Dialog Habib AZA Dengan NU GL: Syiah Dan Wahabi
NUGarisLurus.Com – Redaksi NU GL berkesempatan berdialog dengan A’wan Syuriah PWNU Jatim Habib Ahmad Bin Zain Al Kaff (AZA). Sosok yang terkenal sangat tegas melawan syiah namun sebagian kalangan mempertanyakan sikap beliau terhadap aliran wahabi.
Redaksi berkesempatan
menanyakan tentang isu bahwa beliau membela wahabi. Namun Ketua Umum Forum Anti
Aliran Sesat (FAAS) ini menyatakan bahwa justru beliau satu satunya habib yang
berani menasehati orang orang wahabi di depan mereka, tidak seperti sebagian
muballigh yang hanya berani membantah wahabi, tapi didepan habaib dan orang
orang NU, tdk didepan orang orang Wahabi.
Habib
AZA juga menyatakan bahwa sebagai seorang Nahdliyyin tidak akan mungkin
berkhianat terhadap isi kitab Risalah ‘Ahlus Sunnah Wal Jama’ah’
Hadhrotussyaikh KH. Hasyim Asy’ari .
Yg beliau sesatkan harus kita sesatkan.
“Kalau
ada pengurus NU tidak setuju dengan apa yang sudah digariskan oleh pendiri NU.
Maka berarti dia telah berkhianat kepada KH.Hasyim Asy’ari, tegasnya kepada NUGarisLurus.Com, Selasa 15 Maret 2016.
Habib
AZA juga meminta kepada para Dai baik para habaib dan kiai agar jangan hanya
berani membantah wahabi di belakang orang orang wahabi, tapi juga harus berani
menasehati mereka secara langsung agar tidak saling menyerang.
Habib
AZA menegaskan bahwa beliau sudah menulis15 buku dalam 30 tahun untuk
mengoreksi ajaran syiah dan wahabi. Wallahu Alam
[VIDEO MANTAP] Habib Thohir Al Kaff: Mayoritas Jangan Banci
Hadapi Salafi
Mengapa“wahabi”selalu diserang Aswaja..?
“Berani-beraninya ‘wahabi’ ini
membid’ah-bid’ahkan amalan ‘aswaja’! Emang duluan mana antara ‘wahabi’ dengan
‘aswaja?” Demikianlah kira-kira ucapan sebagian orang yang mengklaim sebagai
penganut ‘aswaja’ kala mendapati para da’i yang tengah meluruskan berbagai
amalan bid’ah di tengah masyarakat.
Aswaja dan Wahabi. Itulah dua istilah yang
belakangan ini begitu mengemuka dalam kancah dinamika dakwah tanah air. Kedua
istilah tersebut kerap menimbulkan salah persepsi dari berbagai kalangan dalam
memahami ajaran Islam yang sebenarnya.
Term Aswaja dipopulerkan oleh organisasi
nahdlatul ulama (NU) untuk melegitimasi paham dan amalan-amalan yang menjadi
ciri khas mereka. Alhasil banyak masyarakat Muslim tanah air memahami ‘aswaja’
sebagai suatu aliran keberagamaan yang memiliki ciri-ciri dalam akidah dan
amaliah sebagaimana diyakini dan diamalkan warga nahdliyin seperti: berakidah
asy’ariyah-maturidiyah, mengamalkan tashawuf, sinkretisasi ajaran Islam dengan
kultur warisan Hindu-Budha, membuka kreasi dan modifikasi beragama
seluas-luasnya atas dalih bid’ah hasanah, bertawasul lewat perantara arwah para
wali, ngalap berkah ke kuburan, serta mengultuskan kyai sedemikian rupa.
Dengan demikian, jika kita mau jujur maka akan
tersingkaplah hakikat ‘aswaja’ sesungguhnya yang ternyata akar dari aliran
tersebut bukanlah Islam sebagaimana diajarkan Rasulullah kepada para
sahabatnya, melainkan satu paham baru yang merupakan perpaduan dari berbagai
sekte dan pemikiran.
Lantas Siapa yang Disebut ‘Wahabi’?
Agaknya tak berlebihan bila dikatakan
bahwa kaum ‘wahabiyin’ merupakan kelompok yang paling sering mendapat serangan
frontal dari aswaja lewat sejumlah stigma horor. Menurut kyai aswaja, ‘wahabi’
selalu diidentikkan dengan satu pemahaman Islam yang radikal, intoleran serta
membenarkan tindak terorisme. Benarkah stigma tersebut?
Sebelumnya, penting buat diketahui bahwa
yang disebut aliran wahabiyah sesungguhnya adalah sebuah sekte yang didirikan
oleh Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang meninggal tahun 211 H. Sekte
wahabiyah itu sendiri merupakan salah satu cabang dari firqoh Khawarij. Oleh
karena itu, jika yang dimaksud wahabi adalah pengikut dari Abdul Wahab Rustum
kita tentu menyepakati kesesatannya.
Akan tetapi yang dimaksud ‘wahabi’ oleh
‘aswaja’ bukanlah penganut sekte bikinan Abdul Wahab Rustum ini, melainkan
siapa saja yang sejalan dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Untuk
itulah sejumlah propaganda yang bertujuan mendiskreditkan Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahab berikut dakwah tauhid yang ditegakkannya dilancarkan oleh para kyai
‘aswaja’.
Maka perlu diluruskan, tuduhan bahwa cikal
bakal terorisme dalam dunia Islam dewasa ini berpangkal dari dakwah Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab merupakan tuduhan ngawur yang tidak berdasar. Sejarah
justru mencatat, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab selalu menggandeng penguasa
dalam menjalankan dakwah tauhidnya. Seperti ketika menghancurkan kubah di atas
makam Zaid bin Khattab yang dikeramatkan, beliau meminta izin kepada amir ‘Uyainah
sehingga sang amir turut mengirimkan pasukan untuk membantu dan mengamankannya.
Begitu pula tatkala memulai dakwah pemurnian tauhid di Dir’iyyah beliau
mendapat perlindungan dari amir Dir’iyyah Muhammad Ibnu Saud. Bahkan hingga
hari ini, Arab Saudi yang dikatakan negara ‘wahabi’ dianggap sebagai darul
kufur oleh jamaah takfir, sehingga sebuah teror bom yang didalangi Al-Qaida
pernah mengguncang Riyadh pada tahun 2004.
Semua itu membuktikan kebohongan soal
tuduhan bahwa terorisme moderen dalam dunia Islam berakar dari dakwah Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab. Kebangkitan jamaah takfir yang berujung pada
munculnya aksi terorisme di negeri-negeri Muslim, sejatinya merupakan buntut
dari tersebarnya pemikiran revolusioner ala Sayyid Qutb yang menyerukan perlawanan
terhadap pemerintah yang belum menegakkan hukum Islam.
Mengapa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang Selalu Diserang?
Bila sudah sedemikian terang, Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab tidak memiliki kaitan dengan pemahaman takfiri, lantas
mengapa kaum tradisionalis tetap begitu membenci beliau? Benarkah beliau telah
menciptakan satu mazhab baru yang bertentangan dengan mazhab yang empat?
Sekali-sekali tidak. Syaikh rahimahullah justru
seorang mujadid yang berjuang keras untuk mengembalikan aqidah umat Islam
kepada aqidah yang haq sebagaimana aqidahnya para Sahabat Nabi, tabi’in, dan
tabiut tabi’in, termasuk imam mazhab empat yakni aqidah Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah berdasarkan pemahaman salafus salih.
Beliau berjihad memberantas kemusyirikan
yang kala itu menyebar di Jazirah Arab dan dunia Islam secara umum. Mengenai
kondisi keagamaan di Nejd dan sekitarnya kala itu yang merupakan tempat
dimulainya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Ahmad Al-Usairy menulis,
“Kemusyirikan dalam bentuk kepercayaan kepada pohon, batu, dan kuburan telah
menyebar. Mereka juga meminta tolong kepada jin, menyembelih untuk mereka, dan
bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Syaikh mengumumkan perang terhadap semua
itu. Maka, dia mendapatkan perlawanan keras.”
Lihatlah! Bagi siapapun yang berfikir,
niscaya akan mendapati satu kesimpulan bahwa yang Syaikh lakukan hanyalah
mencontoh dakwah tauhid Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam.
Maka sekiranya kaum tradisionalis
menjuluki para da’i yang berdakwah memberantas kemusyirikan dan bid’ah dengan
sebutan ‘wahabi’, mengapa gelar yang sama tidak mereka tujukan kepada
Rasulullah dan para sahabatnya? Bukankah Rasulullah telah memerintahkan untuk
menghancurkan berhala-berhala yang disembah di sekitar Ka’bah pasca Fathul
Makkah? Bukankah Umar bin Khattab juga telah memerintahkan untuk menebang pohon
yang di bawahnya pernah berlangsung Baiatur Ridwan karena khawatir akan menjadi
sarana kemusyirikan di kemudian hari? Bukankah Ibnu Mas’ud juga dengan tegas
mengingkari amalan bid’ah sekelompok manusia yang tengah melakukan zikir
berjamaah? Bukankah Rasulullah dan para sahabatnya juga tidak mengadakan
perayaan 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari pasca kematian? Lantas mengapa para
kyai tradisionalis tidak berani memasukkan Rasulullah dan para sahabatnya
ke dalam golongan ‘wahabi’ padahal apa yang Rasulullah dan para sahabatnya
lakukan justru dicontoh oleh kaum ‘wahabi’?
Di sinilah tampak jelas bahwa sesungguhnya
stigmatisasi ‘wahabi’ kepada para da’i yang mendakwahkan tauhid dan sunnah
adalah justru untuk menghalangi kaum Muslimin dari memahami Islam yang benar,
yakni Islam yang diajarkan Rasulullah kepada sahabatnya.
Tapi mengapa yang dipilih sebagai sasaran
tembak adalah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab? Bukankah ulama-ulama
Ahlus Sunnah lainnya juga bersikap tegas dalam memberantas segala bentuk
kesyirikan dan bid’ah? Ya benar, akan tetapi Allah menakdirkan Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahab hidup dalam satu kurun di mana mayoritas kaum Muslimin telah
terjebak dalam praktek-praktek kemusyirikan, sehingga dakwah beliau yang
bertujuan mengembalikan umat Islam kepada tauhid yang murni bertentangan dengan
arus mayoritas. Ditambah lagi, dakwah tauhid dari Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab ini telah sukses membuahkan tegaknya daulah Su’udiyah yang menguasai dua tanah
suci dan selalu menjadi penyokong dakwah tauhid, sehingga fakta tersebut
semakin menumbuhkan kedengkian mendalam di hati para pembela tradisi nenek
moyang.
Oleh karena itu tidaklah lagi samar dalam
pandangan setiap yang berfikir bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
tidaklah menciptakan satu aliran baru. Beliau hanya mendakwahkan ajaran Islam
sebagaimana dipahami generasi awal umat ini tatkala kebanyakan manusia telah
meninggalkan dan berpaling kepada keyakinan maupun amalan-amalan bid’ah.
Dakwah beliau adalah dakwah Ahlus Sunnah
wal Jama’ah, sama dengan yang didakwahkan oleh Sahabat, Tabi’in, maupun Imam
mazhab yang empat. Sebaliknya, mereka yang menyimpang dari metode beragamanya
para Sahabat, yang mencampuradukkan ajaran Islam dengan keyakinan dan ritual di
luar Islam, yang gemar melestarikan bid’ah, meminta tolong pada jin, serta hobi
ngalap berkah ke kuburan, maka pengakuan mereka sebagai Ahlus Sunnah wal
Jama’ah hanyalah kedustaan belaka. Sebab yang mereka lestarikan justru
merupakan amalan-amalan “asli warisan jahiliyah”
Menengahi 'Konflik' NU dan Salafi
By: Zulfahmi (www.zulfahmi.net)
Konflik
antara Salafi dengan NU bukanlah konflik yang baru, namun sudah hampir
mendarah daging. Warga NU baik di kota maupun pedesaan, baik yang liberal
maupun yang tradisional, sepakat menolak segala bentuk pemahaman Salafi,
atau yang biasa mereka sebut sebagai “Wahabi”. Meskipun saya tidak mengatakan
semuanya, masih ada ulama NU yang open
mind dan tidak mau menelan mentah-mentah informasi yang
berkembang.
Paham
Anti-Wahabi menyebabkan warga NU sangat anti dengan ajaran-ajaran seperti
haramnya bid’ah, haramnya tawassul, haramnya isbal, dll. Bahkan menyentuh pada
ranah furu’iyyah, seperti jenggot, jumlah azan Jum’at, jumlah rekaat shalat
tarawih, qunut, dll. Hal ini terlihat sekali di akar rumput NU, yaitu jika
mendapati hal yang berbeda, maka dianggap sudah beda aliran, disebut
terpengaruh Wahabi, terkadang disebut juga disebut Muhammadiyah.
Namun
sayangnya, para ulama NU bukannya mencerdaskan warganya agar open mind, namun malah menutup
total terhadap pemahaman selain NU, atau yang diklaim “Ahlus sunnah wal jamaah”
versi mereka. Padahal mazhab dalam Islam sendiri tidaklah satu, sehingga
bolehlah setiap orang menentukan mana mazhab yang dianggapnya benar, namun
tidak boleh menganggap berbeda mazhab menjadi seakan-akan aliran yang berbeda.
Anehnya NU justru lebih terbuka terhadap ritual-ritual yang bertentangan dengan
islam seperti tawassul, tahlilan1), ilmu kebal, dll. Meskipun sekali lagi,
tidak semua warga NU seperti itu.
Di sini
saya juga mengkritik Salafi, karena mereka juga mengklaim dirinya Ahlussunnah
wal Jamaah, sementara kelompok lainnya tidak dianggap Ahlussunnah wal Jamaah.
Bahkan dengan ringan menyebut kelompok lainnya dengan ahlul bid’ah, Mu’tazilah,
Khawarij, ashabiyyah, dll. Kalau kita bandingkan fanatiknya warga NU dengan
warga Salafi, terdapat perbedaan yaitu jika kebanyakan warga NU fanatik tanpa
ilmu (alias sudah menutup diri dulu), sementara Salafi fanatik dengan “ilmu,”
yakni mereka merasa berilmu tentang kelompok-kelompok lainnya, meski sembrono
dalam melakukan penilaian.
...Warga
NU meninggalkan segala macam bid’ah, khurafat, dan ritual-ritual yang tidak ada
dasarnya...
Solusi Konflik NU dan Salafi
Solusi
dari konflik ini adalah warga NU dan Salafy kembali kepada manhaj Salafus
Shalih yang sesungguhnya. Warga NU meninggalkan segala macam bid’ah, khurafat,
dan ritual-ritual yang tidak ada dasarnya dalam Kitab maupun sunnah. Juga warga
Salafi, mampu melihat secara objektif kelompok –kelompok lainnya, dan secara
serius mengkaji pemahaman kelompok lainnya langsung kepada kelompok tersebut,
bukan kepada doktrin ulamanya. Sehingga tidak sembrono memvonis
kelompok-kelompok lainnya.
...Warga
Salafi jangan sembrono memvonis kelompok-kelompok lainnya
Pada
masa Salafus Shalih, ada berbagai macam mazhab, namun mereka hidup bersama,
boleh berdebat secara ahsan maupun dialog untuk mencari pendapat yang terkuat,
namun tetap bertoleransi selama pendapat itu diambil dari dalil syar’i.
Hendaklah
perjuangan yang kita lakukan adalah perjuangan mempersatukan umat di bawah satu
kepemimpinan, satu imam, seperti pada masa sahabat, tabi’in, maupun tabiut
tabi’in. Karena khalifah adalah pemimpin yang seluruh mazhab sepakat akan
wajibnya mengangkatnya. Dibawah satu khalifah, insya Allah, ISLAM BERSATU TAK
BISA DIKALAHKAN. [voa-islam.com]
________________
1) Tahlilan adalah peringatan kematian pada
hari ke-7, 40, 100, 1000, dst. Hal ini haram bukan karena membaca tahlilnya,
tetapi karena menyerupai (tasyabbuh) terhadap ritual agama Hindu, yang juga menggelar
peringatan kematian pada jumlah hari-hari tersebut. Sementara Islam melarang
menyerupai agama lain.
PENGIKUT SUNNAH KOK DICAP 'WAHABI'
Melihat realita akhir-akhir
ini, rasa sedih itu kembali muncul. Ketika umat Islam diadu sesama
mereka.
Perbedaan pendapat dijadikan
oleh musuh sebagai bahan untuk terus mengobok-obok benteng pertahanan umat yang
mulia ini. Terkhusus isu yang sering diangkat oleh pendengki Islam adalah isu
“Wahabi”. Iya, isu “Wahabi”. Entah mengapa, isu ini sangat laku di masyarakat
kita. Padahal isu busuk ini diciptakan oleh musuh Islam, akan tetapi malah yang
menyebarkannya adalah kita sendiri.
Apakah kita tidak takut
dilempar ke dalam neraka sejauh 70 tahun perjalanan disebabkan perkataan kita
yang tidak kita sadari, terlebih lagi jika perkataan itu kita sadari, bahkan
mungkin memang sengaja kita ingin menyebarkannya. Wal Iyaadzu billah .
Mari buka hati dan mata kita,
jangan sampai kita menilai sesuatu dimulai dengan prasangka buruk, apakah kita
sudah benar-benar mengetahui siapa yang kita sebut-sebut dengan “Wahabi” itu,
sehingga tidak jarang dari kita ada yang mendiskreditkan mereka.Seolah-olah
mereka adalah musuh utama kita, musuh yang lebih keji daripada Yahudi dan
Nasrani. Nastaghfirullah , Belum tentu kita lebih baik dari mereka, bahkan
jujur Demi Allah saya mendapatkan dalam tubuh mereka kesungguhan yang sangat
kuat dalam mengikuti sunnah, ukhuwah Islamiyah serta persaudaraan yang kuat di
Jalan Yang Maha Pemilik rahmah. Allah Akbar.....
Perlu diperhatikan bahwa
mereka adalah saudara kita, landasan mereka dalam beragama sama seperti
landasan kita. Kitab mereka adalah Al-Quran sebagaimana kitab kita juga
al-Quran. Rujukan mereka dalam masalah hadits juga sama seperti rujukan kita.
Rukun Iman dan Rukun Islam kita sama, Hanya saja mungkin kita berbeda pendapat
dengan mereka dalam beberapa hal, akan tetapi perbedaan itu bisa
ditoleransi.
Saya tidak akan bosan-bosan
mengajak saudara-sadaraku yang saya cintai untuk membuka hati dan mata,
memandang saudara kita dengan pandangan rahmat dan jangan memandang dengan
padangan laknat. Mari kita sudahi pertikaian ini. Sudah cukup kiranya kita menjadi
santapan empuk musuh.
Kita bertikai hanya
disebabkan perkara kecil yang dibesar-besarkan. Apakah kita rela melihat
musuh-musuh tertawa bertepuk tangan sambil menginjak kepala kita????? sudahlah
wahai saudaraku, mari kita bersatu dan menyusun kekuatan.
Benarlah sabda Rasul saw,
bahwa umat ini kelak bagaikan makanan dalam nampan yang diserbu oleh musuh dari
segala penjuru. Bukan karena jumlah
mereka yang sedikit, bahkan
jumlah mereka banyak akan tetapi bagaikan buih yang tidak berkutik.
Tidak kita pungkiri juga,
bahwa sebagian saudara-saudaraku dari kalangan yang mengatakan diri mereka
Salafi/Muwahhid (yang dituduh “Wahabi”) terkadang berlaku mudah menyalahkan
dalam berdakwah. Mari kita berlaku lembut serta memahami realita. Kita
sama-sama Inshaf dan mengakui kesalahan kita, ini semua untuk mengokohkan
benteng kita dari serangan musuh.
Demi Allah saya menulis
tulisan ini dari hati yang paling dalam, karena saya mencintai semua
saudara-saudara seiman. Walaupu masih banyak kekurangan, setidaknya bisa melengkapi
tulisan-tulisan yang lain. Saya hanya tidak ingin generasi kita larut dalam
pertikaian ini dan menjadi santapan empuk musuh.
Oleh karenanya mari kita
bersatu demi menegakkan Islam di muka bumi ini.
Salam ukhuwah Akhukum fillah
al-Faqir Fitra Hudaiya NA
Hubungan Aswaja Indon Dan Syiah Dalam Menghadapi Wahabi Di Indonesia
Paranoid Aswaja Indon Menghadapi Wahabi
Aswaja Indon bukanlah
sebutan untuk Aswaja yang banyak ditulis dalam sejarah perjalanan perkembangan
paham paham Islam dari masa ke masa.Aswaja Indon lebih tepat sebuah muara pemikiran Islam Kejawaan,
atau sentralisasi kiblat beragama berdasarkan retorika berpikir Jawa.Terutama
gagasan gagasan Walisongo, menjadi kiblat utama mereka menafsirkan Islam,
sehingga tidak memerlukan legalitas agama dari Islam asalnya. Sebab terlalu banyak potensi kejawaan di
dalamnya yang dikemas dengan kata ”Ulama Pewaris Nabi”,meskipun kenyataannya bukanlah
warisan nabi yang menjadi standar keagamaannya.
Kata ”Aswaja” menjadi kependekan dari Ahlus-Sunah wal-Jamaah, justru tidak ada relevansinya dengan
metode “Ahlus-Sunnah“yang terdapat dalam kitab kitab klasik. Nama “Aswaja” bisa disebut sekedar legalisasi kelompok
tradisional guna meluluskan banyak ide-ide cemarlangnya dalam memasarkan
paham-paham kejawaan yang dikemas dengan nilai amaliyah Islam.
Sama halnya dengan seorang yang pakai nama
Nabi: ”Muhammad”, nama tersebut bisa dipakai semua orang, tetapi tidak berarti
bahwa nama ”Muhammad” merupakan kepribadian orangnya. Aswaja Indon lebih tepat
disebut jelmaan aliran-aliran ‘aqliyah, yang menempatkan akal manusia jauh
diatas dasar dasar naqliyah. Sehingga
lebih menyerupai sebuah alibi menguasai massa, bukan pada target agama yang
monumental kenabian.
Itulah sebabnya Aswaja yang korelasi
dengan kombinatif Jawa Islam sulit menerima paham-paham produk orang lain yang
mengusik ketenangannya. Aswaja yang dibesarkan dan
banyak diasuh oleh militansi lingkungan Syi’ah menjadi benteng utama
perlindungan Syi’ah dalam membendung arus pemikiran Wahabi, kendati statement
‘wahabi’ menjadi lebih trendy di kalangan Syi’ah.
Aswaja cukup menjadi jembatan tol penyebarangan Syi’ah menuju
wilayah orang-orang yang masih primitif dalam beragama. Maksudnya dalam mempertahankan
ajaran-ajaran adat lewat jendela agama. Sebagai bukti dalam percaturan agama
Islam,hanya Aswaja Indon dan Syi’ah yang memaksa umat agar menolak
Wahabi,sekalipun dengan sekedar aksen kebohongan
yang mereka buat.
Perpaduan Aswaja Indon dan Syi’ah sangat luar biasa, bahkan tak
ada perbedaan dalam menangkis dakwah-dakwah Wahabi. Kedua kelompok ini dengan taqiyahnya selalu
mengecilkan kata “wahabi” bukan dengan nalar ilmiah, tetapi apologetik yang
disebut Taqiyah.
Misalnya perkataan perkataan Aswaja Indon tentang
Al-Bany, seorang
Ulama hadist abad moderen, bagaimana adab adab yang diajarkan di pesantren
menjadi redup seketika, ketika kyai-kyai mereka berteriak lantang dengan menyebut ”wahabi” sebagai
ajaran sesat.
Muncul serentetan kebencian yang di luar
akal sehat : ”Albani desibut ngalbany, Utsaimin disebut ”Ngusaimin , Bin Baz,
disebut si buta ngabas”.
Terhadap Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al
Jauzi sebagai bapak yang melahirkan ‘ Muhammad bin Abdul wahabpun disebut juga
dengan kata kata yang tidak beradab.
Syi’ah paling berhasil dan memetik buahnya dengan kekeruhan
berfikir Aswaja, yang membuat aswaja Paranoid dengan Wahabi.
Tidak ada lagi sopan santun pesantren yang konon mengajarkan
akhlaqul karimah;yang ada pembelaan membabi buta mereka
dalam mempertahankan warisan adat (maaf bukan warisan Islam). Lewat aksi aksi
kebencian dengan berbagai modus dan tipe anti kebencian yang mereka lontarkan.
Porsi terbesar di tentukan oleh KH. Said Aqil Siroj, seorang ketua Umum PB NU, mengaburkan
wahabi dengan sebutan cikal bakal terorisme, meskipun tindakan kang said banyak
yang menentangnya dari kalangan NU.
Tambahan admin : Tuduhan tersebut bisa dilihat di postingan ini
Jawaban dari tuduhan said aqil tersebut bisa dilihat disini
Ucapan ucapan Said Aqil siraj-pun melewati
batas, dengan menggambarkan bom bom yang meledak di Indonesia dan negara negara
Asing sebagai bagian dari sepak terjangan wahabi. Said Aqil Siroj paling lantang
dan paling cerdas dalam membangun opini anti wahabi, dengan menyebut wahabi sebagai sebuah
kelompok yang berbeda dengan Islam. Pengkafiran Said Aqil banyak ditiru
santri-santri dari masyarakat muslim yang tergabung di NU, bahwa sumber terorisme adalah
wahabi.
Hingga dalam berbagai wawancara KH. Said
Aqil Siroj dalam berbagai media mengumandangkan anti wahabi, sebagai musuh
agama. Sebuah rencana Syi’ah yang luar biasa, terlalu banyak ulama ulama yang
masuk perangkap Syi’ah dan menjadi pembela kebatilan.
Tambahan admin :
Kyai NU membantah said aqil yang mencela sahabat, silahkan baca disini
Kyai NU membantah said aqil yang mencela sahabat, silahkan baca disini
Taqiyah taqiyah Aswaja yang ditebarkan di
berbagai media selalu menyebut Wahabi sebagai islam radikalisme, tanpa
memperhatikan sikap-sikap arogansi warga NU, banser, Anshor yang membabi buta
mengobarkan permusuhan dengan cara merusak pengajian pengajian MTA, misalnya.
Dalam hal ini NU berdiri yang paling Islam, ketika memporak-porandakan
pengajian orang lain dengan sekedar asumsi : ”itu si MTA ngatain NU syirik dan bid’ah segala”.
Ketersinggungan NU ini bisa dilihat di
situs resminya, bagaimana gaya NU menulis berita dan artikel anti wahabi.
Dominan disebut provokasi NU terhadap kelompok-kelompok Islam. Terkadang
menyuarakan Aswaja NU Indon sebagai kelompok pluralis sejati, walaupun pada
intinya sangat standar ganda. Diantaranya mencela dan merusak kegiatan dan
kelompok lain.
Densus 99 produk pemikiran Aswaja Indon, lebih memenuhi kriteria mata-mata NU dalam melacak
kegiatan kegiatan Wahabi dalam berbagai arena. Bahkan dengan kekuatan otot Aswaja Indon
bisa mengerahkan massa untuk memberangus paham lain yang tidak sejalan dengan
Aswaja Indon, dengan alasan mengganggu kelompok mereka.
Contoh lain dari taqiyah NU, “wah wahabi keji, tidak mau membantu rakyat Palestin”, bahkan meminta rakyat Palestina meninggalkan negerinya. Padahal sejak perjuangan
pembebasan rakyat Palestina tidak pernah terlepas dari Dana Arab Saudi.
Tambahan admin : Bantuan saudi untuk palestina begitu besar, silahkan baca disini
Tambahan admin : Bantuan saudi untuk palestina begitu besar, silahkan baca disini
Juga pernah menyebut wahabi mencabut
nama “Israel” dari buku hitam musuh musuh Islam. Padahal kalau mau bercermin
muka, Wahid Institute itu apa? dari mana dananya.
Termasuk dana dana dari Israel atas
Yayasan Simon Peres itu dari mana. Terlalu banyak gaya dan taqiyah aswaja yang
lebih dominan kalau disebut ”anak anak syiah wilayah jawa
(aswaja) yang
mengambil bagian menciptakan paranoid dalam kehidupan Aswaja dalam berdampingan
dengan paham lain.
[selesai – dikutip dari : kompasiana dengan sedikit perbaikan kata].
*******
Saya berkata : Artikel di atas menarik,
hanya saja pemakaian kata ‘taqiyyah‘
kurang tepat. Makna taqiyyah adalah
: Menyembunyikan keimanan karena tidak mampu menampakkannya ditengah-tengah
orang kafir dalam rangka menjaga jiwa, kehormatan dan hartanya dari kejahatan
mereka. Mungkin kata yang tepat yang menggantikan kata ‘taqiyyah‘ dalam artikel di atas adalah ‘tuduhan’
atau ‘propaganda’ atau sejenisnya.
Tambahan :
Tidak semua ulama tokoh NU ini sejalan dengan sepak terjang bapak Said aqil siraj, silahkan lihat video para kyai tersebut yang menasehati said aqil siraj dan mengatakan tentang sikap para tokoh NU yang membela syiah itu merupakan berkhianat kepada pendiri NU, Hasyim asy’ari, silahkan lihat disini
Tidak semua ulama tokoh NU ini sejalan dengan sepak terjang bapak Said aqil siraj, silahkan lihat video para kyai tersebut yang menasehati said aqil siraj dan mengatakan tentang sikap para tokoh NU yang membela syiah itu merupakan berkhianat kepada pendiri NU, Hasyim asy’ari, silahkan lihat disini
Pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari menyatakan
bahwa SYIAH ITU KAFIR, silahkan lihat ulasannya disini
Benarkah Ada Mazhab Wahabi?
Sebenarnya
istilah Wahabi bukanlah istilah yang disepakati oleh mereka yang sering
diidentikkan dengan istilah itu. Meski mereka menjadikan Muhammad bin Abdul
Wahhab sebagai tokoh besarnya, mereka lebih sering menyebut dengan istilah
salafiiyyin. Sebuah nisbah kepada para salaf shalih dari umat ini.
Dakwah Salafiyah sendiri adalah pelopor
gerakan ishlah (reformasi) yang muncul menjelang masa-masa kemunduran dan
kebekuan berpikir pemikiran dunia Islam. Dakwah ini menyerukan agar aqidah
Islam dikembalikan kepada pemurnian arti tauhid dari syirik dengan segala
manifestasinya.
Sejarah Berdiri
Gerakan ini diperlopori oleh seorang tokoh ulama
terkemuka yaitu Syeikh Muhamad bin Abdul Wahhab At-Tamimi Al-Najdi (1115-1206 H
atau 1703-1791 M). Beliau lahir di Uyaynah dan belajar Islam dalam mazhab
Al-Hanabilah dan telah menghafal Al-Quran sejak usia 10 tahun.
Dakwah beliau banyak disambut ketika beliau datang di
Dir`iyah bahkan beliau dijadikan guru dan dimuliakan oleh penguasa setempat
yaitu pangeran Muhammad bin Suud yang berkuasa 1139-1179. Oleh pangeran, dakwah
beliau ditegakkan dan akhirnya menjadi semacam gerakan nasional di seluruh
wilayah Saudi Arabia hingga hari ini.
Pemikiran dan Doktrinnya
Para pendiri dakwah ini umunya bermazhab fiqih dengan mazhab
Al-Hanabilah, jadi tidak
benar kalau dikatakan mereka anti mazhab. Namun memang mereka tidak selalu
terikat dengan mazhab tersebut dalam fatwa-fatwanya. Terutama bila mereka
menemukan dalil yang lebih rajih. Oleh karena itu dakwah merka sering disebut
La Mazhabiyyah, namun sebenarnya lebih kepada masalah ushul, sedangkan masalah furu`nya,
mereka tetap pada mazhab Al-Hanabilah.
Dakwah ini jelas-jelas sebuah dakwah
ahlisunnah wal jamaah serta
berpegang teguh dengannya. Mereka menyeru kepada pemurnian tauhid dengan
menuntut umat agar mengembalikan kepada apa yang dipahami oleh umat Islam
generasi pertama.
Mereka pun aktif menumpas segala bentuk khurafat,
syirik, bid`ah dan beragam hal yang menyeleweng dari ajaran Islam yang asli.
Mereka melarang membangun bangunan di atas kuburan, menyelimutinya atau
memasang lampu di dalamnya. Mereka juga melarang orang meminta kepada kuburan,
orang yang sudah mati, dukun, peramal, tukang sihir dan tukang teluh. Mereka
juga melarang tawassul dengan menyebut nama oran shaleh sepeti kalimat bi jaahi
rasul atau keramatnya syiekh fulan dan fulan.
Dakwah salafiyah telah membangun umat Islam di
bidang aqidah yang telah lama jumud dan beku akibat kemunduran dunia Islam. Mereka memperhatikan pengajaran dan pendidikan umum
serta merangsang para ulama dan tokoh untuk kembali membuka literatur kepada
buku induk dan maraji` yang mu`tabar, sebelum menerima sebuah pemikiran. Mereka
tidak mengharamkan taqlid namun meminta agar umat ini mau lebih jauh meneliti
dan merujuk kembali kepada nash dan dalil dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah
SAW serta pendapat para ulama salafus shalih.
Diantara tokoh ulama salaf yang paling sering mereka
jadikan rujukan adalah:
Imam Ahmad ibn Hanbal
(164-241 H)
Ibnu Taimiyah (661-728
H)
Muhammad Ibnul Qayyim
Al-Jauziyah (6691-751H)
Oleh banyak kalangan, gerakan ini dianggap sebagai
pelopor kebangkitan pemikiran di dunia Islam, antara lain gerakan Mahdiyah,
Sanusiyah, Pan Islamisme-nya Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh di Mesir dan
gerakan lainnya di benua India.