http://abunamira.wordpress.com/2012/01/12/aqidah-syiah-mencela-sahabat-mencela-quran-mencela-hadits-mencela-allah-mencela-nabi-mencela-ahlul-bait/
Aqidah Syi’ah Mencela Sahabat
= Mencela Qur’an = Mencela Hadits = Mencela Allah = Mencela Nabi = Mencela
Ahlul Bait
Mencela, melaknat dan mengkafirkan para sahabat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibadah yang sangat mulia di sisi
kaum yang beragama Syi’ah. Kalau dahulu mereka bertaqiyah (baca berdusta)
menyembunyikan aqidah busuk mereka terhadap para sahabat, akan tetapi kebusukan
mereka itu terungkap juga, bahkan mulai banyak dari tokoh-tokoh mereka yang
terang-terangan mencaci maki dan melaknat para sahabat, (silahkan baca kembali http://www.firanda.com/index.php/artikel/30-sekte-sesat/65-bau-busuk-syiah-akhirnya-tercium-juga,
lihat juga tulisan al-akh al-kariim al-Ustadz Abul Jauzaa’ di http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/01/syiah-itu-sesat-juragan-sebuah-masukan.html)
‘Aaamir bin Syarahbil As-Sya’bi rahimahullah (salah seorang imam dari para
tabi’in yang bertemu dengan sekitar 500 sahabat, dan beliau wafat tahun 103 H)
berkata:
وَفَضُلَتِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى عَلَى الرَّافِضَةِ بِخَصْلَتَيْنِ : سُئِلَتِ الْيَهُوْدُ مَنْ خَيْرُ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوا : أَصْحَابُ مَوْسَى، وَسُئِلَتِ الرَّافِضَةُ : مَنْ شَرُّ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوْا : أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ، وَسُئِلَتِ النَّصَارَى : مَنْ خَيْرُ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوْا : حَوَارِيُّ عِيسَى، وَسُئِلَتِ الرَّافِضَةُ : مَنْ شَرُّ أَهْلِ مِلَّتِكُمْ ؟ قَالُوْا : حَوَارِيُّ مُحَمَّدٍ، أُمِرُوا بِالاِسْتِغْفَارِ لَهُمْ فَسَبُّوْهُمْ
“Kaum Yahudi dan Nashoro lebih mulia dari pada
kaum syi’ah dari dua sisi. (*Pertama :) Kaum yahudi ditanya,
“Siapakah umat kalian yang terbaik?”, mereka menjawab, “Para sahabat Musa”. Dan
kaum Rofidhoh ditanya, “Siapakah kaum terburuk dari umat kalian?”, mereka
menjawab, “Para sahabat Muhammad”. Dan kaum Nashooro ditanya, “Siapakah umat
kalian yang terbaik?”, mereka menjawab, “Para pengikut setia ‘Isa”, dan kaum
Rofidhoh ditanya, “Siapakah dari umat kalian yang terburuk?”, mereka menjawab,
“Para pengikut (sahabat) setia Muhammad”.(*Kedua :) Mereka (kaum
Rofidhoh) diperintahkan untuk memohonkan ampun bagi para sahabat malah mereka
mencela para sahabat” (*berbeda dengan kaum yahudi dan nashoro yang malah
memuji dan mendoakan para sahabat Musa dan sahabat Isa-pent) (Syarh Ushuul
I’tiqood Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah, karya Al-Laalikaai hal 1462-1463, dinukil
juga oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada tafsir surat Al-Hasyr ayat 10)
Asy-Sya’bi mengisyaratkan firman Allah
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (١٠)
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdoa: “Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah
beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam
hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” (QS Al-Hasyr : 10).
Sesungguhnya konsekuensi dari mencela dan
melaknat para sahabat serta meyakini bahwa mayoritas mereka telah kafir
sangatlah berbahaya, diantaranya:
PERTAMA : Melazimkan timbulnya keraguan
terhadap Al-Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena
para sahabatlah yang telah meriwayatkan kepada kita Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Jika ternyata para perawinya adalah orang-orang fasik, terlaknat, bahkan murtad
maka tentunya sangat diragukan kebenaran apa yang mereka riwayatkan, yaitu
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karenanya mereka berkeyakinan bahwa telah terjadi
penyimpangan dalam Al-Qur’an, diselewengkan oleh para sahabat !!!
KEDUA : Keyakinan ini melazimkan
bahwa umat ini adalah umat yang terburuk yang Allah keluarkan bagi manusia.
Karena nenek moyang mereka (yaitu para sahabat) adalah orang-orang murtad,
sehingga kita sekarang telah mengambil agama kita dari ajaran kaum murtad.
Padahal Allah telah berfirman tentang para sahabat :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” (Qs Ali
Imron : 110)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
telah menekankan hal ini dalam sabdanya;
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu para sahabat)” (Hadits
Riwayat Bukhari dan Muslim)
KETIGA : Konsekuensi dari keyakinan busuk
ini adalah mencela Allah. Karena keyakinan kafirnya mayoritas para sahabat
mengandung tiga kemungkinan.
Pertama : Allah adalah Jahil, sehingga memuji
para sahabat dengan pujian yang luar biasa dalam Al-Qur’an yang akan dibaca
oleh kaum muslimin hingga hari kiamat kelak, padahal mereka para sahabat akan
murtad. Namun Allah tidak mengetahui akan kemurtadan mereka sehingga memuji
para sahabat.
Kedua : Allah telah mengetahui bahwasanya para
sahabat akan murtad, akan tetapi Allah tetap saja memuji mereka. Ini menunjukan
Allah telah melakukan perkara yang sia-sia tanpa faedah. Apa faedah Allah
memuji suatu kaum yang akan murtad??
Ketiga : Jika Allah telah mengetahui para
sahabat akan murtad lantas tetap memuji mereka bukankah ini berarti Allah
menghendaki hamba-hambanya sesat sebagaimana para sahabat??!!
KEEMPAT : Keyakinan busuk ini juga mencela
hikmah Allah yang telah memilih kaum yang akan murtad menjadi para sahabat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan Nabi menikah dengan Aisyah putri
Abu Bakar dan juga Hafsoh putri Umar bin Al-Khotthoob. Serta Nabi menikahkan
kedua putrinya (Ruqoyyah dan Ummu Kaltsuum) dengan Utsmaan bin ‘Affaan.
Bagaimana bisa kok Allah menjadikan para sahabat, para penolong Nabi dan juga
sebagai keluarga Nabi dari kaum yang akan murtad??!!
KELIMA : Keyakinan busuk ini melazimkan
pencelaan terhadap syari’at Islam. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah berjuang dengan keras selama 23 tahun untuk mendidik para
sahabat agar menjadi masyarakat tauladan. Akan tetapi kaum syi’ah rofidhoh
menyatakan bahwa perjuangan Nabi untuk mentarbiah para sahabatnya selama kurang
lebih 23 tahun adalah perjuangan yang sia-sia. Tidak ada yang berhasil Nabi
didik kecuali sekitar 4 orang atau kurang dari 10 orang. Adapun ratusan para
sahabat yang lain semuanya langsung murtad begitu wafatnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Hal ini melazimkan perkara yang sangat fatal,
yaitu timbulnya keputusasaan untuk membina umat manusia dengan syari’at Islam.
Jika syari’at yang dibawa bahkan dipraktekan oleh manusia terbaik (yaitu Nabi)
dengan bentuk praktek tarbiyah/mendidik yang terbaik dengan waktu yang puluhan
tahun itupun tidak bisa mendidik dan menciptakan suatu generasi yang
sholeh…bahkan menimbulkan generasi yang murtad…??!! ini menunjukkan bahwa
manhaj/syari’at Islam tidak mampu untuk mentarbiyah/mendidik umat manusia.
KEENAM : Hal ini juga menimbulnya keraguan
akan kenabian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena jika sang pembawa
Risalah dengan bimbingan Allah dalam waktu yang lama tidak mampu mendidik suatu
kaum maka sangatlah diragukan kenabiannya.
Kalau memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
benar dalam pengakuannya sebagai Nabi tentunya dakwahnya akan memberikan
pengaruh kepada masyarakat/kaum yang ia dakwahi. Tentunya kaum yang dia dakwahi
akan menerima dakwahnya dengan sepenuh hati. Akan tetapi kenyataannya malah mereka
menjadi murtad??, masyarakat yang ia dakwahi tidak bisa mengambil manfaat
darinya. Lantas bagaimana mungkin ia diutus sebagai rahmatan lil ‘aalamiin
(rahmat bagi seluruh alam)??!! (silahkan rujuk risalah I’tiqood Ahlis Sunnah
wal Jamaa’ah fi As-Shohaabah karya DR Al-Wuhaibi, hal 42-45)
Imam Malik berkata
إنما هؤلاءِ أقوامٌ أرادوا القدحَ في النبيِّ صلى الله عليه وسلم فلَمْ يُمكنهم ذلك , فقدَحُوا في أصحابه حتى يُقال : رجلُ سوءٍ ، ولو كانَ رجلاً صالحاً لكانَ أصحابهُ صالحين
“Sesungguhnya mereka adalah kaum yang ingin
mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi hal itu tidak
memungkinkan mereka, maka merekapun mencela para sahabat Nabi, agar dikatakan :
Muhammad adalah seorang lelaki yang buruk, kalau seandainya ia adalah seorang
lelaki yang sholeh tentunya para sahabatnya juga kaum yang sholeh” (Risaalah fi
sabb As-Shohaabah hal 47)
KETUJUH : Tatkala kaum agama Syi’ah
Roofidoh mengkafirkan Ummul Mukminin Aisyah, bahkan menyatakannya sebagai
wanita pezina maka hal ini sesungguhnya merupakan celaan keras bagi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sang suami. Allah telah berfirman
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٢٦)
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki
yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula),
dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki
yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh)
itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka
ampunan dan rezki yang mulia (surga)”(QS An-Nuur : 26)
Allah menyatakan dalam ayat ini bahwa
wanita-wanita keji (pezina) hanyalah buat para lelaki pezina pula. Menuduh
Aisyah sebagai wanita kafir bahkan pezina sangatlah menyakitkan hati Rasulullah
sebagai seorang suami. Bahkan terkadang lebih menyakitkan bagi seorang suami
jika istrinya dikatakan pezina daripada dirinya sendiri yang dituduh berzina,
karena hal ini melazimkan bahwasanya seorang suami telah rela dan betah tinggal
bahkan seranjang dengan seorang pezina !!!.
Karenanya tatkala terjadi peristiwa al-ifk
(yaitu dituduhnya Aisyah berzina dengan Shofwan bin Mu’atthol As-Sulami) maka
Nabipun sangat tersakiti, sampai-sampai beliaupun mengeluhkan hal tersebut
kepada para sahabat. Beliau berkata:
مَنْ يَعْذُرُنِي مِنْ رَجُلٍ قَدْ بَلَغَنِي أَذَاهُ فِي أَهْل بَيْتِي؟
“Siapakah yang menolongku untuk membalas yang telah menyakiti ahli baiti
(istriku)?” (HR Al-Bukhari no 4750 dan Muslim no 2770, lihat syarah hadits
ini di Fathul Baari 8/470)
Maka berkatalah Sa’ad bin Mu’aadz radhiallahu
‘anhu pun berdiri dan berkata:
يَا رَسُوْلَ اللهِ : أَنَا وَاللهِ أَعْذُرُكَ مِنْهُ إِنْ كَانَ مِنَ الأَوْسِ ضَرَبْنَا عُنُقَهُ وَإِنْ كَانَ مِنْ إِخْوَانِنَا مِنَ الْخَزْرَجِ أَمَرْتَنَا فَفَعَلْنَا فِيْهِ أَمْرَكَ
“Wahai Rasulullah, demi Allah saya yang akan
menolongmu terhadap orang tersebut, jika dia dari suku Al-Aus maka kami akan
memenggal lehernya, dan jika ia berasal dari saudara-saudara kami suku
Al-Kozroj maka silahkan perintahkan kepada kami apa yang harus kami lakukan
padanya maka kami akan menjalankan perintahmu”
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
mengingkari perkataan S’ad bin Mu’adz yang sangat menggebu-gebu ini.
KEDELAPAN : Mengkafirkan para sahabat
mulia seperti Abu Bakar dan Umar sesungguhnya merupakan celaan kepada Ali Bin
Abi Thoolih radhiallahu ‘anhu. Hal ini nampak dari beberapa sisi :
Pertama : Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu
menamakan beberapa putranya dengan nama-nama sahabat, yang menunjukkan
kecintaan Ali kepada mereka.
Nama merupakan perkara yang penting, karenanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan sebagian sahabat untuk merubah
nama-nama mereka yang mengandung makna yang buruk. Terlebih lagi nama seorang
anak sangatlah bermakna bagi orang tuanya. Orang tua akan berusaha memilihkan
nama yang baik bagi anaknya. Bahkan dari nama seorang anak kita akan tahu pola
berfikir atau aliran yang dianut oleh sang ayah, karena kerap kali sang ayah
memberi nama anaknya dengan nama tokoh yang ia kagumi. Jika sang ayah sedang
gandrung pada seorang artis maka iapun menamakan anaknya dengan nama artis
tersebut, jika sang ayah sedang gandrung dan kagum dengan salah seorang tokoh
agama maka iapun menamakan sang anak dengan nama tokoh tersebut. Tidak ada
sejarahnya seorang ayah menamakan anaknya dengan nama tokoh yang ia benci dan
ia laknati. Karenanya tidak seorangpun dari Yahudi dan Nasrani yang menamakan
anaknya dengan nama Muhammad, karena kebencian mereka kepada Muhammad. Dan
tidak ada seorangpun dari kaum muslimin yang menamakan anaknya dengan nama Abu
Jahl, atau Abu Lahab, atau Fir’aun…karena kebencian kaum muslimin kepada mereka.
Ternyata….Ali bin Abi Thoolib radhiallahu ‘anhu
memiliki anak-anak yang bernama Abu Bakar bin Ali, Umar bin Ali, dan Utsman bin
Ali, hal ini tentunya karena begitu cintanya beliau kepada Abu Bakar, Umar dan
Utsman maka. Ketiga putra beliau tersebut termasuk orang-orang yang meninggal
tatkala peristiwa karbala bersama saudara mereka yang terbunuh Al-Husain bin
Ali radhiallahu ‘anhumaa.
Demikian pula ternyata Al-Hasan bin Ali telah
menamakan sebagian anak-anaknya dengan nama Abu Bakr, Umar, dan Tolhah. Yang
ketiga putranya tersebut juga terbunuh dalam peristiwa karbala.
Demikian pula halnya dengan Al-Husain beliau
memiliki seorang putra yang bernama Umar.
Demikian pula halnya dengan Ali bin Al-Husain
bin Ali telah menamakan putrinya dengan nama Aisyah, serta menamakan salah
seorang putranya dengan nama Umar !!!
Kedua : Ali menikahkan putrinya Ummu Kaltsum
dengan Umar bin Al-Khottoob, maka apakah Ali menikahkan putrinya dengan seorang
toghuut…sungguh ini merupakan perbuatan seorang ayah yang tidak tahu diri bahkan
menjerumuskan putrinya pada kesesatan bahkan kekafiran !!!.
Jika kita memiliki seorang putri maka apakah
kita akan rela menikahkannya untuk hidup bersama bahkan seranjang dengan
seorang fasiq dan mujrim??, apalagi dengan seorang kafir yang mujrim??!!.
Lantas jika Umar bin Al-Khottoob adalah seorang kafir murtad yang mujrim maka
kenapa begitu teganya Ali menikahkan putrinya dengan Umar??!!. Bukankah Ali
mengetahui bahwa tidak boleh seorang wanita muslimah menikah dengan seorang
lelaki dari Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani)??, apalagi dengan seorang lelaki
yang murtad ??!!! Ataukah Ali menikahkan putrinya karena takut kepada Umar??
Ini merupakan celaan terhadap keberanian Ali yang sangat masyhuur. (Lihat
pembahasan tentang dua poin di atas yang telah diakui oleh para ulama syi’ah
sendiri dalam risalah Ruhamaa’u Bainahum karya Sholeh bin Abdillah Ad-Darwiisy)
Ketiga : Ali sangatlah terkenal pemberani…,
lantas bagaimana bisa beliau selama berpuluh-puluh tahun (sejak masa
pemerintahan Abu Bakar hingga berakhir pemerintahan Utsman bin ‘Affaan)
hanyalah berdiam diri, tidak menjelaskan kepada umat bahwasanya beliaulah yang
berhak yang menjadi khalifah setelah wafatnya Nabi !!!, kenapa beliau pula
tidak berani berucap satu patah katapun untuk menjelaskan kepada umat
bahwasanya Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah orang-orang kafir !!!, kenapa
beliau berdiam diri membiarkan kaum muslimin dipimpin oleh orang-orang
kafir??!!, sungguh ini benar-benar menunjukkan sikap pengecut yang luar biasa
pada diri Ali !!!.
Keempat : Bahkan Ali akhirnya membaiat Abu
Bakar radhiallahu ‘anhu. Jika memang Abu Bakar kafir maka tentunya sikap Ali
adalah pengkhianatan dan penipuan terhadap umat karena ia telah membaiat
seorang kafir !!!
KESEMBILAN : Jika Mu’aawiyah adalah kafir
(bahkan termasuk manusia yang paling kafir menurut syi’ah) maka sikap Al-Hasan
yang menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Mu’aawiyah yang kafir merupakan
bentuk pengkhianatan terbesar dalam sejarah terhadap Islam dan kaum muslimin.
Maka ini jelas pencelaan yang besar kepada Al-Hasan bin Ali radhiallahu
‘anhumaa.
KESEPULUH : Karena kebencian Syiah dan
pengkafiran mereka kepada Utsaman bin Afaan maka sebagian ulama besar syi’ah
mengingkari bahwa kedua istri Utsman (Ruqooyah dan Ummu Kultsuum) adalah
putri-putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengatakan bahwa Ummu
Kaltsuum dan Ruqoyyah adalah putri-putri Khodijah dari suami sebelum menikah
dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan sebagian ulama syi’ah
meragukan adanya dua putri Nabi yang bernama Ruqoyyah dan ummu Kaltsuum. Semua
ini akibat kebencian dan pengkafiran mereka terhadap Utsman bin ‘Affaan
sehingga akhirnya mereka mencela Ahlul Bait putri-putri Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. (Untuk melihat nukilan-nukilan perkataan para ulama syi’ah
silahkan melihat kitab Al-Aqidah fi Ahlil Bait, karya DR Sulaiman As-Suhaimi,
2/527-530)
PENUTUP :
Wahai kaum syi’ah…renungkanlah…apakah para
sahabat seperti Abu Bakar dan Umar yang :
-
Telah rela hidup susah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penuh
intimidasi dari kaum kufar Quraisy tatkala mereka di Mekah…
-
Telah rela mengorbankan seluruh hartanya…
-
Telah rela meninggalkan kampung halamannya…
-
Abu Bakar telah rela menemani perjalanan hijroh Nabi yang terancam dengan
kematian…
-
Telah rela ikut berperang dalam banyak peperangan demi untuk membela Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam…
Namun begitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah meninggal dan mereka telah hidup di masa kejayaan Islam lantas kemudian
mereka murtad???.
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
15-02-1433 H / 09 Desember 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja