Jumat,17 Maret 2017
Wakil Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed
bin Salman telah membahas bahaya kesepakatan nuklir dengan Presiden Amerika
Serikat (AS) Donald Trump. Dalam pembicaraan itu, Pangeran Mohammed menuduh
Iran memiliki agenda ekspansi untuk mengincar Makkah, lokasi berdirinya Kakbah
yang jadi kiblat umat Muslim sedunia.
Menurut putra Raja Salman bin Abdulaziz
al-Saud tersebut, untuk menjalankan agenda ekspansinya, Iran mendukung
kelompok-kelompok ekstremis di kawasan.
Rincian pembicaraan pribadi antara
Pangeran Saudi dan Presiden AS ini dirilis Bloomberg yang mengutip seorang
penasihat senior Pangeran Mohammed bin Salman.
”Pangeran Mohammed bin Salman telah
menekankan betapa buruk dan sangat berbahaya kesepakatan nuklir di wilayah itu
dan rezim Iran radikal pada waktu singkat melakukan pencarian cara untuk
memproduksi senjata nuklir,” kata sumber itu.
“Kesepakatan ini bisa menyebabkan (ajang
adu) persenjataan yang lebih berbahaya dan berkesinambungan antara
negara-negara di kawasan yang tidak akan menerima kapasitas nuklir militer
Iran,” lanjut sumber tersebut, yang dilansir semalam (16/3/2017).
”Iran sedang mencoba untuk mendapatkan
melegitimasi dunia Islam dengan mendukung organisasi serta teroris dengan
tujuan mencapai Makkah, kiblat semua umat Islam,” sambung sumber tersebut.
Menurut sebuah laporan yang disusun pihak
swasta di AS atas perintah Senator Mark Kirk pada tahun 2015, Iran dilaporkan
telah menghabiskan miliaran dolar untuk menggaji milisi asing di Timur Tengah.
“Anggaran pertahanan Iran berkisar antara
USD14 miliar hingga USD30 miliar per tahun dan banyak uang yang masuk untuk
mendanai kelompok teroris dan pemberontak di seluruh wilayah,” bunyi laporan
itu.
Salah satu kelompok pemberontak yang
dituduh didukung Iran adalah kelompok Houthi Yaman. Kelompok ini pada tahun
lalu menargetkan Makkah dengan rudal balistik. Namun, serangan itu berhasil
ditangkis oleh roket pasukan koalisi yang dipimpin Saudi. (sn)