Sunday, September 25, 2016

Mereka Yang Bukan Wahabi Bicara Wahabi

ANIS MALIK THOHA, Khatib ‘Aam Syuriah NU Cabang Istimewa Malaysia.
Berikut dua orang tokoh NU bicara Wahabi, simak baik-baik, supaya tidak jadi antek, syi’ah rofidhoh. Dan korban makarnya.

Berikut ini wawancara hidayatullah.com dengan DR. ANIS MALIK THOHA, Khatib ‘Aam Syuriah NU Cabang Istimewa Malaysia.
Pria yang masih punya ikatan kekerabatan dengan KH Sahal Mahfudz, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menyelesaikan S1 di Universitas Islam Madinah. Menyelesaikan gelar masternya di University of the Punjab dan PhD (bidang Comparative Religion) di International Islamic University Islamabad, Pakistan. Kini, selain menjadi dosen tetap di International Islamic University Malaysia (IIUM), pria yang juga dikenal sebagai pakar pluralisme agama ini sering diundang di berbagai forum internasional guna membicarakan masalah Islam.
Berikut petikan wawancaranya :
– Istilah wahabi, akhir-akhir ini menjadi polemik oleh sejumlah golongan. Bisakah anda menjelaskan latar belakang istilah itu ?
+ Saya kurang tertarik membicarakan istilah Wahabi. Sebab, selama ini polemik yang ada cenderung tendensius, emosional, “liar” dan tidak di dasarkan pada dasar-dasar berpolemik yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Misalnya, mencoba memahami gerakan ini secara utuh dan benar. Yang ada lebih cenderung stigmatisasi oleh pihak-pihak yang tidak senang atau merasa eksistensi dan interestnya “terancam”, atau dengan bahasa sekarang : “terteror”, dengan mazhab pemikiran ini. Itu sudah mulai dari sejak zaman Turki Usmaniah, kita lihat bagaimana kebencian pemerintahan Turki pada Wahhabiyyah. Sayangnya, sebagian besar di antara kalangan Islam di negara kita, saya tidak perlu menunjuk siapa mereka, juga termakan oleh propaganda dan emosi kolektif Usmania pada masa itu. Dan sampai sekarang, sikap emosional itu masih terus menguasai diri kita dengan intensitas dan volume yang semakin besar, akibat propaganda Barat yang luar biasa canggihnya yang dikemas dalam bahasa “war on terrorism” atau “perang melawan terorisme”.
– Jadi, bagaimana sesungguh-nya pengertian istilah itu ?
+ Pengertian istilah yang diberikan untuk gerakan dan pemikiran Islam yang dikembangkan dan dipopulerkan oleh seorang ulama besar dari Saudi Arabia, Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab, pada abad ke 18 tersebut sebetulnya bernuansa negative dan pejorative. Karena sejak semula istilah itu memang dimaksudkan sebagai semacam stigmatisasi terhadap gerakan ini. Umumnya, penyebutan wahhabi lebih banyak dipakai atau datang dari pihak luar yang bukan pengagum dan pengikut Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab. Adapun Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab sendiri dan para pengikutnya lebih sreg menamakan diri pengikut salaf seperti tokoh ulama idaman mereka, yaitu al-Imam Ibn Taymiyyah.
– Anda pernah sekolah di Madinah, adakah hubungan antara pemikiran Syeikh Muhammad Abdullah Bin Wahhab dengan tindakan keras atau teror sebagaimana dituduhkan ?
+ Geli sekali rasanya, setiap kali saya membaca atau mengikuti wacana tentang kekerasan (violence), teror, terorisme yang sudah seperti bola liar semenjak Barat melemparkan nya ke publik. Karena terlalu gencarnya stigma, kebanyakan kita nyaris tak sempat lagi berpikir dengan nalar yang cerdas dan jernih. Daya nalar kita seakan-akan lumpuh dan nurut saja. Atau bahasa kerennya, semuanya “taken for granted”. Sama dengan kasus terorisme yang dimunculkan Amerika pada dunia Islam. Ini aneh, tapi nyata ! Siapa pun, yang mau membaca sejarah munculnya Wahhabi atau Wahhabisme, akan menemukan bahwa ia sebuah gerakan dakwah yang sesungguhnya mendapat sambutan positif dari seorang raja dan kemudian di sebarluaskan. Terlepas setuju atau tidak dengan gerakan ini, hal semacam itu tak ada bedanya dengan apa yang juga dilakukan oleh ideologi-ideologi besar sepanjang zaman. Bahkan termasuk komunisme, sekularisme, dan demokrasi yang sekarang sedang dipropagandakan (dipaksakan) oleh kekuatan global itu.
– Tapi mengapa ada sebagian pihak menggiring, adanya bom kuningan dan Wahabi sebagai bentuk keinginan berdirinya Daulah Islamiyah ?
+ Saya rasa wajar orang/ masyarakat Islam menginginkan tatanan yang islami. Sama dengan masyarakat sekuler yang mati-matian juga menginginkan tatanan dunia yang sekuler. Kasus ini sama dengan pihak-pihak di belakang lahirnya buku “Ilusi Negara Islam”. Saya melihat, mereka seperti orang yang sudah kehilangan akal dalam merespon atau menyikapi perkembangan di sekelilingnya yang dianggap akan mengancam dirinya. Sangat tendensius dan naif. Bisanya cuma men-stigma, black campaign, membunuh karakter kelompok yang dianggap musuh atau mengganggu eksistensinya. Kalau saya PKS atau HTI (yang dituduh dalam buku itu, red), akan saya sue (tuntut). Saya tidak habis pikir, LibForAll (yang mendanai dan menerbitkan proyek ini) mengklaim diri liberal dan mendakwah-kan liberalisme, kok ternyata sangat konservatif, sektarian dan eksklusif, tidak siap menerima perbeda’an. Fakta ini juga sekaligus semakin membuka mata kita, bahwa buku yang mewanti-wanti atau memberi warning tentang bahaya ideologi atau gerakan trans-nasional ini ternyata telah terperangkap oleh “kepura-pura tidak tahuannya” sendiri, yaitu mengusung dan menyebarkan ideologi liberalism yang impor itu.
– Maksud Anda ?
+ Apa logikanya, membiarkan atau membenarkan gerakan trans nasional yang non Islam (Barat) leluasa merangsek ke masyarakat kita yang Islam, sementara gerakan-gerakan trans nasional yang Islam malah tidak boleh ?– Siapa paling beruntung soal stigma wahabi ini ?
+ Ya, Barat.– Benarkah isu wahabi ini muncul untuk mengadu domba umat islam ?
+ Memang, berdirinya NU adalah counter terhadap gerakan Wahhabisme dalam level dunia Islam. Namun saya melihatnya, waktu itu, mungkin tokoh-tokoh NU banyak yang secara emosional terbawa oleh warisan sikap resmi Turki Usmania terhadap gerakan pemurnian Islam abad 18 di jazirah Arabia itu. Wallahu a’lam. Betul, sekarang ada saling melempar “bid’ah” dan “kufr” antara yang satu dengan yang lain. Tapi itu sebetulnya, disebabkan kegagalan masing-masing untuk saling memahami satu sama lain. Kalau masalahnya adalah apa yang sering dituduhkan kepada gerakan ini sebagai tajsim dan tasybih terkait dengan ayat-ayat mutasyabihat, menurut saya perlu ditinjau lagi. Sebab, sikap ini sebetulnya bukan pertama kali ditunjukkan oleh pendiri gerakan ini. Sebagaimana diakuinya sendiri, bahwa pendirian ini didasarkan pada pendapat para ulama salaf, yang di antaranya adalah Imam Ahmad ibn Hanbal.– Jadi ?
+ Perlu sikap yang arif dari umat Islam melihat persoalan ini.
http://www.nahimunkar. com/siapa-yang- paling-beruntung-soal-stigma- wahabi/

_________________________

Dan berikutnya, siapa itu Wahabi menurut seorang Ulama Nu dari Jawa timur.
WAHABI MENURUT HABIB AHMAD ZEIN AL KAFF
Habib Zein Al Kaff (Tokoh NU sekaligus HABIB) yang juga Pimpinan Yayasan Al Bayyinat Jawa Timur. Dalam konferensi pers setelah acara tabligh akbar bertajuk “Mengokohkan Ahlus Sunnah wal Jamaah di Indonesia”, yang digelar di masjid Al-Furqan Dewan Dakwah Jakarta, (16/9/12). Menyatakan :
“Wahabi itu Ahlus Sunnah, kalau Syiah bukan. Kaum Muslimin yang mengkritik ajaran syiah kerapkali difitnah dengan sebutan-sebutan yang buruk, diantaranya pemecah belah umat, agen Zionis, dan yang lebih sering dengan tudingan sebagai Wahabi”.
“Wahabi sama-sama Ahlussunnah, kalau mereka (Syiah) bukan. Kalau wahabi kitab rujukannya sama, rukun Iman, rukun Islamnya juga sama, sedangkan Syiah berbeda, kita hanya berbeda dalam masalah furu’iyah (cabang) dengan Wahabi” tegas Habib Zein.
Anggota dewan Syuriah PWNU Jawa Timur ini, menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu terkejut mendengar tuduhan seperti itu, sebab hal tersebut juga yang menimpa dirinya yang jelas-jelas warga Nahdliyin.
____________
WAHABI MENURUT SUKARNO
Pesan Presiden RI. Pertama Ir.Sukarno “Agar Umat Islam Kembali Ke Manhaj Salaf”
Di buku yang berjudul “Dibawah Bendera Revolusi” (yaitu kumpulan tulisan dan pidato-pidato beliau) jilid pertama, cetakan kedua,tahun 1963. pada halaman 390, beliau mengatakan sebagai berikut :
“Tjobalah pembatja renungkan sebentar “padang-pasir” dan “wahabisme” itu. Kita mengetahui djasa wahabisme jang terbesar : ia punja kemurnian, ia punja keaslian, murni dan asli sebagai udara padang- pasir, kembali kepada asal, kembali kepada Allah dan Nabi, kembali kepada islam dizamanja Muhammad !”
Kembali kepada kemurnian, tatkala Islam belum dihinggapi kekotorannya seribu satu tahajul dan seribu satu bid’ah”.
Lemparkanlah djauh-djauh tahajul dan bid’ah itu, tjahkanlah segala barang sesuatu jang membawa kemusjrikan !
Nampak jelas bahwa presiden pertama RI. Ir. Sukarno, sendiri menganggap gerakan wahabi adalah suatu gerakan “PEMURNI ISLAM”, gerakan yang menentang seribu satu Tahayul dan Bid’ah yang ada dalam islam, Dengan semboyan “Kembali kepada Allah dan kepada Nabi”
Mari wahai saudaraku kita kembali kepada Al-qur’an dan As Sunnah kedua warisan Nabi Muhammad shallahu ‘alayhi wassalam, agar kita selamat dunia dan akhirat.
Aamiin.
با رك الله فيكم