Taktik Syiah Menjerat "Mangsanya"
Kelompok Syiah semakin lama semakin bertambah
jumlahnya. Penambahan jumlah ini tidak lepas dari taktik yang digunakan dalam
menjerat “mangsanya”. Ada beberapa taktik yang digunakan sekelompok syiah untuk
menjerat mangsanya masuk ke dalam golongan mereka. Taktik ini benar-benar
dahsyat. Jika pengetahan agama yang menjadi sasarannya tidak mendalam, KH.
Haikal Hassan yakin akan terpengaruh menjadi anggota Syiah, karena teknik ini
sangat mudah dicerna.
Taktik
pertama yang digunakan, membangkitkan kecintaan pada ahlul bait (keuarga
Rasulullah). “Kita harus cinta pada ahlul bait. Kita harus menghormati,
mencintai, dan memuliakan ahlul bait. Bahkan ahlul bait itu jalan menuju
surga,” kata Haikal menirukan mentor Syiah. Menurutnya, teknik nomor satu ini
benar dan masuk akal.
Taktik
kedua, mentor menanyakan, di mana ahlul bait? Mereka dibunuh dan dibantai di
Karbala. Teknik kedua ini menurutnya, memancing kesedihan. “Ketika kita
gandrung, mentor akan mengatakan, kita ini sama, tidak ada perbedaan,” ujar
Haikal di hadapan jamaah Masjid Daaruttaqwa, Wisma Antara, Jakarta belum lama
ini.
Mentor
tidak akan menyebut nama Syiah. Dalam teknik ini masih umum, “Kita sama-sama
berkewajiban melanjutkan perjuangan Rasulullah. Begitu orang cinta dan gandrung
dengan ahlul bait, mereka akan mengatakan, tahukah Anda, di manakah ahlul bait
itu, mereka dibantai dan dibunuh di Karbala.” Menurutnya, Ini memancing
emosional dan kesedihan.
Begitu
sudah terpancing emosionalnya, mentor akan bertanya, kapan itu terjadi? Itu
terjadi pada tanggal sepuluh Muharram, yakni Hari Asyura, saat cucu dan cicit
Rasulullah dibantai. Siapa yang dibantai? Husein. “Oleh karena itu mari kita
teriakkan Labbaik ya Husseien.” Itulah, katanya, yang sering diteriak-teriakkan
dan digaung-gaungkan oleh mentor Syiah.
Setelah
calon mangsanya terhipnotis, masuk ke dalam alam sadar, mentor akan mengatakan,
“Kita harus memuliakan Hari Asyura, saat terbunuhnya penghulu dan kunci surga,
Huseien bin Ali.” Ucapan ini menurutnya, benar. Ini sejarah kelam yang
ditimbulkan oleh musuh Islam. Ini masih benar.
“Oleh
karena itu mari kita berkumpul untuk merayakan duka untuk menjawab panggilan
Husseien.” Ini masih benar. Ini memang fakta kasus Karbala memang menjadi
kesedihan umat Muslim seluruhnya. Ini benar dan dapat diterima. “Kita memang
patut berduka saat cucu Rasulullah dibantai. Sampai di sini taktik Syiah masih
diterima oleh setiap orang,” tambahnya.
Sekarang
masuk pada taktik dan teknik bagian kedua. Dalam bagian kedua ini mentor
mengatakan, Hari Asura sebagai pintu masuk spiritual. Pada saat pembantaian
itu, siapakah khalifahnya pada saat itu? Khalifahnya Yazid bin Muawiyah.
Akhirnya timbul kebencian pada Yazid bin Muawiyah. Yazid bertanggung jawab atas
kematian cucu dan cicit Rasulullah.
Sampai di
sini sudah mulai tampak keanehan. Teknik berikutnya, siapa yang mengangkat
Yazid? Yang mengangkat Yazid adalah Muawiyah. Akhirnya masuk pada inti ajaran
Syiah. Muawiyah adalah anak dari Abu Sufyan, yang memusuhi Rasulullah. Abu
Sufyan adalah tokoh Quraisy yang memusuhi Rasulullah. Muawiyah adalah anak
kandung dari Abu Sufyan yang pada masa itu Ali bin Abi Thalib terbunuh.
Itulah
Muawiyah. Mulailah ditimbulkan kebencian pada Muawiyah. Mereka mengatakan,
Muawiyah tidak berhak menjadi khalifah. Yang berhak adalah Ali bin Abi Thalib.
Akhirnya masuk pada teknik yang ketujuh. Bukan cuma Muawiyah yang tidak berhak,
tapi juga Usman bin Affan, Umar bin Khattab, dan Abu Bakr Ash-shiddik.
Ketiganya tidak berhak menjadi khalifah. Ketiganya membangkang perintah Nabi.
Yang berhak adalah Ali bin Abi Thalib.
Menurut
mentor Syiah, Nabi Muhammad semasa hidupnya menganggap Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah yang sah setelah nabi wafat. Dalam hadis disebutkan, ketika
mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib, Nabi mengatakan, “Ini Maulana.”
Pernyataan Nabi oleh orang Syiah dianggap sebagai pertanda Ali orang yang sah
menjadi khalifah.
Di sini
sudah mulai berani memaki-maki Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman bin
Affan. Mentor Syiah akhirnya mengungkit keburukan dari Abu Bakar yang
dianggapnya memakan harta anak yatim, hartanya Fatimah. Dalam hadis memang
disebutkan, Abu Bakar tidak memberikan warisan kepada Fatimah berupa kebun,
karena wasiat Nabi yang mengatakan, bahwa Nabi tidak meninggalkan warisan,
karena hartanya seluruhnya diserahkan untuk umat. Karena tidak memberikan
warisannya kepada Fatimah, Abu Bakar dianggap memakan harta anak yatim.
Mulai di
sini, timbul kebencian kepada para shahabat Nabi. Lalu Umar bin Khattab
digembar gemborkan sebagai jagoan dan pemuda perkasa. Ini betul. Tapi saat
disebutkan Umar bin Khattab dulu membunuh dan mengubur anaknya hidup-hidup,
menurutnya, tidak pernah terjadi. Sebab Umar menikah setelah masuk Islam, yakni
periode Madinah. Pada saat orang Jahiliyah membunuh dan menguburkan anaknya,
pada saat itu umar masih seorang pemuda yang usianya sekitar 25 tahunan. Dia
belum nikah.
Kemudian
Usman bin Affan dimaki-maki pula. Kesannya yang ingin ditimbulkan, selain
keluarga Nabi, mereka adalah sesat dan pembunuh. Kesan yang ingin ditimbulkan,
pembunuhnya diatur oleh Yazid bin Muawiyah. Kesan yang ingin ditimbulkan lagi,
Muawiyah adalah pembangkang dan dalang pembunuhan.
Padahal
yang sebenarnya terjadi adalah kejadian itu sebagai peristiwa politik, yang
tidak membuat orang menjadi kafir. Peristiwa politik antara perebutan kekuasaan
antara Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib. Hal ini menurtnya, tidak boleh
mengakibatkan salah satunya atau keduanya disebut kafir.
Nabi
ketika duduk bersama Muawiyah, tersenyum. Ketika semua orang pergi, dipanggil
Muawiyah. Hanya berdua saja. Nabi mengatakan, anak keturunanmu nanti akan
menghabisi anak keturunanku. Ternyata Nabi sudah mendapat bisikan itu. “Anak
keturunanmu nanti akan membunuh habis anak keturunanku.” Tapi Nabi tidak pernah
mengkafirkan Muawiyah. Bahkan mengangkatnya sebagai orang kepercayaannya.
Muawiyah salah satu sekretaris Nabi. Muawiyah juga salah satu shahabat Nabi
yang mulia.
Mendengar
penuturanan Nabi, Muawiyah menangis, lalu bersumpah tidak akan menikah, supaya
tidak punya keturunan. Tapi takdir Allah tidak bisa dihalangi oleh siapa pun.
Nabi yang memiliki mata hati yang jernih, bisa melihat kejadian yang akan
datang.
Karena
takdir Allah tidak bisa diubah, maka Muawiyah punya penyakit yang penisnya
besar sekali, sehingga tidak bisa beraktivitas. Penyakit tersebut menurut tabib
yang memeriksanya, tidak ada obatnya kecuali harus menikah. Akhirnya ia
menikahi seorang budak yang mandul. Meski mandul, akhirnya istri Muawiyah hamil
dan melahirkan anak, yang bernama Yazid.
Taktik
kelima, saat terjadinya Karbala, yang membunuh Husseien adalah Amr bin Ash,
yang menghampiri Husseien seusai terpanah, Sinan bin Anas, yang memenggal
kepala Husseien. “Kita dibuat merinding oleh peristiwa ini.”
Ketika
Sinan bin Anas menghampiri Yazid, membawa kepala Husseien bin Ali Ini ada dua
versi. Versi pertama dari Syiah, Yazid mengambil sebatang kayu lalu
menyodok-nyodok mulut Husseien, sehinga menambah kebencian pada yazid. Versi
kedua, fakta yang sebenarnya, Yazid mengambil kepala Husseien lalu dicium
bibirnya sambil mengatakan, “Bibir ini yang pernah dicium oleh Rasulullah.”
Akhirnya Yazid menghukum mati Sinan bin Anas.
Fakta
lainnya, Muawiyah mengakui kekhalifaan Ali bin Abi Thalib tapi ia tidak mau
diturunkan sebagai gubernur. Akhirnya timbul tahun perdamaian. Muawiyah turun,
Ali juga turun dari jabatannya. Lalu Muawiyah mengangkat khalifah yang baru.
Ini murni peristiwa politik, tidak boleh saling mengkafirkan karena masih
ber-Qur’an yang sama, bernabi yang sama, bershahabat yang sama, berpuasa yang
sama, berhaji yang sama,sehingga tidak bisa disebut kafir.
Syiah
dalam kenyataannya lebih memuiliakan Ali bin Abi Thalib. Dalam bersyahadat,
kelompok Syiah menambahkan kata Ali Waliullah. Dalam syahadatnya, melaksanakat
Abu Bakar, Umar, Usman, dan istri Nabi Khafshoh dan Aisyah.
Syiah,
Al-Qur’annya berbeda, shalatnya berbeda hanya tiga waktu saja. Bukan lima
waktu. Orang Siah shalat maghribnya digabung dengan Ashar. Bahkan shalat yang
tiga waktu itu bisa digabung seluruhnya dalam satu waktu.
Puasanya
juga berbeda, karena berbukanya saat masuk malam hari. Hajinya memang sama ke
Baitullah di Makkah, tapi statmentnya adalah Karbala lebih mulia daripada
Ka’bah.
Taktik
lainnya mengatakan, ketika Nabi wafat, tidak ada yang mengurus janazah Nabi.
Mereka sibuk berebut kekuasaan. Shahabat yang lain tidak memandikan janazah
Nabi karena wasiat Nabi agar yang meandikan itu keluarga Nabi saja. Semua ingin
memandikannya, tapi terbentur dengan wasiat Nabi. Tapi orang Syiah mengatakan,
yang lain sibuk berebut kekuasaan, hanya Ali, Hassan, dan Husseien yang
memandikan janazah Nabi. “Terang saja mereka keluarga Nabi yang berhak
memandikannya,” kata Haikal.
Jangan
karena Abu bakar, Umar, dan Usman tidak memandikan lalu disebut sebagai kafir.
Taktik yang terakhir, hanya Ali yang berhak menjadi khalifah. Bukan Abu Bakar,
Umar, dan Usman. Mereka disebut kafir karena membangkang perintah Nabi.
Ali
sendiri mengatkan, Abu Bakar yang paling berhak menjadi khalifah, karena
kebaikannya dan perjuangannya sangat luar biasa bersama Nabi. Jadi pada saat
Abu Bakar diangkat sebagai khalifah tidak ada yang protes. Bahkan anak cucunya
Ali diberi nama Abu Bakar, anak wanitanya Aisyah.
“Yang
sampai pada kita, Ali berperang dengan Aisyah. Ini tidak pernah terjadi.
Seluruh khalifah, Abu Bakar, umar, Usman, dan Ali tidak ada perpecahan pada
masa itu. Mereka semua kompak dan saling mendukung. Dalam Al-Qur’an Allah
menyebutkan, Ridha kepada mereka dan mereka juga ridha kepada Allah. Kata Nabi,
jangan mencela shahabatku.”