Kembali kepada ajaran islam
yang hakiki sesuai dengan apa yang Allah telah turunkan kepada Nabi Muhammad
Shalallahu'Alaihi Wassalam (Manhaj Salafusshalih). Ditimur tengah kaum
musliminnya memiliki kehormatan diri (muru’ah) dengan mempertahankan Al-Qur’an
dan Hadits Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam (Shahih)
sebagai harga mati dan mati-matian !
Imam
Masjidil Haram: Tidak Ada Islam Moderat Atau Islam Ekstrem
Imam
Masjidil Haram, Syaikh Saud Al-Shureem, mengkritik klasifikasi Islam kepada
Islam moderat dan Islam ekstrem. Karena Islam adalah satu dan tidak pernah
berubah-ubah.
Beliau menilai, munculnya klasifikasi
tersebut didasarkan pada kepentingan kelompok tertentu yang membenci Islam.
Padahal sepanjang zaman, Islam adalah agama yang benar, dan tetap (haq). Tidak seharusnya seorang muslim mengkotak-kotakkan
Islam ini, seperti yang dilakukan oleh orang-orang munafik.
Melalui akun twitternya, @saudalshureem,
beliau mengatakan, “Islam adalah manhaj yang satu, didasarkan pada al-haq
(kebenaran yang tetap) dan keadilan. Orang-orang yang membaginya kepada Islam
moderat atau Islam ekstrem, hanyalah ingin mendapatkan kepentingannya dengan
melakukan hal tersebut.”
Beliau juga mengatakan bahwa keimanan yang benar adalah jika bisa
menjadikanmu merasa mulia dan menolak untuk dihinakan. Jangan sampai seorang
mukmin mengikuti begitu saja tipu daya orang-orang munafik. (msa/dakwatuna)
http://www.dakwatuna.com/2014/10/23/58861/imam-masjidil-haram-tidak-ada-islam-moderat-atau-islam-ekstrem/#axzz48P7k0wcf
http://www.dakwatuna.com/2014/10/23/58861/imam-masjidil-haram-tidak-ada-islam-moderat-atau-islam-ekstrem/#axzz48P7k0wcf
Moderat, Antara Pandangan
Barat dan Syari’at
Permulaan abad ke-15 Hijriyah dinyatakan oleh para aktivis sebagai abad kebangkitan Islam. Pernyataan ini mengawali peningkatan gerakan perlawanan umat Islam terhadap barat di segala bidang. Meskipun tidak serta merta, bagi para pengamat, perlawanan itu semakin terasa kuat.
Ketika
barat melihat gelombang kebangkitan Islam ini, muncullah usaha serius mereka
untuk sesegera mungkin memupusnya. Namun menyadari bahwa Islam adalah satu
kekuatan yang tidak mudah ditaklukkan, mereka pun mendirikan pusat-pusat kajian
strategis. Tujuannya adalah untuk mencari strategi yang jitu dalam menahan laju
kebangkitan Islam. Di antara pusat kajian yang saat ini sangat produktif
menyumbangkan gagasan itu adalah RAND Corporation. Lembaga kajian inilah yang
telah menyumbangkan berbagai produk pemikiran dan gagasan untuk memadamkan
cahaya Allah.
Pada
tahun 2007, Rand telah mengeluarkan sebuah proposal untuk membangun jaringan
muslim moderat. Maksud dari pembangunan jaringan ini adalah dalam rangka
menghadapi gerakan ummat Islam menggunakan ummat Islam sendiri. Rupanya
negara-negara penjajah ini masih ingat betul strategi devide et impera yang
dulu pernah digunakan dalam menumpas segala bentuk pemberontakan kaum pribumi.
Dan dalam rangka untuk memecah belah umat Islam inilah, barat membuat beberapa
istilah yang disematkan kepada umat Islam. Mereka membuat istilah yang
memojokkan islam seperti teroris, militan, ekstrim dan yang agak ringan sedikit
adalah fundamentalis. Untuk tidak menciptakan kesan anti Islam, mereka buat
pula istilah yang terkesan ramah, yaitu moderat, modernis, liberalis,
rasionalis dan lain-lain.
Moderat
yang dimaksudkan oleh barat adalah moderat dalam arti tidak anti pati terhadap
ideologi dan budaya barat. Maka Jaringan Muslim Moderat yang hendak dibangun
oleh barat adalah jaringan orang-orang Islam atau organisasi Islam yang bisa
bekerja sama dan hidup dengan system hidup barat. Lembaga Rand menyebutkan
criteria muslim yang termasuk moderat adalah sebagai berikut;
Menerima gagasan demokrasi.
Sebagian muslim memang menyetarakan antara demokrasi dengan system Syura di
dalam Islam. Padahal sesungguhnya gagasan demokrasi ini untuk menutup
kesempatan untuk berdirinya Negara Islam.
Menerima landasan non-sektarian. Maksudnya, muslim yang termasuk kategori
moderat tidak melulu harus membina kehidupan dengan dasar Islam, namun menerima
kesetaraan antara muslim dan non-muslim. Sementara itu dalam islam antara
muslim dan non-muslim terdapat hak dan kewajiban yang berbeda.
Menerima kesetaraan gender dan rasionalisasi pemahaman agama. Barat memandang bahwa Islam sangat
mendeskreditkan kaum wanita di dalam panggung sosial. Latar belakangnya, karena
memang dalam al-Qur’an dan hadits secara verbal dinyatakan demikian. Karena
itulah diperlukan pemahaman terhadap al-Qur’an dan hadits dengan cara baru yang
lebih rasional dan adil.
Anti kekerasan yang in-konstitusional. Perang untuk melawan ketidak adilaan secara
logis tetap diterima. Persoalannya adalah tindakan kekerasan itu dilakukan
seara konstitusional atau tidak. Jika dilakukan secara konstitusional, maka itu
boleh dilakukan, sebagaimana Israel menghabisi muslim Palestina. Tetapi jika serangan
WTC, adalah bagian dari kekerasan yang inkonstitusional.
Demikianlah
kriteria moderat dalam konsep barat. Lebih lanjut, kenyataannya golongan yang
dianggap sebagai muslilm moderat itu adalah kaum
modernis, kaum
pluralis, para
pejuang kesetaraan gender, sekularis
muslim, dan bahkanliberalis muslim.
Sebagai wujud dari gagasan Rand ini, berbagai founding barat telah
menggelontorkan dana yang sangat banyak untuk membiayai kampanye kelompok yang
dianggap moderat ini. Mereka itulah yang sering bersuara nyaring mengangkat
ayat, ”Dan demikianlah, kami jadikan
kalian sebagai umat wasathan (umat pertengahan)….” (al-Baqarah:143)
Sayangnya wasathan yang
diteriakkan ini adalah wasathan dalam konsep barat. Sementara itu wasathan dalam
pemahaman ulama’ tidak dibicarakan sama sekali.
Lalu,
seperti apakah konsep wasathan dalam ajaran
Islam?
Wasath
(moderat) dalam agama adalah bahwa seseorang tidak bersikap ghuluw (berlebihan) padanya maka ia melewati apa yang
dibatasi oleh Allah saw, dan ia tidak pula muqashshsir (kurang) maka ia
mengurangi dari sesuatu yang telah dibatasi oleh Allah saw.
Wasath
dalam agama adalah berpegang teguh dengan sirah Nabi saw. Ghuluw dalam agama adalah melewatinya
dan taqshir (kurang) adalah tidak sampai kepadanya. Contohnya: seseorang
berkata, “Saya akan bangun sepanjang
malam (ibadah) dan tidak tidur sepanjang tahun, karena shalat adalah ibadah
yang paling utama, maka saya ingin menghidupkan semuanya dengan shalat”. Itu adalah ghuluw dalam agama Allah
swt dan tidak berada di atas kebenaran. Dan kasus seperti ini pernah terjadi di
zaman Nabi saw, ada beberapa orang shahabat berkumpul, salah seorang dari
mereka berkata, “Saya akan selalu bangun dan tidak tidur.” Yang lain berkata,
“Saya selalu puasa dan tidak berbuka (di siang hari)”. Yang ketiga berkata,
“Saya tidak menikahi wanita.” Maka hal itu sampai kepada Nabi saw. Lalu beliau
bersabda:
“Bagaimanakah keadaan kaum yang mengatakan seperti ini dan seperti
itu? Akan tetapi aku shalat dan tidur, puasa dan berbuka, dan menikahi wanita.
Maka barangsiapa yang membenci sunnahku maka ia bukan dari golonganku.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Mereka
telah bertindak ghuluw dalam agama dan Rasulullah saw berlepas diri dari
mereka, karena mereka membenci sunnahnya saw, yaitu puasa dan berbuka, bangun
dan tidur, serta menikah dengan wanita.
Adapun
muqashshir, yaitu orang yang berkata: Saya tidak perlu melakukan ibadah sunnah,
saya tidak melakukan ibadah sunnah dan saya hanya melakukan yang wajib saja.
Terkadang ia kurang dalam ibadah wajib, maka ini adalah muqashshir. Dan
mu’tadil (orang yang pertengahan) yaitu yang berjalan di atas sunnah Nabi saw
dan para khulafaurrasyidin.
Contoh
yang lain: Ada tiga orang laki-laki yang berjalan di hadapan mereka orang yang
fasik.
Salah seorang dari mereka berkata: Saya tidak memberi salam kepada orang
fasik ini, tidak menyapanya, menjauhkan diri darinya dan tidak berbicara
kepadanya.
Yang kedua berkata: Saya akan berjalan bersama orang fasik ini, memberi salam
kepadanya, senyum kepadanya, mengundangnya, memenuhi undangannya, dan saya
tetap memperlakukannya seperti seorang yang shalih.
Dan yang ketiga berkata: Ini orang fasik, saya membencinya karena fasiknya dan
mencintainya karena imannya, tetap menyapanya kecuali bila tidak menyapanya
bisa menjadi sebab kebaikan dia. Jika tidak menyapanya maka tidak akan bisa
memperbaikinya, bahkan menjadi penyebab bertambah kefasikannya, maka saya tetap
menyapanya.
Dari
kasus yang terakhir ini, yang pertama adalah sikap ghuluw (melewati batas),
yang kedua kurang, dan yang ketiga adalah pertengahan. Dan seperti inilah yang
dikatakan wasathan di dalam semua ibadah dan pergaulan sesama makhluk. Tidak
berlebih-lebihan dan juga tidak kurang.
Sesungguhnya
wasathan dalam Islam adalah sikap komitmen yang kuat kepada ajaran islam.
Adapun Islam sendiri memang telah mengajarkan sikap wasathan ini. Ketika
seseorang menafsirkan al-Qur’an dengan sekehendak sendiri, dengan sudut pandang
kepentingan kaum kafir, maka sesungguhnya ia telah keluar dari istilah moderat
(wasathan) dalam kaca mata syari’at. Yang terjadi adalah taqshir (pengurangan).
Termasuk
dalam hal wasathan, seharusnya orang Islam menerapkan konsep al-wala’ wal bara’
sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan sunnah. Cinta kasih sesama muslim dan sikap keras kepada kaum kafir
dipraktekkan. Selama
keras kepada kekafiran itu tidak menghalangi sikap adil kepada mereka, itulah
wasathan dalam Islam.
Alangkah
indah Islam jika dilaksanakan sesuai dengan arahan Allah dan teladan Rasulullah
saw. Jika hal itu terjadi, maka Islam benar-benar akan menjadi rahmat bagi
semesta alam… Tetapi jika Islam ini difahami dengankaca mata barat, maka akan
rusak, hilang wibawanya, dan tidak akan membawa kebaikan bagi umat manusia
(last)
Muktamar Pemimpin Islam ( ?
) Moderat Dunia Ditutup PBNU Dengan 16 Butir Deklarasi
Deklarasi
itu memuat soal konsep Islam Nusantara. Berikut 16 poin deklarasi yang
dibacakan oleh Ketum PBNU, KH Said Aqil Siradj:
1.
Nahdlatul Ulama menawarkan wawasan dan pengalaman Islam Nusantara kepada dunia
sebagai paradigma Islam yang layak diteladani, bahwa agama menyumbang kepada
peradaban dengan menghargai budaya yang telah ada serta mengedepankan harmoni
dan perdamaian.
2.
Nadhlatul Ulama tidak bermaksud untuk mengekspor Islam Nusantara ke kawasan
lain di dunia, tapi sekadar mengajak komunitas-komunitas Muslim lainnya untuk
mengingat kembali keindahan dan kedinamisan yang terbit dari pertemuan sejarah
antara semangat dan ajaran-ajaran Islam dengan realitas budaya-budaya lokal di
seantero dunia, yang telah melahirkan beragam peradaban-peradaban besar,
sebagaimana di Nusantara.
3. Islam Nusantara bukanlah agama atau
madzhab baru melainkan sekadar pengejawantahan Islam yang secara alami
berkembang di tengah budaya Nusantara dan tidak bertentangan dengan syari’at
Islam sebagaimana dipahami, diajarkan dan diamalkan oleh kaum
Ahlussunnah wal Jama’ah di seluruh dunia. ( sesuai dengan apa yang Allah telah turunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu'Alaihi Wassalam ?? )
4.
Dalam cara pandang Islam Nusantara, tidak ada pertentangan antara agama dan
kebangsaan. Hubbul watan minal iman: “Cinta tanah air adalah bagian
dari iman.” Barangsiapa tidak memiliki kebangsaan, tidak akan memiliki tanah
air. Barangsiapa tidak memiliki tanah air, tidak akan punya sejarah.
5.
Dalam cara pandang Islam Nusantara, Islam tidak menggalang pemeluk-pemeluknya untuk menaklukkan dunia,
tapi mendorong untuk terus-menerus berupaya menyempurnakan akhlaqul karimah,
karena hanya dengan cara itulah Islam dapat sungguh-sungguh mewujud sebagai
rahmat bagi semesta alam (Rahmatan lil ‘Alamin).
6.
Islam Nusantara secara teguh mengikuti dan menghidupkan ajaran-ajaran dan
nilai-nilai Islam yang mendasar, termasuk tawassuth (jalan
tengah, yaitu jalan moderat), tawaazun (keseimbangan;
harmoni), tasaamuh (kelemah-lembutan dan kasih-sayang, bukan
kekerasan dan pemaksaan) dan i‘tidaal (keadilan).
7.
Sebagai organisasi Ahlussunnah wal Jama’ah terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama
berbagi keprihatinan yang dirasakan oleh sebagian besar warga Muslim dan non-Muslim
di seluruh dunia, tentang merajalelanya ekstremisme agama, teror, konflik di
Timur Tengah dan gelombang pasang Islamofobia di Barat.
8. Nahdlatul Ulama menilai bahwa
model-model tertentu dalam penafsiran Islamlah yang merupakan faktor paling
berpengaruh terhadap penyebaran ekstremisme agama di kalangan umat Islam. ( ? kedengkian terhadap Saudi /salafi ! )
9. Selama beberapa dekade ini, berbagai
pemerintah negara di Timur Tengah telah mengeksploitasi perbedaan-perbedaan
keagamaan dan sejarah permusuhan di antara aliran-aliran yang ada, tanpa
mempertimbangkan akibat-akibatnya terhadap kemanusiaan secara luas. Dengan cara
mengembuskan perbedaan-perbedaan sektarian, negara-negara tersebut memburu soft
power (pengaruh opini) danhard power (pengaruh politik,
ekonomi serta militer) dan mengekspor konflik mereka ke seluruh dunia.
Propaganda-propaganda sektarian tersebut dengan sengaja memupuk ekstremisme
agama dan mendorong penyebaran terorisme ke seluruh dunia.( ? kedengkian terhadap Saudi /salafi ! )
10. Penyebaran ektremisme agama dan
terorisme ini secara langsung berperan menciptakan gelombang pasang Islamofobia
di kalangan non-Muslim. ( ? kedengkian terhadap Saudi /salafi ! )
11. Pemerintahan negara-negara tertentu di
Timur Tengah mendasarkan legitimasi politiknya diambil justru dari
tafsir-tafsir keagamaan yang mendasari dan menggerakkan ekstremisme agama dan
teror. Ancaman ekstremisme agama dan teror dapat diatasi hanya jika
pemerintahan-pemerintahan tersebut bersedia membuka diri dan membangun
sumber-sumber alternatif bagi legitimasi politik mereka. ( ? kedengkian terhadap Saudi /salafi ! )
12.
Nahdlatul Ulama siap membantu dalam upaya ini. ( siapa Ulamanya yang kapabel ? )
13.
Realitas ketidakadilan ekonomi dan politik serta kemiskinan massal di dunia
Islam turut menyumbang pula terhadap berkembangnya ekstremisme agama dan terorisme.
Realitas tersebut senantiasa dijadikan bahan propaganda ekstremisme dan
terorisme, sebagai bagian dari alasan keberadaannya dan untuk memperkuat ilusi
masa depan yang dijanjikannya. Maka masalah ketidakadilan dan kemiskinan ini
tak dapat dipisahkan pula dari masalah ektremisme dan terorisme.
14.
Walaupun maraknya konflik yang meminta korban tak terhitung jumlahnya di Timur
Tengah seolah-olah tak dapat diselesaikan, kita tidak boleh memunggungi masalah
ataupun berlepas diri dari mereka yang menjadi korban. Nahdlatul Ulama mendesak
Pemerintah Indonesia untuk mengambil peran aktif dan konstruktif dalam mencari
jalan keluar bagi konflik multi-faset yang merajalela di Timur Tengah.
15.
Nahdlatul Ulama menyeru siapa saja yang memiliki iktikad baik dari semua agama
dan kebangsaan untuk bergabung dalam upaya membangun konsensus global untuk
tidak mempolitisasi Islam, dan memarjinalkan mereka yang hendak mengeksploitasi
Islam sedemikian rupa untuk menyakiti sesama.
16.
Nahdlatul Ulama akan berjuang untuk mengkonsolidasikan kaum Ahlussunnah wal
Jama’ah sedunia demi memperjuangkan terwujudnya dunia di mana Islam dan kaum
Muslimin sungguh-sungguh menjadi pembawa kebaikan dan berkontribusi bagi
kemaslahatan seluruh umat manusia.
Jakarta,
10 Mei 2016. Deklarasi tersebut ditandangani oleh Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama, Ketum Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, MA, Sekjen Dr. Ir. Helmi
Faisal Zaini, Rais 'Aam KH Ma'ruf Amin, dan Katib 'Aam KH Yahya Cholil Staquf.
Seperti
ini pemimpin islam moderat, bagaimana bisa damaikan timur tengah ?
Ketua
PWNU Banten KH Makmur Masyhar mengaku tak bisa bekerjasama dengan KH Said Aqil
Sirodj yang dianggap menghalalkan segala cara untuk meraih posisi dan berkuasa
di NU. Karena itu ia menyatakan mundur dari posisinya sebagai ketua PWNU
Banten. Pernyatan mundur itu ia sampaikan dalam secarik kertas yang ditulis
tangan.
“Saya Makmur Masyhar di hadapan Rais Syuriah PWNU, menyatakan mengundurkan diri dari jabatan ketua PWNU Banten “2014-2018”,” demikian surat pernyataan Kiai Makmur Masyhar dalam secarik kertas berkop PWNU Provinsi Banten. Surat pernyataan mundur itu ia tandatangani di atas meterai lengkap dengan keterangan tempat dan tanggal: Serang, 07 -03 – 2016.
Kiai Makmur Masyhar adalah ketua PWNU Banten paling sukses mimpin NU. Pada era kepemimpinan Kiai Makmur Masyhar inilah PWNU Banten bisa membangun kantor megah senilai Rp 7,5 miliar. Selain itu aktivitas PWNU yang dipusatkan di kantor PWNU juga marak dan hidup. Para kiai – terutama pengurus NU - rajin datang ke kantor PWNU Banten karena sarat aktivitas, terutama pengajian rutin.
“Saya Makmur Masyhar di hadapan Rais Syuriah PWNU, menyatakan mengundurkan diri dari jabatan ketua PWNU Banten “2014-2018”,” demikian surat pernyataan Kiai Makmur Masyhar dalam secarik kertas berkop PWNU Provinsi Banten. Surat pernyataan mundur itu ia tandatangani di atas meterai lengkap dengan keterangan tempat dan tanggal: Serang, 07 -03 – 2016.
Kiai Makmur Masyhar adalah ketua PWNU Banten paling sukses mimpin NU. Pada era kepemimpinan Kiai Makmur Masyhar inilah PWNU Banten bisa membangun kantor megah senilai Rp 7,5 miliar. Selain itu aktivitas PWNU yang dipusatkan di kantor PWNU juga marak dan hidup. Para kiai – terutama pengurus NU - rajin datang ke kantor PWNU Banten karena sarat aktivitas, terutama pengajian rutin.
Namun
Kiai Makmur Masyhar akhirnya memilih mengikuti hati nuraninya yaitu mundur dari
posisinya sebagai Ketua PWNU Banten karena menganggap NU di bawah Said Aqil
sudah tak sejalan dengan garis khitah pendirinya, Hadratussyaikh Haji Muhammad
Hasyim Asy’ari. ”Saya tak bisa bekerjasama dengan orang seperti Said Aqil yang
menghalakan segara cara untuk meraih jabatan dan selalu membohongi kiai,” kata
Kiai Makmur Masyhar kepada bangsaonline.com.
Menurut dia, begitu PWNU Banten sukses membangun kantor, Said Aqil datang ke Banten berjanji di depan para kiai dan pengurus NU akan menyumbang perabotan kantor senilai Rp 100 juta. ”Itu diungkpakan di acara-acara resmi NU yang dihadiri para kiai. Tapi sampai sekarang sudah beberapa tahun dia berjanji, tak pernah ditepati,” kata Kiai Makmur Masyhar. “Jadi bagi dia bohong itu sudah sangat biasa. Dia berjanji sendiri, tapi dengan mudah mengingkari. Dan itu bukan hanya sekali dia berjanji di depan para kiai,” tegas Kiai Makmur Masyhar.
Karena itu Kiai Makmur Masyhar lalu berupaya sendiri mencari dana untuk melengkapi perabotan kantor PWNU Banten. Berkat kerja keras Kiai Makmur Masyhar akhinrya perabotan kantor PWNU terpenuhi lengkap, termasuk komputer mewah dan ber-AC.
Kiai Makmur Masyhar mengakui bahwa dirinya mundur dari ketua PWNU Banten tidak serta merta. Menurut dia, setelah Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang yang berakhir dengan kisruh hingga sekarang, Said Aqil terus berusaha merongrong dirinya sebagai ketua PWNU Banten yang sah.
Bahkan – tutur Kiai Makmur Masyhar - Said Aqil kemudian membekukan PWNU Banten dan mengangkat carekater dengan cara rekayasa habis-habisan. ”Ini kan aneh. Saya yang ketua PWNU sah tapi dibekukan oleh PBNU yang tak sah, karena PBNU masih sengketa bahkan kini lagi digugat secara hukum, “ kata Kiai Makmur Masyhar.
Tapi dia tak mau ampil pusing. Sebab motivasi dia aktif di NU untuk berkhidmat, bukan untuk berkuasa. Karena itu ia mengambil langkah mundur dari posisinya sebagai ketua PWNU Banten. ”Saya tak bisa bekerjasama dengan perusak NU seperti Said Aqil. Dia secara akidah maupun moral sudah seperti itu,” kata Kiai Makmur.
Ia memilih mundur ketimbang berkompromi dengan orang-orang yang punya ambisi dan bernafsu berkuasa secara membabi buta di NU. "Bagi saya lebih baik saya mundur dari pada PWNU-nya yang dibekukan. Para kiai itu kan tak punya salah apa-apa, kok dikorbankan sampai dibekukan. Kalau saya kan memang tak mengaku Said Aqil sebagai ketua umum karena proses pemilihannya cacat hukum dan tak sah," katanya. (tim/bangsaonline)
Menurut dia, begitu PWNU Banten sukses membangun kantor, Said Aqil datang ke Banten berjanji di depan para kiai dan pengurus NU akan menyumbang perabotan kantor senilai Rp 100 juta. ”Itu diungkpakan di acara-acara resmi NU yang dihadiri para kiai. Tapi sampai sekarang sudah beberapa tahun dia berjanji, tak pernah ditepati,” kata Kiai Makmur Masyhar. “Jadi bagi dia bohong itu sudah sangat biasa. Dia berjanji sendiri, tapi dengan mudah mengingkari. Dan itu bukan hanya sekali dia berjanji di depan para kiai,” tegas Kiai Makmur Masyhar.
Karena itu Kiai Makmur Masyhar lalu berupaya sendiri mencari dana untuk melengkapi perabotan kantor PWNU Banten. Berkat kerja keras Kiai Makmur Masyhar akhinrya perabotan kantor PWNU terpenuhi lengkap, termasuk komputer mewah dan ber-AC.
Kiai Makmur Masyhar mengakui bahwa dirinya mundur dari ketua PWNU Banten tidak serta merta. Menurut dia, setelah Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang yang berakhir dengan kisruh hingga sekarang, Said Aqil terus berusaha merongrong dirinya sebagai ketua PWNU Banten yang sah.
Bahkan – tutur Kiai Makmur Masyhar - Said Aqil kemudian membekukan PWNU Banten dan mengangkat carekater dengan cara rekayasa habis-habisan. ”Ini kan aneh. Saya yang ketua PWNU sah tapi dibekukan oleh PBNU yang tak sah, karena PBNU masih sengketa bahkan kini lagi digugat secara hukum, “ kata Kiai Makmur Masyhar.
Tapi dia tak mau ampil pusing. Sebab motivasi dia aktif di NU untuk berkhidmat, bukan untuk berkuasa. Karena itu ia mengambil langkah mundur dari posisinya sebagai ketua PWNU Banten. ”Saya tak bisa bekerjasama dengan perusak NU seperti Said Aqil. Dia secara akidah maupun moral sudah seperti itu,” kata Kiai Makmur.
Ia memilih mundur ketimbang berkompromi dengan orang-orang yang punya ambisi dan bernafsu berkuasa secara membabi buta di NU. "Bagi saya lebih baik saya mundur dari pada PWNU-nya yang dibekukan. Para kiai itu kan tak punya salah apa-apa, kok dikorbankan sampai dibekukan. Kalau saya kan memang tak mengaku Said Aqil sebagai ketua umum karena proses pemilihannya cacat hukum dan tak sah," katanya. (tim/bangsaonline)
Didalam negeri
saja ribut terus dengan kaum muslimin diluar golongannya, rebutan kekuasaan dan
berkonspirasi dengan non muslim untuk melawan umat islam diluar golongannya,
bagaimana disebut Pemimpin/organisasi Islam Moderat dan bisa mendamaikan timur
tengah, mimpi kale ya ?
Meninjau kembali istilah
"Islam Moderat"
Beberapa
tahun belakangan ini telah muncul berbagai istilah-itilah serapan dari barat
yang kemudian di sandingan dengan kata Islam. Tentu perkawinan kata tersebut
sudah pasti mempunyai misi dan visi yang terselubung dimana jika tidak
dilihat dan diteliti secara cermat akan menimbulkan berbagai problem yang
mendera kaum muslimin.
Salah satu
contoh kongkrit dalam masalah ini adalah, munculnya golongan yang menamakan
diri mereka sebagai “Jaringan Islam Liberal”. Di tinjau dari segi terminologi,
maka perkawinan kata yang menjadikan satu istilah khusus seperti Islam Liberal
ini nampak sekali terlihat konsep dari masing-masing kata yang saling membentur
sehingga menghasilkan sesuatu yang confuse (membingungkan). Bagaimana mungkin Islam sebagai agama yang
sudah mempunyai aturan yang terikat dan jelas harus diliberalkan atau di buat
sedemikian bebas sehingga Islam tidak lagi bersifat sebagai agama yang mengikat
namun agama yang bebas yang sesuai dengan kondisi zaman.
Begitu juga
dengan istilah yang tak kalah marak dikalangan cendekiawan muslim, yaitu “Islam
Moderat”. Sebuah istilah yang sering disematkan kepada orang-orang yang tidak
kaku dalam memahami Islam, mau menghadiri perayaan hari raya agama lain,
memimpin do’a lintas agama, modern dan yang lain sebagainya. Maka dalam
kesempatan ini artikel ini bertujuan untuk menaggapi artikel berjudul
Islam “Moderat” ditulis oleh aktivis liberal Ulil Abshar Abdalla
yang di muat dalam situs www.islamlib.com.
Surat
Al-Baqarah ayat 143, menjadi sebuah ayat yang favorit bagi kalangan liberalis
tentang legitimasi terhadap istilah “Islam Moderat”, dan istilah ini di
pertentangkan juga dengan istilah lain yaitu “Islam Radikal”. Sehingga pada
saat ini, Islam seakan-akan terbagi menjadi dua, antara yang moderat dengan
yang radikal.
Ulil Abshar
Abdalla, salah seorang aktivis liberal, memberikan pengertian Islam Moderat
dengan menukil ucapan dari Tawfik Hamid, “Islam yang menolak secara tegas
hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi. (Baca artikelnya
yang berjudul “Don’t Gloss Over The Violent Texts” di Wall Street Journal,
1/9/2010).” Dalam
pandangan ulil pun, Islam Moderat dalam bahasa arab di istilahkan dengan “Al-Islam
Al-Wasat.” Atau
moderasi Islam yang kemudian ia ungkapkan dengan frasa “Wasatiyyat
Al-Islam.“
Sehingga,
secara eksplisit bisa disimpulkan juga, bahwa pengertian dari “Islam Radikal”
yang menjadi lawan dari Islam Moderat adalah “Islam yang mendukung secara tegas
hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi.“Istilah ini, sebenarnya secara tidak langsung telah
mendiskreditkan kaum muslimin yang memperjuangkan hukum-hukum syari’at agar
bisa di tegakkan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi maupun secara
umum dalam bingkai yang lebih luas.
Tentu
hukum-hukum Islam yang menjadi sorotan kaum Liberal dimana mereka anggap keras
dan sarat dengan diskriminasidapat di lihat dari sisi yang pertama, yaitu dari
aspekpidana islam. Seperti hukum potong tangan bagi pencuri yang sudah mencapai
nishab, hukum qishash bagi pembunuh, hukum mati terhadap orang Islam yang
murtad dan lain sebagainya.
Adapun sisi
yang kedua, yaitu dalam aspek hukum perdata Islam. Seperti wanita muslimah
tidak boleh menikah dengan laki-laki kafir, dalam pembagian harta waris wanita
hanya mendapatkan setengah dari laki-laki, wajibnya berjilbab bagi wanita yang
sudah baligh, atau bolehnya poligami bagi laki-laki dan yang lainnya. Dan yang
terakhir, dari sisi yang ketiga adalah masalah hukum jihad
fi sabilillah dan
hal-hal yang berkaitan dengannya yang sering mereka sebut dengan istilah
“perang suci”.
Jika memang
yang di maksud dengan hukum yang keras dan diskriminatif adalah seperti yang
dicontohkan di atas. Secara tidak langsung, tentu hal tersebut sudah masuk
kepada ranah oto-kritik terhadap syari’at Islam. Sehingga banyak syari’at yang
harus di moderatkan, di rubah secara totalitas karena sudah tidak relevan lagi
pada zaman modern.
Lalu
ujung-ujungnya, maka yang disuarakan kembali adalah meninjau ulang hukum-hukum qath’iy, baik yang terdapat di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits,
maka semua itu harus di deskonstruksi, dan disesuaikan lagi dengan hukum
tersebut bersifat dinamis.
Sebenarnya,
kalau memang ingin merujuk secara jujur kepada definisi seperti yang telah
diungkapkan oleh Tawfik Hamid di atas, tentu Rasulullah saw pun menjadi sorotan
utama sebagi seorang Nabi yang telah mengajarkan kekerasan dan tindak
diskriminasi kepada umat Islam. Karena beliau juga telah menerapkan syari’at
Islam secara sempurna baik pidana, perdata, jihad atau yang lainnya. Lalu,
apakah masuk kepada logika juga, bahwa Tawfiq atau Ulil itu Islam yang moderat,
sedangkan Rasulullah dan orang yang mengikutinya adalah Islam yang radikal.
Ataupun,
jika mereka mempunyai pendapat bahwa syari’at-syari’at di atas hanya cocok pada
zaman Rasulullah saja, bahwa hukum-hukum Islam yang bersifat keras tersebut
relevan untuk zaman dahulu dan tidak relevan untuk zaman sekarang, maka akan
juga timbul pertanyaan kalau hukum-hukum yang di anggap keras tersebut hanya
cocok untuk zaman dahulu saja, mengapa Rasulullah saw menolak untuk membunuh
orang-orang munafik yang terlalu sering memfitnah beliau? Bukankah pertimbangan
beliau adalah, tidak menginginkan orang-orang kafir mempunyai keyakinan bahwa
Muhammad telah membunuh sahabatnya sendiri? Tentu keras atau tidaknya syari’at
Islam itu tidak bisa di nilai dari perasaan satu atau sekelompok manusia saja,
tetapi lebih kepada efektifitas serta maslahat yang terdapat dalam syari’at
Islam yang di pandang keras tersebut.
Kembali
kepada pengistilahan “Al-Islam Al-Wasath”
(Islam Moderat) yang telah di ungkapkan oleh Ulil Abshar, bahwasanya konsep
tersebut dia kaitkan dengan ayat 143 dari surat Al-Baqarah. Yang dia
terjemahkan secara lengkap “Dan demikianlah Aku (Tuhan) jadikan kalian umat yang “wasat”
(adil, tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi saksi (syuhada’) bagi semua
manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi (syahid) juga atas kalian.” (QS. Al-Baqarah: 143)
Sebenarnya,
Ulil pun sudah mengakui bahwasanya yang di maksud dengan moderat dalam Islam
adalah seperti yang dia nukilkan dari syaikh Muhammad Abduh, yaitu sikap
tengah-tengah antara dua titik ekstrim. Tentu sikap dari pertengahan tersebut
masuk juga kepada rasa adil dalam menyingkapi perbedaan yang ada.
Tetapi
ketika kita mencermati lagi pernyataan tentang definisi dari moderat yaitu
sebagai Islam yang menolak secara tegas hukum-hukum agama yang
membenarkan kekerasan dan diskriminasi.Tentu
pengertian tersebut sudah mendorong setiap pembacanya untuk diajak berkeyakinan
ekstrem dalam menolak syari’at Islam yang sudah baku.
Karena sikap
menolak adalah bukan lagi sifat yang menengahi dua kutub berbeda, akan tetapi
sudah masuk kepada salah satu kutub yang malah harus di pertengahi lagi. Maka
dari itu, hal ini sangat bertentangan dengan konsep ‘adil dalam Islam, karena para ulama’ sudah memahami tentang
sikap ‘adil sebagai
sebuah sikap yang menempatkan sesuatu sesuai kepada tempatnya. Sehingga bisa
juga difahami bahwa Islam Moderat adalah Islam yang tidak bersifat ekstrem baik
itu dalam hal rasional ataupun tekstual.
Kemudian
akan terjadi juga pertanyaan, sekarang kelompok manakah yang paling moderat?
Bukankah setiap orang Islam bahkan yang menyimpang itu pun mengaku sebagai
penganut Islam yang moderat?.
Menurut
penulis sendiri, jawaban yang sangat pas untuk menjawab pertanyaan diatas
adalah bahwa tentu memahami Islam yang adil sesuai dengan surat Al-Baqarah di
atas adalah bukan tentang pengakuan atau klaim bahwa saya lah Islamnya yang
paling moderat, tetapi lebih kepada isi dari ajaran Islam yang adil di antara
ajaran yang terdapat dalam agama lain.
Oleh
karenanya syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy (W. 1955 M), menjelaskan
tentang ummatan wasathan adalah
sebagai umat yang adil dan terpilih. Allah Ta’ala menjadikan umat ini
pertengahan (wasath) di dalam
setiap perkara agama, seperti dalam masalah kenabian, antara sifat
berlebih-lebihan dalam mengagungkan mereka seperti kaum Nashrani, dengan sikap
pembangkangan seperti yang dilakukan oleh kaum Yahudi. Ataupun seperti masalah
aqidah, ibadah, muamalah ataupun yang lainnya. (Taysir Karimir Rahmaan Fie Tafsiiri
Kalaamil Mannaan)
Hal itu pun
jika memang kata-kata “Wasath” di anggap
mewakili penerjemahan kata “Moderat” ke dalam bahasa arab. Padahal, jika di
teliti secara mendalam sebagaimana yang telah di jelaskan tentang makna dari wasath yang berarti adil dan terbaik, maka makna terebut
tidaklah dijumpai dalam pengertian moderat yang mempunyai pengertian yang hanya
sebatas berada dalam posisi pertengahan saja. Karena sama sekali tidak mencakup
pengertian dari makna adil yang terkandung dalam katawasath, maka penerjemahan bahasa arab kata moderat kepada kata wasath jelas tidak cocok, seperti arabisasi kata sekuler
menjadi ‘ilmaniyah.
Maka, sikap ‘adil dan wasath dalam Islam pun tidak perlu di gandeng-gandengkan lagi
dalam sebuah istilah, apalagi berupaya untuk melakukan pendikotomian umat
Islam, karena secara substansi kedua sifat tersebut sudah ada dalam diri ajaran
Islam sehingga tak perlu lagi Allah Ta’ala atau Rasul-Nya menerangkan dan
menyebutkan bahwa Islam itu ada yang moderat (wasath) atau ada yang keras
(radikal).
Jikalau
disebutkan bahwa karakter ekstrimitas yang semula melekat pada golongan luar
Islam sebagaimana yang telah di ungkapkan oleh para mufassir klasik itu
ternyata dijumpai dalam umat islam sendiri, maka pasti yang harus diluruskan
kembali adalah umat yang terjerembab kepada sikap ekstrem tersebut, bukan
kepada ajaran-ajaran yang ada dalam Islam.
Sebagaimana
juga jika didapati sekelompok orang yang bersikap ekstrem dalam memahami surat
Al-Baqarah ayat 62 kemudian menyimpulkan bahwa Islam telah mengajarkan faham
Pluralisme agama, tentu ini adalah tafsir liberal yang sangat ekstrem yang
mengajak manusia untuk mempunyai pemahaman bahwa semua agama adalah benar, maka
yang diluruskan bukanlah kepada ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil tersebut,
akan tetapi harus kepada orang yang telah menafsirkan ayat itu secara
menyimpang. Karena yang salah bukanlah ayatnya, tetapi orang yang
menafsirkannya. Allahu a’alamu bish shawab
Oleh:
Zakariya Hidayatullah
Related Articles
“Islam Moderat” Dan Misi Barat
Imam Besar Al-Azhar Serukan Eropa Dukung Lembaga Islam
Moderat. Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi: Islam Moderat Isinya Ya Liberalisasi , sesat
!
Alwi Shihab ar Rafidhi : Iran dan Indonesia Siapkan
“Islam yang Benar dan Moderat ” ? !
Azyumardi Azra: Islam Indonesia beda dengan Islam Arab
[ Banyak Statemennya menunjukan Kedengkian Luar Biasa Terhadap Bangsa Arab,
Agama di Akal-akalin ]
Menag: Kita Adalah Orang Indonesia Yang Islam, Bukan
Orang Islam di Indonesia
Sumber Agama Islam itu Alquran dan Hadis, bukan
Nusantara. Terima Saja Bahwa Islam Itu ya Arab
Islam Nusantara Didesain untuk Mengobok-Obok Islam
Menanggapi Tulisan Ali Masykur Musa “Etika Sosial
Islam Nusantara” yang Dimuat di Harian Republika Kamis 9 Juli 2015
Pilih Islam Yang Mana ? “Nusantara” Ataukah “Timur
Tengah” ? Fitnah Ulama Sū’ (Jahat) Perusak Umat
Siapa yang Merusak Sejarah Islam?
Kenapa Di Indonesia Marak Aliran Sesat Dan Ormas-Ormas
Islam Yang Menakutkan, Di Negeri “Wahhabi” Saudi Tidak Ada ?
Su'per Cendekiawan Muslim Sunni Abu-Abu Didikan
Orientalis Terpedaya Syiah, Pendengki Salafi “ Wahabi ”