Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Syiah menjadi bahaya laten yang mengancam
cukup serius di negara kita. Maka dari itu, bekal yang paling penting untuk
menghadapi mereka adalah bertafaqquh fiddin, mempelajari ilmu agama Islam
dengan benar yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman para
ulama salaf, generasi terbaik umat ini.
Ilmu akidah adalah ilmu yang paling
penting bagi setiap muslim. Sebab, akidah adalah fondasi dan pilar-pilar yang
dibangun di atasnya bangunan-bangunan Islam lainnya. Akidah yang bersumber dari
al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan tameng untuk menjaga seorang muslim dari
penyimpangan, kesesatan, dan kesyirikan.
Seluruh kaum muslimin hendaknya tidak
mencoba untuk menelaah pemikiran-pemikiran mereka atau mendengar
syubhat-syubhatnya. Sungguh, akan menjadi musibah yang besar manakala seseorang
membaca dan meneliti serta mendengar syubhat-syubhat kelompok Syiah sedangkan
pemikirannya kosong dari akidah yang benar. Hal itu akan menyeretnya kepada
penyimpangan.
Begitulah akidah dan paham-paham yang
menyimpang. Ia tidak akan datang kecuali kepada orang-orang yang bodoh. Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah berfirman,
{وَقَدْ نَزَّلَ
عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا
وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ
غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ
وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا (140)} [النساء: 140]
“Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan)
bagimu di dalam Kitab (al-Qur’an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah
diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), janganlah kamu duduk
bersama mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain….” (an-Nisa: 140)
Para ulama telah menetapkan melalui tafsiran dari ayat
ini bahwa tidak diperbolehkan mendengarkan perkataan orang yang menyimpang,
sesat, dan ahli bid’ah, serta tidak boleh duduk bersama mereka. Sebab, apabila
mendengarkannya, seseorang akan terlibat bersama mereka dalam dosanya. Selain
itu, bisa jadi mereka akan meniupkan racun (syubhat) kepada dirinya. Inilah
musibah yang menimpa agama seseorang.
Generasi muda kaum muslimin hendaknya tidak
menyepelekan bahaya laten Syiah yang terus menggerogoti umat. Sebab, tidaklah
mereka tinggal di suatu negara melainkan akan meniupkan api, membakar setiap
yang basah dan kering, serta mengembuskan racunnya. Kelompok Syiah siap
menggelontorkan materi dan dana kepada kaum muslimin asalkan mereka mau
mengambil akidahnya, mengambil akhlaknya, bahkan agamanya. Inilah yang perlu
diwaspadai.
Asy-Syaikh al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah,
dalam nasihatnya menghadapi kelompok Syiah Rafidhah, menegaskan, “Kami
menasihati seluruh kaum muslimin agar tidak tertipu olh seruan-seruan kelompok
Syiah. Sebab, segala seruan mereka yang mengatasnamakan Islam, tidak berdasar
dan tidak benar. Semuanya masuk dalam kerangka perbuatan munafik. Mereka adalah
para munafik dan tukang taqiyyah. Siapa yang melihat kitab-kitabnya, pasti
mengetahuinya. Kaum mukminin dan muslimin semestinya mengetahui bahwa seruan
(Republik Islam Iran), semua itu tidak ada hakikatnya. Tampak dari luar saja
seperti Islam, namun batinnya menyelisihi Islam. Batinnya adalah watsaniyyah
(penyembahan terhadap berhala) dan permusuhan terhadap Islam serta seluruh para
sahabat, serta tidak menampakkan keridhaan kepada mereka. Yang ada, mereka
malah mengafirkan dan memvonis fasik para sahabat, kecuali sebagian kecil saja.
Intinya, Khomeini dan para pengikutnya adalah tokoh-tokoh (Syiah) Rafidhah,
pengagum akidah Rafidhah dan berpegang teguh dengannya. Mereka mengagungkan
imam yang dua belas serta mengklaim bahwa imam-imam itulah yang paling berhak
atas predikat imam dan mendapatkan kepemimpinan, dan yang paling tingginya adalah
Ali Radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak mengakui kepemimpinan yang lain dan
menganggapnya batil.
Benar bahwa Ali Radhiyallahu ‘anhu, ialah seorang imam
yang saleh, khalifah keempat setelah tiga khalifah sebelumnya, sahabat yang
paling utama setelah tiga sahabat sebelumnya. Demikian juga al-Hasan dan
al-Husein, merupakan sahabat, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhainya.
Akan tetapi, mereka tidak menjadi pemimpin, kecuali al-Hasan menjadi pemimpin
sebentar kemudian mengundurkan diri dan menyerahkan kepemimpinan kepada
Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu. Sementara itu, al-Husein sama sekali tidak
menjadi pemimpin. Orang-orang Rafidhah (Syiah) tidak memiliki ilmu pengetahuan,
tidak ada pada diri mereka kecuali klaim-klaim yang tidak berdasar.” (www.binbaz.org)
Salah satu pintu menyesatkan umat yang dilakukan oleh
kelompok Syiah adalah slogan “cinta Ahlul Bait”. Maka dari itu, seorang muslim
tidak boleh tertipu ketika kaum Syiah mengawali pembicaraannya dengan hal itu.
Mereka adalah orang-orang yang sudah ada penyimpangan dalam hatinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam
firman-Nya,
{فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ
فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ
تَأْوِيلِه} [آل عمران: 7]
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada
kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan
untuk mencari-cari takwilnya….” (Ali Imran: 7)
Yang dapat membentengi kita dari kesesatan Syiah
adalah dengan mengetahui akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan senantiasa merujuk
kepada tafsiran-tafsiran para salaf, serta kembali kepada para ulama rabbani.
Menurut akidah Ahlus Sunnah, tidak ada seorang imam
yang diagungkan, yang diambil semua perkataannya dan ditinggalkan semua yang
menyelisihannya, selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Keistimewaan
ini tidaklah ada pada imam-imam yang lain. Setiap orang dapat diambil
perkataannya dan ditinggalkan, tidak ada yang maksum selain beliau Shallallahu
‘alaihi wa Sallam. Ahlus Sunnah mengikuti jalan para pendahulu dari kalangan
sahabat. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)} [التوبة: 100]
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun
rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (at-Taubah: 100)
Ahlus Sunnah selalu menjaga lisan dan hatinya terkait
dengan para sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan sifat
mereka dalam firman-Nya,
{وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ
رَءُوفٌ رَحِيمٌ (10)} [الحشر: 10]
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin
dan Ansar),mereka berdoa, “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami,
sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (al-Hasyr: 10)
Sebagai bentuk ketaatan kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya,
ا تَسُبُّوا
أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ
أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencela sahabat- sahabatku. Demi
Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, andai salah seorang dari kalian berinfak
dengan emas seperti Gunung Uhud, niscaya hal itu tidak akan dapat menyamai
infak salah seorang dari mereka walau satu mud, tidak pula setengahnya.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim)
Ahlus Sunnah menerima apa yang datang dari Kitabullah
dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam serta apa yang telah
menjadi konsensus (ijma’) yang terkait dengan keutamaan dan kedudukan para sahabat.
Kelompok Syiah tidak jujur dalam klaimnya sebagai
pecinta Ahlul Bait, karena pada kenyataannya mereka tidak mencintai Ahlul Bait
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tidak pula Ahlu Bait Ali Radhiyallahu
‘anhu. Mereka tidak mengambil petunjuknya, tidak mengikuti jalannya, tidak
menaati perintahnya. Mereka justru menentang dan menyelisihinya, bahkan dengan
terang-terangan hal itu mereka lakukan terutama kepada al-Khulafa ar-Rasyidin,
Ummahatul Mukminin (istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam), dan
seluruh sahabat beliau Radhiyallahu ‘anhum.
Al-Qur’an telah menyebutkan bahwa Allah Subhanahu wa
Ta’ala ridha kepada para sahabat. Al-Qur’an pun memberi rekomendasi tentang
keimanan yang sesungguhnya pada diri mereka. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ
أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا
يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ
أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي
الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى
عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا
عَظِيمًا (29)} [الفتح: 29]
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang
bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan
tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di
atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanampenanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” (al-Fath: 29)
{لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ
وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ
مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ
إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117) } [التوبة: 117]
“Sungguh, Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang
Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi pada masa-masa sulit,
setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima
tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada mereka.”
(at-Taubah: 117)
{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ
حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (74)} [الأنفال: 74]
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta
berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan
memberi pertolongan (kepada orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang
benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.”
(al-Anfal: 74)
Wallahu a’lam.
(Majalah Asy Syariah edisi 102, hlm. 28–31)