Khiwani seorang syiah pernah mengancam akan menyerang Makkah, tapi dia tewas sebelum melaksanakan rencananya oleh serangan Saudi
Mengapa Syiah Sangat Membenci Arab dan
Ibnu Wahhab ?
Biar bodoh yang penting syahwat kebencian terpenuhi.
Jika di forum sosial media, anda menemukan komentar
yang sangat berlebihan membenci Saudi dan mengumbar kata Wahhabi maka
kemungkinan besar dia seorang syiah atau pecandu syirik. Lalu mengapa mereka (syiah) sangat membenci
Arab Saudi dan Ibn Wahhab?
Kekalahan Kerajaan Majusi Persia Oleh bangsa Arab
Tak dipungkiri penaklukan Khalifah Islam sudah menjadi bagian sejarah
dendam orang Majusi Persia. Pada tahun
14H adalah tahun pokok dan asas dari kebencian kaum Rafidhah
terhadap Islam dan kaum muslimin, karena pada tahun ini meletus perang
Qadisiyyah yang berakibat takluknya kerajaan Persia Majusi, nenek moyang kaum
Rafidhah. Pada saat itu kaum muslimin dibawah kepemimpinan Umar bin Khattab
Radhiyallahu ‘anhu. Pada tahun 16 H.
Kaum muslimin berhasil menaklukkan ibu kota kekaisaran Persia, Mada’in. Dengan
ini hancurlah kerajaan Persia. Kejadiaan ini masih disesali oleh kaum Rafidhah
hingga saat ini.
Trik adu domba dan bertaqiyah pura-pura sebagai orang
Islam adalah senjata syiah untuk menghancurkan umat Islam dari dalam. Bersama khawarij, syiah telah menghasilkan
sejarah berdarah seperti perang Unta, Siffin, dan terbunuhnya Umar, ra, Utsman,
ra, Ali, ra, Husein, ra. Dendam itu
terus dipompa sampai sekarang, dan kebencian syiah seperti Darah Umat Islam
halal ditumpahkan.
Fakta Sejarah Jaman Nabi dan Rasul Kaum Kafirun
Musyrikin adalah Penentang Ajaran Tauhid
Sudah jamak para para penyampai tauhid itu di musuhi,
bahkan menjadi bagian sejarah panjang para
nabi, rasul, ulama mendapat tantangan dalam dakwah tauhid tapi manusia
malas membaca sejarah. Dan tidak ada
satupun nabi, rasul yang tidak mendapat tantangan hebat dalam dakwah
tauhid. Beliau-beliau akan selalu di fitnah
dengan mulut-mulut kebencian para munafik.
Bahkan rasulullah Nabi Muhammad SAW yang sebelumnya digelari Al-amin
mendapat gelar Majnun (orang gila) dari kaum munafikun. Nah sejarah berlanjut Kaum Syiah adalah kaum
musyrik rangking satu sesatnya sekarang.
Pecandu sirik
dan Bid'ah Jengkel dibongkar kesesatannya
Imam Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab telah membuat
syiah, para sufi, tarekat, kebatinan jengkel karena beliau banyak membongkar
kesyirikan mereka dengan mengambil dalil Al-Qur'an dam Sunnah shahih, pemahaman
sahabat, ulama. Karena keberaniaannya
beliau banyak dimusuhi dan difitnah dari kalangan munafikun terutama
orang-orang syiah. Beberapa tuduhan
seperti :
1. Tuduhan Ibn Wahhab suka mengkafirkan padahal Syiah
sendiri adalah Master No. 1 Suka Mengkafirkan (syiah memang doyan maling teriak
maling)
2. Tuduhan membuat madzhab baru yaitu Wahhabiyah
(Wahhabi) yang semestinya jika memang beliau pernah membuat madzhab disebut
Muhammadiyah, karena nama beliau Muhammad.
Namun mereka menisbahkan kepada Asmaul Husna yaitu Al-Wahhab. Padahal Syaikh tidak pernah dalam sejarah
menamakan dirinya sebagai madzhab atau aliran tapi sebuah strategi pemurnian
Islam tanpa asesori bid’ah.
3. Tuduhan
sebagai khawarij adalah hal umum terutama dari golongan syiah. Padahal khawarij sebelumnya adalah bagian
dari yang menamakan dirinya syiah Ali, ra (pengikut Ali, ra) yang kemudian hari
balik memusuhi dan membunuh Khalifah Ali, ra.
Syiah kufah dan khawarij ibarat
pantat yang terbagi dua. Khawarij
sendiri dengan pentolan Abdul Wahhab bin Abdurrahman Rustum di Mesir. Cukup mirip namanya dengan kata “Wahhab”
padahal beda jaman hampir seribu tahun, namun bagi pembenci Syaikh tentu
menjadi bahan fitnah yang empuk. Abdul
Wahhab disamakan dengan Muhammad bin Abdul Wahhab.
Ruang Gerak Syiah tidak Leluasa di Jazirah Arab
Ruang gerak para syiah tidak berkembang di jazirah
Arab karena di bawah keluarga Ibn Saud, tempat-tempat dan acara-acara ritual
syirik di larang atau tempat yang bisa berbuat syirik ditutup. Nah anda mungkin sudah maklum dengan komentar
para pecandu syirik di web-web dan social media yang mendiskreditkan Arab
Saudi?
Ambisi Untuk menghancurkan Ka'bah
Dari literatur syiah sendiri digambarkan bahwa Imam Mahdi Syiah akan menghancurkan
Ka'bah. Hal senada juga dengan
orang-orang syiah yang sejak dulu terkenal sebagai pembantai jemaah haji,
pencuri Hajar Aswad, dan ancaman Ka'bah akan dihancurkan orang Syiah. Bahkan Era Modern ini para Hizbuzyaiton dan
Syiah Houthy berencana menyerang Ka'bah.
Khiwani seorang syiah pernah mengancam akan menyerang
Makkah, tapi dia tewas sebelum melaksanakan rencananya oleh serangan Saudi
Emperium Persia Raya
Iran tidak mampu mewujudkan impiannya karena wilayah
Persia Raya tidak akan bisa tanpa menyingkirkan Arab, Irak, Pakistan,
Afghanistan, Kaukasia, yang di dominasi Ahlu Sunnah. Dan Arablah pusat ritual Islam. Jika anda pernah mendengar Ka'bah mau
dipindahkan orang syiah, itu tidak lebih rasa dengki sama orang Arab.
Sebagian orang
yang tidak suka dengan dakwah tauhid, menjuluki para da’i yang mengajak untuk
bertauhid yang benar dengan julukan “wahabi”. Diantara perkara yang banyak
diingkari para pembenci dakwah tauhid adalah larangan syariat terhadap ibadah
di kuburan dan ngalap berkah di kuburan. Para da’i yang memperingkatkan hal ini
pun lantas dijuluki “wahabi”. Padahal diantara para pembenci tersebut banyak
yang menisbatkan diri pada madzhab Syafi’i, sedangkan para ulama madzhab
Syafi’i pun melarang beribadah di kuburan dan ngalap berkah di sana. Simak
penjelasan Ust Musyaffa Lc., MA. berikut ini:
Marah kesesatannya mendapat tantangan
Imam An Nawawi rahimahullah (wafat 676H), ulama besar
madzhab Syafi’i, mungkin akan dikatakan terpengaruh paham Wahabi, karena
perkataan beliau berikut ini:
لا يجوز أن يطاف
بقبره صلى الله عليه وسلم، ويكره إلصاق الظهر والبطن بجدار القبر، قاله أبوعبيد
الله الحليمي وغيره. قالوا: ويكره مسحه باليد وتقبيله، بل الأدب أن يبعد منه كما
يبعد منه لو حضره في حياته صلى الله عليه وسلم.
هذا هو الصواب الذي
قاله العلماء وأطبقوا عليه، ولا يغتر بمخالفة كثيرين من العوام وفعلهم ذلك، فإن
الاقتداء والعمل إنما يكون بالأحاديث الصحيحة وأقوال العلماء، ولا يلتفت إلى
محدثات العوام وغيرهم وجهالاتهم… ومن خطر بباله أن المسح باليد ونحوه أبلغ في
البركة، فهو من جهالته وغفلته، لأن البركة إنما هي فيما وافق الشرع، وكيف يبتغى
الفضل في مخالفة الصواب؟!
“Tidak boleh thawaf
di kuburannya Nabi shallallahu’alaihi wasallam, dan tindakan menempelkan
punggung dan perut ke dinding kuburan beliau adalah perbuatan yang dibenci.
Itulah yang dikatakan oleh Abu Ubaidillah Al-Halimi dan ulama yang lainnya.
Mereka juga mengatakan: “dibenci pula mengusap kuburan itu dengan tangan dan
menciumnya. Namun yang sesuai dengan adab / sunnah adalah dengan menjauh dari
kuburan beliau, sebagaimana hendaknya ia menjauhkan badannya bila ia mendatangi
beliau saat masih hidup.
Inilah tindakan yang
benar, yang dikatakan oleh para ulama, dan mereka sepakat dalam hal ini. Dan
janganlah tergoda dengan banyaknya orang-orang awam yang menyelisinya, dan
(jangan tergoda pula) oleh kelakuan mereka itu! Karena mengikuti dan
mengamalkan sesuatu itu hanyalah dengan dasar hadits-hadits yang shahih dan
perkataan para ulama. Dan jangan tergoda oleh bentuk-bentuk kebodohan dan
perkara-perkara (bid’ah) yang diada-adakan oleh orang-orang awam. Barangsiapa
terbetik di benaknya, bahwa mengusap dengan tangan dan tindakan yang semisalnya
lebih mendatangkan berkah, maka itu merupakan kebodohan dan kelalaiannya.
Karena keberkahan hanyalah dalam hal yang sesuai syariat. Bagaimana mungkin
suatu keutamaan dicari dalam hal yang menyelisihi kebenaran?! (Al-Majmu’, karya
Imam Nawawi, 8/275).
Banyak orang
beranggapan dianjurkan untuk shalat di kuburan para wali saat berziarah.
Tentunya dengan tujuan yang beragam.
Padahal Nabi
shallallahu’alaihi wasallam pernah menyabdakan:
لَا تُصَلُّوا إِلَى
الْقُبُورِ
“Janganlah kalian
shalat ke kuburan!” (HR. Muslim: 972).
Mungkin diantara
mereka ada yang ngeyel dengan mengatakan: “itu kan kalau shalatnya menghadap ke
kuburan, kalau saya shalatnya di kuburan tapi menghadap ke kiblat!“. Sayang,
orang seperti ini belum tahu hadits-hadits lain yang lebih tegas dalam masalah
ini. Bukankah Nabi kita tercinta shallallahu’alaihi wasallam juga telah
menyabdakan:
الْأَرْضُ كُلُّهَا
مَسْجِدٌ إِلَّا الْحَمَّامَ وَالْمَقْبَرَةَ
“Bumi semuanya bisa
dijadikan masjid (yakni tempat shalat yang di dalamnya ada sujud), kecuali
tempat untuk mandi, dan kuburan” (HR. Abu Dawud: 492 dll, dishahihkan oleh
Alhakim, Adz-Dzahabi, dan Syaikh Al Albani).
Mungkin ia masih akan
ngeyel dengan mengatakan: “itu kan pemahaman Anda yg wahabi”, mohon ma’af mas
‘lakum diinukum waliya diin“.
Subhanallah… sulit
jadinya jika sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam kurang dihormati dan tidak
didengarkan.
Baiklah, bukankah
Ibnul Mundzir (wafat 319 H) yang bermazhab Syafi’i telah mengatakan:
وَقَوْله: «وَلَا
تَجْعَلُوهَا قُبُورًا» ، يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الصَّلَاةَ غَيْرُ جَائِزَةٍ فِي
الْمَقْبَرَةِ
“sabda beliau:
‘jangan jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan!‘, itu menunjukkan bahwa
shalat itu tidak diperbolehkan di kuburan” (Kitab Al-Ausath, 2/183).
Mengapa Banyak Yang Memusuhi WAHABI? Ini Rahasianya..
Buya Hamka: Mereka Memusuhi Wahabi demi Penguasa Pro
Penjajah
Oleh: Zulkarnain Khidir
Mahasiswa Universitas Prof. DR. HAMKA, Jakarta
Belakangan ketika isu terorisme kian dihujamkan di
jantung pergerakan Ummat Islam agar iklim pergerakan dakwah terkapar lemah tak
berdaya. Nama Wahabi menjadi salah satu faham yang disorot dan kian menjadi
bulan-bulanan aksi “tunjuk hidung,” bahkan hal itu dilakukan oleh kalangan
ustadz dan kiyai yang berasal dari tubuh Ummat Islam itu sendiri.
Beberapa buku propaganda pun diterbitkan untuk
menghantam pergerakan yang dituding Wahabi, di antaranya buku hitam berjudul
“Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi: Mereka Membunuh Semuanya Termasuk Para
Ulama.” Bertubi-tubi, berbagai tudingan dialamatkan oleh alumnus dari Universitas
di Bawah Naungan Kerajaan Ibnu Saud yang berhaluan Wahabi, yaitu Prof. Dr. Said
Siradj, MA. Tak mau kalah, para kiyai dari pelosok pun ikut-ikutan menghujat
siapapun yang dituding Wahabi. Kasus terakhir adalah statement dari kiyai
Muhammad Bukhori Maulana dalam tabligh akbar FOSWAN di Bekasi baru-baru ini
turut pula menyerang Wahabi dengan tudingan miring. Benarkah tudingan tersebut?
Menarik memang menyaksikan fenomena tersebut. Gelagat
pembunuhan karakter terhadap dakwah atau personal pengikut Wahabi ini bukan hal
baru, melainkan telah lama terjadi. Hal ini bahkan telah diurai dengan lengkap
oleh ulama pejuang dan mantan ketua MUI yang paling karismatik, yaitu Haji
Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa disapa Buya HAMKA. Siapa tak
mengenal Buya HAMKA? Kegigihan, keteguhan dan independensinya sebagai seorang
ulama tidak perlu diragukan lagi tentunya.
Dalam buku “Dari Perbendaharaan Lama,” Buya HAMKA
dengan gamblang beliau merinci berbagai fitnah terhadap Wahabi di Indonesia
sejatinya telah berlangsung berkali-kali. Sejak Masa Penjajahan hingga beberapa
kali Pemilihan Umum yang diselenggarakan pada era Orde Lama, Wahabi seringkali
menjadi objek perjuangan yang ditikam fitnah dan diupayakan penghapusan atas
eksistensinya. Mari kita cermati apa yang pernah diungkap Buya Hamka dalam buku
tersebut:
“Seketika terjadi Pemilihan Umum , orang telah
menyebut-nyebut kembali yang baru lalu, untuk alat kampanye, nama “Wahabi.” Ada
yang mengatakan bahwa Masyumi itu adalah Wahabi, sebab itu jangan pilih orang
Masyumi. Pihak komunis pernah turut-turut pula menyebut-nyebut Wahabi dan
mengatakan bahwa Wahabi itu dahulu telah datang ke Sumatera. Dan orang-orang
Sumatera yang memperjuangkan Islam di tanah Jawa ini adalah dari keturunan kaum
Wahabi.
Memang sejak abad kedelapan belas, sejak gerakan
Wahabi timbul di pusat tanah Arab, nama
Wahabi itu telah menggegerkan dunia. Kerajaan Turki yang sedang berkuasa, takut
kepada Wahabi. Karena Wahabi adalah, permulaan kebangkitan bangsa Arab, sesudah
jatuh pamornya, karena serangan bangsa Mongol dan Tartar ke Baghdad. Dan Wahabi
pun ditakuti oleh bangsa-bangsa penjajah, karena apabila dia masuk ke suatu
negeri, dia akan mengembangkan mata penduduknya menentang penjajahan. Sebab
faham Wahabi ialah meneguhkan kembali ajaran Tauhid yang murni, menghapuskan
segala sesuatu yang akan membawa kepada syirik. Sebab itu timbullah perasaan
tidak ada tempat takut melainkan Allah. Wahabi adalah menentang keras kepada
Jumud, yaitu memahamkan agama dengan membeku. Orang harus kembali kepada Al-Qur’an
dan Al-Hadits.
Ajaran ini telah timbul bersamaan dengan timbulnya
kebangkitan revolusi Prancis di Eropa. Dan pada masa itu juga “infiltrasi” dari
gerakan ini telah masuk ke tanah Jawa. Pada tahun 1788 di zaman pemerintahan
Paku Buwono IV, yang lebih terkenal dengan gelaran “Sunan Bagus,” beberapa
orang penganut faham Wahabi telah datang ke tanah Jawa dan menyiarkan ajarannya
di negeri ini. Bukan saja mereka itu masuk ke Solo dan Yogya, tetapi mereka pun
meneruskan juga penyiaran fahamnya di Cirebon, Bantam dan Madura. Mereka
mendapat sambutan baik, sebab terang anti penjajahan.
Sunan Bagus sendiri pun tertarik dengan ajaran kaum
Wahabi. Pemerintah Belanda mendesak agar orang-orang Wahabi itu diserahkan
kepadanya. Pemerintah Belanda cukup tahu, apakah akibatnya bagi penjajahannya,
jika faham Wahabi ini dikenal oleh rakyat.
Padahal ketika itu perjuangan memperkokoh penjajahan
belum lagi selesai. Mulanya Sunan tidak mau menyerahkan mereka. Tetapi
mengingat akibat-akibatnya bagi Kerajaan-kerajaan Jawa, maka ahli-ahli kerajaan
memberi advis kepada Sunan, supaya orang-orang Wahabi itu diserahkan saja
kepada Belanda. Lantaran desakan itu, maka mereka pun ditangkapi dan diserahkan
kepada Belanda. Oleh Belanda orang-orang itu pun diusir kembali ke tanah Arab.
Tetapi di tahun 1801, artinya 12 tahun di belakang,
kaum Wahabi datang lagi. Sekarang bukan lagi orang Arab, melainkan anak
Indonesia sendiri, yaitu anak Minangkabau. Haji Miskin Pandai Sikat (Agam) Haji
Abdurrahman Piabang (Lubuk Limapuluh Koto), dan Haji Mohammad Haris Tuanku
Lintau (Luhak Tanah Datar).
Mereka menyiarkan ajaran itu di Luhak Agam
(Bukittinggi) dan banyak beroleh murid dan pengikut. Diantara murid mereka
ialah Tuanku Nan Renceh Kamang. Tuanku Samik Empat Angkat. Akhirnya gerakan
mereka itu meluas dan melebar, sehingga terbentuklah “Kaum Paderi” yang
terkenal. Di antara mereka ialah Tuanku Imam Bonjol. Maka terjadilah “Perang
Paderi” yang terkenal itu. Tiga puluh tujuh tahun lamanya mereka melawan
penjajahan Belanda.
Bilamana di dalam abad ke delapan belas dan Sembilan
belas gerakan Wahabi dapat dipatahkan, pertama orang-orang Wahabi dapat diusir
dari Jawa, kedua dapat dikalahkan dengan kekuatan senjata, namun di awal abad
kedua puluh mereka muncul lagi!
Di Minangkabau timbullah gerakan yang dinamai “Kaum
Muda.” Di Jawa datanglah K.H. A. Dahlan dan Syekh Ahmad Soorkati. K.H.A. Dahlan
mendirikan “Muhammadiyah.” Syekh Ahmad Soorkati dapat membangun semangat baru
dalam kalangan orang-orang Arab. Ketika dia mulai datang, orang Arab belum pecah
menjadi dua, yaitu Arrabithah Alawiyah dan Al-Irsyad. Bahkan yang mendatangkan
Syekh itu ke mari adalah dari kalangan yang kemudiannya membentuk Ar-Rabithah
Adawiyah.
Musuhnya dalam kalangan Islam sendiri, pertama ialah
Kerajaan Turki. Kedua Kerajaan Syarif di Mekkah, ketiga Kerajaan Mesir.
Ulama-ulama pengambil muka mengarang buku-buku buat “mengafirkan” Wahabi.
Bahkan ada di kalangan Ulama itu yang sampai hati mengarang buku mengatakan
bahwa Muhammad bin Abdul Wahab pendiri faham ini adalah keturunan Musailamah Al
Kazhab!
Pembangunan Wahabi pada umumnya adalah bermazhab
Hambali, tetapi faham itu juga dianut oleh pengikut Mazhab Syafi’i, sebagai
kaum Wahabi Minangkabau. Dan juga penganut Mazhab Hanafi, sebagai kaum Wahabi
di India.
Sekarang “Wahabi” dijadikan alat kembali oleh beberapa
golongan tertentu untuk menekan semangat kesadaran Islam yang bukan surut ke
belakang di Indonesia ini, melainkan kian maju dan tersiar. Kebanyakan orang
Islam yang tidak tahu di waktu ini, yang dibenci bukan lagi pelajaran wahabi,
melainkan nama Wahabi.
Ir. Dr. Sukarno dalam “Surat-Surat dari Endeh”nya
kelihatan bahwa fahamnya dalam agama Islam adalah banyak mengandung anasir
Wahabi.
Kaum komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan
sentiment Ummat Islam dengan membangkit-bangkit nama Wahabi. Padahal seketika
terdengar kemenangan gilang-gemilang yang dicapai oleh Raja Wahabi Ibnu Saud,
yang mengusir kekuasaan keluarga Syarif dari Mekkah. Ummat Islam mengadakan
Kongres Besar di Surabaya dan mengetok kawat mengucapkan selamat atas
kemenangan itu (1925). Sampai mengutus dua orang pemimpin Islam dari Jawa ke
Mekkah, yaitu H.O.S. Cokroaminoto dan K.H. Mas Mansur. Dan Haji Agus Salim
datang lagi ke Mekkah tahun 1927.
Karena tahun 1925 dan tahun 1926 itu belum lama, baru
lima puluh tahun lebih saja, maka masih banyak orang yang dapat mengenangkan
bagaimana pula hebatnya reaksi pada waktu itu, baik dari pemerintah penjajahan,
walau dari Ummat Islam sendiri yang ikut benci kepada Wahabi, karena hebatnya
propaganda Kerajaan Turki dan Ulama-ulama pengikut Syarif.
Sekarang pemilihan umum yang pertama sudah selesai.
Mungkin menyebut-nyebut “Wahabi” dan membusuk-busukkannya ini akan disimpan
dahulu untuk pemilihan umum yang akan datang. Dan mungkin juga propaganda ini
masuk ke dalam hati orang, sehingga gambar-gambar “Figur Nasional,” sebagai
Tuanku Imam Bonjol dan K.H.A. Dahlan diturunkan dari dinding. Dan mungkin
perkumpulan-perkumpulan yang memang nyata kemasukan faham Wahabi seperti
Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan lain-lain diminta supaya dibubarkan saja.
Kepada orang-orang yang membangkit-bangkit bahwa
pemuka-pemuka Islam dari SUmmatera yang datang memperjuangkan Islam di Tanah
Jawa ini adalah penganut atau keturunan kaum Wahabi, kepada mereka orang-orang
dari SUmmatera itu mengucapkan banyak-banyak terima kasih! Sebab kepada mereka
diberikan kehormatan yang begitu besar!
Sungguh pun demikian, faham Wahabi bukanlah faham yang
dipaksakan oleh Muslimin, baik mereka Wahabi atau tidak. Dan masih banyak yang
tidak menganut faham ini dalam kalangan Masyumi. Tetapi pokok perjuangan Islam,
yaitu hanya takut semata-mata kepada Allah dan anti kepada segala macam
penjajahan, termasuk Komunis, adalah anutan dari mereka bersama!”
Dari paparan tersebut, jelaslah bahwa Buya HAMKA
berhasil menelisik akar terjadinya fitnah yang dialamatkan kepada Wahabi. Ini
menandakan vonis “Faham Hitam” yang dituduhkan kepada Wahabi pada dasarnya
adalah modus lama namun didesain dengan gaya baru yang disesuaikan dengan
kepentingan dan arahan yang disetting oleh para Think Tank “Gurita Kolonialisme
Abad 21.”
Maka perhatikanlah apa yang pernah diutarakan oleh
Buya HAMKA dalam pembahasan Islam dan Majapahit berikut ini:
“Memang, di zaman Jahiliyah kita bermusuhan, kita
berdendam, kita tidak bersatu! Islam kemudiannya adalah sebagai penanam pertama
dari jiwa persatuan. Dan Kompeni Belanda kembali memakai alat perpecahannya,
untuk menguatkan kekuasaannya.”
“Tahukah tuan, bahwasanya tatkala Pangeran Dipenogero,
Amirul Mukminin Tanah Jawa telah dapat ditipu dan perangnya dikalahkan, maka
Belanda membawa Pangeran Sentot Ali Basyah ke Minangkabau buat mengalahkan
Paderi? Tahukah tuan bahwa setelah Sentot merasa dirinya tertipu, sebab yang
diperanginya itu adalah kawan sefahamnya dalam Islam, dan setelah kaum Paderi
dan raja-raja Minangkabau memperhatikan ikatan serbannya sama dengan ikatan
serban Ulama Minangkabau, sudi menerima Sentot sebagai “Amir” Islam di
Minangkabau? Teringatkah tuan, bahwa lantaran rahasia bocor dan Belanda tahu,
Sentot pun diasingkan ke Bengkulu dan di sana beliau berkubur buat
selama-lamanya?”
“Maka dengan memakai faham Islam, dengan sendirinya
kebangsaan dan kesatuan Indonesia terjamin. Tetapi dengan mengemukakan
kebangsaan saja, tanpa Islam, orang harus kembali mengeruk, mengorek tambo
lama, dan itulah pangkal bala dan bencana!”
Kiranya, sepeninggal HAMKA, alangkah laiknya jika
Ummat Islam masih kenal dan bisa mengimplementasikan apa yang diutarakan Buya
HAMKA dalam bukunya tersebut. Dengan demikian, niscaya Ummat Islam tidak perlu
sampai menjadi keledai yang terjerembab dalam lubang yang dibuat oleh
musuh-musuh Islam dengan modus yang sama tetapi dalam nuansa yang berbeda.
Wallahu A’lam.
https://aslibumiayu.net/7697-mengapa-banyak-yang-memusuhi-wahabi-ini-rahasianya.html