Bagi
seorang Muslim, dakwah merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar. Kewajiban
dakwah merupakan suatu yang tidak bisa dihindarkan dari kehidupan. Dakwah
melekat erat bersamaan dengan pengakuan dirinya sebagai seorang Muslim. Orang
yang mengaku sebagai Muslim, dia menjadi seorang juru dakwah.
Sebagaimana
yang diajarkan Nabi Muhammad saw dalam sabdanya, “Sampaikan apa yang kamu terima
dariku walaupun hanya satu ayat”. Atas dasar ini, dakwah merupakan bagian
penting dalam kehidupan seorang muslim.
Ada empat tipe dakwah.
Pertama, seperti Air hujan, berdakwah ke
tempat manapun, tidak memilih-milih lokasi; kaya miskin, pejabat rakyat, tua
muda, muslim kafir dan sebagainya.
Allah
SWT berfiman :”Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang makruf, dan
mencegah dari yang munkar dan beriman kepa Allah…”(QS.Ali Imron:
110).
Lihat
juga surat Annahl 82 dan 125, Al Ghasiyah 21-22, Ali Imron 104, Annisa 95-96,
Yusuf 108, Fusshilat 33, as-shaf 10-13).
Dalam
hadis Rasulullah saw bersabda : “Apabila umatku sudah
meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar maka tercabutlah bagi mereka keberkahan
wahyu (HR.Hakim dan Tirmidzi ).
Kedua, seperti air sumur (mata air), orang-orang
mendatangi ulama untuk mendapatkan ilmu, hikmah, faedah. Firman Allah dalam
Surat Fathir ayat 28: “Diantara hamba-hamba Allah yang takut
kepadaNya, hanyalah para ulama…”
Lihat
juga Surat Attaubah : 122, Al Ahzab 39, Al Haj 54. Rasulullah saw bersabda :”Ulama itu para penerima amanah Rasul selama tidak bergelimang
dengan kekuasaan, dan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan. Apabila mereka
dikendalikan oleh kekuasaan dan menjadikan dunia sebagai tujuannya, sungguh
mereka telah berkhianat pada para Rasul. Hati-hatilah menghadapi mereka.
“(HR.Uqaily dari Anas).
Ketiga, seperti air pam, berdakwah
jika dibayar, jika tidak dibayar dia tidak mau berdakwah, seperti air pam yang
mampet. Allah SWT berfirman :”Mengapa kamu menyuruh orang
lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal
kamu membaca kitab ? Tidakkah kamu mengerti. ”(Al-Baqarah :44
).
Lihat
juga Al Baqarah :174-175 dan Ali Imron : 187. Rasulullah saw bersabda : “barangsiapa yang mencari ilmu (yang dengan ilmunya tersebut )
hanya untuk pandai mendebat (beragumentasi) dengan para ulama atau untuk
membodohi/mengelabui orang-orang bodoh, atau hanya ingin mendapatkan kemuliaan
manusia (dengan menjadi terkenal) maka Allah akan memasukkannya ke dalam api
neraka.”(HR.Tirmidzi).
Keempat, seperti air kotor, dakwah
bercampur dengan maksiat, dia berdakwah tapi juga melakukan perbuatan
dosa, maksiat dan kezholiman.
Firman
Allah dalam Al Quran Surat As Shaf :2-3 menjelaskan, :”Wahai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan ? (Itu ) sangatlah dibenci disisi Allah jika kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
Rasulullah
saw bersabda : “Jika seorang alim tidak mengamalkan apa yang
diketahui orang alim tersebut akan masuk neraka” (HR.Dailamy).
Dari
Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda :”Sesungguhnya Allah swt tidak
mencabut ilmu secara langsung dari hati hamba-hambaNya, akan tetapi Allah
mencabut ilmu itu dengan cara mewafatkan para ulamanya, sehingga tidak ada
seorangpun yang tertinggal di kalangan mereka. Dan pada waktu itu umat manusia
menjadikan pemimpin mereka dari orang yang bodoh; yang apabila mereka ditanya,
maka mereka memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, sehingga mereka tersesat dan
menyesatkan.”(HR.Bukhari dan Muslim).
Jika
kita merujuk apa yang diucapkan Ali bin Abi thalib karramallahu wajhah, saya pernah mendengar Rasulullah
saw bersabda :”Pada akhir zaman akan datang suatu kaum yang
muda usia dan lemah akal. Mereka mengutip ucapan manusia terbaik (Nabi SAW ),
tetapi tidak melewati tenggorokan mereka (tidak di amalkan). Mereka
tercabut dari agama sebagaimana anak panah tercabut dari busurnya. Ketika
Rasulullah isra mi’raj melihat orang-orang yang dipotong lidah mereka dengan
pemotong dari api.
”Lalu aku bertanya, siapa mereka itu ya, Jibril? ”Mereka adalah
para da’i dari umat Anda yang menyuruh berbuat kebajikan tetapi lupa diri
mereka sendiri”, jawab jibril. Semoga kita dijauhkan dari tipe da’i
air pam dan air kotor. (Ustaz A Saefullah MA dikutip dari ROI/Dz)
http://www.solusiislam.com/2013/05/4-tipe-ustadz-dalam-berdakwah.html
http://www.solusiislam.com/2013/05/4-tipe-ustadz-dalam-berdakwah.html
Artikel terkait :
[ Out Of Topics ] Tidak Semua Muslim Layak Dijadikan
Guru Atau Ustadz
Apa dan Siapa disebut Zalim (ظلم). [ IT ]
Al Quran : The Miracle Of Miracles. Allah Tidak
Sekali-Kali Menjadikan Seseorang Mempunyai Dua Hati Dalam Jiwanya. Masukilah
Islam Secara Kaffah ( Not Less Than 100 % Kaffah ! )
2 Dosa Besar Yang Kerap Membuat Seorang Ustadz/Kyai
/Ulama Tergelincir Dari Qudwah ( 18 Dosa Besar Lainnya Mungkin Bisa Dipatuhi )
Yaitu Ghibah Dan Riba (Bagian I)
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/02/2-dosa-besar-yang-kerap-membuat-seorang.html
Dakwah : Kewajiban atau profesi?
Rabu
4/9/2013 Lembaga Dakwah kampus Dewan Keluarga Masjid Universitas Padjadjaran
(LDK DKM Unpad) mengadakan kajian Fiqih Kontemporer.
Kajian
yang rutin dilaksanakan setiap bulannya, kali ini mengangkat tema “Haramkah
memperjualbelikan ayat Allah?” dibawakan oleh Ust Hisyam Mansur, S.Ip (aktivis
bakti DKM Unpad / Direktur perencanaan dan pengembangan organisasi DKM Unpad),.
Ust
Hisyam memaparkan dengan gamblang fakta yang terjadi di masyarakat, bahwa ada 2
tipe ustadz yang sering kita lihat. Tipe pertama adalah seorang ustadz yang
dengan ikhlas mengajarkan ilmunya walaupun tidak dibayar, ia rela pergi ke
pelosok-pelosok pedesaan demi melaksanakan tugas mulianya. Mereka tidak
terkenal bahkan tidak terbetik sedikitpun dalam benak ustadz tersebut untuk
terkenal.
Adapun
tipe kedua, terdapat ustadz yang menjadikan dakwah sebagai ladang bisnis,
sebagai sumber penghasilannya sehari-hari. Mereka dengan gayanya yang mengejar
ketenaran, mengejar masa demi tujuan materi. Bukan timbul dari kesadaran bahwa
dakwah itu wajib.
Pembicara
kemudian menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya ustadz tarif.
Diantaranya :
– Sistem
kapitalisme yang melahirkan sistem sosial yang serba materi oriented.
–
Pergeseran paradigma Da’wah (dari Perintah menjadi profesi, menyampaikan apa yg
diinginkan masyarakat bukan yang dibutuhkan masyarakat)
–
Kesejahteraan para mualim.
–
Minimnya peran negara dalam mendukung aktivitas da’wah.
“Menjamurnya ustadz tarif baru-baru ini sebenarnya lebih disebabkan
oleh sistem kapitalis yang saat ini diterapkan”. Begitulah statement dari pemateri kajian
fiqih edisi September LDK DKM unpad.
kemudian
menjelaskan bahwa aktivitas dakwah bukan sebuah profesi tetapi kewajiban
seorang muslim, yang harus dilaksanakan oleh semua kalangan baik mahasiswa,
dosen, tukang becak, dan lain-lain.
Seperti
halnya kewajiban yang lain, dakwah tidak boleh dilandasi oleh nilai-nilai
material, apalagi ditarif. Karena dakwah tidak boleh dijadikan ladang bisnis.
Tapi, yang namanya wajib tentunya harus dilaksanakan karena dorongan iman,
sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah swt. Kemudian ustadz Hisyam
mencontohkan dengan kewajiban-kewajiban yang lain yang pelaksanaannya harus
betul-betul dilandasi keikhlasan dan sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya. “tidak
boleh tidak jadi melaksanakan shalat karena tidak ada biaya, juga tidak boleh
tidak jadi shaum karena tidak dibayar, kalo yang seperti itu namanya dagang, bukan
ibadah” ungkap ustadz hisyam.
Tidak
cukup sampai disitu, pembicara pun menjelaskan bahwa seorang ustadz ketika
diberi upah Karena ia mengajarkan ilmunya, atau karena dakwahnya, ia boleh
mengambilnya. Dengan catatan tidak boleh mematok tarif dan memberatkan umat
atau bahkan menghalangi umat untuk memperoleh pengajaran.
“Barang
siapa yang ditanya mengenai suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, niscaya ia
akan dipecut oleh Allah swt di hari kiamat nanti dengan tali pecut dari neraka”
(HR Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah
Peserta
kajian pun begitu antusias mengikuti acara kajian fiqih tersebut. Diantara
mereka pun aktif bertanya kepada pembicara seputar fenomena-fenomena yang
terjadi dalam dunia dakwah. [TS]
[ IT ]
Bencana…!! Banyak Berilmu Namun Tanpa Amal
Siapa
Bilang Ilmu Tidak Diambil Dari Seorang Kutu Buku!!
Allah tidak menjadikan dua
hati dalam diri seseorang
Sebuah wadah baru bisa diisi dengan sesuatu jika
kosong dari lawan sesuatu tersebut. Hukum ini, selain berlaku untuk dzat dan
benda, juga berlaku untuk hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan dan kehendak.
Apabila hati seseorang dipenuhi oleh keyakinan dan rasa
cinta terhadap perkara yang bathil , maka tidak ada lagi ruang didalamnya untuk
menempatkan keyakinan dan rasa cinta terhadap perkara yang haq.
Demikian pula,apabila lidah seseorang terbiasa
disibukan dengan membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat, niscaya ia tidak
mungkin berbicara tentang sesuatu yang bermanfaat baginya, kecuali setelah lidahnya
dikosongkan dari perkataan-perkataan yang bathil.
Begitu pula anggota tubuh, jika telah disibukan dengan
selain ketaatan kepada Alllah, maka tidak mungkin anggota tubuh itu dapat
disibukan dengan ketaatan kepada Allah, kecuali setelah dikosongkan terlebih
dahulu dari perbuatan yang berlawanan tersebut.
Hatipun demilkian, jika sudah sibuk mencintai sesuatu selain
Allah , sibuk dengan keinginan terhadap sesuatu selain Allah, serta sibuk
merindukan dan larut kepada selain Allah, pastilah ia tidak mungkin sibuk untuk
mencintai Allah dan menginginkan-Nya, juga dalam
merindukan pertemuan dengan-Nya, kecuali setelah hati itu dikosongkan dari
keterkaitannya kepada selain Allah.
Gerakan lidah tidak mungkin sibuk menyebut Allah,
begitu pula anggota tubuh lainnya tidak akan sibuk melayani Allah, kecuali jika
lidah dan anggota tubuh tersebut dikosongkan terlebih dahulu dari menyebut
selain Allah atau melayani selain-Nya.
Jika hati telah dipenuhi oleh kesibukan dengan sesama makhluk
dan ilmu yang tidak bermanfaat, maka tidak ada lagi ruang didalamnya untuk
menyibukan diri dengan Allah, termasuk untuk mengenal asma-asma, sifat-sifat,
maupun hukum-hukum-Nya.
Ada hikmah dibalik semua itu. Yaitu, pengaruh dari
penyimakan hati serupa dengan pengaruh dari penerimaan telinga. Apabila hati
terbiasa menyimak perkataan yang tidak berhubungan dengan Allah, niscaya ia
tidak akan mendengar atau memahami firman Allah. Sebagaimana ketika hati
cenderung dan cinta kepada selain Allah, didalamnya pasti tidak akan ada
kecenderungan dan kecintaan kepada-Nya. Jika hati sudah berbicara dengan selain
dzikir kepada Allah, maka hati tidak akan berbicara dengan dzikir kepada-Nya’
sebagaimana halnya lidah.
Oleh sebab itu didalam kitab ash-Shahiih disebutkan bahwasanya
Nabi pernah bersabda :
“Seandainya perut seseorang di antara kamu dipenuhi
oleh nanah sampai nanah itu menggerogoti dan merusaknya, sungguh yang demikian
itu lebih baik baginya daripada dipenuhi oleh sya’ir ( yang melalaikannya)” [
diriwayatkan oleh al-Bukhari ( no.6155) dan Muslim ( no.2257) dari Abu Hurairah.
Kata yariyahu dalam hadits tersebut bermakna menggerogoti dan merusak
perut.lihat pula fathul baarii ( X/550)].
Pada hadits diatas, Nabi menjelaskan bahwa perut
manusia bisa dipenuhi oleh sya’ir, artinya anggota tubuh ini dapat pula
dipenuhi oleh perkara-perkara syubhat ( yang tidak jelas halal-haramnya),
hal-hal yang meragukan, segala takhayul ( khayalan), asumsi-asumsi yang tidak
nyata, pengetahuan yang tidak bermanfaat, humor dalam kehidupan, berbagai
lelucon, hikayat-hikayat, dan sebagainya.
Apabila hati seseorang telah dipenuhi oleh hal-hal
tersebut, kemudian datanglah berbagai kebaikan yang hendak menempatinya (
berupa hakikat-hakikat Al-Qur’an serta ilmu agama yang akan membuat dirinya
sempurna dan bahagia), niscaya semua hal positip itu tidak akan mendapatkan
tempat dan tidak akan diterima. Akibatnya, seluruh hakikat al-Qur’an dan ilmu
itu akan berlalu begitu saja melintasi hati yang dipenuhi keburukan tersebut,
untuk mencari tempat yang lain.
Begitu pula jika anda memberi nasihat kepada hati yang
dipenuhi oleh hal-hal yang berlawanan dengan perkara yang dinasihati, niscaya
nasihat itu tidak akan menemukan jalan masuk. Sebab, hati tadi akan menolak
nasihat itu, dan nasihatpun tidak akan bisa masuk kedalamnya. Nasihat itu akan
berlalu melewatinya dan tidak akan tinggal di dalam hati sepeti itu.
Di dalam sebuah sya’ir dinyatakan :
Bersihkan hatimu
dari selain Kami, niscaya engkau bertemu Kami
Sebab Kami hanya
bertemu dengan orang seperti itu
Sabar adalah mantera
pembuka perbendaharaan Kami
Siapa yang
mendapatkannya pasti mendapatkan perbendaharaan itu
Hanya kepada Allah kita memohon taufik
Admin lamurkha
Disadur dari buku Fawaidul Fawaid, Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah, Bab 13.12.
4
Tipe Manusia dalam Beramal
PERNAHKAN kita menjumpai seseorang yang ketika
diajak berdakwah memperjuangkan Islam hanya diam saja, tidak berkata apa-apa
dan juga tidak melakukan apa-apa? Atau, pernahkah kita menemui sesorang orang
yang tidak berdakwah untuk Islam, tidak menyampaikan ide-ide Islam, tetapi pada
yang sama, juga tidak berbuat apa-apa untuk Islam? Ternyata, hal ini sudah
diprediksikan oleh ulama kita terdahulu.
Abu Hazim Rahimahullâhu Ta’ala sebagaimana dikutip Syaikh Mahmud
al-Misri dalamTamasya Ke Negeri Akhirat (Terjemah
kitab Rihlatun
ilâ al-dâr al-âkhiroh) menyampaikan
“Ulama pada zaman ini (red=zaman Abu Hazim) merasa puas dengan perkataan-perkataan (tentang
kebaikan) namun jarang berbuat. Sedangkan, para salaf Radhiyallahu Anhum terdahulu
mereka mempraktekkan pekerjaan tanpa banyak berkata-kata. Kemudian, orang-orang
setelah mereka melakukan pekerjaan sambil berkata-kata. Kemudian, orang-orang
setelah mereka berkata-kata namun tidak melakukannya. Dan akan datang suatu
zaman di mana penghuninya tidak berkata-kata dan tidak pula melakukannya.” (Syaikh
Mahmud al-Mishri, Tamasya ke Negeri Akhirat, (Jakarta : Pustaka
al-Kautsar, 2011), hal. 16)
Dari keterangan Abu Hazim di atas, bisa diketahui
bahwa ada 4 tipe manusia dalam beramal:
Pertama, Mereka yang banyak beramal tapi sedikit
berbicara, dan ini sebaik-baik tipe manusia dalam beramal,
Kedua, Mereka yang
beramal dan sambil berbicara,
Ketiga, Mereka yang
sedikit amalnya tapi banyak berbicara, dan
Keempat, Mereka
sedikit bicara dan sedikit amalnya.
Dari keempat tipe tersebut, tipe yang manakah kita,
tentu hanya kita dan Allah Subhanahu wata’ala saja yang mengetahuinya. Semoga kita
diberikan kekuatan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk bisa menjadi manusia tipe yang
pertama, tipenya para salaf radhiyallahu ‘anhum. Aamiin. [] Mabsus Abu Fatih, @mabsus