Oleh: Ustadz Zaid Royani,
S.Pd.I*
Sungguh kebenaran dan
kebathilan memiliki sisi perbedaan yang sangat jelas, dan mudah untuk
dibedakan. Jelasnya perbedaan keduanya sebagaimana jelasnya rembulan di malam
purnama dan jelasnya matahari di siang bolong. (Baca juga: Perbedaan Antara
Ahlussunnah dan Ahlul Bathil )
Allah ta’ala telah
menjelaskan tentang perbedaan keduanya, Allah berfirman:
أَفَمَنْ يَمْشِي مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ
أَهْدَى أَمَّنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Makaapakah orang yang
berjalanterjungkal di atasmukanyaitulebihbanyakmendapatkanpetunjukataukah orang
yang berjalantegap di atasjalan yang lurus?” (QS. Al-Mulk: 22)
Ibnu Jarir Ath-Thabari
menjelaskan bahwa manakah yang lebih baik dan selamat antara orang yang
berjalan dengan mata tutup tidak mampu melihat depan dan arah kiri-kanannya
dengan orang yang berjalan dengan mata terbuka dan berjalan dengan kedua
kakinya?
Sungguh sangat berbeda antara
orang yang berjalan di atas jalan hidayah dengan orang yang berjalan di atas
jalan kesesatan ketika mereka berjalan menuju Allah. Dalam hal memegang teguh
ajaran dan prinsip-prinsip agama Islam Rasulullah telah menjelaskan perbedaan
antara pemegang kebenaran dan pengusung kebathilan.
Dalam riwayat sahabat Auf bin
Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
"افْتَرَقَتِ
الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى
اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ
أُمَّتِي عَلَى ثَلاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ،
وَاثْنَتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ", قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَنْ
هِيَ؟ , قَالَ:"الْجَمَاعَةُ".
“Kaum Yahudi akan berpecah
menjadi tujuh puluh satu golongan, dan kaum nashrani akan berpecah menjadi
tujuh puluh dua golongan, dan demi jiwaku yang di tangan-Nya, sungguh umatku
akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, satu golongan di jannah dan
tujuh puluh dua golongan di neraka.” Ditanyakan: “Wahai Rasulullah, siapakah
satu golongan itu?” beliau menjawab: “Al-Jama’ah”. (HR. Ibnu Majah no. 3992)
Dalam riwayat lain disebutkan
dari sahabat Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah
shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ بني إسرائيل تَفَرَّقَتْ عَلَى
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً ، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ
وَسَبْعِينَ مِلَّةً ، كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً ، قَالُوا
: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي.
Dan sesungguhnya Bani Israil
akan berpecah menjadi tujuh puluh dua aliran, dan umatku akan berpecah belah
menjadi tujuh puluh tiga aliran seluruhnya di neraka kecuali satu aliran,
mereka (para sahabat) bertanya: “Siapakah aliran itu wahai Rasulullah?” beliau
menjawab: “Mereka adalah yang berada di atas ajaranku dan para
sahabatku." (HR. Tirmidzi no. 2641)
Dari kedua hadits di atas
memiliki beberapa kesimpulan, di antaranya:
Akan terjadi dalam agama
Islam perpecahan menjadi sekian banyak golongan atau aliran yang seluruhnya
akan masuk neraka kecuali satu golongan saja. Hal ini menandakan bahwa akan
terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam ajaran Islam. (Baca juga: Mendo’akan
Orang Kafir, Kapan Dibolehkan dan Kapan Tidak )
Rasulullah telah membedakan
antara ahlul bathil yang suka berpecah belah dan dengan ahlussunnah yang
senantiasa memegang ajaran Rasulullah dan para sahabatnya. Inilah yang
membedakan antara Ahlussunnah dengan
ahlul bathil dan Salah satu syubhat pemikiran yang sering diseber luaskan oleh
ahlul bathil dan sedang beredar luas di tengah kaum muslimin adalah yang
mengatakan bahwa sekte-sekte menyimpang yang nampak sekarang mereka tidak
salah. Bahkan dengan berdalil bahwa hadits tentang tujuh puluh tiga golongan
itu bermakna seluruhnya masuk jannah dan hanya satu yang masuk neraka.
Argumen lain yang sering
dibawakan adalah bahwa aliran aliran tersebut masih memiliki kesamaan dengan
prinsip ahlussunnah. (Baca juga: At-Tahrisy; Cara Syaitan Melemahkan Kaum
Muslimin )
Tentunya pemahaman seperti
ini sangatlah kontradiksi dengan argumen-argumen Al-Qur’an maupun As-Sunnah,
dan dengan apa yang dipahami oleh para sahabat. Serta sangat bertolak belakang
dengan akal sehat manusia.
Oleh karena itu penting untuk
mengetahui kaidah yang membedakan antara ahlussunnah dengan ahlul bathil,
setidaknya dapat meluruskan syubhat di atas,
Kebathilan itu dikenali
karena penyelisihannya, bukan karena kesamaannya.
Para pengusung kebathilan
sering mengedepankan sisi kesamaan aliran mereka dengan ajaran Islam, dan
menutup-nutupi sisi perbedaannya. Sebagai contoh aliran syi’ah hal mana
terdapat banyak sekali perbedaan prinsip-prinsip mereka dengan prinsip
Ahlussunnah. Namun untuk menutupi itu semua mereka berupaya untuk
mencocok-cocokannya, seperti perkataan mereka, “Syiah masih Islam, toh mereka
masih beribadah kepada Allah, toh mereka masih shalat menghadap kiblat dan
mereka membaca al-qur’an.” Dan masih
banyak toh... toh... yang lain. (Baca juga: Syarat Dibolehkannya Orang Kafir
Masuk Masjid )
Sungguh jika melihat dari
sisi kesamaan saja, maka tidak ada perbedaan antara orang muslim dengan orang
musyrik, toh ketika mereka ditanya siapakah yang menciptakan mereka maka pasti
akan menjawab, yang menciptakan kami adalah Allah.” Allah berfirman: “Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka
dapat dipalingkan (dari menyembah Allah )?, (QS. Az Zukhruf: 87)
Apakah ketika mereka mengakui
bahwa yang menciptakan mereka adalah Allah dengan serta merta mereka disebut
muslim?, sungguh ini adalah bentuk kejahilan dalam berpikir. Allah ta’ala
melanjutkan firman-Nya: “dan (Allah mengetabui) ucapan Muhammad: "Ya
Rabbku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman."(QS. Az
Zukhruf: 88)
Mereka dikenal musyrik tidak
muslim bukan kerena mereka mengakui Allah sebagai pencipta manusia dan segala
apa yang ada di alam semesta ini, atau dalam istilah lain hanya mempercayai
rububiyah Allah. Akan tetapi mereka dikenal sebagai orang musyrik dikarenakan
mereka tidak meyakini uluhiyah Allah.
Begitu pula dengan
sekte-sekte menyimpang dari Islam, mereka dikenal sebagai sekte menyimpang
karena penyelisihan mereka terhadap prinsip-prinsip Ahlussunnah, bukan karena
kemiripan dengan Ahlussunnah, jika
mereka tidak ingin dikatakan sebagai sekte menyimpang maka konsekuensinya
mereka harus taat terhadap prinsip-prinsip pokok Ahlussunnah.
Imam Asy Syathibi berkata,
“Sekte-sekte ini dikatakan sebagai kelompok menyimpang dikarenakan penyelisihan
mereka terhadap firqah an-najiyah (kelompok yang selamat) dalam perkara pokok
agama, kaidah-kaidah syari’ah, bukan dalam perkara bagian dan cabang agama,
sebab perkara bagian dan cabang tidak menyebabkan perselisihan yang berujung
kepada terpecah-pecah, namun perpecahan ini terjadi karena adanya perbedaan
dalam masalah yang pokok, karena perkara pokok akan menyebabkan pembagian
menjadi bagian yang banyak...”
Penamaan Ahlussunnah sebagai
lawan dari ahlul bid’ah
Awal munculnya penamaan
Ahlussunnah dikarenakan terdapat banyaknya penyimpangan dan bermunculannya
firqah-firqah sesat sehingga membutuhkan pembedaan nama terhadap
prinsip-prinsip yang diajarkan Rasulullah dan para sahabatnya.
Dari sini diketahui bahwa
penamaan Ahlussunnah memiliki maksud yang jelas, yaitu membedakan ajaran-ajaran
yang murni dari Rasulullah sehingga tidak tercampur dengan ajaran-ajaran yang
telah menyimpang.
Maka tidak boleh serta merta
memasukkan atau mengkatagorikan suatu firqah menjadi bagian dari Ahlussunnah,
sebab jika ingin dikatagorikan sebagai Ahlussunnah maka ia harus mengikuti
prinsip-prinsip pokok yang menjadi pegangan mereka. Wallahu a’lam.
Daftar Isi
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan
fie Ta’wilil Qur`an. (Bairut: Mu`assasah ar-risalah, 2000 M.)
Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, (Bairut: Dar al-Fikr, -)
Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Al Jami’ Ash
Shahih Sunan At-Tirmidzi, (Bairut: Dar Ihya Turats al-‘Arabiy, -)
Ibrahim bin Musa Asy Syatibi, Al-I’tisham,
(-Dar Ibn Jauzi, )
Muhammad Abdul Hadi Al-Mishri, Ahlussunnah wal
Jama’ah Ma’alim al-Intilaqatil Kubra, (Kairo: -, -)
*Penulis adalah Da’i MADINA