar tidak menimbulkan asumsi yang keliru.

Pertama, soal generalisasi. Kajian tentang Syiah Itsna Asyariah ( Syiah 12 ) tidak
digeneralisasi sebab kepustakaannya paling banyak dan mudah didekati ketimbang
Syiah yang lain, seperti Ismailiyah, Kaisaniyah, dan Qurabiyah. Kitab-kitab rujukan
Syiah Itsna Asyariah atau Ja'fariah adalah kitab Empat ( al-Kutub al-Arba'ah, yaitu: AlKafi,Man La Yahdhuruhul Faqih, Tahdzib al-Ahkam, dan Al-Istibshar ), dan paling
otoritatif adalah Al-Kafi yang di dalamnya ada bab “Al-Hujjah“ berisi argumen pentingtentang pokok-pokok agama ( Ushul al-Dien ). Misalnya, teks Al-Kafi ketika menyebut kitabullah mengatakan bahwa “Al-Quran yangditurunkan Jibril kepada Nabi Muhammad itu 17 ribu ayat. ( Al-Kafi, I/634 ).“ Karenaitu, Abu Ja'far bersabda bahwa “Siapa yang mengaku mengumpulkan seluruh isi Al-2Quran sebagaimana diturunkan, maka ia pembohong. Tidak ada yang menghimpun danmenghafalnya seperti apa yang diturunkan oleh Allah kecuali Ali bin Abi Thalib danpara imam sesudahnya.“ ( Al-Kafi, I/228 ). Inilah yang tersurat di dalam teks hadis Syiah Itsna Asyariah.Karena itu, jika ada pendapat lain ( tersirat ) yang menerima Mushaf Usmansebagaimana disebutkan al-Akh Haidar, tentu antagonistis dengan realitas ini.Apalagi Usman pun tidak luput dari diskualifikasi mayoritas Syiah sehingga timbulpertanyaan, bagaimana mungkin mushafnya diterima, tetapi yang menghimpunnyadicerca. Sementara itu, perlu diketahui bahwa Al-Kafi yang disusun oleh Imam al-Kulayni ( wafat 329 H ) ini telah banyak mendapat puji-pujian dari para imam dan pembesar ulama Syiah sendiri. Misalkan, an-Nury yang yakin bahwa Al-Kafi sudah dikoreksi Imam Mahdi ( An-Nury malah mengarang kitab berjudul Fashl al-Khitab fi Itsbati Tahrifi Kitab Rabb al-Arbab, yang meyakinkan Al-Quran mengalami ‘tahrif besarbesaran’.Dan, ini sejalan dengan ulama ahli hadis Syiah lainnya, seperti al-Kufi, alA'yasyi,dan an-Nu'many). Di samping itu, an-Najashi menyebut al-Kulayni sebagai “orang paling tepercaya“( authaq al-Nas ), sedangkan Syekh al-Mufid menyebut karyanya sebagai “kitab palingagung“ dan al-Astabaradi mengatakan bahwa “belum ada sebuah kitab yang ditulisdalam Islam yang dapat menyamai Al-Kafi. Majalah Waris No 14/Th IV/MuharramSafar 1419 H, hlm 13 ( yang diterbitkan Kedubes Iran di Jakarta ) menyebut hadis-hadis al-Kulayni ini telah “diakui lawan dan kawan“.Berdasarkan sumber dari Syiah sendiri, ini bermula dari keyakinan yang berbedadengan mayoritas mengenai Al-Quran tersebut, bukan sekali-kali karena generalisasi,apalagi bermaksud untuk menukil pandangan yang ganjil ( syadz ) sebagaimanadikemukakan.

Kedua, pandangan yang mengambil contoh adanya khazanah yang mengatakan bahwa terdapat pernyataan Al-Quran tidak lengkap bukanlah pandangan Sunni. Rasanya mungkin saja ada riwayat yang menulis seperti itu, tetapi tidak mewakili pandanganjumhur (mayoritas ulama). Apalagi, kebiasaan segelintir penulis Syiah ada yang sukamenyamar ( dalam kemasan taqiyah ) sebagai Sunni sehingga khazanah ini digunakansebagai rujukan yang kemudian dengan lantang dikatakan “Hadza min Ahlis Sunnah....( Ini dari ahlusunah ) .
Perlu ada verifikasi ( tarjih ) atas data-data yang menyimpang itu secara serius, terutamadari para mufasir yang otoritatif agar kemudian tak ada dusta setelah itu.
Ketiga, soal Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang sering dikatakan 80 tahun atau ada yangmenyebutkan 70 tahun, bahkan 100 tahun dikecam di atas mimbar. Taruhlah riwayat inibenar ( hadis Nabi saja dipalsukan, apalagi riwayat sesudah beliau SAW wafat ).Tetapi, mengapa harus dikaitkan dengan ahlusunah? Bukankah sejak awal yangmengecam Ali bin Abi Thalib itu kaum Khawarij, bahkan sampai membunuhnya? Malah, sesudahnya pun mereka tetap saja mencerca Ali dan keluarganya. Jelas bahwaperbuatan buruk itu tidak pernah menjadi kesepakatan ahlusunah waljamaah ( aswaja ).Karakter aswaja tak pernah berubah dalam menghormati dan mengagungkan Ahl Bayt Rasulullah SAW, tetapi tentu saja tanpa ghuluw dan pengultusan.

Keempat, saya menghormati ‘fatwa’ Ayatullah Ali Khomenei yang melarang
penghinaan terhadap Sunni. Namun, apakah Khomeini tahu yang terjadi di lapangan; dimana para tamatan Qum yang pulang ke Tanah Air menjadi bagian yang tak terpisahkandari gerakan syiasisasi yang lantas menyebabkan Sunni cemas?
Juga, apakah sudah tahu masih terus berlangsungnya penistaan terhadap para pemukasahabat dan kedua istri Nabi SAW ( ‘Aisyah dan Hafshah ), pelecehan terhadap hadishadisBukhari dalam kemasan “kajian ilmiah sejarah“ sebagai pembenar?Selain itu, ada penguasaan masjid yang kemudian azan Maghribnya diundur sampaigelap malam. Ada pula pengambilalihan madrasah, kemudian diganti asasnya dariaswaja. Inilah hakikatnya yang menjadi pemicu ketegangan antara Sunni-Syiah selamaini yang perlu dipahami dengan penuh kearifan.
Menurut saya, ketegangan Sunni-Syiah ini harus segera dicari solusinya untuk tujuanIndonesia yang damai. Hemat saya, metode yang terbaik adalah kita mencari akarpermasalahannya terlebih dahulu sembari melakukan pencegahan.
Penulis setuju dengan pernyataan Prof DR Mahfud MD tatkala merspons kasus
Sampang: adili pelaku kekerasan, tetapi juga adili yang melakukan penistaan/penodaanagama
Sumber : Opini , Republika, Selasa, 24 Januari 2012 / 30 Shafar 1433 H



Haidar Bagir dan Tuduhan Tahrif Al Qur’an

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Dalam tulisan opini di Republika, edisi 27 Januari 2012, Dr. Haidar Bagir menulis artikel berjudul, “Sekali Lagi, Syiah dan Kerukunan Umat“. Artikel ini merupakan jawaban atas tanggapan yang diberikan oleh Fahmi Salim, MA dan Prof. Dr. Muhammad Baharun yang mengkritik tulisan Haidar Bagir di media yang sama, pada edisi-edisi sebelumnya.
Singkat kata, dalam tulisan tersebut, juga tulisan Haidar Bagir sebelumnya, si penulis menampilkan STRATEGI KOMUNIKASI yang unik sekali. Sebenarnya, bagi para pembaca risalah-risalah kaum Syiah, hal ini bukan sesuatu yang baru. Tetapi dalam tulisan Haidar Bagir nuansanya seperti seseorang yang -oleh pakar psikologi- kerap disebut split personality. Satu sisi Haidar Bagir menjelaskan, bahwa dalam kalangan Syiah banyak sisi-sisi kesamaan dengan akidah Ahlus Sunnah pada umumnya. Tetapi pada saat yang sama, Haidar Bagir juga melontarkan kritik khas Syiah terhadap akidah Ahlus Sunnah. Dalam hal ini yang sangat kita garis-bawahi adalah tuduhan seputar adanya TAHRIF Al Qur’an (perubahan teks  dari aslinya).
Untuk lebih jauh memahami jalannya polemik Fahmi Salim & Prof. Muhammad Baharun versus Haidar Bagir, silakan lihat silsilah polemiknya di tulisan berikut ini: Perang Opini Sunni-Syiah di Republika. Dalam silsilah itu bisa dilihat jawaban-jawaban yang dikemukakan Fahmi Salim maupun Prof. Muhammad Baharun. (Semoga bermanfaat untuk mencerdaskan Ummat! Amin).
Disini kita ingin menyinggung satu materi dari tulisan Haidar Bagir. Dalam artikel di atas, Haidar Bagir memberikan tambahan bukti tentang adanya perubahan-perubahan dalam Al Qur’an. Dia mengatakan:
Selain hadis tentang ayat Alquran dalam simpanan Siti Aisyah yang hilang itu, terdapat pula riwayat dalam Musnad Ahmad dan dinukil dalam Al-Itqan karya Imam Suyuthi bahwa Siti Aisyah mengatakan, “Pada masa Nabi, surah al-Ahzab dibaca sebanyak 200 ayat, tetapi ketika Usman menulis mushaf, ia tidak bisa mendapatkannya kecuali yang ada sekarang.“ Seperti kita ketahui bahwa surah al-Ahzab yang ada di mushaf sekarang ini adalah 73 ayat. Berarti menurut riwayat itu ada 127 ayat yang hilang dari surah ini. Sejalan dengan itu, Tafsir al Qurthubi menukilkan hadis dari Ubay bin Ka’b yang menyebut jumlah ayat dalam surah yang sama adalah 286. Rawi yang sama sebagaimana dinukil Al-Itqan menyebut bahwa jumlah surah Alquran adalah 116, bukan 114 yang kita miliki sekarang karena adanya dua surah yang hilang dan disebut-sebut bernama Al Hafd dan al-Khal’.
Dalam pernyataan ini disebutkan, bahwa AisyahRadhiyallahu ‘Anha dalam hadits Imam Ahmad mengatakan, bahwa mulanya Surat Al Ahzab itu dibaca 200 ayat. Namun kemudian hanya tersisa hanya 73 ayat saja (atau hilang sekitar 127 ayat). Dalam Tafsir Al Qurthubi (bukan menurut Al Qurthubi lho ya) Surat Al Ahzab semula berjumlah 286 ayat (sehingga kalau kini tinggal 73 ayat, berarti sudah hilang sebanyak 213 ayat). Dengan dasar-dasar ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwa Al Qur’an sudah mengalami Tahrif (distorsi, perubahan, pemalsuan, dan semisalnya).
Lalu bagaimana menjawab pendapat seperti di atas?
Mari kita memohon karunia ilmu dan petunjuk kepada Allah Al ‘Alim; lalu kita melindungi Kemurnian dan Kesucian Al Qur’an Al Karim, sekuat kemampuan; karena memang setiap insan diberi beban Syariat, sesuai kesanggupannya. Semoga Allah memberikan hidayah dan taufiq untuk menetapi jalan yang diridhai-Nya. Allahumma amin.
[1]. Adanya satu atau dua riwayat yang mengatakan ini dan itu, di luar pemahaman mainstream para ulama, tidak boleh langsung diterima begitu saja. Harus dilakukan tash-hih (penshahihan) dulu, apakah riwayat tersebut shahih atau tidak. Riwayat-riwayat yang mengatakan telah terjadi perubahan pada Al Qur’an, rata-rata tidak diterima. Karena alasannya: (a) Bertentangan dengan Surat Al Hijr ayat 9, bahwa Allah yang menurunkan Al Qur’an dan Dia pula yang menjaganya; (b) Bertentangan dengan riwayat-riwayat yang lebih kuat, bahwa Al Qur’an itu sempurna, tidak mengalami perubahan; (c) Bertentangan dengan Ijma’ kaum Muslimin sejak masa Rasulullah dan para Shahabat, sampai hari ini. Dengan alasan itu, maka dari sisi telaah Dirayah (substansi hadits), hadits-hadits yang menjelaskan adanya Tahrif itu tertolak. Dalam ilmu hadits, sebuah hadits yang bertentangan secara pasti dengan riwayat-riwayat yang lebih kuat, ia tertolak.
[2]. Dalam ilmu hadits disebutkan sifat Hadits Mutawatir. Ia adalah hadits yang paling kuat, karena diriwayatkan dari satu generasi ke generasi lain secara kolektif. Bukan sejenis hadits Ahad yang diriwayatkan oleh perawi personal. Orisinalitas Al Qur’an termasuk bagian dari warisan Islam yang diriwayatkan secara Mutawatir oleh para Shahabat, kemudian ke Tabi’in, ke Tabi’ut Tabi’in, dan seterusnya. Dalam hal ini berlaku sebuah kaidah penting: “Tidak mungkin manusia yang banyak, di zaman Shahabat, akan bersepakat untuk dusta bersama-sama menutupi adanya kenyataan bahwa Al Qur’an mengalami distorsi.”
[3]. Metode pewarisan Al Qur’an dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan cara sebagai berikut: Diajarkan secara talaqqi (pengajaran langsung) dari guru ke murid; ayat-ayat dihafal secara sempurna dan muraja’ah terus-menerus; penulisan Mushaf yang disaksikan oleh para Shahabat dan diteliti ulang oleh mereka; adanya periwayatan silsilah secara bersambung dalam bidang bacaan dan hafalan. Dengan metode demikian, sangat mustahil akan ada distorsi, karena sistemnya telah diproteksi secara ketat. Sampai saat ini, baik bacaan maupun hafalan Al Qur’an, ada silsilah sanad-nya sampai ke Rasulullah Shallallah ‘Alaihi Wasallam.
[4]. Kalau benar perkataan bahwa Surat Al Ahzab telah berubah (semula 200 ayat, lalu jadi 73 ayat), tentulah hal itu akan diketahui secara MUTAWATIR oleh para Shahabat. Tidak mungkin hanya Aisyah Radhiyallahu ‘Anha saja yang mengetahui. Sangat tidak mungkin hanya Aisyah yang tahu, sementara yang lain lalai. Kesimpulan seperti itu sama saja dengan mengatakan, bahwa: para Shahabat Nabi sepakat untuk berbohong secara berjamaah. Hal ini adalah tuduhan berbisa. Tuduhan semisal ini kalau muncul dari kalangan Syiah, tidak dianggap aneh. Sebab, salah satu “amal shalih” ajaran kekufuran mereka, adalah mencaci-maki para Shahabat dan menistakan kehormatan mereka. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.
[5]. Harus dipahami, bahwa Mushaf Utsmani bukanlah Mushaf yang pertama kali ditulis oleh para Shahabat. Mushaf yang pertama adalah Mushaf Induk yang ditulis oleh panitia yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘Anhu. Mushaf itu disusun atas usul Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu kepada Khalifah Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu, ketika dalam satu pertempuran ada sekitar 70 hafizh Al Qur’an wafat dalam peperangan. Kalau Mushaf tidak segera ditulis, khawatir nanti Ummat Islam akan kesulitan menjaga orisinalitas Al Qur’an. Dari motivasi penyusunan Mushaf ini saja sudah tampak, bahwa tujuannya adalah menjaga ORISINALITAS Al Qur’an. Dan para Shahabat di zaman Khalifah Abu Bakar sudah Ijma’ menerima keaslian Mushaf itu. Tidak ada penolakan sedikit pun di kalangan mereka. Sedangkan Mushaf Ustmani, yang ditulis di masa Khalifah Utsman Radhiyallahu ‘Anhu, hal itu sifatnya hanya PENGGANDAAN saja, bukan penulisan Mushaf sejak awal. Mushaf Induk dari zaman Khalifah Abu Bakar disalin empat, sehingga semuanya ada 5 Mushaf. Tujuan penggandaan ini adalah untuk menyatukan bacaan Al Qur’an kaum Muslimin, agar tidak terjadi pertikaian antar mereka karena soal perbedaan bacaan. Lihatlah, disana lagi-lagi ada upaya pemeliharaan orisinalitas Al Qur’an, dengan upaya mengeliminasi aneka perbedaan bacaan. Jadi, Mushaf Ustmani itu sifatnya hanya MENYALIN saja, bukan menuliskan Al Qur’an sejak awal.
[6]. Sebenarnya, upaya penjagaan orisinalitas Al Qur’an sudah dilakukan sejak zaman Nabi masih hidup. Dalam hadits shahih dijelaskan, bahwa setiap bulan Ramadhan tiba, Jibril ‘Alaihissalam selalu memeriksa bacaan Al Qur’an Nabi. Saat beliau menjelang wafat, pemeriksaan bacaan di bulan Ramadhan itu dilakukan 2 kali. Hal ini sudah menunjukkan, bahwa Malaikat Jibril pun sejak awal sudah ikut menjaga Al Qur’an dengan memeriksa bacaan Nabi sesuai bacaan asli yang beliau (Jibril) ajarkan kepada Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam.
[7]. Para Ahli Tafsir dari kalangan Ahlus Sunnah, mereka adalah orang-orang yang mumpuni seputar Al Qur’an, seperti At Thabari, Al Qurthubi, Al Baghawi, Ibnu Katsir, Al Alusy, Al Jalalain, Rasyid Ridha, Ahmad Syakir, Al Maraghi, As Sa’diy, Wahbah Az Zuhaily, dll. dari para ahli tafsir; mereka sepakat bahwa tidak ada Tahrif (distorsi) dalam Al Qur’an. Kalau ada pemikir Syiah, cendekiawan Syiah, atau ulama Syiah mengatakan adanya Tahrif, ya dimaklumi saja. Wong, mereka bukan Ahlus Sunnah. Kalangan Ahlus Sunnah tidak menjadikan ulama-ulama Syiah sebagai panutan. (Bahkan Quraish Shihab yang notabene banyak terpengaruh pemikiran Syiah itu, dalam Tafsir Al Mishbah hasil karyanya, dia tidak mengklaim ada distorsi dalam Al Qur’an).
Demikian, dapat dipahami bahwa bahwa dalam Al Qur’an tidak ada distorsi. Riwayat Aisyah Radhiyallahu ‘Anha yang mengatakan bahwa Surat Al Ahzab semula adalah 200 ayat; riwayat seperti ini tidak bisa diterima, karena bertentangan dengan pendapat Jumhur para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Pendapat Shahabat dalam masalah ini adalah IDENTIK dengan sikap penerimaan mereka terhadap Mushaf Induk (atau Mushaf Madinah) yang disusun oleh panitia yang dipimpin Zaid bin Tsabit Radhiyallahu Anhu di masa Khalifah Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu.
Semoga kajian sederhana ini bermanfaat. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.
Cimahi, 4 Februari 2012.
[Abahnya Aisyah, Fathimah, Khadijah].
18 Balasan ke Haidar Bagir dan Tuduhan Tahrif Al Qur’an
Daus mengatakan:
Assalamualaikum wr wb,
saya mau bertanya,

jd riwayat tsb DHAIF?
klw DHAIF, knp masih dimasukkan k dlm Kitabnya oleh Imam Ahmad?
jd era sahabat itu AL Quran terbagi 4, mmg Al Quran tebal sekali kah?
jk hanya sebatas bacaan, berarti bukan ayat yg berkurang atau bertambah, tp di hadist tsb ditulis “200 ayat”, apakah berarti Al Quran itu jaman Nabi tidak tertata seperti saat ini?
Mohon dijawab y mbak saya bingung nih, semoga Allah SWT merahmati kita semua, khususnya saya yg bingung kok di tulis dlm ayat tp dikatakan hanya sbg bacaan (argume no.5), klw bacaan berarti seharusnya bukan ayat yg bertambah atau berkurang tp tanda baca atau tulisan yg berubah….

Mbak, klw sahabat itu luar biasa hebat, kok bisa diperang Jamal saling berperang dgn alasan dari ulama kita adanya provokator, kok bisa sih mbak di provokasi, jk diadu domba utk saling MEMBUNUH pd perang JAMAL bisa terjadi, knp argumen ke-4 terkesan sahabat itu tidak lalai, tidak lupa dll, pdhal ketika perang JAMAL yg mereka hadapi sesama mereka, apakah saat itu mereka jg tidak lalai akan keutamaan masing2, tidak lalai akan AL Quran yg mengatakan orang beriman itu berkasih sayang dgn sesamanya?
wassalam
Nb. Pertanyaan saya di Hidayatullah, Era Muslim dll bukannya dijawab tp malah ID saya di blokir, jk demikian gmn orang gak akan menjd syiah, kok jd terkesan beragama itu doktrin, tidak boleh dikaji dan dikritisi, apa bedanya dgn agama2 lain yg doktrin jg…
abuhaitsam mengatakan:
Alhamdulillah Pak Haidar Bagir mengakui kesesatan Syi’ah.

Coba lihat di link ini…

abisyakir mengatakan:
@ Daus…
Assalamualaikum wr wb. Saya mau bertanya, jd riwayat tsb DHAIF? Kalau DHAIF, knp masih dimasukkan k dlm Kitabnya oleh Imam Ahmad?
Respons: Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh. Ya, riwayat yang bertentangan dengan riwayat2 lain yang lebih kuat bahkan riwayat mutawatir (kolektif) dianggap MARDUD (ditolak). Oh…hadits2 dalam Musnad Imam Ahmad tidak berisi hadits shahih semua. Disana juga ada riwayat2 dhaif. Bahkan untuk kitab Sunan, seperti Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasai, tidak otomatis bisa diterima sebagai hadits shahih semua. Para ulama hadits sering membuat catatan atas hadits2 di kitab2 itu.
Jd era sahabat itu AL Quran terbagi 4, memang Al Quran tebal sekali kah?
Respons: Bukan dibagi 4, tetapi 1 Mushaf Al Qur’an disalin 4 kali, sehingga hasilnya semua ada 5 Mushaf Al Qur’an. Masing2 Mushaf salinan itu dikirim ke negeri-negeri Muslim untuk menjadi panduan. Sedang Mushaf induk tetap berada di Madinah. Sampai saat ini Mushaf itu masih ada.
Jk hanya sebatas bacaan, berarti bukan ayat yg berkurang atau bertambah, tp di hadist tsb ditulis “200 ayat”, apakah berarti Al Quran itu jaman Nabi tidak tertata seperti saat ini? Mohon dijawab y mbak saya bingung nih, semoga Allah SWT merahmati kita semua, khususnya saya yg bingung kok di tulis dlm ayat tp dikatakan hanya sbg bacaan (argume no.5), klw bacaan berarti seharusnya bukan ayat yg bertambah atau berkurang tp tanda baca atau tulisan yg berubah….
Respons: Saya tidak tahu pasti, apakah jumlah ayat itu 73, tetapi dibaca dengan 200 kali waqaf (tanda berhenti)? Atau dalam tuduhan itu disebutkan, Surat Al Ahzab semula terdiri dari 200 ayat. Kalau ikut pemahaman Haidar Bagir, konteksnya yang kedua (jumlah ayat dianggap berkurang 127 ayat). Tapi yang jelas, pengurangan jumlah Surat Al Ahzab seperti yang dituduhkan itu, TIDAK BENAR sama sekali. Riwayat seperti itu tidak bisa dijadikan pegangan.
Mbak, klw sahabat itu luar biasa hebat, kok bisa diperang Jamal saling berperang dgn alasan dari ulama kita adanya provokator, kok bisa sih mbak di provokasi, jk diadu domba utk saling MEMBUNUH pd perang JAMAL bisa terjadi, knp argumen ke-4 terkesan sahabat itu tidak lalai, tidak lupa dll, pdhal ketika perang JAMAL yg mereka hadapi sesama mereka, apakah saat itu mereka jg tidak lalai akan keutamaan masing2, tidak lalai akan AL Quran yg mengatakan orang beriman itu berkasih sayang dgn sesamanya? wassalam.
Respons: Beda antara Ijma’ Shahabat dalam Kesatuan Al Qur’an, dengan pandangan politik mereka. Kesatuan Al Qur’an adalah ajaran Al Qur’an sendiri, sebagai bagian keimanan seorang Muslim. Siapa saja meragukan kesucian Al Qur’an, dia bisa kufur dari jalan Allah. Sedangkan soal ijtihad, di segala lapangan kehidupan, bersifat personalitas, sesuai kondisi setiap orang. Dalam Islam itu ada ajaran2 yang bersifat TSABIT (tetap) dan ada yang MUTAGHAIYIRAT (berubah sesuai kondisi). Kesucian Al Qur’an termasuk ajaran yang Tsabit, sedangkan perbedaan ijtihad, termasuk mutaghaiyirat.
AMW.
didi mengatakan:
Artikel yang menarik ……
Tapi … bukankah pada zaman sahabat tersebut … banyak sahabat yang menghafal Alquran ???

Pada akhir zaman ini saja banyak muslim yang hafal Alquran .
Jadi kalau memang terjadi distorsi pasti akan sampai kabar tersebut.

Jadi saya berpendapat kajian tersebut sangat riskan kalau dibaca oleh awam …..
[…] [c]. Haidar Bagir dan Tuduhan Tahrif Al Qur’an. […]
Daus mengatakan:
ass wr wb,
terima kasih jawabannya, tp klw msh berkenan sy mau kembali bertanya krn masih bingung,
Ya, riwayat yang bertentangan dengan riwayat2 lain yang lebih kuat bahkan riwayat mutawatir (kolektif) dianggap MARDUD (ditolak). Oh…hadits2 dalam Musnad Imam Ahmad tidak berisi hadits shahih semua. Disana juga ada riwayat2 dhaif. Bahkan untuk kitab Sunan, seperti Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasai, tidak otomatis bisa diterima sebagai hadits shahih semua. Para ulama hadits sering membuat catatan atas hadits2 di kitab2 itu.
Tanya :

bs dijelaskan ulama2 siapa yg menolak, dan knp pd tanggapan terakhir atas tulisan Haidar Bagir tdk disebutkan hadist2 DHAIF tsb (yg menanggapi 2 orang, Kholil Hasib MA dan Mohammad Baharun, pd artikel terkahir di Republika tdk ada satupun yg menyatakan Dhaif?)

Respons: Saya tidak tahu pasti, apakah jumlah ayat itu 73, tetapi dibaca dengan 200 kali waqaf (tanda berhenti)? Atau dalam tuduhan itu disebutkan, Surat Al Ahzab semula terdiri dari 200 ayat. Kalau ikut pemahaman Haidar Bagir, konteksnya yang kedua (jumlah ayat dianggap berkurang 127 ayat). Tapi yang jelas, pengurangan jumlah Surat Al Ahzab seperti yang dituduhkan itu, TIDAK BENAR sama sekali. Riwayat seperti itu tidak bisa dijadikan pegangan.
Tanya :

knp anda mengatakan tuduhan, sdngkan anda menulis sendiri “Saya tidak tahu pasti, apakah jumlah ayat itu 73, tetapi dibaca dengan 200 kali waqaf (tanda berhenti)”, apakah nabi tdk ,memberitahukan/mengajarkan ttg waqaf dan ayat2 Al Quran?
dan knp seorang istri Nabi menyatakan hal tsb, jk ternyata hanya waqaf?apakah “ayat” sama dgn “Waqaf”?klw mmg waqaf, knp tdk ayat2 yg panjang jg harusnya ada jg perbedaan(seperti ayat2 Makiyah yg panjang2)?

dan saya bingung, anda mengatakan tuduhan, pdhal di artikel pertama Haidar Bagir menulis, bahwa riwayat2 perubahan Al Quran “tak satu pun orang di kalangan kaum Sunni

yang menerima pandangan ini.”(Paragraf ke-11, Syiah dan Kerukunan Umat, Republika, 20 Januari 2012), dmn tuduhannya Haidar Bagir yg anda tulis?ingat itu tulisan d REPUBLIKA, jd dmn tuduhannya sdngkan faktanya mmg ada di kitab yg dijuluki Ash Shittah As Shahain (6 kitab SHAHIH-baca lagi tanggapan akhir akan tulisan Haidar Bagir pd Republika, Jumat, 3 Februari 2012, tdk ada yg menulis Dhaif riwayat2 yg ditulis Haidar Bagir)?

Bahkan baca kembali tulisan Mohammad Baharun-Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Guru Besar Sosiologi Agama tgl 3 Februari 2012, pd paragraf 8-9, “Saya tidak mengerti logika ini, bagaimana mungkin sebuah riwayat yang di sandarkan pada para imam mak sum (menurut versi Syiah) yang termuat di dalam Al-Kafi, dan banyak mendapat apresiasi dari para pemuka

ulama mereka, ke mudian sekaligus tiba-tiba dikatakan tak bebas dari hadis palsu.

Ini nalar yang antagonistis dan kontradiktif, suatu hadis disebut

sa hih (dalam kitab hujjah atau argumen), namun tidak menutup
kemungkinan palsu. Saya kira ini perlu klarifikasi dan verifikasi,
apa maksud pujian dan apresiasi begitu banyak ulama mutaqaddimin dan mutaakhhirin Syiah Itsna Asyariah, na mun kemudian dimentahkan lagi seperti ini?”

sedangkan kitab hadist yg tdpt ttg perubahan tahrif “dalam Musnad Imam Ahmad tidak berisi hadits shahih semua. Disana juga ada riwayat2 dhaif. Bahkan untuk kitab Sunan, seperti Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasai, tidak otomatis bisa diterima sebagai hadits shahih semua”, kitab2 yg anda katakan Dhaif itu bergelar Ash Shitah Ash Shahain, apakah itu gelar main2?
Respons: Beda antara Ijma’ Shahabat dalam Kesatuan Al Qur’an, dengan pandangan politik mereka. Kesatuan Al Qur’an adalah ajaran Al Qur’an sendiri, sebagai bagian keimanan seorang Muslim. Siapa saja meragukan kesucian Al Qur’an, dia bisa kufur dari jalan Allah. Sedangkan soal ijtihad, di segala lapangan kehidupan, bersifat personalitas, sesuai kondisi setiap orang. Dalam Islam itu ada ajaran2 yang bersifat TSABIT (tetap) dan ada yang MUTAGHAIYIRAT (berubah sesuai kondisi). Kesucian Al Qur’an termasuk ajaran yang Tsabit, sedangkan perbedaan ijtihad, termasuk mutaghaiyirat.
Tanya :

apakah tdk ada di Al Quran ttg penyelesaian perselisihan? mengantisipasi provokasi/adu domba(alasan yg selalu digunakan sbg penyebab perang Jamal)?
setahu saya Al Quran berbicara spy tdk diprovokasi,

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al Hujurat 6)
apakah para sahabat pd perang Jamal tsb mengabaikan ayat diatas (kemudian berijtihad) atau lupa?
Muhammad itu adalah utusan Allah. Orang-orang yang selalu bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” [Al-Fath : 29]
apa ayat ini jg diabaikan dan mendahulukan Ijtihad?ijtihad apa yg bs mengabaikan ayat2 Al Quran?kasih sayang seperti apa jk sudah terjadi perang dan saling membunuh?
Knp saya menghubungkan dghn Perang Jamal, ingat sekali lagi sejarah mencatat, TERBUNUH nya muslim oleh sesama muslim dmn di kedua belah pihak terdapat sahabat2/tokoh2 Utama dlm Islam, jk mereka lupa siapa yg mereka hadapi (atau lebih ekstrimnya, apakah mereka lupa ayat2 yg sy lampirkan diatas)hingga mereka saling menghunuskan pedang utk membunuh (dan mmg terjadi saling MEMBUNUH, tdk bs DINAFIKAN, tertulis dlm tinta sejarah), knp utk kekeliruan akan Al Quran diantara para pilar Islam ini tdk mungkin terjadi?
klw dlm permasalahan ayat Al Ahzab, jklw mmg terjadi kealpaan shg dikatakan terjadi perubahan (tahrif) apakah akibatnya dpt menandingi “kealpaan” para SAHABAT akan ayat2 yg saya kutip pd perang JAMAL yg menyebabkan TERBUNUH sesama umat ISLAM???
abisyakir mengatakan:
@ Daus…
Tanya: Bs dijelaskan ulama2 siapa yg menolak, dan knp pd tanggapan terakhir atas tulisan Haidar Bagir tdk disebutkan hadist2 DHAIF tsb (yg menanggapi 2 orang, Kholil Hasib MA dan Mohammad Baharun, pd artikel terkahir di Republika tdk ada satupun yg menyatakan Dhaif?).
Jawaban: Dalam tulisan Ust. Fahmi Salim, terkait riwayat dari Aisyah Ra bahwa lembaran “mushaf” dimakan kambing, beliau jelaskan itu riwayat dhaif. Coba cari di situs Ust. Fahmi Salim, khususnya soal jawaban atas tulisan Haidar Bagir ini. Hadits dianggap dhaif/maudhu’ salah satu alasannya, ketika ia bertentangan secara diametral dengan riwayat-riwayat yang lebih kuat. Riwayat yang sangat kuat disini ialah KESEPAKATAN PARA SHAHABAT terhadap isi Mushaf Al Qur’an yang dibukukan di masa Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu. Maka adanya riwayat2 aneh yang meragukan hal itu, otomatis ditolak. Tetapi kalau dari sisi riwayah (kajian sanad), mohon maaf saya belum mendapat informasi yang layak seputar riwayat “lembaran dimakan kambing” itu.
Tanya: Knp anda mengatakan tuduhan, sdngkan anda menulis sendiri “Saya tidak tahu pasti, apakah jumlah ayat itu 73, tetapi dibaca dengan 200 kali waqaf (tanda berhenti)”, apakah nabi tdk, memberitahukan/mengajarkan ttg waqaf dan ayat2 Al Quran? Dan knp seorang istri Nabi menyatakan hal tsb, jk ternyata hanya waqaf?apakah “ayat” sama dgn “Waqaf”?klw mmg waqaf, knp tdk ayat2 yg panjang jg harusnya ada jg perbedaan(seperti ayat2 Makiyah yg panjang2)? Dan saya bingung, anda mengatakan tuduhan, pdhal di artikel pertama Haidar Bagir menulis, bahwa riwayat2 perubahan Al Quran “tak satu pun orang di kalangan kaum Sunni yang menerima pandangan ini.”(Paragraf ke-11, Syiah dan Kerukunan Umat, Republika, 20 Januari 2012), dmn tuduhannya Haidar Bagir yg anda tulis? ingat itu tulisan d REPUBLIKA, jd dmn tuduhannya sdngkan faktanya mmg ada di kitab yg dijuluki Ash Shittah As Shahain (6 kitab SHAHIH-baca lagi tanggapan akhir akan tulisan Haidar Bagir pd Republika, Jumat, 3 Februari 2012, tdk ada yg menulis Dhaif riwayat2 yg ditulis Haidar Bagir)?
Jawaban: Maksudnya begini, jumlah ayat dalam Surat Al Ahzab jelas 73 ayat. Jadi tidak mungkin menjadi 200 ayat, sangat tidak mungkin. Kalau ada riwayat yang mengatakan itu, jelas ia riwayat yang mardud (tertolak). Jumlah ayat dalam Al Qur’an jelas qath’iyun, sebagaimana adanya Mushaf yang kita pegang saat ini. Hal tersebut telah dijaga kaum Muslimin sejak zaman Shahabat Ra sampai hari ini. Hingga di zaman ini kita mendengar ada istilah “hafalan Al Qur’an bersanad”. Hal ini membuktikan kuatnya orisinalitas Al Qur’an itu sendiri (termasuk Surat Al Ahzab). Jadi istilah “200 kali waqaf” itu hanyalah sebuah dugaan, seandainya riwayat itu tetap mau diterima. Bukan sebuah kepastian. Kepastiannya, ya jumlah ayat Surat Al Ahzab 73 ayat.
Iya kita tahu Haidar Bagir memang “tidak menuduh”. Dia membuat kalimat apologi “tak satu pun orang di kalangan kaum Sunni yang menerima pandangan ini”. Tetapi setelah kalimat itu selesai, barulah dia keluarkan keragu-raguan dirinya, dengan harapan bisa mempengaruhi orang-orang awam yang mudah diperdaya (nas’alullah al ‘afiyah). Jadi disini Haidar Bagir seperti “bermuka dua”. Dia ingin selamat dari hujatan ulama-ulama Sunni, tetapi di sisi lain diatetap ingin menebarkan keraguannya tentang otentisitas Al Qur’an. Ya, begitu deh…
Wah, sayang sekali saya belum mendapat kajian soal sanad dari hadits-hadits yang disampaikan Haidar Bagir itu. Tapi saya akan coba mencari dengan bertanya ke beberapa sumber soal studi riwayat hadits-hadits itu.
Sedangkan kitab hadist yg tdpt ttg perubahan tahrif “dalam Musnad Imam Ahmad tidak berisi hadits shahih semua. Disana juga ada riwayat2 dhaif. Bahkan untuk kitab Sunan, seperti Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasai, tidak otomatis bisa diterima sebagai hadits shahih semua”, kitab2 yg anda katakan Dhaif itu bergelar Ash Shitah Ash Shahain, apakah itu gelar main2?
Jawab: Wah, kayaknya jarang baca hasil-hasil studi hadits ya… Sudah jamak diketahui dalam kitab-kitab Sunan, seperti Sunan At Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Ibnu Majah, dll. tidak otomatis membuat semua hadits yang ada dalam kitab-kitab itu shahih. Maka tidak berlebihan jika ada ulama (seperti Al-Albani) yang tekun melahirkan karya tashih (penshahihan) atas kitab-kitab ini, misalnya dengan menulis kitab Silsilah As Shahihah, Shahih Jami’us Shaghir, Shahih Abu Dawud, Shahih Adabul Mufrad, Irwaul Ghalil, dan sebagainya. Jadi hadits-hadits dalam kitab ulama-ulama itu belum tentu shahih semua, kecuali yang disepakati oleh Bukhari-Muslim, atau dishahihkan oleh Imam Bukhari, atau dishahihkan oleh Imam Muslim. Nah, terhadap yang terakhir-terakhir itu mayoritas ulama sepakat akan keshahihannya.
Kitab-kitab itu kerap digelari “Kutubus Sittah” (maksudnya kitab hadits yang 6). Kalau gelar As Shahihain (dua kitab shahih) maksudnya kitabShahih Bukhari dan Shahih Muslim. Maka itu ia disebut As Shahihain (dua kitab shahih). Jadi bukan “As Sittah As Shahihain”. Itu sebutan yang keliru. As Sittah menunjukkan jumlah 6, sedangkan As Shahihain menunjukkan jumlah 2.
Tanya: Apakah tdk ada di Al Quran ttg penyelesaian perselisihan? mengantisipasi provokasi/adu domba(alasan yg selalu digunakan sbg penyebab perang Jamal)? Setahu saya Al Quran berbicara spy tdk diprovokasi. “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al Hujurat 6). Apakah para sahabat pd perang Jamal tsb mengabaikan ayat diatas (kemudian berijtihad) atau lupa?
Jawab: Salah satu kebiasaan buruk orang Syiah (atau yang terpengaruh Syiah)…mereka sok mengadili konsep-konsep pemahaman kaum Sunni. Seolah mereka ingin membuat aneka keraguan kepada ajaran-ajaran Sunnah. Di sisi lain, mereka TIDAK NGACA dengan dasar-dasar ideologi, keyakinan, dan pemikiran Syiah. Hingga disana, mereka punya keyakinan al bada’ (mereka ragu dengan Kematahuan Allah), juga al raj’ah (Ali dan imam-imam nanti akan reinkarnasi), juga taqiyah (menghalalkan kebohongan secara mutlak), dan seterusnya. Kok gak ngaca ya mereka… Ajaran agama mereka penuh sampah dan bau busuk; tapi berlaku “sok kritis” kepada ajaran-ajaran Ahlus Sunnah. Sangat memalukan memang.
Sejarah Khulafaur Rasyidin Radhiyallahu ‘Anhumadalah sejarah lengkap. Mereka mewakili sifat kepemimpinan dan periode sejarah yang berbeda-beda. Di zaman Nabi Saw, semua kebaikan itu ada di tangan Nabi. Tetapi setelah wafat, kebaikan-kebaikan itu terbagi-bagi kepada Khalifah beliau, sesuai sifat, tabiat, dan setting sejarahnya. Khalifah Abu Bakar Ra diuji dengan keraguan kaum Muslimin bahwa ada pemimpin setelah Nabi yang sanggup memimpin Ummat. Ternyata, Allah menolong Khalifah Abu Bakar untuk menghapus semua keraguan itu. “Kepemimpinan Islam harus terus dilanjutkan, meski Nabi sudah wafat.” Begitu spirit yang ditancapkan oleh Khalifah Abu Bakar Ra.
Di masa Khalifah Umar, kekuasaan Islam melebar begitu jauh. Jazirah Arab direbut, Mesir takluk, Syam takluk, Persia runtuh, bahkan dakwah Islam melebar sampai ke Asia Tengah. (Andaikan Khalifah Ali yang memimpin, belum tentu bisa melakukan perluasan-perluasan ini. Sebab, menghadapi Muawiyah saja beliau tidak menghasilkan solusi terbaik, apalagi untuk melakukan perluasan wilayah yang sangat luas?). Di zaman Khalifah Utsman Ra, kaum Muslimin banyak menikmati hasil-hasil perjuangan masa lalu. Kekayaan melimpah, kemakmuran datang dari berbagai sisi. Saat itu, sebagian pejabat mulai terbawa arus bermegah-megahan dengan harta-benda. Nah, inilah awal munculnya fitnah. Khalifah Utsman tidak bisa disalah, wong memang tabi’at beliau lembut, santun, toleran, bahkan sangat pemalu. Salah satu keunikan sifat kepemimpinan Islam, kita harus ridha dengan karakter sang pemimpin.
Di masa Khalifah Ali Ra benih-benih fitnah yang tumbuh di masa sebelumnya sudah berbuah, bercabang-cabang, merambat kemana-mana. Khalifah Ali yang dikenal tenang, ahli hikmah, kesatria, seolah telah disiapkan untuk zaman yang penuh fitnah dan huru-hara. Para ulama menyebut masa-masa itu dengan istilah Fitnatul Kubra (ujian besar). Dan beliau berhasil melalui masa-masa itu dengan missi menyelamatkan nilai KEADILAN, KEJUJURAN, dan KOMPROMI demi kebaikan kaum Muslimin semua. Sikap demikian sangat menonjol.
Lihatlah, betapa sangat lapang dada Khalifah Ali Ra ketika beliau menerima Tahkim, dan bersedia sementara waktu melepas jabatannya sebagai Amirul Mukminin, demi perdamaian kaum Muslimin… Lihatlah, betapa agungnya sifat insan yang satu ini. Berbeda dengan (kaum durjana Persia) Syiah Rafidhah, tidak ada sifat-sifat baik pada diri mereka, apalagi yang diklaim mengikuti jejak Ali Ra. Tidak ada sama sekali. Hati mereka selalu diliputi dendam kesumat, kemarahan, kebencian, muak, kutukan, makian, dsb. kepada Muawiyah, para Shahabat Ra, dan kaum Sunnah. Mana ada sifat durjana seperti itu pada diri Ali Al Murtadha Radhiyallahu ‘Anhu?
Jadi…adanya berbagai peristiwa sejarah di masa lalu, termasuk Perang Jamal, tidak bisa menjadi alasan untuk menjelek-jelekkan para Shahabat. Yang jelek itu kan orang-orang Persia kufur yang selalu mencaci-maki para Shahabat. Mereka doyan menodai kaum wanita (lewat mut’ah), tetapi berlagak ingin menyalahkan Bunda Aisyah dan para Shahabat lainnya. Para Shahabat selalu mulia, mereka diakui keadilannya. Hanya saja, orang-orang selain Shahabat (yang sudah menjadi Muslim) tidak dijamin mereka baik semua. Toh di zaman Nabi juga tidak sedikit ada orang munafik. Di sisi lain, para Shahabat memiliki ijtihad berbeda, sesuai pandangan mereka masing-masing. Dalam hal ini ketentuannya, kalau benar mendapat 2 pahala, kalau salah 1 pahala.
Muhammad itu adalah utusan Allah. Orang-orang yang selalu bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” [Al-Fath : 29]. apa ayat ini jg diabaikan dan mendahulukan Ijtihad?ijtihad apa yg bs mengabaikan ayat2 Al Quran?kasih sayang seperti apa jk sudah terjadi perang dan saling membunuh? Knp saya menghubungkan dghn Perang Jamal, ingat sekali lagi sejarah mencatat, TERBUNUH nya muslim oleh sesama muslim dmn di kedua belah pihak terdapat sahabat2/tokoh2 Utama dlm Islam, jk mereka lupa siapa yg mereka hadapi (atau lebih ekstrimnya, apakah mereka lupa ayat2 yg sy lampirkan diatas)hingga mereka saling menghunuskan pedang utk membunuh (dan mmg terjadi saling MEMBUNUH, tdk bs DINAFIKAN, tertulis dlm tinta sejarah), knp utk kekeliruan akan Al Quran diantara para pilar Islam ini tdk mungkin terjadi? klw dlm permasalahan ayat Al Ahzab, jklw mmg terjadi kealpaan shg dikatakan terjadi perubahan (tahrif) apakah akibatnya dpt menandingi “kealpaan” para SAHABAT akan ayat2 yg saya kutip pd perang JAMAL yg menyebabkan TERBUNUH sesama umat ISLAM???
Jawab: Hai bocah…para Shahabat itu selalu mulia. Allah telah ridha kepada mereka, dan mereka telah ridha kepada Allah. Tetapi buka mata hatimu, buka pandang dan nuranimu. Tahukah kamu, siapa saja yang hidup saat Perang Jamal itu? Apakah semuanya orang baik, shalih, dan sekualitas para Shahabat Nabi Saw semua? Wong mereka itu banyak muslim-muslim baru, banyak peradaban-peradaban “muallaf” yang baru bersentuhan dengan Islam, seperti peradaban Mesir, Persia, Syam, Jazirah Arab, dan lainnya.Jumlah para Shahabat Nabi semakin berkurang, sedangkan jumlah muslim-muslim baru semakin membengkak. Bagaimana soal perang Jamal, perang Shiffin dan lainnya akan dipikulkan ke pundak para Shahabat, wong jumlah mereka sangat kecil dibandingkan orang-orang Muslim yang baru?
Coba kamu lihat, Muawiyyah itu baru masuk Islam setelah Fathu Makkah. Nantinya Muawiyah menjadi Gubernur Syam. Nantinya beliau melakukan gerakan politik di zaman Khalifah Ali Ra. Kalau saya ditanya: “Apakah Muawiyah salah atau sedang ijtihad?” Saya akan jawab dengan TERANG-TERANGAN: Ya, Muawiyyah salah. Titik. Lho kok bisa? Apa alasannya? Kalau saya bilang Muawiyah benar, berarti Khalifah Ali yang salah. Apa bisa kita menerima alasan bahwa Khalifah Ali Ra salah dalam sikap politik beliau? Mungkin orang akan mengatakan, “Tapi kan Muawiyah berijtihad, jadi boleh dong?” Satu sisi, kalau ada 2 mujtahid, yang satu lebih alim, dan yang kedua lebih awam, mana yang akan kita pilih? Jelas ijtihad Khalifah Ali lebih benar. Di sisi lain, apa ada istilah ijtihad dengan resiko membangkang kepada pemimpin Islami yang sah? Apakah ajaran Ahlus Sunnah mengajarkan hal itu? Kalau ijtihad Muawiyah dibenarkan, berarti para pemberontak kepemimpinan Islami yang sah, nanti mereka akan berlindung di balik istilah ijtihad juga.
[Lalu ada yang bertanya, “Tapi kan Muawiyah itu Shahabat. Kita tidak boleh menjelek-jelekkan dirinya?” Jawabnya, siapa lagi yang menjelekkan beliau? Apa ada kata-kata yang menjelek-jelekkan kehormatan beliau Radhiyallahu ‘Anhu disini? Kita hanya mengatakan, sikap politik beliau salah. Titik. Apa tidak boleh menilai amal seseorang dengan timbangan Syariat Islam? Toh, pembanding kita adalah sikap politik Khalifah Ali, sosok Amirul Mukminin di zaman itu. Apakah karena posisi seseorang sebagai Sahabat Nabi, lalu dianggap sudah otomatis SELARAS dengan Syariat Islam? Ya, Syariat Islam lebih utama dari siapapun, sebab ia adalah Dustur Kehidupan Ummat, sampai akhir zaman].
Singkat kata, orang-orang Syiah (dan semisalnya) jangan terus mengisi hidup dengan mencari-cari celah kelemahan Ahlus Sunnah. Walhamdulillah, agama Tauhid dan Sunnah ini senantiasa dijaga oleh Allah Al Hafizh Jalla Sa’nuhu. Jangan sok bersikap “sangat kritis” sementara terhadap ajaran agama (Syiah) sendiri, mereka lupa kalau disana terdapat sangat banyak ajaran-ajaran keji yang mematikan akal dan hati nurani. Itu tuh beresin dulu soal ajaran-ajaran keji itu, baru kalau beres silakan mengkritik Ahlus Sunnah (jika mampu).
Demikian, semoga bermanfaat. Walhamdulillah Rabbil ‘alamiin.
AMW.
Daus mengatakan:
“Wah, sayang sekali saya belum mendapat kajian soal sanad dari hadits-hadits yang disampaikan Haidar Bagir itu. Tapi saya akan coba mencari dengan bertanya ke beberapa sumber soal studi riwayat hadits-hadits itu. ”
oke, jd kesimpulannya, anda sendiri gak jelas pengetahuannay tp dgn kedangkalan kemampuan anda mencoba membuat analisa dgn mengatakan “tuduhan”, apakah namanya itu?
hahahaha…

hy orang tua umurnya, tp sepertinya muda akalnya…

jd krn shabat apapun dpt mereka perbuat, termasuk MEMBUNUH…MEMBUNUH…MEMBUNUH… (perang Jamal dan Shiffin), Islam anda ternyata berkembang dgn darah (seperti ungkapan orang Barat), bangsa2 yg ditaklukan tersebut dgn peperangan kan mereka takluk bukan dgn dakwah damai?

itukah yg diajarkan Nabi dlm riwayat kalian?
berperang demi penyebaran agama, apa bedanya dgn agama Nasrani era Kolonialisme????

ALHAMDULILLAH, saya mengenal syiah, jd saya tahu masih ada TUHAN YANG MAHA ADIL, Tuhan yg memuliakan hambanya krn ujian, cobaan dan rintangan yg diberikan Nya, bukan krn kedekatan hubungan kekerabatan atau perkawanan kemudian menjd mulia, wlw MEMBUNUH…SALING MEMBUNUH…SALING MEMBUNUH…
Agama yg menakutkan, saling membunuh merupakan ijtihad, pantas mudah diadu domba hingga skrng, krn idolanya aja begitu mudahnya shg melupakan Al Quran utk saling MEMBUNUH…MEMBUNUH…MEMBUNUH….!!!!
Terima kasih ya Allah, kau jauhkan hamba mu ini dari ajaran kejam, sadis dan menakutkan itu, krn ijtihad diperbolehkan MEMBUNUH dan menurut Tuhan mereka akan dapat SURGA, entah TUHAN seperti apa yg mereka sembah….
abisyakir mengatakan:
@ Daus…
Oke, jd kesimpulannya, anda sendiri gak jelas pengetahuannay tp dgn kedangkalan kemampuan anda mencoba membuat analisa dgn mengatakan “tuduhan”, apakah namanya itu? hahahaha… hy orang tua umurnya, tp sepertinya muda akalnya…
Jawab: Makanya Pak, belajar dulu yang baik. Khususnya belajar hadits. Untuk menilai hadits shahih atau tidak, bisa dilihat dari sisi Substansi (matan) dan Silsilah Perawi (isnad). Bisa dipakai kedua-duanya, bisa juga salah satunya. Untuk melakukan studi sanad, perlu keahlian khusus. Tidak semua orang bisa. Tapi studi matan, dapat dilakukan dengan membandingkan substansi satu riwayat dengan riwayat2 lain yang sudah masyhur. Soal pembukuan Al Qur’an itu mutawatir (disaksikan oleh ribuan manusia) di zaman Khalifah Abu Bakar Ra. Riwayat2 yang Bpk persoalkan itu tidak sebanding dengan realitas kemutawatiran pembukuan Al Qur’an (yang intinya susunan Al Qur’an seperti selama ini adalah ORISINIL). Jangan keburu emosi dulu kalau tidak tahu…
Jd krn shabat apapun dpt mereka perbuat, termasuk MEMBUNUH…MEMBUNUH…MEMBUNUH… (perang Jamal dan Shiffin), Islam anda ternyata berkembang dgn darah (seperti ungkapan orang Barat), bangsa2 yg ditaklukan tersebut dgn peperangan kan mereka takluk bukan dgn dakwah damai? itukah yg diajarkan Nabi dlm riwayat kalian? berperang demi penyebaran agama, apa bedanya dgn agama Nasrani era Kolonialisme????
Jawab: Saya kan sudah bilang, di zaman Perang Jamal, saat Khalifah Ali Ra memimpin, jumlah para Shahabat sudah banyak berkurang. Yang terbanyak itu justru muslim-muslim muallaf yang baru masuk Islam. Kalau para Shahabat dominan, mereka akan mencegah semua perpecahan itu. Tapi karena jumlahnya sudah sedikit, sehingga tak kuasa menghadapi jumlah muslim baru yang sangat besar; suara mereka jadi tidakdominan.Jadi jangan salahkah Shahabat Ra, tetapi salahkan muslim2 baru yang emosinya tinggi, yang hantam kromo saja itu.
ALHAMDULILLAH, saya mengenal syiah, jd saya tahu masih ada TUHAN YANG MAHA ADIL, Tuhan yg memuliakan hambanya krn ujian, cobaan dan rintangan yg diberikan Nya, bukan krn kedekatan hubungan kekerabatan atau perkawanan kemudian menjd mulia, wlw MEMBUNUH…SALING MEMBUNUH…SALING MEMBUNUH… Agama yg menakutkan, saling membunuh merupakan ijtihad, pantas mudah diadu domba hingga skrng, krn idolanya aja begitu mudahnya shg melupakan Al Quran utk saling MEMBUNUH…MEMBUNUH…MEMBUNUH….!!!!
Jawab: Omong kosong… Syiah kok dibilang agama kasih sayang, agama tanpa membunuh, agama kemanusiaan… Semua ini omong kosong. Jahatnya Syiah di Iran, Irak, Libanon, Suriah, Mesir, Pakistan, Afghanistan, sudah dikenal. Bocah saja yang tidak tahu semua itu. Coba belajar agak baik, biar terbuka wawasan (dengan izin Allah).
Terima kasih ya Allah, kau jauhkan hamba mu ini dari ajaran kejam, sadis dan menakutkan itu, krn ijtihad diperbolehkan MEMBUNUH dan menurut Tuhan mereka akan dapat SURGA, entah TUHAN seperti apa yg mereka sembah….
Jawab: Anda ini tukang ngibul… Dalam Islam berperang itu karena membela diri; karena membela kehormatan; karena menegakkan keadilan; karena ingin menyebarkan hidayah. Tujuannya mulia. Adapun Syiah justru mengajarkan kebohongan, dusta, kawin kontrak, menzhalimi Ahlus Sunnah, menyembah Ali, dan seterusnya. Masak yang begitu disebut agama yang benar?
AMW.
Daus mengatakan:
Abisyakir :

Makanya Pak, belajar dulu yang baik. Khususnya belajar hadits. Untuk menilai hadits shahih atau tidak, bisa dilihat dari sisi Substansi (matan) dan Silsilah Perawi (isnad). Bisa dipakai kedua-duanya, bisa juga salah satunya. Untuk melakukan studi sanad, perlu keahlian khusus. Tidak semua orang bisa. Tapi studi matan, dapat dilakukan dengan membandingkan substansi satu riwayat dengan riwayat2 lain yang sudah masyhur. Soal pembukuan Al Qur’an itu mutawatir (disaksikan oleh ribuan manusia) di zaman Khalifah Abu Bakar Ra. Riwayat2 yang Bpk persoalkan itu tidak sebanding dengan realitas kemutawatiran pembukuan Al Qur’an (yang intinya susunan Al Qur’an seperti selama ini adalah ORISINIL). Jangan keburu emosi dulu kalau tidak tahu…

Response :

Oke lah, klw mmg begitu dlm jawaban terakhir atas artikel Haidar Bagir oleh Mohammad Baharun- Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Guru Besar Sosiologi Agama (Guru Besar loh) Agama dan Kholili Hasib MA (Republika, Jumat 3 Februari 2012) tdk menyatakan seperti yg anda tulis di web anda, bahwa hadist2 tsb DHAIF, pdhal mereka lebih perpendidikan sepertinya drpd anda (atau dugaan saya salah???)pd opini tsb sekali lg saya tulis gelar dari Mohammad Baharun GURU BESAR dan anda tulis di web anda dgn embel2 “Prof”!!!

Dan mereka mengakui (wlw anda yg tdk jelas pengetahuannya lebih atau tidak dibanding 2 orang tsb MENOLAKNYA) bahwa hadist tsb ADA, dan mmg ttg perubahan Al Quran (Paragraf ke 5 dst, “Beda ‘Rukun’, Tapi Bisa Rukun”, dan “Ukhuwah dan keterbukaan”paragraf ke-6, Republika, 3 Februari 2012,)
Bahkan dinukil dr kitab Shahih Bukhari bab “Syahadah” (“Ukhuwah dan keterbukaan”paragraf ke-5, Republika, 3 Februari 2012,),

silahkan koreksi kutipan saya inittg perubahan Al Quran pd kitab Bukhari Bab Syahadah (wajib pk SHAHIH Bukhari gak??)“Umar ibn Khaththab berkata: “Bila bukan karena orang akan mengatakan bahwa Umar menambah (ayat) ke dalam Kitab Allah, akan kutulis ayat rajam dengan tanganku sendiri.”

Knp anda tidak mengritik kedua ustadz anda tsb dahulu, dan katakan seperti yg anda tulis, tp mereka mengakui wlw berputar dlm penjelasan ttg masalah nasikh dan mansuk, spy membingungkan umat y, hehehehe…
Abisyakir :

Saya kan sudah bilang, di zaman Perang Jamal, saat Khalifah Ali Ra memimpin, jumlah para Shahabat sudah banyak berkurang. Yang terbanyak itu justru muslim-muslim muallaf yang baru masuk Islam. Kalau para Shahabat dominan, mereka akan mencegah semua perpecahan itu. Tapi karena jumlahnya sudah sedikit, sehingga tak kuasa menghadapi jumlah muslim baru yang sangat besar; suara mereka jadi tidakdominan.Jadi jangan salahkah Shahabat Ra, tetapi salahkan muslim2 baru yang emosinya tinggi, yang hantam kromo saja itu.

Response :

Generasi setelah sahabat namanya Tabiin, bukankah ini generasi terbaik setelah sahabat?
Bisa sebutkan contoh pencegahan yg dilakukan sahabat yg masih hidup saat itu bahkan sahabat yg ikut serta dlm perang tsb?
Sepertinya cocok dgn ayat dibawah ini :

“MEMBUNUH sesamamu dan mengusir segolongan dari kamu dari kampung halamannya. Kamu saling membantu dalam kejahatan dan permusuhan.”

(Al Baqarah : 85)

Para sahabat ktk jaman Imam Ali adalah tokoh2 bahkan pemimpin umat, jd mereka bisa digoyahkan krn minoritas?kmn keyakinan mereka, kok ikut arus aja?keyakinan macam apa ini yg ikut arus?bahkan rela harus menghunuskan pedang kpd sesama MUSLIM, bukankah itu namanya membunuh?tp yg lucu adalah, salah satu generasi terbaik (Tabiin yg sering digandengkan dgn shalawat), ternayata “salahkan muslim2 baru yang emosinya tinggi, yang hantam kromo saja itu”, gmn generasi anda???
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. An Nisa : 93)
Pantas anda hanya ikut arus mayoritas juga y… :D
Kami punya Al Hussein dan 72 Sahabat nya, mereka ttp teguh wlw sedikit dan banyak orang yg memperingatkan ktk mereka berkeinginan pergi k Karbala, jauh kan bedanya idola anda dgn saya, pantas idola anda bisa kalah dlm perang Khaibar (ingat kisah perang Khaibar, mundur kan tim pertama dan kedua, baru ketika tim ketiga dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib, belum lg saat perang Uhud, Nabi aja diabaikan hingga nyaris terb – ini unuh, seperti itu tokoh2 idola anda?apa anda mau berkata saya memfitnah, pdhal hal tsb tercantum MUTAWATIR dlm kisah2 sejarah anda!!!)
Omong kosong… Syiah kok dibilang agama kasih sayang, agama tanpa membunuh, agama kemanusiaan… Semua ini omong kosong. Jahatnya Syiah di Iran, Irak, Libanon, Suriah, Mesir, Pakistan, Afghanistan, sudah dikenal. Bocah saja yang tidak tahu semua itu. Coba belajar agak baik, biar terbuka wawasan (dengan izin Allah).
Response :

Itu saya tahu, mmg ajaran anda itu utk bocah, Alhamdulillah saya tdk bocah lg, yg hanya didongengkan kemudian tertidur dan beranggapan mimpi atas dongeng2 tsb benar…

Klw saya mau realita, ini saya kasih data (bukan dongeng seperti umumnya khotbah jumat anda yg bikin ngantuk…
ini baru bbrp hari yg lalu…
itu sdkt cuplikan dr media yg kdg suka menyudutkan Syiah dlm kolom khasanah nya, bbrp bulan lalu (tdk jauh dr kejadian Sampang) kan media Republika membahas ttg Syiah, dan kesesatannya, dmn ada pendiri NU yg jg dikutip menyesatkan Syiah, jd ini bukan dari media Syiah, klw anda bisa tunjukkan dari media yg min sdkt objektif lah (klw dr media syiah saya yakin anda tdk bisa :D), jgn seperti Baharun berargumen dgn media “Gen Syiah” yg gak jelas (mknya teman2 saya yg sunni diam seribu bahasa melihat argumen “Prof” Baharun hahahahaha…)
Abisyakir :

Anda ini tukang ngibul… Dalam Islam berperang itu karena membela diri; karena membela kehormatan; karena menegakkan keadilan; karena ingin menyebarkan hidayah. Tujuannya mulia. Adapun Syiah justru mengajarkan kebohongan, dusta, kawin kontrak, menzhalimi Ahlus Sunnah, menyembah Ali, dan seterusnya. Masak yang begitu disebut agama yang benar?

Response :

Klw gitu jelaskan kpd saya, alasan apa dlm perang JAMAL???
Jk alasan Kehormatan, apakah Ali ada menghinakan/merusak kehormatan orang?
Keadilan?apakah Ali menzalimi lawannya ktk memimpin?
Hidayah?apakah Ali sudah tersesat?
Tujuan Mulia apa yg ditunjukkan para pemberontak dari Madinah kpd pemimpin mereka?
Apakah perang Jamal tsb sebuah kedustaan shg anda mengatakan saya “tukang ngibul”, sebutkan dalilnya alasan pemberontak tsb berperang (perang yg menunjukkan sikap PEMBUNUH… MEMBUNUH… MEMBUNUH…)

Lihat kedustaan anda, “menyembah Ali” pdhal sudah tdk ada lg yg berani memfitnah hal tsb, tp anda lakukan.

Kebohongan, dusta, apakah yg saya tulis tidak ada semua di kitab anda(khususnya PEMBUNUHAN sesama SAHABAT dan Muslimin krn SAHABAT di Perang JAMAL)?
jk ada, logika macam apa yg mengatakan saya berbohong?

kawin kontrak, apakah anda mau menafikan hal tsb ada?

ulama kalian hanya mengatakan pernah dilakukan kemudian dihapus, tidak seperti anda yg ingin menafikan hal tsb
pernah dilakukan, dan yg melakukan pertama x adalah IDOLA2 anda

Abdullah berkata: “sewaktu kita berperang bersama Rasulullah sedang kita tidak membawa apa-apa, lantas kita bertanya kepada beliau: bolehkah kita lakukan pengebirian? Lantas beliau melarang kita untuk melakukannya kemudian beliau memberi izin kita untuk menikahi wanita dengan mahar baju untuk jangka waktu tertentu. Saat itu beliau membacakan kepada kami ayat yang berbunyi: “wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian dan janganlah kalian melampaui batas…”(Qs Al-Ma’idah:87)

al-Bukhari dalam kitab shahihnya (Jil:7 hal:4 kitab nikah bab:8 hadis ke:3)

“dan (diharamkan atas kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki, (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapanNya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina, maka (istri-istri) yang telah kamu nikmati (campuri) diantara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya sebagai (dengan sempurna) sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”(Qs; An-Nisaa’:24)

1. Imam Ahmad bin Hambal dalam “Musnad Ahmad” jilid:4 hal:436.
2. Fakhruddin ar-Razi dalam “Mafatih al-Ghaib” jil:3 hal:267.
3. Zamakhsari dalam “Tafsir al-Kassyaf” jil:1 hal:360

Saya pk data, mana argumentasi anda??

Jd yg memakai data/dalil dinilai “PENDUSTA” sedangkan yg tidak jelas data/dalilnya “BENAR”, pernyataan anda ini lebih layak jd LELUCON (cocok dgn gelar2 ulama anda LC=LeluCon)

Ajaran anda mmg cocok utk anak kecil(bocah) seperti yg anda tulis, keyakinan penuh dgn dongeng dan doktrin, tdk cocok buat yg berakal.
Idola kok pengecut, ikut arus doank…

Idola tuh min kyk Salman al Farisi, mencari dari negeri yg jauh
Ammar bin Yasir, orang yg Rasul perintahkan Taqiyah krn Keluarganya syahid ktk msh d Mekkah
Abu Dzar (semoga Allah merahmatinya setinggi-tingginya dan memberi balasan yg setimpal kpd yg mengusirnya dr Madinah, dan membuat beliau wafat dlm kesendirian), gak takut arus, ttp menyuarakan kebenaran apapun yg dialami…

Pantas, Afganistan ktk Rezim Taliban, perang saudara terus, skrng Palestina berselisih hingga saling MEMBUNUH sesama (Hamas vs Fattah), contoh yg ditirunya mudah diprovokasi dan lebih mendahulukan IJTIHAD dibanding Al Quran…
Jd Wawasan siapa yg harusnya berkembang y, anda yg didoktrin terus atau saya yg bisa berargumen dgn data???
Menariknya melihat jawaban anda, jd bisa tertawa lepas, pantas ktk jd Syiah wlw pengen balik k agama Bocah biar bs ikut mayoritas sulit, krn hati berkata, KEBENARAN ada UJIAN dan COBAANNYA.

Agama bocah yg tanpa ujian dan cobaan, kyk lagu Slank, di dunia mudah di akhirat surga, hal yg bertentangan dgn Al Quran

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

(Al-Ankabuut : 2-3)

Hal yg tdk ada pd IDOLA2 anda (Ujian, cobaan dan pengorbanan), khususnya para Syaikhan pelaku KUDETA

Al Quran anda dimakan kambing sih y, jgn2 ayat ini jg dimakan onta hahahaha, shg buta mata anda melihat realita!!!

Dan inilah ayat utk menghadapi kelompok kalian para Pemfitnah sesungguhnya
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”

(Ali Imraan : 200)

Daus mengatakan:
wah, udah mulai seperti web2 dan media kelompok se DOKTRIN dgn anda y???

kok kmrn di moderasi dan dijawab dgn cepat, knp skrng tidak dimoderasi???

nambahin berita nih…
itu negara2 IDOLA anda kan wahai kelompok TAKFIRI… :D
Pantas aja yg sudah mengenal secara lagsung syiah dan kemudian belajar akhirnya menjd Syiah dan sulit kembali (pdhal gak ada tekanan dr syiah yg ada dari lingkungan yg minim informasi), krn argumentasi agama waktu kecilnya PAYAH!!!
hanya penuh dongeng2 yg gak beda dgn Superhero buatan Barat…hahahahaha…
jd ini website yg mengaku menjunjung tinggi DISKUSI???

HAHAHAHAHA….

abisyakir mengatakan:
@ Daus…
Semoga Allah Al Hadi mengembalikanmu kepada Islam, atau mencegahmu menyesatkan kaum Muslimin satu pun yang lain, dan Allah Al Halim pasti akan menyempurnakan hak-hakmu sebagai manusia di dunia ini, sebelum datang hari Akhirat yang abadi dimana disana manusia tidak mengenal kata “akhir kehidupan”. Semua perbuatan mencela para isteri Nabi, Shahabat-shahabat Nabi, serta memfitnah Ahlul Bait, menzhalimi kaum Muslimin…semua itu akan dihadapi dengan perhitungan yang sangat teliti, di sisi Rabbuna Allah Jalla Wa ‘Ala.
Oke lah, klw mmg begitu dlm jawaban terakhir atas artikel Haidar Bagir oleh Mohammad Baharun- Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Guru Besar Sosiologi Agama (Guru Besar loh) Agama dan Kholili Hasib MA (Republika, Jumat 3 Februari 2012) tdk menyatakan seperti yg anda tulis di web anda, bahwa hadist2 tsb DHAIF, pdhal mereka lebih perpendidikan sepertinya drpd anda (atau dugaan saya salah???)pd opini tsb sekali lg saya tulis gelar dari Mohammad Baharun GURU BESAR dan anda tulis di web anda dgn embel2 “Prof”!!! Dan mereka mengakui (wlw anda yg tdk jelas pengetahuannya lebih atau tidak dibanding 2 orang tsb MENOLAKNYA) bahwa hadist tsb ADA, dan mmg ttg perubahan Al Quran (Paragraf ke 5 dst, “Beda ‘Rukun’, Tapi Bisa Rukun”, dan “Ukhuwah dan keterbukaan”paragraf ke-6, Republika, 3 Februari 2012,)
Bahkan dinukil dr kitab Shahih Bukhari bab “Syahadah” (“Ukhuwah dan keterbukaan”paragraf ke-5, Republika, 3 Februari 2012,). Silahkan koreksi kutipan saya ini ttg perubahan Al Quran pd kitab Bukhari Bab Syahadah (wajib pk SHAHIH Bukhari gak??)“Umar ibn Khaththab berkata: “Bila bukan karena orang akan mengatakan bahwa Umar menambah (ayat) ke dalam Kitab Allah, akan kutulis ayat rajam dengan tanganku sendiri.” Knp anda tidak mengritik kedua ustadz anda tsb dahulu, dan katakan seperti yg anda tulis, tp mereka mengakui wlw berputar dlm penjelasan ttg masalah nasikh dan mansuk, spy membingungkan umat y, hehehehe…
Jawab: Kan penilaian setiap orang berbeda. Dalam bantahan ustadz-ustadz itu rata-rata tidak diberikan jawaban yang jelas seputar periwayatan hadits-nya. Tapi kalau Anda cermat, mereka sudah memberikan jawaban yang diminta, hanya Anda saja yang tidak merasa. Jawabannya adalah, hadits-hadits itu kalau dianggap shahih, andai dianggap shahih, ia berkaitan dengan hal NASHIH-MANSHUKH (penghapusan teks ayat atau didatangkan ayat penggantinya). Hal ini sangat terkenal dalam studi Ulumul Qur’an. Jadi, hadits-hadits tadi (jika shahih) bisa dimaknai: “Pada mulanya ada ayat-ayat yang demikian demikian, tetapi di akhir hayat Nabi ayat-ayat itu sudah dihapuskan, sesuai petunjuk Allah Ta’ala melalui Jibril As, sehingga ia tidak eksis lagi sebagai bagian teks Al Qur’an.” Tetapi substansi hukumnya ada yang masih dipelihara, misalnya tentang hukum rajam.
Soal studi riwayat hadits itu…sebentar lagi saya berikan jawabannya, tetapi dalam bahasa Arab. Mohon dikaji sendiri.
Generasi setelah sahabat namanya Tabiin, bukankah ini generasi terbaik setelah sahabat? Bisa sebutkan contoh pencegahan yg dilakukan sahabat yg masih hidup saat itu bahkan sahabat yg ikut serta dlm perang tsb? Sepertinya cocok dgn ayat dibawah ini: “MEMBUNUH sesamamu dan mengusir segolongan dari kamu dari kampung halamannya. Kamu saling membantu dalam kejahatan dan permusuhan.” (Al Baqarah : 85)
Para sahabat ktk jaman Imam Ali adalah tokoh2 bahkan pemimpin umat, jd mereka bisa digoyahkan krn minoritas?kmn keyakinan mereka, kok ikut arus aja?keyakinan macam apa ini yg ikut arus?bahkan rela harus menghunuskan pedang kpd sesama MUSLIM, bukankah itu namanya membunuh?tp yg lucu adalah, salah satu generasi terbaik (Tabiin yg sering digandengkan dgn shalawat), ternayata “salahkan muslim2 baru yang emosinya tinggi, yang hantam kromo saja itu”, gmn generasi anda???
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. An Nisa: 93). Pantas anda hanya ikut arus mayoritas juga y… :D
Jawab: Sebelum saya jawab, tolong Anda jawab terlebih dulu pertanyaan berikut: “Anda kok sensi banget ya dengan Ahlus Sunnah. Memangnya Anda tidak melihat bagaimana kelakuan kaum Syiah sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang? Kok yang Anda lihat Ahlus Sunnah melulu… Mengapa Anda tidak membuka catatan-catatan hitam legam dan berdarah-darah sepanjang sejarah agama Syiah, sejak dulu sampai kini?
Nashruddin At Thusi itu tokoh besar Syiah yang menjadi sekutu Hulagu Khan untuk meruntuhkan Khilafah Abbassiyah Baghdad, sehingga terbunuh jutaan manusia kala itu, Baghdad dihancur-leburkan oleh Tartar, buku-buku dalam perpustakaan dibuang ke sungai Tigris sehingga sungai berubah menjadi warna hitam karena lelehan tinta. Wakaf-wakaf Ummat Islam seperti madrasah, masjid, mushaf, perpustakaan, asrama santri, dll. diserahkan oleh At Thusi kepada tukang sihir, orang musyrik, kaum pendosa. Dan lain-lain kekejaman.
Bagaimana dengan Daulah Shafadiyah di Mesir yang berniat mensyiahkan seluruh Mesir, dan menghapuskan Ahlus Sunnah disana? Alhamdulillah upaya mereka dihancurkan oleh Shalahuddin Al Ayyubi dan Nuruddin Mahmud Zanki (perintis Daulah Ayyubiyyah). Hingga ketika menjelang serangan ke Yerusalem, Shalahuddin harus membersihkan pasukannya dari anasir-anasir Syiah, karena mereka selalu menjadi “duri dalam daging” atau “penikam dari belakang”. Bagaimana dengan peranan Syiah yang terus merongrong Daulah Turki Utsmani melalui serangan-serangan, kerjasama dengan kufar Eropa dalam rangka memerangi Khilafah Turki Utsmani? Anda perlu tahu, salah satu musuh Sultan Muhammad Al Fatih adalah kelompok-kelompok Syiah di Persia. Kelompok-kelompok ini bekerjasama dengan Daulah Ibadhiyah di Mesir terus merongrong Khilafah Turki Utsmani.
Bagaimana kekejaman Syiah setelah revolusi Iran 1979? Mereka membunuhi para ulama Sunni, membunuhi kaum Sunni, dan menghapuskan sejarah Sunni di Iran. Kebiadaban mereka berlanjut di Irak di bawah Muqtadha Al Shadr. Kekejaman mereka berlangsung di Libanon dengan Hizbullah-nya. Begitu juga mereka merongrong mujahidin Afghanistan, menolong invasi Amerika ke Irak dan Afghanistan. Kesadisan mereka sudah terkenal di Suriah di bawah dajjal Hafezh dan Bashar Assad. Kesadisan mereka juga ada di Yaman melalui tangan-tangan Syiah Houti. Dan aneka rupa catatan kelam kaum penganut agama Persia (Syiah) ini.
Bahkan menurut studi Prof. Dr. Ali Muhammad As Shalabi…sebenarnya, menurut beliau, yang membunuh Husein Ra dan 70 keluarganya, sebenarnya adalah kaum Syiah sendiri. Alasannya, mereka meminta Husein datang ke Kufah, katanya mau dibaiat. Setelah Husein sampai disana, tidak ada satu pun Syiah yang membaiatnya. Dengan demikian, Husein dan rombongan jelas menjadi “santapan lezat” pasukan Hajjaj Ats Staqafi yang terkenal brutal itu. Tidak ada satu pun Syiah yang menolong Husein dan rombongan di Karbala ketika itu. Inilah yang dikecam oleh Ibnu Abbas Ra, ketika ada orang Irak bertanya soal “hukum membunuh nyamuk”. Ibnu Abbas berkata: “Bagaimana bisa kalian bertanya hukum membunuh nyamuk, sementara kalian biarkan cucu Rasulullah tertumpah darahnya di Karbala.” Singkat kata, peringatan Asyura setiap 10 Muharram itu adalah juga: peringatan pembunuhan kaum Syiah Kufah atas Husein dan keluarganya, karena mereka sudah mengundang Husein, tetapi membiarkan mereka dihancur-leburkan oleh pasukan anak buah Hajjaj Ats Tsaqafi. Jadi kalau Anda memperingati Hari Asyura itu, sebenarnya Anda sedang mensyukuri kehancuran Husein dan keluarganya di Karbala. ….sangat menyedihkan memang.
Kembali ke pertanyaan Anda…
Di antara Shahabat yang tak mau terlibat adalah Usamah bin Zaid bin Haritsah Ra dan Abdullah bin Umar Ra. Mereka tidak mau terlibat pertikaian itu, karena mereka memandang itu adalah konflik antar sesama Muslim. Usamah Ra pernah mengatakan: “Andaikan aku punya pedang, lalu pedang itu setiap kuhunus ke seseorang, dia bisa mengatakan ‘orang ini muslim’ atau ‘orang itu kafir’, tentu aku akan bersedia ikut dalam peperangan ini.” Dan banyak tokoh-tokoh Shahabat yang bersikap seperti mereka, tidak mau terlibat dalam peperangan antar sesama Muslim.
Membunuh seorang Muslim itu tidak otomatis haram, dilihat dulu masalahnya. Misalnya dalam kasus bughat (pemberontakan kepada penguasa Muslim yang sah). Disana pemimpin Islam boleh memerangi para pemberontak, seperti Khalifah Ali Ra memerangi kaum Khawarij di Nahrawan. Khawarij itu sesat, tetapi mereka boleh diberantas kalau memberontak penguasa Islam yang sah. Jadi belajar dulu yang tenang dan rapi…jangan menuruti emosi melulu.
Dalam tulisan di atas Anda mengatakan: “Para sahabat ktk jaman Imam Ali adalah tokoh2 bahkan pemimpin umat, jd mereka bisa digoyahkan krn minoritas? Kmn keyakinan mereka, kok ikut arus aja? Keyakinan macam apa ini yg ikut arus?”
Saya rasanya mau ketawa membaca tulisan Anda ini. Mengapa? Anda kan Syiah, Anda kan ngaku lebih baik dari Ahlus Sunnah. Lho kok sekarang malah melecehkan Khalifah Ali Ra? Ini kan lucu. Orang Syiah kok melecehkan Ali. Pihak-pihak yang Anda tuduh terlibat dalam Perang Jamal, Perang Shiffin, dan lainnya…itu kan Khalifah Ali sendiri dan para pendukung beliau, menghadapi pasukan-pasukan lain. Ha ha ha…Anda kok gak ngaca diri ya. Saking nafsunya mau mengalahkan orang lain, sampai akhirnya mencela “sesembahan” sendiri.
Justru saya disini, sebagai Ahlus Sunnah berusaha sebaik mungkin menjaga kehormatan Khalifah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu…alhamdulillah.
Itu saya tahu, mmg ajaran anda itu utk bocah, Alhamdulillah saya tdk bocah lg, yg hanya didongengkan kemudian tertidur dan beranggapan mimpi atas dongeng2 tsb benar… Klw saya mau realita, ini saya kasih data (bukan dongeng seperti umumnya khotbah jumat anda yg bikin ngantuk…
ini baru bbrp hari yg lalu…
itu sdkt cuplikan dr media yg kdg suka menyudutkan Syiah dlm kolom khasanah nya, bbrp bulan lalu (tdk jauh dr kejadian Sampang) kan media Republika membahas ttg Syiah, dan kesesatannya, dmn ada pendiri NU yg jg dikutip menyesatkan Syiah, jd ini bukan dari media Syiah, klw anda bisa tunjukkan dari media yg min sdkt objektif lah (klw dr media syiah saya yakin anda tdk bisa :D ), jgn seperti Baharun berargumen dgn media “Gen Syiah” yg gak jelas (mknya teman2 saya yg sunni diam seribu bahasa melihat argumen “Prof” Baharun hahahahaha…)
Jawab: Ya begini sajalah…silakan Anda muat semua korban-korban Syiah yang bisa Anda muat, lalu bandingkan semua korban itu dengan peranan Syiah Rafidhah dalam meruntuhkan Khalifah Bani Abbassiyah di Baghdad, dengan cara kerjasama dengan Hulagu Khan. Maka itu Ibnul Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah menyebut Nashiruddin At Thusi (oleh kaum Syiah dijuluki Khawajah) sebagai manusia zindiq, kufur, karena telah bersekutu dengan musyrikin Tartar dalam rangka meruntuhkan kekuasaan Ahlus Sunnah di Baghdad. Itu saja deh…silakan dibuat komparasi ya.
Soal situs “gen syiah”…situs ini merujuk kepada kerja para dai Ahlus Sunnah di Malang, bersama Ustadz Agus Hasan Bashori, dibimbing oleh Syaikh Mamduh Farhan, seorang ulama ahli Kristologi dan Syiah dari Makkah. Syaikh Mamduh itu beberapa waktu lalu ditolak masuk Indonesia oleh Prof. Umar Shihab yang berhaluan Syiah yang bercokol di MUI. Jadi situs “gen syiah” bukan situs gak jelas…
Klw gitu jelaskan kpd saya, alasan apa dlm perang JAMAL???

Jk alasan Kehormatan, apakah Ali ada menghinakan/merusak kehormatan orang?
Keadilan?apakah Ali menzalimi lawannya ktk memimpin?
Hidayah?apakah Ali sudah tersesat?
Tujuan Mulia apa yg ditunjukkan para pemberontak dari Madinah kpd pemimpin mereka?
Apakah perang Jamal tsb sebuah kedustaan shg anda mengatakan saya “tukang ngibul”, sebutkan dalilnya alasan pemberontak tsb berperang (perang yg menunjukkan sikap PEMBUNUH… MEMBUNUH… MEMBUNUH…)

Lihat kedustaan anda, “menyembah Ali” pdhal sudah tdk ada lg yg berani memfitnah hal tsb, tp anda lakukan.

Kebohongan, dusta, apakah yg saya tulis tidak ada semua di kitab anda(khususnya PEMBUNUHAN sesama SAHABAT dan Muslimin krn SAHABAT di Perang JAMAL)?
jk ada, logika macam apa yg mengatakan saya berbohong?

Jawab: Perang Jamal bermula dari perselisihan pendapat antara Ali bin Abi Thalib Ra selalu Khalifah dan Aisyah Ra selaku tokoh Islam yang merasa perlu melakukan amar makruf nahi munkar. Aisyah Ra menuntut agar penumpah darah Khalifah Utsman Ra segera ditangkap, diadili, dan ditegakkan hukum Islam atasnya. Sedangkan Khalifah Ali Ra perlu sabar memproses perkara ini, karena yang mengaku telah membunuh Khalifah Utsman ada ribuan manusia. Kalau pelakunya cuma satu dua, cepat bisa diatasi. Tapi karena dia dilindungi ribuan manusia, perlu proses yang bisa jadi memakan waktu. Jadi akar masalah disini ialah PERBEDAAN PENDAPAT antara Shahabat yang satu dengan lainnya. Hanya saja, karena beda pendapat dalam masalah politik, bukan masalah fiqih, ibadah, atau muamalat; maka resikonya bisa berdarah-darah. Maka itu dalam hal ini ulama berpendapat, “Para Shahabat itu berijtihad sesuai pandangan dan niat masing-masing. Kalau benar mendapat 2 pahala, kalau salah mendapat 1 pahala.” Faktanya, Perang Jamal cepat selesai tuntas, tidak berkepanjangan. Kita tidak pernah mendengar cerita, mantan veteran Perang Jamal saling bunuh-bunuhan di kesempatan lain. Wong, memang asalnya perbedaan ijtihad dalam melihat masalah politik.
Soal kehormatan, keadilan, hidayah… Itu alasan jihad dalam Islam secara umum. Yang saya maksudkan begitu, bukan dikhususkan untuk Ali bin Abi Thalib Ra sendiri. Kalau beliau berperang, alasannya sebagai kepala negara yang ingin menciptakan perdamaian rakyatnya, meskipun resikonya harus terlibat peperangan terlebih dulu.Walhamdulillah, sejatinya Ahlus Sunnah itu lebih mencintai Ali bin Abi Thalib Ra dengan hati nurani, dibandingkan kaum Syiah yang mengklaim mencintai Ali, tetapi malah merusak kehormatannya.
Yang saya maksud “tukang ngibul”…Anda ini sok mengadili para Shahabat yang terlibat dalam Perang Jamal. Anda katakan, Islam mengajarkan kekejaman, pembunuhan, dan sebagainya. Bukankah itu yang Anda katakan sebelumnya, wahai bocah? Soal perang Jamal, itu memang realitas sejarah. Tapi ia terjadi bukan karena “nafsu membunuh, nafsu menyerang, atau nafsu menghancurkan”. Bukan sama sekali. Ia berangkat dari perbedaan persepsi antara pemimpin dan tokoh Islam. Kalau Anda mau mencari agama yang “mengajarkan kasih sayang hakiki” lihat tuh agama Syiah…berapa ribu atau juta manusia Ahlus Sunnah yang telah mereka hancurkan sepanjang sejarahnya, sejak dulu sampai kini. Jangan lupa ya…yang sebenarnya “membunuh” Husein dan 70 anggota keluarganya sebenarnya adalah kaum Syiah Kufah. Mereka sudah menghasut Husein untuk melawan penguasa, lalu mereka cuci tangan setelah Husein dihabisi oleh penguasa. Itukah yang namanya mencintai Imam Husein Radhiyallahu ‘Anhu ???????????????? (tanda tanya ini boleh diperpanjang sesuai selera).
abisyakir mengatakan:
@ Daus…
Jawaban selanjutnya…(dengan izin Allah Tabaraka Wa Ta’ala).
Kawin kontrak, apakah anda mau menafikan hal tsb ada? ulama kalian hanya mengatakan pernah dilakukan kemudian dihapus, tidak seperti anda yg ingin menafikan hal tsb pernah dilakukan, dan yg melakukan pertama x adalah IDOLA2 anda.
Abdullah berkata: “sewaktu kita berperang bersama Rasulullah sedang kita tidak membawa apa-apa, lantas kita bertanya kepada beliau: bolehkah kita lakukan pengebirian? Lantas beliau melarang kita untuk melakukannya kemudian beliau memberi izin kita untuk menikahi wanita dengan mahar baju untuk jangka waktu tertentu. Saat itu beliau membacakan kepada kami ayat yang berbunyi: “wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian dan janganlah kalian melampaui batas…”(Qs Al-Ma’idah:87)

al-Bukhari dalam kitab shahihnya (Jil:7 hal:4 kitab nikah bab:8 hadis ke:3)

“dan (diharamkan atas kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki, (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapanNya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina, maka (istri-istri) yang telah kamu nikmati (campuri) diantara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya sebagai (dengan sempurna) sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”(Qs; An-Nisaa’:24)

1. Imam Ahmad bin Hambal dalam “Musnad Ahmad” jilid:4 hal:436.
2. Fakhruddin ar-Razi dalam “Mafatih al-Ghaib” jil:3 hal:267.
3. Zamakhsari dalam “Tafsir al-Kassyaf” jil:1 hal:360

Saya pk data, mana argumentasi anda?? Jd yg memakai data/dalil dinilai “PENDUSTA” sedangkan yg tidak jelas data/dalilnya “BENAR”, pernyataan anda ini lebih layak jd LELUCON (cocok dgn gelar2 ulama anda LC=LeluCon). Ajaran anda mmg cocok utk anak kecil(bocah) seperti yg anda tulis, keyakinan penuh dgn dongeng dan doktrin, tdk cocok buat yg berakal.
Jawab:
1. Asal usul muth’ah (pemberian) adalah jika seorang suami menceraikan isterinya, sang mantan isteri boleh diberikan harta-benda tertentu sebagai hadiah atau penghargaan atas dirinya selama menjadi isteri. Inilah yang namanya muth’ah (pemberian). Ini yang dimaksud dalam Surat An Nisaa’ ayat 24 di atas. Kalau sang suami fakir sehingga tak mampu memberi apa-apa, ya tidak mengapa tidak memberi muth’ah setelah perceraian terjadi. Dalilnya adalah firman Allah: “Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha” (Allah tidak membebani seseorang melainkan sekadar kesanggupannya).
2. Muth’ah pernah terjadi di masa Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam. Diceritakan, para Shahabat pernah bersafar jihad selama berbulan-bulan, tanpa membawa isterinya. Namanya manusia pasti menginginkan kebutuhan biologis. Waktu itu beliau membolehkan Shahabat melakukan nikah muth’ah (nikah sementara) untuk mengatasi masalah biologis. Jadi pada awalnya memang ada ketentuan nikah muth’ah.
3. Namun kemudian nikah muth’ah tersebut dihapuskan, dan hukumnya ditetapkan haram, sampai Hari Kiamat. Dalilnya sebagai berikut:
“Diriwayatkan dari Rabi’ bin Sabrah Ra sesungguhnya rasulullah Saw bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan nikah muth’ah, dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai Hari Kiamat, oleh karenanya barangsiapa yang masih mempunyai ikatan muth’ah maka segera lepaskanlah, dan jangan kalian ambil apa yang telah kalian berikan kepada wanita yang kalian muth’ahi.” (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban).
Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim: “Para ulama sepakat (ijma’) bahwa jika saat ini ada yang melaksanakan nikah muth’ah maka hukumnya tidak sah (batal), baik sebelum atau sesudah dilakukan hubungan badan.”
Untuk lebih jelas baca artikel ini: Nikah MUth’ah Dalam Islam (Menurut MUI).
Idola kok pengecut, ikut arus doank…

Idola tuh min kyk Salman al Farisi, mencari dari negeri yg jauh
Ammar bin Yasir, orang yg Rasul perintahkan Taqiyah krn Keluarganya syahid ktk msh d Mekkah
Abu Dzar (semoga Allah merahmatinya setinggi-tingginya dan memberi balasan yg setimpal kpd yg mengusirnya dr Madinah, dan membuat beliau wafat dlm kesendirian), gak takut arus, ttp menyuarakan kebenaran apapun yg dialami…

Pantas, Afganistan ktk Rezim Taliban, perang saudara terus, skrng Palestina berselisih hingga saling MEMBUNUH sesama (Hamas vs Fattah), contoh yg ditirunya mudah diprovokasi dan lebih mendahulukan IJTIHAD dibanding Al Quran…
Jawab: Makin kesini argumen Anda semakin kacau… jangan-jangan nafas Anda sedang terengah-engah karena menahan emosi. Gini saja lah…kelompok Anda kan sangat mengagung-agungkan Imam Ali Ra. Di mata Anda, Imam Ali Ra lebih mulia dari Salman, Ammar, Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhum. Nah, sekarang Anda bandingkan sendiri…peristiwa perang saudara antar sesama Muslim yang sangat pelik itu terjadi di era siapa? Di era Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman, atau Ali? Jadi, kalau Anda mau mencela para Shahabat, lihat dulu kondisi di era Khalifah Ali Ra. Itu dulu deh… Kalau Anda sepakat mencela Khalifah Ali, karena beliau juga bagian dari para Shahabat, berarti kesyiahan Anda dipertanyakan. Kalau Anda memuji Khalifah Ali, maka mengapa Anda tidak memuji para Shahabat yang lain yang di masanya tidak muncul kerumitan-kerumitan seperti itu? Jadi, Anda mau lari kemana Pakde…
Halah sudah gak usah nyampuri para Sahabat ini itu, gak usah mencela Sunni Thaliban dan Palestina. Sekarang Anda jawab saja…siapa yang membantu Hulagu Khan dalam meruntuhkan Khilafah Abbassiyah di Baghdad? Itu sajalah…tidak usah banyak teori yo Pakde.
Jd Wawasan siapa yg harusnya berkembang y, anda yg didoktrin terus atau saya yg bisa berargumen dgn data???
Menariknya melihat jawaban anda, jd bisa tertawa lepas, pantas ktk jd Syiah wlw pengen balik k agama Bocah biar bs ikut mayoritas sulit, krn hati berkata, KEBENARAN ada UJIAN dan COBAANNYA. Agama bocah yg tanpa ujian dan cobaan, kyk lagu Slank, di dunia mudah di akhirat surga, hal yg bertentangan dgn Al Quran.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

(Al-Ankabuut: 2-3)

Hal yg tdk ada pd IDOLA2 anda (Ujian, cobaan dan pengorbanan), khususnya para Syaikhan pelaku KUDETA

Al Quran anda dimakan kambing sih y, jgn2 ayat ini jg dimakan onta hahahaha, shg buta mata anda melihat realita!!!

Dan inilah ayat utk menghadapi kelompok kalian para Pemfitnah sesungguhnya
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”

(Ali Imraan : 200)

Jawab: He he he…Anda menyinggung Slank ya… Bisa saja Pak. Tapi gak apa-apalah, minimal ada intermezzo. He he he…

Iya sebenarnya…yang membuat Anda susah keluar dari Syiah itu ada 3 hal: Pertama, nikah muth’ah. Kedua, mencaci-maki dan mengutuk Shahabat Ra, dan ketiga kebiasaan taqiyyah. Inilah hal-hal yang membuat kaum Syiah susah keluar dari lingkaran agama Persia itu…dan tentu saja juga karena faktor hidayah Allah Ta’ala. Pernah ada seorang dai Syiah asal Pakistan. Dia keluar dari Syiah karena peristiwa nikah muth’ah yang sangat mencekam. Di suatu daerah komunitas Syiah, ada ruang tempat muth’ah yang sangat gelap. Disana tidak dinyalakan cahaya. Tujuannya, agar orang yang muth’ah tidak tahu dengan siapa dia telah muth’ah. Suatu hari laki-laki membeli cincin untuk melakukan muth’ah. Di ruang gelap tersebut, dia pasangkan cincin itu pada seorang wanita yang akan dia gauli secara muth’ah. Setelah muth’ah berhasil dilakukan, keesokan paginya dia sangat syok. Mengapa? Karena ternyata, cincin yang dia beli itu sudah melingkar di jari adiknya sendiri. Jadi, ternyata dia telah muth’ah dengan adiknya sendiri. Itulah yang membuat dia taubat dari Syiah. Dalam agama Persia ini, peristiwa-peristiwa mengerikan bisa terjadi. Bisa saja seseorang akan muth’ah dengan ibunya sendiri, kalau ibunya sudah menjanda. Anehnya, manusia-manusia durjana itu senang memuth’ahi wanita lain, tetapi sangat emosi kalau keluarganya sendiri dimuth’ahi orang lain.

Ya, kalau Anda bilang harus sabar di atas jalan sesat…maka ketahuilah bahwa orang Nashrani, Yahudi, Atheis, Freemasonry, mereka jauh lebih sabar dari Anda di atas jalan kekufuran mereka. Mereka bisa lho berdalil dengan ayat yang Anda pakai: “…bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga…” Jadi BERSABAR saja tidak cukup Pakde. Kita juga perlu rasa TAWADHU kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Cobalah berendah diri kepada Allah…jangan merasa sok pintar, sok adil, sok kasih sayang, sok paling “ahlul bait”…dan sebagainya. Bukalah kerendah hatianmu…maka hidayah dan istiqamah insya Allah akan menyertaimu. Amin Allahumma amin.
Terakhir…saya ingatkan Anda wahai insan…hari Akhirat itu amat sangat panjang…tiada bertepi…satu hari disana sama dengan 1000 tahun dalam hitungan manusia… Selagi masih ada kesempatan, gunakan waktu baik-baik untuk bertaubat dari agama Persia, dari agama dendam kesumat, dari agama zhalim, dari agama yang berlumuran darah kaum Muslimin itu… Kalau engkau tiada bertaubat, bagaimana nanti dengan nasibmu di Akhirat yang abadi itu? Apakah engkau akan mengandalkan Imam Ali, sedangkan disini kamu pun telah mencela dirinya? Apakah engkau akan mengandalkan Imam Husein, sedangkan disini kamu bisa lihat sendiri bahwa yang membuat Husein terbunuh adalah kaum Syiah Kufah… Kamu mau mengandalkan 12 Imam Syiah selain Ali, Hasan, dan Husein? Sedangkan mereka bukan termasuk dalil dalam agama. Kalau pendapatnya benar sesuai Syariat diterima, kalau tidak benar ya ditolak. Apa yang nanti akan engkau andalkan?
Oh ya, maaf komentar panjang-mu ini sebelumnya tertahan. Mungkin aspek teknis-nya wordpress begitu. Bukan, bukan karena saya sengaja begitu. Selagi masih sopan, masih nyambung dengan diskusi, insya Allah akan dimuat (sekalipun beda pendapat dengan pengatur blog). Mohon dimaafkan ya, karena saya tidak selalu day to day memonitor blog ini. Terimakasih.
AMW.
abisyakir mengatakan:
@ Daus…
Berikut ini versi arabic diskusi seputar riwayat-riwayat hadits yang diklaim ada perubahan pada Surat Al Ahzab…
Ini adalah list hadits-haditsnya:
1- ثنا حماد بن زيد عن عاصم بن بـهدلة عن زر عن أبي بن كعب أنه قال : ” كم تقرؤون سورة الأحزاب ؟ قلت : ثلاثا وسبعين آية . قال : قط ! لقد رأيتها وأنّها لتعادل سورة البقرة وفيها آية الرجم ! قال زرّ : قلت وما آية الرجم ؟ قال : ( الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة نكالاً من الله والله عزيز حكيم ) “.مسند احمد 5/123 حديث 21245 . والاتقان 2/25 .

===============================
2- وهنا رواية أشكل من سابقتها : ” عن عروة بن الزبير عن عائشة قالت : كانت سورة الأحزاب تقرأ في زمن النبي مائتي آية فلما كتب عثمان المصاحف لم نقدر منها إلا ما هو الآن “.الاتقان 2/25 .
===============================
3- وعن حذيفة قال: قال لي عمر بن الخطاب: كم تعدّون سورة الاحزاب؟ قلتُ: إثنتين أو ثلاثا وسبعين آية. قال: إن كانت لتعدل بسورة البقرة وإنْ كان فيها لاية الرجم. الدرّ المنثور 5 / 180،
===============================
4- عن زر عن أُبيّ بن كعب قال: كانت سورة الاحزاب توازي سورة البقرة وكان فيها (الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتّة). المستدرك وتلخيصه 2 / 415، تفسير سورة الاحزاب؛ والاتقان، النوع السابع والاربعون في ناسخه ومنسوخه 2 / 25.تذكرة الحفاظ ص 1405؛ وكشف الظنون 1 / 1624
================================

5- ثم في كتاب الاتقان عن عائشة

عن عروة بن الزبير عن عائشة قالت : كانت سورة الأحزاب تقرأ في زمن النبي مائتي آية فلما كتب عثمان المصاحف لم نقدر منها إلا ما هو الآن “.الاتقان 2/25

================================

6- وفي الدر المنثور عن عمر بن الخطاب
وعن حذيفة قال: قال لي عمر بن الخطاب: كم تعدّون سورة الاحزاب؟ قلتُ: إثنتين أو ثلاثا وسبعين آية. قال: إن كانت لتعدل بسورة البقرة وإنْ كان فيها لاية الرجم. الدرّ المنثور 5 / 180،

================================

7- وأخرج الحاكم في مستدركه2/450 أخبرنا أبو العباس أحمد بن هارون الفقيه حدثنا علي بن عبد العزيز حدثنا حجاج بن منهال حدثنا حماد بن سلمة عن عاصم عن زر عن أبي بن كعب رضي الله عنه قال كانت سورة الأحزاب توازي سورة البقرة وكان فيها “الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة” هذا حديث صحيح الإسناد

=================================

8- وأخرج أيضا في4/400 حديث( 8068 )قال حدثنا أحمد بن كامل القاضي ثنا محمد بن سعد العوفي ثنا روح بن عبادة ثنا شعبة قال وحدثنا أحمد بن محمد بن عيسى القاضي ثنا أبو النعمان محمد بن الفضل ثنا حماد بن زيد جميعا عن عاصم عن زر قال قال لي أبي بن كعب – رضي الله عنه – وكان يقرأ سورة الأحزاب قال قلت ثلاثا وسبعين آية قال قط قلت قط قال لقد رأيتها وإنها لتعدل البقرة ولقد قرأنا فيما قرأنا فيها “الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة نكالا من الله والله عزيز حكيم

Lalu ini sebagian jawabannya…
ذهب عن بالي أمر لم اتطرق له ونبهني له احد الاخوة جزاه الله خيرا
قولك أن في كتاب الله ( القرآن الكريم ) تحريفا .. أخي الكريم القرآن الكريم لم ينزل دفعة واحدة من عند الله على هيئة كتاب بين دفتين حتى نقول انه قد تم الحذف منه أو التحريف وإنما نقل متواترا بالحفظ والسماع ثم كتب ليكون كمان نراه اليوم..
وفي هذا يقول عز وجل ( يل هو آيات بينات في صدور الذين أوتو العلم وما يجحد بآياتنا إلا الظالمون) سورة العنكبوت49
بالنسبة للأحاديث التي أوردتها في فريتك على كتاب الله:
أولا :
حديث ثنا حماد بن زيد عن عاصم بن بـهدلة عن زر عن أبي بن كعب أنه قال : ” كم تقرؤون سورة الأحزاب ؟ قلت : ثلاثا وسبعين آية . قال : قط ! لقد رأيتها وأنّها لتعادل سورة البقرة وفيها آية الرجم ! قال زرّ : قلت وما آية الرجم قال : ( الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة نكالاً من الله والله عزيز حكيم) مسند احمد 5/123 حديث 21245 . والاتقان 2/25
وأخرج الحاكم في مستدركه2/450 أخبرنا أبو العباس أحمد بن هارون الفقيه حدثنا عليبن عبد العزيز حدثنا حجاج بن منهال حدثنا حماد بن سلمة عن عاصم عن زر عن أبي بن كعبرضي الله عنه قال كانت سورة الأحزاب توازي سورة البقرة وكان فيها “الشيخ والشيخةإذا زنيا فارجموهما البتة” هذا حديث صحيح الإسناد
وأخرج الحاكم في مستدركه2/450 أخبرنا أبو العباس أحمد بن هارون الفقيه حدثنا عليبن عبد العزيز حدثنا حجاج بن منهال حدثنا حماد بن سلمة عن عاصم عن زر عن أبي بن كعبرضي الله عنه قال كانت سورة الأحزاب توازي سورة البقرة وكان فيها “الشيخ والشيخةإذا زنيا فارجموهما البتة” هذا حديث صحيح الإسناد.
تعليق الشيخ : شعيب الأرناؤوط
االذي فيه “عاصم بن أبي النجود .. قال الشيخ: إسناده ضعيف، “عاصم بن بهدلة” –وإن كان صدوقاً- له أوهام بسبب سوء حفظه، فلا يحتمل تفرده بمثل هذا المتن، باقي رجال الإسناد ثقات رجال الشيخين غير خلف بن هشام فمن رجال مسلم.
ولعلماء آخرون أقوال في عاصم بن بهدلة
عاصم بن بهدلة ، هو ابن أبي النجود ، أبو بكر المقرئ المشهور ، شيخ حفص المقرئ ، قال أبو حاتم : محله عندي محل الصدق ، صالح الحديث ، ولم يكن بذاك الحافظ ، وقال ابن معين : لا بأس به ، وقال أبو زرعة : ثقة ، وقال العجلي : صاحب سنة وقراءة للقرآن ، رأسًا في القراءة ، وقال الدارقطني : في حفظه شيء ، وقال ابن سعد : كان ثقة ، إلا أنه كان كثير الخطأ في حديثه ، وقال ابن حجر : صدوق له أوهام ، حجة في القراءة .
ثانيا:
حديث عائشة:
وسنده كاملا كالتالي حدثني ابن ابي مريم عن ابن لهيعة عن ابي الاسود عن عروة بن الزبير عن عائشة قالت : كانت سورة الأحزاب تقرأ في زمن النبي مائتي آية فلما كتب عثمان المصاحف لم نقدر منها إلا ما هو الآن .
وفيه إبن لهيعة وهو [ضعيف] .. قال فيه الحافظ إبن حجر فى تهذيب التهذيب [5/377]: (العمل على تضعيف حديثه) ..
وذكر أقوال العلماء فيه:
قال البخارى: تركه يحيى بن سعيد ..

وقال ابن مهدى: لا أحمل عنه شيئا ..
وقال ابن قتيبة: كان يقرأ عليه ما ليس من حديثه يعنى فضعف بسبب ذلك ..
وحكى الساجى عن أحمد بن صالح: كان ابن لهيعة من الثقات إلا أنه إذا لقن شيئا حدث به ..
وقال عبد الكريم بن عبد الرحمن النسائى عن أبيه: ليس بثقة ..
وقال ابن معين: كان ضعيفا لا يحتج بحديثه .. كان من شاء يقول له: حدثنا ..
وقال الخطيب: فمن ثم كثرت المناكير فى روايته لتساهله ..
وقال الجوزجانى: لا يوقف على حديثه .. و لا ينبغى أن يحتج به .. و لا يغتر بروايته ..
وقال ابن أبى حاتم: سألت أبى و أبا زرعة عن الإفريقى و ابن لهيعة: أيهما أحب إليك ؟ فقالا: جميعا ضعيفان .. و ابن لهيعة أمره مضطرب .. يكتب حديثه على الاعتبار ..
وقال أبو زرعة: كان لا يضبط ..
وقال محمد بن سعد: كان ضعيفا .. و من سمع منه فى أول أمره أحسن حالا فى روايته ممن سمع منه بآخرة ..
وقال الحاكم أبو أحمد: ذاهب الحديث ..
وقال ابن حبان: سيرت أخباره فرأيته يدلس عن أقوام ضعفاء .. على أقوام ثقات قد رآهم .. ثم كان لا يبالى .. ما دفع إليه قرأه سواء كان من حديثه أو لم يكن .. فوجب التنكب عن رواية المتقدمين عنه قبل احتراق كتبه لما فيها من الأخبار المدلسة عن المتروكين .. ووجب ترك الاحتجاج برواية المتأخرين بعد احتراق كتبه لما فيها مما ليس من حديثه ..

ثالثا:
حديث ابن مردويه عن حذيفة قال: قال لي عمر بن الخطاب: كم تعدّون سورة الاحزاب؟ قلتُ: إثنتين أو ثلاثا وسبعين آية. قال: إن كانت لتعدل بسورة البقرة وإنْ كان فيها لاية الرجم. الدرّ المنثور 5 / 180..
بالنسبة لهذا الحديث فلم اجده الا في الدر المنثور وسنده ناقص فان اردت ان تجادلني به فأحضر لي سنده كاملا حتى اكمل البحث في رواته وصدقهم وعدالتهم.
رابعا:
عن زر عن أُبيّ بن كعب قال: كانت سورة الاحزاب توازي سورة البقرة وكان فيها (الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتّة).
المستدرك وتلخيصه 2 / 415، تفسير سورةالاحزاب؛ والاتقان، النوع السابع والاربعون في ناسخه ومنسوخه 2 / 25.تذكرة الحفاظ ص 1405؛ وكشف الظنون 1 / 1624
أخي سند الحديث كالتالي أخبرني معاوية بنص صالح الأشعري قال حدثنا منصور وهو ابن ابي مزاحم قال حدثنا ابو حفص عن منصور عن عاصم عن زر عن أُبيّ بن كعب قال: كانت سورة الاحزاب….. الخ.
بحثت عن سند الحديث هذا فوجدت به عاصم بن بهدلة كما تلاحظ وهو ذاته الذي تحدث عنه العلماء ووصفوا اسناده بالضعف.. لهذا.. فان الحديث لا يحتج به لوجود ضعيف به.
SUMBER: شبهات حول سورة الأحزاب (syubhat seputar Surat Al Ahzab)
=====================================================================================
Terjemahan ringkasnya…
1. Ubay bin Kaab berkata kepada Zurri: “Berapa banyak kamu baca Surat Al Ahzab?” Zurri berkata: “73 ayat.” Ubay berkata lagi: “Sunggu aku mengetahuinya, ia setara banyaknya dengan Surat Al Baqarah, di dalamnya ada ayat tentang rajam.” Aku berkata, “Ayat rajam yang seperti apa?” Ubay menjawab: “Jika laki-laki tua dan wanita tua berzina, maka rajamlah mereka berdua sebagai pelajaran dari Allah, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (HR. Ahmad).
Hadits ini sama isinya dengan hadits no. 3, 4, 6, dan 8 di atas. Jadi bisa dianggap sebagai satu hadits saja.
Komentar Syaikh Syuaib Al Arnauth:

االذي فيه “عاصم بن أبي النجود .. قال الشيخ: إسناده ضعيف، “عاصم بن بهدلة” –وإن كان صدوقاً- له أوهام بسبب سوء حفظه، فلا يحتمل تفرده بمثل هذا المتن، باقي رجال الإسناد ثقات رجال الشيخين غير خلف بن هشام فمن رجال مسلم.

Pada riwayat itu ada nama Ashim bin Abi Nujud, kata Al Arnauth: “Sanad hadits ini DHAIF (lemah). Ashim bin Bahdalah, andaikan dianggap jujur, di dalamnya ada keraguan karena buruknya hafalan, tidak diambil riwayatnya yang sendirian dengan isi seperti hadits ini. Sedangkan perawi-perawi sisanya termasuk perawi yang kuat sesuai syarat Bukhari-Muslim, kecuali Hisyam ia sesuai syarat Muslim.”
Jadi intinya, riwayat itu dianggap dhaif karena posisi Ashim bin Abu Nujud. Sebagian imam hadits mengakui dia perawi terpercaya, tetapi sebagian imam lainnya melihat ada kelemahan pada diri Ashim, terutama masalah hafalan dan sering salah meriwayatnya hadits. Maka itu disimpulkan, sesuai pandangan Syaikh Al Arnauth, ia adalah riwayat dhaif.
2. Dari Aisyah Ra, beliau berkata: “Dulu Surat Al Ahzab dibaca sebanyak 200 ayat, namun ketika Utsman membukukan Al Qur’an kita tidak mendapati kecuali seperti yang ada sekarang (surat Al Ahzab 73 ayat).” Hadits ini sama dengan no. 5.
Dalam Tahdzibut Tahdzib Ibnu Hajar Al Asqalani mendhaifkan hadits ini, karena dalam perawinya ada yang bernama Ibnu Luhai’ah. Menurut Imam Bukhari, Ibnu Mahdi, Ibnu Qutaibah, An-Nasaa’i, ibnu Ma’in, Al Khathib, Ibnu Abi Hatim, Abu Zur’ah, Ibnu Sa’ad, Al Hakim, Ibnu Hibban, dan lainnya; mereka mencela perawi yang bernama Ibnu Luhai’ah itu. Dapat disimpulkan, hadits itu palsu karena celaan terhadap Ibnu Luhai’ah banyak dan tajam.
3. Umar bin Khattab Ra berkata kepada Hudzaifah Ra: “Berapa banyak kamu membaca Surat Al Ahzab?” Hudzaifah menjawab: “72 atau 73 ayat.” Umar berkata: “Dulunya surat itu sebanding dengan Surat Al Baqarah, di dalamnya ada ayat tentang rajam.” (Dikutip dari kitab Ad Dur Al Mantsur, jilid 5, hal. 180).
Komentar atas hadits ini: Hadits ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits, selain dari Dur Al Mantsur karya As-Suyuthi saja. Di dalam rantai periwayatnya ada yang TERPUTUS, alias tidak lengkap. Jadi, hadits ini dianggap TIDAK ADA.
CATATAN: Yang sangat unik, ternyata yang mula-mula menyebarkan isu “ada perubahan dalam Surat Al Ahzab” ternyata orang-orang Nashrani, lalu dipakai kaum Syiah untuk mengkritik Ahlus Sunnah. Kasihan sekali mereka…apapun dalil dipakai untuk membenarkan kesesatan pandangan dan kedegilan akidahnya. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.
AMW.
Daus mengatakan:
Abisyakir :

Semoga Allah Al Hadi mengembalikanmu kepada Islam, atau mencegahmu menyesatkan kaum Muslimin satu pun yang lain, dan Allah Al Halim pasti akan menyempurnakan hak-hakmu sebagai manusia di dunia ini, sebelum datang hari Akhirat yang abadi dimana disana manusia tidak mengenal kata “akhir kehidupan”. Semua perbuatan mencela para isteri Nabi, Shahabat-shahabat Nabi, serta memfitnah Ahlul Bait, menzhalimi kaum Muslimin…semua itu akan dihadapi dengan perhitungan yang sangat teliti, di sisi Rabbuna Allah Jalla Wa ‘Ala.

Response :

Gak kebalik?
Mencela istri nabi itu ada dlm Al Quran,
“Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.”

“Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.” (QS At-Tahrim: 3-6)
Baca dgn benar, ada Kalimat, “jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi”,jd orang yg hanya menyusahkan Nabi itu lebih baik dan Mulia drpd orang yg membantu Nabi?

Kalian meyakini Istri Nabi Nuh as, diazab Allah SWT begitu jg dgn Nabi Luth as, knp kalian berbeda perlakuan dgn istri Nabi Muhammad SAW?

Jk memberitahukan kelakuan istri Nabi yg tidak baik adalah dosa, bukankah dosa juga jk menceritakan istri Nabi Nuh dan Nabi Luth?apa perbedaan mereka, sama2 istri Nabi?
Iya sangat teliti, shg teliti siapa pendusta dlm agama, mereka yg memanfaatkan agama utk kekuasaan dan dunia atau yg tulus ikhlas, tdk seperti anda yg buta, tidak lg bisa membedakan krn doktrin sudah memnuhi hati anda
Abisyakir :

“Anda kok sensi banget ya dengan Ahlus Sunnah. Memangnya Anda tidak melihat bagaimana kelakuan kaum Syiah sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang? Kok yang Anda lihat Ahlus Sunnah melulu… Mengapa Anda tidak membuka catatan-catatan hitam legam dan berdarah-darah sepanjang sejarah agama Syiah, sejak dulu sampai kini?

Response :

Mana datanya?
Data kebiadaban kalian sudah disebutkan oleh Haidar Bagir, lihat paragraf ke-8 sd 10, Republika, tgl 27 Januari 2012, dan dijawab oleh Baharun dgn kalimat, “Nalar umum tidak
bisa menerima ini,“ dan “Tidak masuk akal” paragraf 10 dst Republika, tgl 3 Februari 2012, itu kah argumentasi ilmiah atau doktrin pemaksaan pendapat tanpa data???

Bukankah anda yg sensi, lihat tulisan anda di web anda ini, tuduhan2 dan tuduhan seperti tuduhan Haidar Bagir memiliki “split personality”(bahkan judul halaman ini “Tuduhan Tahrif Al Qur’an“), pdhal Haidar Bagir dlm artikel pertamanya di republika tgl, 20 Januari 2012 sudah berusaha proposional, dgn menunjukkan di kedua belah pihak ada riwayat2 tsb namun ditolak oleh umumnya/mayoritas ulama/cendikiawan masing2 (paragraf ke-11, republika tgl 20 Januari 2012), dan anda hanya bisa menulis, “Tetapi setelah kalimat itu selesai, barulah dia keluarkan keragu-raguan dirinya”
anda menulis, “barulah dia keluarkan keragu-raguan dirinya, dengan harapan bisa mempengaruhi orang-orang awam yang mudah diperdaya (nas’alullah al ‘afiyah)”, tp anda tdk bisa memberikan di pargraf k brp tulisan tsb berada?
Jd hanya orang berpola pikir doktrinasi yg sama dgn anda yg percaya saya yg sensi bukan anda… hahahahaha….

Catatan hitam, mau saya kasih data hitamnya Kekuasaan Bani Ummayah dan Abbasiyah, dmn keluarga nabi saja tanpa ragu mereka bantai???

Selalu tanpa data anda menulis, dmn diskusi cerdasnya nih???

Jd siapa yg menyesatkan umat?
Saya atau anda yg selalu menulis tanpa dasar (saya cantumkan sampai paragrafnya, opini yg jd tema tulisan anda ini)

Abisyakir :

Kan penilaian setiap orang berbeda. Dalam bantahan ustadz-ustadz itu rata-rata tidak diberikan jawaban yang jelas seputar periwayatan hadits-nya. Tapi kalau Anda cermat, mereka sudah memberikan jawaban yang diminta, hanya Anda saja yang tidak merasa. Jawabannya adalah, hadits-hadits itu kalau dianggap shahih, andai dianggap shahih, ia berkaitan dengan hal NASHIH-MANSHUKH (penghapusan teks ayat atau didatangkan ayat penggantinya). Hal ini sangat terkenal dalam studi Ulumul Qur’an. Jadi, hadits-hadits tadi (jika shahih) bisa dimaknai: “Pada mulanya ada ayat-ayat yang demikian demikian, tetapi di akhir hayat Nabi ayat-ayat itu sudah dihapuskan, sesuai petunjuk Allah Ta’ala melalui Jibril As, sehingga ia tidak eksis lagi sebagai bagian teks Al Qur’an.” Tetapi substansi hukumnya ada yang masih dipelihara, misalnya tentang hukum rajam.
Soal studi riwayat hadits itu…sebentar lagi saya berikan jawabannya, tetapi dalam bahasa Arab. Mohon dikaji sendiri.

Response :

“hadits-hadits itu kalau dianggap shahih, andai dianggap shahih, ia berkaitan dengan hal NASHIH-MANSHUKH (penghapusan teks ayat atau didatangkan ayat penggantinya).”
Argumentasi macam apa ini?
Jd shahih atau tidak?
Knp bs shahih, bisa dianggap shahih?
Mau membuat binggung kah?

Abisyakir :

Saya rasanya mau ketawa membaca tulisan Anda ini. Mengapa? Anda kan Syiah, Anda kan ngaku lebih baik dari Ahlus Sunnah. Lho kok sekarang malah melecehkan Khalifah Ali Ra? Ini kan lucu. Orang Syiah kok melecehkan Ali. Pihak-pihak yang Anda tuduh terlibat dalam Perang Jamal, Perang Shiffin, dan lainnya…itu kan Khalifah Ali sendiri dan para pendukung beliau, menghadapi pasukan-pasukan lain. Ha ha ha…Anda kok gak ngaca diri ya. Saking nafsunya mau mengalahkan orang lain, sampai akhirnya mencela “sesembahan” sendiri.

Response :

Saya yg smp mau muntah tertawa melihat tulisan anda… :D
Syiah jelas, Ali lah yg benar, tp kalianlah yg mencla mencle
kalian menilai kedua belah pihak “BENAR” krn berijtihad, nah saya tantang anda, siapa yg benar dan yg salah, dan yg salah ini bagaimana, tetap AGUNG wlw telah membuat keputusan yg berakibat FATAL?kok bisa???

Abisyakir :

Ya begini sajalah…silakan Anda muat semua korban-korban Syiah yang bisa Anda muat, lalu bandingkan semua korban itu dengan peranan Syiah Rafidhah dalam meruntuhkan Khalifah Bani Abbassiyah di Baghdad, dengan cara kerjasama dengan Hulagu Khan. Maka itu Ibnul Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah menyebut Nashiruddin At Thusi (oleh kaum Syiah dijuluki Khawajah) sebagai manusia zindiq, kufur, karena telah bersekutu dengan musyrikin Tartar dalam rangka meruntuhkan kekuasaan Ahlus Sunnah di Baghdad. Itu saja deh…silakan dibuat komparasi ya.

Reponse :

Sekali lg dlm tulisan Haidar Bagir di kutip riwayat2 mencaci maki Ali as (yg dijawab oleh Baharun dgn pendapat pribadinya dan akalnya doang), yg berakal sehat bisa menilai, Ali saja di caci maki dlm jngka waktu yg lama, bagaimana dgn pengikutnya, kecuali akal anda tidak akan sampai sih…

Abisyakir :

Soal situs “gen syiah”…situs ini merujuk kepada kerja para dai Ahlus Sunnah di Malang, bersama Ustadz Agus Hasan Bashori, dibimbing oleh Syaikh Mamduh Farhan, seorang ulama ahli Kristologi dan Syiah dari Makkah. Syaikh Mamduh itu beberapa waktu lalu ditolak masuk Indonesia oleh Prof. Umar Shihab yang berhaluan Syiah yang bercokol di MUI. Jadi situs “gen syiah” bukan situs gak jelas…

Reponse :

Itulah lucunya anda, situs itu hanya diakui kalangan anda bukan?
Gen Syiah yg didanai Arab Saudi (yg jd entah teman mesra atau budak AS dan Zionis, seperti di web Republika,http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/03/16/m0z9ej-ulama-mesir-tuduh-saudi-dan-qatar-pelayan-israel), lebih tdk objektif dibanding CNN, BBC, dll (media barat) jk berbicara Islam kan, dgn tujuan yg sama, klw media Barat ingin dan berhasil menciptakan Islamophobia pd bangsa dan negaranya, klw website Gen Syiah sepertinya hasilnya kebalikannya deh… J

Bahkan banyak kalangan Ahlus Sunnah menolak situs2 teroris yg mirip2 sbg acuan anda,


Lihat akhlaq anda thdp ulama seperti Umar Shihab, Syiah wlw tidak sependapat dgn cendikiawan (seperti Haidar Bagir, banyak ulama syiah Indonesia yg berbeda pandangan atas sepak terjangnya, apalagi buku2nya juga umum bahkan ada menerbitkan buku ttg sahabat yg diriwayat “umum” syiah berbeda), tdk melakukan hal yg anda tulis, terlihat kan dgn jelas bagi yg berakal, siapa yg menyesatkan!!!
Teruslah menulis, seperti hal nya sekian tahun yg dilakukan Bani Muawiyah dan Bani Abbasiyah yg bahkan melaknat Imam Ali as, yg ulama anda saja tidak bisa membantah nya, hanya menolak berdasarkan Hawa Nafsu (logika pribadi).
Tp fakta berbicara lain, syiah makin berkembang, malah krn website2 seperti ini, umat jd ingin lebih tahu dan ketika tahu, mereka menyadari selama ini ternyata hanya DUSTA dan FITNAH belaka, bahkan mereka pun banyak yg sadar ternyata beragama mereka tdk jauh berbeda dgn orang2 Barat, Cuma doktrin, shg wajar kebanyakan tertidur klw di majlis2 anda atau contoh nyata ketika khutbah Jumat.
Umar Shihab lebih berjasa drpd anda dan ulama2 anda (entah yg mana, krn jk Baharun termasuk ulama/cendikiawan yg anda akui seperti tulisan anda yg memberi gelar “Prof”, tp argumen2 anda di web ini banyak bertentangan dgn argumennya di Republika) dlm mengenalkan Islam yg toleran ktk Islam tercoreng akan aksi manusia2 biadab yg termakan doktrin “Bidadari syurga” di Bali, Marriot dll.
Ditulis terakhir anda dgn data yg panjang khususnya yg ini

“CATATAN: Yang sangat unik, ternyata yang mula-mula menyebarkan isu “ada perubahan dalam Surat Al Ahzab” ternyata orang-orang Nashrani, lalu dipakai kaum Syiah untuk mengkritik Ahlus Sunnah. Kasihan sekali mereka…apapun dalil dipakai untuk membenarkan kesesatan pandangan dan kedegilan akidahnya. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.”
Hal yg paling lucu, knp ulama/cendikiawan anda seperti Baharun tdk menggunakannya sbg dalil/hujjahnya di REPUBLIKA saat itu, dibandingkan dia menggunakan akal pribadinya?

Sekali lg tidak ada satu kalimat pun pd Opini terakhir (2 ulama/cendikiawan yg memiliki posisi/kedudukan/jabatan dlm urusan umat yg lumayan tinggi/berpengaruh, Republika, 3 Februari 2012) yg MENDHAIF kan riwayat2 perubahan Al Quran, jd aneh sekali, mereka tdk mengkaji terlebih dahulu, pdhal mereka ulama2/cendikiawan berpengaruh dan diakui keilmuannya dibandingkan anda kan???
Dan lebih lucu, saya kembali kutipkan tulisan Mohammad Baharun yg anda gelari “Prof” pd Republika, tgl 3 Februari 2012,
“Ini nalar yang antagonistis dan kontradiktif, suatu hadis disebut sahih (dalam kitab hujjah atau argumen), namun tidak menutup kemungkinan palsu.”
Nah skrng anda mendhaifkan bbrp riwayat2 yg ada dlm Kitab2 rujukan/hujjah anda, hmmm… silahkan menilai sendiri deh…

Pdhal Republika (media terbesar di Indonesia) lebih banyak dibaca Umat dibandingkan website2/media2 yg jd rujukan anda loh…

Saat ini, segitu dulu y tulisan saya pd malam ini, seperti anda, yg tidak bs setiap saat On Line, sama saya juga punya kehidupan nyata, jd tdk bs melulu hanya di dunia maya, lumayan tanggapan anda sdkt berbeda bahkan dari website2 yg punya nama seperti Era Muslim dll.
abisyakir mengatakan:
@ Daus…
Gak kebalik? Mencela istri nabi itu ada dlm Al Quran, “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.”
“Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.” (QS At-Tahrim: 3-6)
Baca dgn benar, ada Kalimat, “jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi”,jd orang yg hanya menyusahkan Nabi itu lebih baik dan Mulia drpd orang yg membantu Nabi?
Kalian meyakini Istri Nabi Nuh as, diazab Allah SWT begitu jg dgn Nabi Luth as, knp kalian berbeda perlakuan dgn istri Nabi Muhammad SAW?
Jk memberitahukan kelakuan istri Nabi yg tidak baik adalah dosa, bukankah dosa juga jk menceritakan istri Nabi Nuh dan Nabi Luth?apa perbedaan mereka, sama2 istri Nabi?
Iya sangat teliti, shg teliti siapa pendusta dlm agama, mereka yg memanfaatkan agama utk kekuasaan dan dunia atau yg tulus ikhlas, tdk seperti anda yg buta, tidak lg bisa membedakan krn doktrin sudah memnuhi hati anda.
Komentar: Kalau membaca ayat-ayat itu, Anda jangan salah paham. Para isteri Nabi itu adalah manusia, mereka tak lepas dari sifat kelemahan dan kekurangan. Ayat-ayat itu menjelaskan bahwa isteri Nabi tidak keluar dari tabiat kewanitaan mereka. Tetapi secara umum, mereka itu mulai, harus dijunjung tinggi. Tidak boleh dicela, dihina, apalagi dilecehkan. Melecehkan isteri-isteri Nabi SAMA dengan melecehkan suaminya. Kalau misalnya dengan ayat-ayat itu isteri Nabi dianggap punya cela, cela itu di mata siapa? Di mata Anda, saya, kita, atau di mata Rasulullah? Isteri-isteri Nabi punya banyak kekurangan, KALAU DIBANDINGKAN dengan suaminya, yaitu Nabi Saw sendiri. Kalau dibandingkan dengan kita, Anda, dan orang-orang Syiah; ya sangat-sangat tidak sebanding. Mereka sudah disucikan dari dosa-dosa, sedangkan manusia umumnya penuh dosa (termasuk saya di dalamnya).
Soal isteri Nabi Luth, Nabi Nuh, mereka kan sudah dijelaskan dalam Al Qur’an bahwa mereka termasuk bagian dari kaum-kaum durhaka itu. Cobalah baca lebih lengkap kisahnya. Kalau isteri-isteri Nabi Saw, apa ada ayat-ayat yang memperlakukan mereka seperti isteri Nabi Nuh dan Nabi Luth? Kalau ada, Anda tunjukkan!
Mana datanya? Data kebiadaban kalian sudah disebutkan oleh Haidar Bagir, lihat paragraf ke-8 sd 10, Republika, tgl 27 Januari 2012, dan dijawab oleh Baharun dgn kalimat, “Nalar umum tidak bisa menerima ini,“ dan “Tidak masuk akal” paragraf 10 dst Republika, tgl 3 Februari 2012, itu kah argumentasi ilmiah atau doktrin pemaksaan pendapat tanpa data???
Bukankah anda yg sensi, lihat tulisan anda di web anda ini, tuduhan2 dan tuduhan seperti tuduhan Haidar Bagir memiliki “split personality”(bahkan judul halaman ini “Tuduhan Tahrif Al Qur’an“), pdhal Haidar Bagir dlm artikel pertamanya di republika tgl, 20 Januari 2012 sudah berusaha proposional, dgn menunjukkan di kedua belah pihak ada riwayat2 tsb namun ditolak oleh umumnya/mayoritas ulama/cendikiawan masing2 (paragraf ke-11, republika tgl 20 Januari 2012), dan anda hanya bisa menulis, “Tetapi setelah kalimat itu selesai, barulah dia keluarkan keragu-raguan dirinya”
Anda menulis, “barulah dia keluarkan keragu-raguan dirinya, dengan harapan bisa mempengaruhi orang-orang awam yang mudah diperdaya (nas’alullah al ‘afiyah)”, tp anda tdk bisa memberikan di pargraf k brp tulisan tsb berada?
Jd hanya orang berpola pikir doktrinasi yg sama dgn anda yg percaya saya yg sensi bukan anda… hahahahaha….

Catatan hitam, mau saya kasih data hitamnya Kekuasaan Bani Ummayah dan Abbasiyah, dmn keluarga nabi saja tanpa ragu mereka bantai??? Selalu tanpa data anda menulis, dmn diskusi cerdasnya nih???

Jd siapa yg menyesatkan umat? Saya atau anda yg selalu menulis tanpa dasar (saya cantumkan sampai paragrafnya, opini yg jd tema tulisan anda ini)
Komentar: Di depan saya ini ada buku “Pengkhianatan-pengkhiatan Syiah” karya Dr. Imad Ali Abdus Sami’. Beliau memaparkan sejarah seputar pengkhiatan Syiah sejak zaman Ali Ra sampai zaman modern. Judul aslinya: Khiyanah As Syiah Wa Atsaruha Fi Haza’imil Ummah Al Islamiyyah. Diterbitkan Al Kautsar, cetakan 1 Januari 2006. Data-data dalam buku ini dan semisalnya bisa dirujuk. Tentu tidak mudah dimuat satu per satu di blog ini, nanti akan sangat makan waktu.
Masak hanya soal mengkritik tulisan Haidar Bagir disebut kebiadaban? Ini kan aneh. Tradisi polemik itu kan tradisi beradab tinggi. Daripada tawuran atau perang di medan laga. Kok yang begitu disebut biadab sih? Memang yang biadab di mata Syiah seperti apa?
Saya pahami Haidar Bagir bersikap begitu, karena saya pernah membaca buku Al Murajaat karya Sharafuddin Al Musawi, ulama Syiah asal Libanon. Dia juga begitu metodenya. Berlagak berbahasa halus, lalu kemudian menyebarkan keragu-raguan. Buku Al Murajaat itu diterbitkan oleh Haidar Bagir lewat penerbit Mizan pada tahun 1980-an, dengan judul “Dialog Sunnah-Syiah”. Buku ini banyak menipu manusia, termasuk Emha Ainun Nadjib terpengaruh dengan buku ini.
Terus data-data yang Anda sebutkan itu yang mana? Soal kutipan-kutipan singkat-singkat itu? Saya disini menyimpan artikel-artikel Haidar Bagir, plus jawaban-jawabannya ada disini. Termasuk promo setengah halaman di Republika, yang mengutarakan hasil pertemuan ulama sehingga keluar “Risalah Aman” itu. Alhamdulillah, kita coba mendokumentasikannya.
Tidak usah terlalu takabbur lah soal data-data itu…
Saya yg smp mau muntah tertawa melihat tulisan anda… :D Syiah jelas, Ali lah yg benar, tp kalianlah yg mencla mencle. kalian menilai kedua belah pihak “BENAR” krn berijtihad, nah saya tantang anda, siapa yg benar dan yg salah, dan yg salah ini bagaimana, tetap AGUNG wlw telah membuat keputusan yg berakibat FATAL?kok bisa???
Komentar: Nah, inilah kalo diskusi cuma modal nafsu doang. Jadi keluar pernyataan-pernyataan yang “menelanjangi diri sendiri” seperti itu. Kan di bagian sebelumnya, Anda nafsu banget ingin menyalahkan para Shahabat yang terlibat dalam Perang Jamal. Anda begitu marah dan merasa lebih suci dari mereka. Anda mengatakan, mengapa harus membunuh-bunuh, harus berperang, berdarah-darah? Lha ternyata, yang mengalami proses berdarah-darah itu salah satunya Khalifah Ali Ra sendiri.
Para ulama Sunni berpendapat, dalam konflik antara Ali Ra dan Muawiyah Ra, yang benar adalah Khalifah Ali Ra. Dalam kitab Khalifah Haular Rasul, Syaikh Khalid Muhammad Khalid, jelas-jelas memposisikan Khalifah Ali lebih benar, dan Muawiyyah salah. Itu benar adanya. Secara Syariat juga demikian. Tetapi karena Muawiyyah Ra bagaimanapun adalah seorang Shahabat Nabi, maka kehormatan beliau tidak boleh dihina, dilecehkan, dan sebagainya. Kebaikan beliau tetap diakui, sementara kesalahannya tetap dianggap salah; tanpa harus mencela dan menghujat kehormatannya.
Karena kehormatan seorang Muslim adalah terpelihara, sekalipun dia sudah wafat. Apalagi kehormatan para Shahabat Ra. Bersikaplah lunak kepada Shahabat, karena hal itu bagian dari sikap lunak (rifqan) kepada Rashulullah Saw. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.
Disini tidak ada yang mencla-mencle… Anda saja yang terlalu nafsu.
Sekali lg dlm tulisan Haidar Bagir di kutip riwayat2 mencaci maki Ali as (yg dijawab oleh Baharun dgn pendapat pribadinya dan akalnya doang), yg berakal sehat bisa menilai, Ali saja di caci maki dlm jngka waktu yg lama, bagaimana dgn pengikutnya, kecuali akal anda tidak akan sampai sih…
Komentar: Mencaci-maki Shahabat termasuk Ali Ra, dalam Ahlus Sunnah dilarang. Tidak boleh itu. Dalam riwayat disebutkan, “Sibabul muslimin fusuqun wa qitaluhum kufr” (mencaci seorang Muslim itu fasiq, dan memeranginya adalah kufr). Kalau ada khatib-khatib di zaman Umayyah misalnya melazimkan mencaci-maki Ali Ra…jelas itu perbuatan munkar. Itu tidak benar.
Kata Haidar Bagir, kaum Sunni mencaci-maki Ali Ra selama 70 tahunan. Andaikan ini terjadi, itu salah. Perbuatan salah TIDAK BISA JADI DALIL, DUL. Itu harus benar-benar kamu pahami. Dalil itu Kitabullah dan Sunnah, bukan hawa nafsu dan kemungkaran. Apalagi Prof. Baharun mengklaim, data caci-maki 70 tahunan itu ternyata tidak valid. Jadi lengkap deh…
Itulah lucunya anda, situs itu hanya diakui kalangan anda bukan? Gen Syiah yg didanai Arab Saudi (yg jd entah teman mesra atau budak AS dan Zionis, seperti di web Republika,http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/03/16/m0z9ej-ulama-mesir-tuduh-saudi-dan-qatar-pelayan-israel), lebih tdk objektif dibanding CNN, BBC, dll (media barat) jk berbicara Islam kan, dgn tujuan yg sama, klw media Barat ingin dan berhasil menciptakan Islamophobia pd bangsa dan negaranya, klw website Gen Syiah sepertinya hasilnya kebalikannya deh… J
Bahkan banyak kalangan Ahlus Sunnah menolak situs2 teroris yg mirip2 sbg acuan anda,


Lihat akhlaq anda thdp ulama seperti Umar Shihab, Syiah wlw tidak sependapat dgn cendikiawan (seperti Haidar Bagir, banyak ulama syiah Indonesia yg berbeda pandangan atas sepak terjangnya, apalagi buku2nya juga umum bahkan ada menerbitkan buku ttg sahabat yg diriwayat “umum” syiah berbeda), tdk melakukan hal yg anda tulis, terlihat kan dgn jelas bagi yg berakal, siapa yg menyesatkan!!!
Komentar: Berarti terbantah ya tuduhan Anda bahwa situs “gen syiah” itu tidak jelas. Ia jelas lho, waong rujukannya juga jelas. Syaikh Mamduh Buhairi itu sampai begitu ditakuti oleh Prof. Umar Shihab. (Bagaimanapun saya masih sering menyebut beliau dengan gelar “prof”).
Soal media-media dibiayai Saudi…ya Anda bisa buat perbandingan dengan media-media yang dibiayai Iran. Gitu sajalah mudahnya… okeh…
Yo wis silakan Anda sebut saya kurang ajar ke Prof. Umar Shihab. Yang jelas, di mata saya, siapapun yang menghina, mencela, mengutuk, mendoakan buruk pada Shahabat Ra, mereka bukan saudara saya. Bahkan mereka adalah musuh yang lambat atau cepat, akan kami hadapi. Wallahu Maula Ni’mal Maula Wa Ni’man Nashir.
Hal yg paling lucu, knp ulama/cendikiawan anda seperti Baharun tdk menggunakannya sbg dalil/hujjahnya di REPUBLIKA saat itu, dibandingkan dia menggunakan akal pribadinya?
Sekali lg tidak ada satu kalimat pun pd Opini terakhir (2 ulama/cendikiawan yg memiliki posisi/kedudukan/jabatan dlm urusan umat yg lumayan tinggi/berpengaruh, Republika, 3 Februari 2012) yg MENDHAIF kan riwayat2 perubahan Al Quran, jd aneh sekali, mereka tdk mengkaji terlebih dahulu, pdhal mereka ulama2/cendikiawan berpengaruh dan diakui keilmuannya dibandingkan anda kan???
Komentar: Yo jangan begitu lah… setiap orang kan punya aktivitas baca masing-masing. Saya tak tahu apa yang Prof. Baharun sedang baca, bisa jadi beliau juga tak tahu apa yang sedang saya baca. Ini kan masalah-masalah manusiawi. Yo jangan digebyah uyah, bahwa seolah dalil tentang Syiah itu sudah dikuasai seseorang sepenuhnya, sejak awal sampai akhir. Jangan begitu… Itu simplisit namanya.
Dan lebih lucu, saya kembali kutipkan tulisan Mohammad Baharun yg anda gelari “Prof” pd Republika, tgl 3 Februari 2012, “Ini nalar yang antagonistis dan kontradiktif, suatu hadis disebut sahih (dalam kitab hujjah atau argumen), namun tidak menutup kemungkinan palsu.”
Nah skrng anda mendhaifkan bbrp riwayat2 yg ada dlm Kitab2 rujukan/hujjah anda, hmmm… silahkan menilai sendiri deh…
Komentar: Maksud perkataan Prof. Baharun itu begini… Dalam tulisan Haidar Bagir itu dia mengklaim hadits tertentu shahih (seperti lembaran mushaf yang dimakan kambing itu). Tetapi di sisi lain, Haidar Bagir menafikan riwayat itu dan setuju dengan pendapat umum kaum Sunni bahwa tidak ada perubahan dalam Al Qur’an. Nah, itu yang disebut kontradiksi.
Jadi, Prof. Baharun tidak menilai derajat hadits itu. Yang menilai shahih adalah Haidar Bagir sendiri. Yang menilai “palsu” juga dia sendiri. Itulah yang disebut kontradiksi. Ini yang dibidik Prof. Baharun.
Ya itu yang bisa saya kemukakan. Semoga ada hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik. Saya berharap kepada Allah, agar Dia berkenan melembutkan hati Anda, menerbitkan terang jalan dan langkah; sehingga Anda akan kembali ke pangkuan Ahlus Sunnah. Amin Allahumma amin. Kalau Anda tak berkenan kembali ke Ahlus Sunnah, semoga Anda ditakdirkan selamanya tidak bisa mempengaruhi orang lain agar masuk Syiah Rafidhah. Dan kalau ternyata Anda tetap ditakdirkan bisa menyesatkan Ahlus Sunnah, semoga orang-orang yang Anda sesatkan nanti akan bertaubat kembali ke Ahlus Sunnah.
Dan saya memohon kepada Allah agar Anda sangat terinspirasi dengan kalimat ini: “Andaikan setiap insan Syiah boleh memilih, tentu mereka ingin kembali ke masa lalu sebelum menjadi seorang Syiah. Itu adalah masa-masa ketika hati mereka bisa mencintai para Shahabat Ra dengan tulus.
AMW.
Kambing sakti mengatakan:
Mungkin ada yg bisa mencari ayat2 ttg RAJM di quran? 100% saya jamin tidak Akan ketemu. Karena sudah di makan Kambing. Yg ada cuman hukum cambuk.
Jika ada tentunya di Aceh akan berlakukan hukum rajam, bukan hukum cambuk spt saat ini.
abisyakir mengatakan:
@ Kambing…
Ayat rajam tidak ada di dalam Al Qur’an. Namun ia ada dalam Sunnah Rasul SAW. Sebagaimana dalam Al Qur’an tidak ditemukan KAIFIYAH (tata cara) Shalat; tetapi adanya di Sunnah. Kalau di Aceh, mungkin sifatnya bertahap, sambil memperbaiki keadaan masyarakat di sana, sampai sepenuhnya bisa menjalankan Syariat secara baik. Prinsip pentahapan (tadarruj) diperbolehkan dalam Syariat. Terimakasih.
Admin.