Thursday, August 14, 2014

Benarkah Ajaran Syi'ah Putus Sanad ? Masihkah Mahluk Syiah Khumainiyyah Berani Mengaku-Ngaku Sebagai Pewaris Ajaran Ahlul bait?


Oleh : Al-Akh Dodi ElHasyimi -Hafizhahullah-
Kenyataan pasti yang terdapat pada madzhab SESAT Ja'fary adalah : Secara ilmu dan riwayat madzhab ini tidak bisa dikatakan benar- benar mengikuti fiqh yg berasal dari Imam Jafar Ash-Shodiq ra, atau Aimmah Itsna Asyariyyah.
Percayakah Anda ??? Silahkan dibaca uraian mengenai hal tersebut di bawah ini!!!!!
Terbukti dari apa yang dikatakan oleh ulama mereka yaitu Abu Ja’far Ath-Thusy seorang syekh dari golongan Syiah Imamiyyah, dapat kita lihat dari Kitab ‘Iddatul Ushul karya Syekh Ath-Thusi hal 137- 138 :
 وقد ذكرت ما ورد عنهم عليهم السلام من الاحاديث المختلفة التي تختص الفقه في كتابي المعروف ب‍ (الاستبصار) (4) وفي كتاب (تهذيب الاحكام) (5) ما يزيد
________________________________________
[ 138 ]
على خمسة آلاف حديث، وذكرت في أكثرها اختلاف الطائفة في العمل بها وذلك أشهر من أن يخفى حتى انك لو تأملت اختلافهم في هذه الاحكام وجدته يزيد على اختلاف (1) * أبي حنيفة (2)، والشافعي، ومالك (3) ووجدتهم مع هذا الاختلاف العظيم لم يقطع أحد منهم موالاة صاحبه، ولم ينته إلى تضليله وتفسيقه والبراءة من مخالفته
Dan sesungguhnya aku telah menyebutkan mengenai riwayat-riwayat yang berasal dari para imam tentang hadits-hadits yang mengalami perselisihan, khususnya  masalah fiqih di dalam 2 buah kitabku, yaitu Al-Istibshor dan Tahdzibul Ahkam, tidak kurang dari 5000 hadis yang bertentangan (dari periwayatan para aimmah). Dan aku telah menyebutkan dalam sebagian besarnya, yaitu perbedaan suatu golongan dalam pengamalannya, demikian itu  adalah hal masyhur yang tidak bisa disembunyikan, sehingga jika engkau renungkan tentang ikhtilaf mereka dalam pengambilan hukum, engkau akan mendapatinya melebihi perselisihan antara Abu Hanifah, Syafi’iy, dan Malik. Dan aku menemukan mereka dalam perbedaan yang banyak ini, tidak ada satupun diantara mereka yg bisa memastikan untuk bisa menolong temannya. Dan tiada hentinya untuk menyesatkan dan memfasiqkannya, serta berlepas diri kepada yg menyelisihinya.
Dari sisi lain diketahui bahwa mereka tidak memiliki satupun kitab karangan langsung dari Imam Ja'far Ash-Shodiq Ra, baik kitab fiqh ataupun hadits yang dikumpulkan/ ditulis oleh beliau ra, atau bahkan karangan dari murid beliau yang terdekat sekalipun tidak bisa kita jumpai, akan tetapi kitab-kitab mereka yang ada sekarang ini sanad periwayatan yang mereka tampilkan hanyalah anggapan dan sangkaan yang coba mereka sambung-sambungkan kepada para Imam Ra.

Berikut kutipan dan pengakuan tulus dari seorang ulama kenamaan Syiah yang bernama Syarif Al Murtadlo di dalam kitabnya Rosail Syarif Al Murtadlo juz 3 hal 310 :
فإن معظم الفقه وجمهوره بل جميعه لا يخلو مستنده ممن يذهب مذهب الواقفة، إما أن يكون أصلا في الخبر أو فرعا "، راويا " عن غيره ومرويا " عنه. وإلى غلاة، وخطابية، ومخمسة، وأصحاب حلول، كفلان وفلان ومن لا يحصى أيضا " كثرة
"Sesungguhnya kebanyakan fiqh ( Syiah ) bahkan keseluruhanya tidak terlepas dari berpedoman kepada madzhab yg terhenti, adakalanya ushul atau furu’nya khobar itu, keduanya diriwayatkan dari jalur lain dan ada kalanya keduanya darinya, kepada kaum Ghulat, Khitobiyah, Makhmasah, Penganut Hulul, seperti fulan dan fulan serta perowi lain yang tidak terhitung banyaknya" (Ringkasnya Madhab Ja'fary tidak bisa disandarkan dan disambungkan langsung kepada Imam Ja'far Shodiq Ra)
Maka dari mana bisa dikatakan tentang kebenaran Madzhab Ja'fary adalah bersumber dari Imam Ja'far Shodiq Ra ???

Bisa dipastikan bahwa apa yang di-akui dalam pemahaman mereka tentang Fiqh Ja'fary adalah bersumber dari Imam Ja'far Shodiq Ra adalah tidak terbukti dengan menggunakan sanad yang pasti, akan tetapi hanya bersumber dari pribadi dari para ulama pengikut Imamiyah itu sendiri, semisal : As-Shodr, Al-Sistany, Al-Khu'i, Al-Khomainy, Al-Khemenei, dsb.

Adapun kitab rujukan bab fiqh yang tertua dari dari Madzhab Imamiyah adalah kitab Al-Kafi Al-Kulainy yang wafat pada 329 h atau setelah wafatnya Imam Ja'far Shodiq Ra 180 tahun, kemudian kitab berikutnya kitab Man La Yadurruhul Faqih karya Muhammad bin Ali bin Babawaihy Al-Qummy yang wafat thn 381 h atau setelah wafatnya Imam Ja'far Ash-Shodiq Ra berkisar 230 tahun kemudian.

Maka bisa dipastikan bahwa madzhab 4 dari Ahlus Sunnah lebih mendekati kepada para Imam Ahlul Bayt karena Imam Malik Ra [93-179 H] adalah murid langsung dari Imam Ja'far Ash-Shodiq Ra, Imam Asy-Syafi'iy Ra [150-204 H] adalah murid langsung dari Imam Malik Ra. Imam Abu Hanifah Ra [80-151 H] adalah murid langsung dari ayah Imam Ja'far Ash-Shodiq Ra, yaitu Imam Muhammad Al-Baqir Ra.

Maka bisa kita perhatikan perbedaan tahun dari kehidupan mereka, siapa yang lebih dekat kepada Imam Ja'far Ash-Shodiq Ra.
Imam Ja'far Ash-Shodiq Ra hidup pada tahun 80-148 H.
Imam Abu Hanifah Ra 80 -151 H sezaman dengan Imam Ja'far Ash-Shadiq ra dan menjadi murid ayahnya Imam Muhammad Al-Baqir Ra.
Imam Malik Ra 93-179 H murid dari Imam Ja'far Ash-Shodiq Ra.
Imam Asy-Syafi'iy Ra 150-204 H atau 36 tahun setelah wafat Imam Ja'far Ash-Shodiq Ra.
Bisa dibandingkan dengan rujukan sumber rujukan madzhab Ja'fary (bukan pencetus madzhab Ja'fary) :
Al-Kulainy (Ulama Syiah) 294 h atau 180 tahun setelah wafat Imam Ja'far Ash-Shodiq Ra.
Muhammad bin Ali Babawaihy (Ulama Syiah) 344 h atau 230 tahun setelah wafat Imam Ja'far Shodiq Ra.
Maka dari sini bisa diketahui, siapa yang lebih berhak mengklaim mewarisi ilmu dari para Imam Ahlul Bayt secara sanad ilmu dan kedekatan ??? Karena jelas di akui dalam sejarah bahwa ke-empat madzhab yang dianut Ahlus Sunnah adalah para pecinta Ahlul Bayt Sejati dalam perjuangannya membela para Ahlul Bayt dalam ajaran dan keyakinannya.

Ada satu komentar menarik dari Ath-Thusi mengenai orang yang telah mengetahui perbedaan-perbedaan yang terjadi diantara ulama mereka ini :

ومن بلغ إلى هذا الحد لا يحسن مكالمته، ويجب التغافل عنه بالسكوت

Barangsiapa yang sampai pada batas ini, maka tidak bagus utk membicarakannya. Wajib baginya utk melupakannya dengan cara DIAM!!!!

http://www.yasoob.com/books/htm1/m018/22/no2208.html

Qiqiiqiqiqiqiqiqiqiqiq…………… TAKUT KETAUAN YAH ?????

Imam Ja'far Ash-Shadiq Rahimahullah, Imam Ahli Sunnah, Bukan Milik Syi'ah
Rabu, 20 Nopember 2013

IMAM JA'FAR ASH SHADIQ RAHIMAHULLAH, IMAM AHLI SUNNAH, BUKAN MILIK SYI'AH

Tokoh yang masih keturunan Ahli Bait ini, termasuk yang dicatut oleh ahli bid'ah (baca: Syi'ah) sebagai tokohnya. Padahal jauh panggang dari api. Aqidahnya sangat berbeda jauh dengan aqidah yang selama ini diyakini orang-orang Syi'ah.
NASAB DAN KEPRIBADIANNYA
Ia adalah Ja'far bin Muhammad bin 'Ali Zainal 'Abidin bin al Husain bin 'Ali bin Abi Thalib, keponakan Rasulullah dan istri putri beliau Fathimah Radhiyallahu 'anha. Terlahir di kota Madinah pada tahun 80 H dan wafat di kota yang sama pada tahun 148 H dalam usia 68 tahun.
Ash Shadiq merupakan gelar yang selalu menetap tersemat padanya. Kata ash Shadiq itu, tidaklah disebutkan, kecuali mengarah kepadanya. Karena ia terkenal dengan kejujuran dalam hadits, ucapan-ucapan dan tindakan-tindakannya. Kedustaan tidak dikenal padanya. Gelar ini pun masyhur di kalangan kaum Muslimin. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah acapkali menyematkan gelar ini padanya.
Laqab lainnya, ia mendapat gelar al Imam dan al Faqih. Gelar ini pun pantas ia sandang. Meski demikian, ia bukan manusia yang ma'shum seperti yang diyakini sebagian ahli bid'ah. Ini dibuktikan, ia sendiri telah menepisnya, bahwa al 'Ishmah (ma'shum) hanyalah milik Nabi.
Imam ja'far ash Shadiq dikarunia beberapa anak. Mereka adalah: Isma'il (putra tertua, meninggal pada tahun 138 H, saat ayahnya masih hidup), 'Abdullah (dengan namanya, kun-yah ayahnya dikenal), Musa yang bergelar al Kazhim [1], Ishaq, Muhammad, 'Ali dan Fathimah.
Dia dikenal memiliki sifat kedermawanan dan kemurahan hatinya yang begitu besar. Seakan merupakan cerminan dari tradisi keluarganya, sebagai kebiasaan yang berasal dari keturunan orang-orang dermawan. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling murah hati.
Dalam hal kedermawanan ini, ia seakan meneruskan kebiasaan kakeknya, Zainal 'Abidin, yaitu bersedekah dengan sembunyi-sembunyi. Pada malam hari yang gelap, ia memanggul sekarung gandum, daging dan membawa uang dirham di atas pundaknya, dan dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya dari kalangan orang-orang fakir di Madinah, tanpa diketahui jati dirinya. Ketika beliau telah wafat, mereka merasa kehilangan orang yang selama ini telah memberikan kepada mereka bantuan.
Dengan sifat kedermawanannya pula, ia melarang terjadinya permusuhan. Dia rela menanggung kerugian yang harus dibayarkan kepada pihak yang dirugikan, untuk mewujudkan perdamaian antara kaum Muslimin.
PERJALANAN KEILMUANNYA
Imam Ja'far ash Shadiq, menempuh perjalanan ilmiyahnya bersama dengan ulama-ulama besar. Ia sempat menjumpai sahabat-sahabat Nabi yang berumur panjang, misalnya Sahl bin Sa'id as Sa'idi dan Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhum. Dia juga berguru kepada Sayyidu Tabi'in 'Atha` bin Abi Rabah, Muhammad bin Syihab az Zuhri, 'Urwah bin az Zubair, Muhammad bin al Munkadir dan 'Abdullah bin Abi Rafi' serta 'Ikrimah maula Ibnu 'Abbas. Dia pun meriwayatkan dari kakeknya, al Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr.
Mayoritas ulama yang ia ambil ilmunya berasal dari Madinah. Mereka t adalah ulama-ulama kesohor, tsiqah, memiliki ketinggian dalam amanah dan kejujuran.
Sedangkan murid-muridnya yang paling terkenal, yaitu Yahya bin Sa'id al Anshari, Aban bin Taghlib, Ayyub as Sakhtayani, Ibnu Juraij dan Abu 'Amr bin al 'Ala`. Juga Imam Darul Hijrah, Malik bin Anas al Ashbahi, Sufyan ats Tsauri, Syu'bah bin al Hajjaj, Sufyan bin 'Uyainah, Muhammad bin Tsabit al Bunani, Abu Hanifah dan masih banyak lagi.
Para imam hadits -kecuali al Bukhari- meriwayatkan hadits-haditsnya pada kitab-kitab mereka. Sementara Imam al Bukhari meriwayatkan haditsnya di kitab lainnya, bukan di ash Shahih.
Berkat keilmuan dan kefaqihannya, sanjungan para ulama pun mengarah kepada Imam Ja'far ash Shadiq.
Abu Hanifah berkata,"Tidak ada orang yang lebih faqih dari Ja'far bin Muhammad."
Abu Hatim ar Razi di dalam al Jarh wa at Ta'dil (2/487) berkata,"(Dia) tsiqah, tidak perlu dipertanyakan orang sekaliber dia."
Ibnu Hibban berkomentar: "Dia termasuk tokoh dari kalangan Ahli Bait, ahli ibadah dari kalangan atba' Tabi'in dan ulama Madinah".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memujinya dengan ungkapan : "Sesungguhnya Ja'far bin Muhammad termasuk imam, berdasarkan kesepakatan Ahli Sunnah". (Lihat Minhaju as Sunnah, 2/245).
Demikian sebagian kutipan pujian dari para ulama kepada Imam Ja'far ash Shadiq.
JA'FAR ASH SHADIQ TIDAK MUNGKIN MENCELA ABU BAKAR DAN 'UMAR
Adapun Syi'ah, berbuat secara berlebihan kepada Imam Ja'far ash Shadiq. Golongan Syi'ah ini mendaulatnya sebagai imam keenam. Pengakuan mereka, sebenarnya hanya kamuflase. Pernyataan-pernyataan dan aqidah beliau berbeda 180 derajat dengan apa yang diyakini oleh kaum Syi'ah.
Sebut saja, sikap Imam Ja'far ash Shadiq terhadap Abu Bakr dan 'Umar bin al Kaththab. Kecintaannya terhadap mereka berdua tidak perlu dipertanyakan. Bagaimana tidak, mereka berdua adalah teman dekat kakek (yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam), dan sebagai penggantinya.
'Abdul Jabbar bin al 'Abbas al Hamdani berkata,"Sesungguhnya Ja'far bin Muhammad menghampiri saat mereka akan meninggalkan Madinah. Ia berkata,'Sesungguhnya kalian, Insya Allah termasuk orang-orang shalih dari Madinah. Maka, tolong sampaikan (kepada orang-orang) dariku, barangsiapa yang menganggap diriku imam ma'shum yang wajib ditaati, maka aku berlepas diri darinya. Barangsiapa menduga aku berlepas diri dari Abu Bakr dan 'Umar, maka aku pun berlepas diri darinya'."

Ad Daruquthni meriwayatkan dari Hanan bin Sudair, ia berkata: "Aku mendengar Ja'far bin Muhammad, saat ditanya tentang Abu Bakr dan 'Umar, ia berkata,'Engkau bertanya tentang orang yang telah menikmati buah dari surga'."
Pernyataan beliau ini jelas sangat bertolak belakang dengan keyakinan orang-orang Syi'ah yang menjadikan celaan dan makian kepada Abu Bakr, 'Umar, dan para sahabat pada umumnya sebagai sarana untuk mendapatkan pahala dari Allah.
Imam Ja'far ash Shadiq, sangat tidak mungkin mencela mereka berdua. Pasalnya, ibunya, Ummu Farwa adalah putri al Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr ash Shiddiq. Sementara neneknya dari arah ibunya adalah, Asma` bintu Abdir Rahman bin Abi Bakr. Apabila mereka adalah paman-pamannya, dan Abu Bakr termasuk kakeknya dari dua sisi, maka sulit digambarkan, jika Ja'far bin Muhammad -yang jelas berilmu, berpegah teguh dengan agamanya, dan ketinggian martabatnya, serta memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi- melontarkan cacian dan celaan terhadap kakeknya, Abu Bakr ash Shiddiq. Ja'far sendiri berkata : "Abu Bakar melahirkan diriku dua kali".
Apalagi, bila menengok kapasitas keilmuan dan keteguhan agama dan ketinggian martabatnya, sudah tentu akan menghalanginya untuk mencaci-maki orang yang tidak pantas menerimanya.
KLAIM BOHONG SYIAH ATAS JA'FAR ASH SHADIQ
Pada masanya, bid'ah al Ja'd bin Dirham dan pengaruh al Jahm bin Shafwan telah menyebar. Sebagian kaum Muslimin sudah terpengaruh dengan aqidah al Qur`an sebagai makhluk. Akan tetapi, Ja'far bin Muhammad menyatakan: "Bukan Khaliq (Pencipta), juga bukan makhluk, tetapi Kalamullah"[2]. Aqidah dan pemahaman seperti ini bertentangan dengan golongan Syi'ah yang mengamini Mu'tazilah, dengan pemahaman aqidahnya, al Qur`an adalah makhluk.
Artinya, prinsip aqidah yang dipegangi oleh Imam Ja'far ash Shadiq merupakan prinsip-prinsip yang diyakini para imam Ahli Sunnah wal Jama'ah, dalam penetapan sifat-sifat Allah. Yaitu menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, serta menafikan sifat-sifat yang dinafikan Allah dan RasulNya.
Ibnu Taimiyyah berkata,"Syi'ah Imamiyah, mereka berselisih dengan Ahli Bait dalam kebanyakan pemahaman aqidah mereka. Dari kalangan imam Ahli Bait, seperti 'Ali bin al Husain Zainal 'Abidin, Abu Ja'far al Baqir, dan putranya, Ja'far bin Muhammad ash Shadiq, tidak ada yang mengingkari ru`yah (melihat Allah di akhirat), dan tidak ada yang mengatakan al Qur`an adalah makhluk, atau mengingkari takdir, atau menyatakan 'Ali merupakan khalifah resmi (sepeninggal Nabi n), tidak ada yang mengakui para imam dua belas ma'shum, atau mencela Abu Bakr dan 'Umar."
Tokoh-tokoh Syi'ah tempo dulu mengakui, bahwa aqidah tauhid dan takdir (yang mereka yakini) tidak mereka dapatkan, baik melalui Kitabullah, Sunnah atau para imam Ahli Bait. Sebenarnya, mereka mendapatkannya dari Mu'tazilah. Mereka (kaum Mu'tazilah) itulah guru-guru mereka dalam tauhid dan al 'adl".
Klaim kaum Syi'ah yang menyatakan pemahaman aqidah mereka berasal dari Ja'far ash Shadiq atau imam Ahli Bait lainnya, hanyalah merupakan kedustaan, dan mengada-ada belaka. Sehingga tidak salah jika dianggapnya sebagai dongeng-dongeng fiktif, dan bualan kosong yang mereka nisbatkan kepada orang-orang yang mulia itu.
Contoh kedustaan yang dilekatkan kepada beliau, yaitu ucapan "taqiyah adalah agamaku dan agama nenek-moyangku". Orang Syiah menjadikannya sebagai prinsip aqidah mereka.
Kedustaan lainnya, keyakinan mereka bahwa Ja'far ash Shadiq akan kekal abadi, dan tidak meninggal. Ini juga merupakan kesalahan yang parah. Kematian adalah milik setiap orang, dan pasti terjadi. Tidak ada orang, baik dari kalangan Ahli Bait atau lainnya yang mendapatkan hak istimewa hidup abadi di dunia ini.
Bentuk kedustaan mereka merambah buku dan tulisan-tulisan yang diklaim telah ditulis oleh Ja'far ash Shadiq. Para ulama telah menetapkan kedustaan itu. Ditambah lagi, eranya (80-148 H) termasuk masa yang kering dengan karya tulis. Yang ada, perkataan-perkataan yang diriwayatkan dari mereka saja, tidak sampai dibukukan.
Kaidah yang mesti kita pegangi dalam masalah ini, tidak menerima satu perkataan pun dari ash Shadiq dan imam-imam lain, juga dari orang lain, kecuali dengan sanad yang bersambung, berisikan orang-orang yang tsiqah dan dikenal dari kalangan para perawi, atau bersesuaian dengan al Haq dan didukung oleh dalil, maka baru bisa diterima. Selain dari yang itu, tidak perlu dilihat.
Di antara kitab yang dinisbatkan kepadanya dengan kedustaan, yaitu kitab Rasailu Ikhawni ash Shafa, al Jafr (kitab yang memberitakan berbagai peristiwa yang akan terjadi), 'Ilmu al Bithaqah, Ikhtilaju al A'dha` (menjelaskan pergerakan-pergerakan yang ada di bawah tanah), Qira`atu al Qur`an Fi al Manam, dan sebagainya.
Golongan Syi'ah memperkuat kedustaan mereka tentang keotentikan kitab-kitab tersebut, dengan mengambil keterangan dari Abu Musa Jabir bin Hayyan ash Shufi ath Tharthusi. Dia ini adalah pakar kimia yang terkenal, meninggal tahun 200 H. Mereka berdalih, bahwa Abu Musa Jabir bin Hayyan telah menyertai Ja'far ash Shadiq dan menulis berbagai risalah yang berjumlah 500 buah dalam seribu lembar kertas. Namun, pernyataan ini masih sangat diragukan. Sebab, Jabir ini termasuk muttaham (tertuduh, dipertanyakan) dalam agama dan amanahnya, dan juga kesertaannya bersama Ja'far ash Shadiq yang meninggal tahun 148 H. Menurut keterangan yang masyhur, Jabir bukan menyertai Ja'far ash Shadiq, tetapi ia menyertai Ja'far bin Yahya al Barmaki. Dan lagi yang pantas untuk meragukan pernyataan tersebut, karena Imam Ja'far ash Shadiq berada di Madinah, sementara itu Jabir bermukim di Baghdad. Kedustaan tersebut semakin jelas jika melihat kesibukan Jabir dengan ilmu-ilmu alamnya, yang tentu sangat berbeda dengan yang ditekuni Imam Ja'far ash Shadiq.

Oleh karena itu, tulisan-tulisan di atas, tidak bisa dibenarkan penisbatannya kepada Ja'far ash Shadiq. Ringkasnya, Syi'ah berdiri di atas kedustaan dan kebohongan. Andaikan benar miliknya, sudah tentu akan diketahui anak-anaknya dan para muridnya, dan kemudian akan menyebar ke berbagai pelosok dunia. Wallahul Musta'an.
Fakta ini semakin membuktikan bahwa Syiah berdiri di atas gulungan kedustaan dan kebohongan. Ibnu Taimiyah rahimahullah menyimpulkan:
"Adapun syariat mereka, tumpuannya berasal dari riwayat dari sebagian Ahli Bait seperti Abu Ja'far al Baqir, Ja'far bin Muhammad ash Shadiq dan lainnya".
Tidak diragukan lagi, bahwa mereka adalah orang-orang pilihan milik kaum muslimin dan imam mereka. Ucapan-ucapan mereka mempunyai kemuliaan dan nilai yang pantas didapatkan orang-orang semacam mereka. Tetapi, banyak nukilan dusta ditempelkan pada mereka. Kaum Syiah tidak memiliki kemampuan penguasaan dalam aspek isnad dan penyeleksian antara perawi yang tsiqah dan yang tidak. Dalam masalah ini, mereka laksana Ahli Kitab. Semua yang mereka jumpai dalam kitab-kitab, berupa riwayat dari pendahu-pendahulu mereka, langsung diterima. Berbeda dengan Ahli Sunnah, mereka mempunyai kemampuan penguasaan isnad, sebagai piranti untuk membedakan antara kejujuran dengan kedustaan. (Minhaju as Sunnah, 5/162).
(Diadaptasi dari muqaddimah tahqiq Kitab al Munazharah (Munazharah Ja'far bin Muhammad ash Shadiq Ma'a ar Rafidhi fi at Tafdhili Baina Abi Bakr wa 'Ali), karya Imam al Hujjah Ja'far bin Muhammad ash Shadiq, tahqiq 'Ali bin 'Abdul 'Aziz al 'Ali Alu Syibl, Dar al Wathan Riyadh, Cet. I, Th. 1417 H).
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Oleh Syi'ah Imamiyah, ia diangkat sebagai imam berikutnya. Dalam masalah ini, Syi'ah Imamiyah berseteru pendapat dengan Isma'iliyah tentang imam setelah Ja'far ash Shadiq, antara Musa yang bergelar al Kazhim dengan Isma'il yang sudah meninggal terlebih dahulu. Perbedaan memang menjadi ciri khas ahli bid'ah, bahkan pada masalah yang prinsip menurut mereka.
[2]. Ibnu Taimiyyah mengungkapkan, bahwa pernyataan itu termasuk sering diriwayatkan dari Ja'far ash Shadiq. (al Minhaj, 2/245). 


Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 23.37 

Label: Syi'ah

Bagi yang belum mengetahui, maka artikel ini akan sedikit menginformasikan tentang ketiga perawi utama Syi’ah dalam kitab-kitab hadits mereka.
1.     Jaabir Al-Ju’fiy
Orang ini adalah diantara orang yang ajaib dalam deretan para perawi Syi’ah.
Jaabir Al-Ju’fiy berkata:

حدثني أبو جعفر عليه السلام بسبعين ألف حديث لم أحدثها أحدا قط ، ولا أحدث بها أحدا أبدا


Telah menceritakan kepadaku Abu Ja’far ‘alaihis-salaam 70.000 (tujuhpuluh ribu) hadits yang belum aku pernah ceritakan kepada seorangpun, dan akupun tidak akan menceritakan hadits itu kepada seorang pun selamanya” [sumber : http://www.mezan.net/mawsouat/baker/jofi.html].
Al-Hurr Al-‘Aamiliy berkata:
 وروي أنه روى سبعين ألف حديث عن الباقر عليه السلام، وروى مائة وأربعين ألف حديث، والظاهر أنه ما روى أحد بطريق المشافهة عن الأئمة عليهم السلام أكثر مما روى جابر
“Dan diriwayatkan bahwasannya ia telah meriwayatkan 70.000 hadits dari Al-Baaqir‘alaihis-salaam, dan ia meriwayatkan total sebanyak 140.000 hadits. Yang nampak, tidak ada seorang pun yang meriwayatkan dengan jalan musyaafahah (tatap muka) dari para imam ‘alaihis-salaam lebih banyak daripada riwayat Jaabir” [Wasaailusy-Syii’ah, 20/151].
Akan tetapi:
حدثني حمدويه و إبراهيم ابنا نصير، قالا حدثنا محمد بن عيسى، عن علي بن الحكم، عن ابن بكير، عن زرارة، قال : سألت أبا عبد الله (عليه السلام) عن أحاديث جابر فقال ما رأيته عند أبي قط إلا مرة واحدة و ما دخل علي قط
Telah menceritakan kepadaku Hamduwaih dan Ibraahiim yang keduanya anak dari Nashiir, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Iisaa, dari ‘Aliy bin Al-Hakam, dari Ibnu Bukair, dari Zuraarah, ia berkata : Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah tentang hadits-hadits Jaabir. Ia berkata : “Aku tidak pernah melihatnya di sisi ayahku (yaitu Abu Ja’far) sedikitpun kecuali hanya satu kali saja. Ia tidak pernah masuk menemuiku sedikitpun” [Rijaalul-Kasysyiy, 3/191].
Jaabir mengaku banyak meriwayatkan hadits dari Al-Baaqir (Abu Ja’far) dan yang lainnya, namun Ja’far Ash-Shaadiq (Abu ‘Abdillah) mengingkarinya.[1] Ia tidak mengakui keberadaan hadits-hadits Jaabir dari ayahnya, karena ia sangat jarang melihatnya bersama ayahnya.
Siapa yang akan dibenarkan ?. Imam ma’shum atau statement Jaabir ?.
Tentang jumlah riwayat Jaabir, bandingkan dengan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu yang meriwayatkan hadits tidak lebih dari 2000 buah menurut penelitianmuhaqqiqiin.[2] Orang Syi’ah banyak melihat keanehan pada diri Abu Hurairah yang meriwayatkan lebih banyak hadits dibandingkan shahabat lain, tapi lupa ada yang jauh lebih aneh darinya, yaitu Jaabir Al-Ju’fiy.
2.     Zuraarah bin A’yan.
Nama Zuraarah banyak disebutkan dalam kitab Al-Kaafiy dan yang lainnya. Ia salah seorang perawi utama kaum Syi’ah yang menyampaikan khabar-khabar imam kepada mereka.
Siapakah Zuraarah ?. Menurut informasi, ia berasal dari keturunan budak Romawi.
زرارة بن أعين واسمه عبد ربه، يكنّى أبا الحسن وزرارة لقبله، وكان أعين بن سنسن عبداً رومياً لرجل من بني شيبان تعلّم القرآن ثم أعتقه
“Zuraarah bin A’yan. Nama aslinya adalah ‘Abdu Rabbih, berkunyah Abul-Hasan, sedangkan Zuraarah adalah julukannya. A’yan bin Sinsin (ayah Zuraarah) seorang budak Romawi milik seorang laki-laki dari Bani Syaibaan. Kemudian ia mempelajari Al-Qur’an, lalu tuannya membebaskannya” [Mu’jamu Rijaalil-Hadiits oleh Al-Khuu’iy, juz 8 no. 4671].
Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Jaabir Al-Ju’fiy sebelumnya, ia (Zuraarah) hidup dan dekat dengan Ja’far Ash-Shaadiq Abu ‘Abdillah. Apa komentar Abu ‘Abdillah tentangnya ?
وبهذا الاسناد : عن يونس، عن خطاب بن مسلمة، عن ليث المرادي، قال : سمعت أبا عبد الله (ع) يقول : لا يموت زرارة إلا تائهاً
Dengan sanad ini, dari Yuunus, dari Khaththaab bin Maslamah, dari Laits Al-Muraadiy, ia berkata : Aku mendengar Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam) berkata : “Zuraarah tidak mati kecuali sebagai orang yang tersesat” [Ikhtiyaar Ma’rifatir-Rijaal oleh Ath-Thuusiy, hal. 170].
Barangkali celaan para imam itu timbul karena tabiat Zuraarah yang suka merendahkan para imam Syi’ah sendiri. Contohnya: Ketika Zuraarah terlibat perdebatan dengan Abu Ja’far, ia menggerutu dalam hati mencela imamnya, Zuraarah berkata:
قُلْتُ فِي نَفْسِي شَيْخٌ لَا عِلْمَ لَهُ بِالْخُصُومَةِ
Aku berkata dalam hati : “Orang tua (syaikh) yang tidak tahu tentang perbantahan/perdebatan....” [Al-Kaafiy, 2/386; kata Al-Majlisiy : hasan seperti shahih].
Maksud ‘syaikh’ di atas adalah sang imam yang ia bantah.
Mungkin pula karena Zuraarah berani berdusta atas nama imamnya, sehingga Al-Baaqir Abu ‘Abdillah mendoakan laknat Allah kepadanya:
 ليس هكذا سألني ولا هكذا قلت، كذب علي واللّه كذب عليّ واللّه، لعن اللّه زرارة، لعن اللّه زرارة، لعن اللّه زرارة
“Bukan begitu ia (Zuraarah) bertanya kepadaku, dan bukan begitu pula jawabanku. Ia telah berdusta atas namaku. Demi Allah, ia telah berdusta atas namaku. Demi Allah, semoga Allah melaknat Zuraarah, semoga Allah melaknat Zuraarah. Semoga Allah melaknat Zuraarah.....” [Ikhtiyaar Ma’rifatir-Rijaal, hal. 168].
Disebutkan juga dalam Bihaarul-Anwaar, 5/45-46.
حدثني حمدوية قال؛ حدثني محمد بن عيسى عن يونس عن مسمع كرد بن ابي سيار قال سمعت ابا عبد الله (ع) يقول: لعن الله بريداً، لعن الله زرارة
Telah menceritakan kepadaku Hamduwaih, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin ‘Iisaa, dari Yuunus, dari Ma’ma’ Kurd bin Abi Sayaar, ia berkata : Aku mendengar Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam) berkata: “Semoga Allah melaknat Buraid, semoga Allah melaknat Zuraarah” [Ikhtiyaar Ma’rifatir-Rijaal oleh Ath-Thuusiy, hal. 170].
Bagaimana bisa keadaan perawi semacam ini dijadikan sandaran utama riwayat dalam agama ?.
3.     Muhammad bin Muslim.
Muhammad bin Muslim termasuk diantara perawi yang paling populer dalam kitab-kitab hadits Syi’ah. Mirip dengan Jaabir Al-Ju’fiy, ia juga meriwayatkan ribuan hadits dari para imam. Jumlah hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu tidak ada apa-apanya dibandingkan dirinya.
Tapi naas, perawi ini pun kena laknat imam.
حدثني محمد بن مسعود، قال حدثني جبريل بن أحمد، عن محمد بن عيسى، عن يونس، عن عيسى بن سليمان وعدة، عن مفضل بن عمر، قال: سمعت ابا عبد الله عليه السلام يقول: لعن الله محمد بن مسلم كان يقول ان الله لا يعلم الشئ حتى يكون
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Mas’uud, ia berkata : telah menceritakan kepadaku Jibriil bin Ahmad, dari Muhammad bin ‘Iisaa, dari Yuunus, dari ‘Iisaa bin Sulaimaan dan beberapa orang lainnya, dari Mufadldlal bin ‘Umar, ia berkata : Aku mendengar Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam berkata : “Semoga Allah melaknat Muhammad bin Muslim ! Ia telah berkata sesungguhnya Allah tidak mengetahui sesuatupun hingga ia terjadi” [Ikhtiyaar Ma’rifatir-Rijaal, hal. 394].
Jika telah kena laknat, apakah riwayatnya dapat diterima ?. Apalagi laknat ini dilatarbelakangi karena perkataan bathil Muhammad bin Muslim. Dan ingat,..... imam ma’shum tidak mungkin salah.
Semoga informasi ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 04081435/02062014 – 23:40].



[1]      Uslub perkataan Al-Baaqir (Abu ‘Abdillah) adalah uslub pengingkaran.
[2]      Dr. Dliyaaurrahmaan Al-A’dhamiy telah melakukan penelitian ulang terhadap musnad Abu Hurairah yang diambil dari Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal dan ditambah dengan riwayat dalam al-kutubus-sittah, dengan menyatakan bahwa jumlah hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berjumlah 1336 buah. Kemudian ia berkata : “Benar bahwa ada sejumlah riwayat lain (yang diriwayatkan Abu Hurairah) di dalam kitab Al-Mustadrak milik Al-Haakim, Sunan Al-Baihaqiy, Sunan Ad-Daaruquthniy, Mushannaf ‘Abdirrazzaq, dan kitab-kitab hadits yang lain. Namun saya berani memastikan bahwa riwayat-riwayat tersebut tidak mencapai jumlah yang disebutkan oleh para ulama. Bahkan menurut dugaan kuat, tidak mencapai 2000 hadits” [Abu Hurairah fii Dlau’i Marwiyyatihi oleh Dr. Dliyaaurrahmaan Al-A’dhamiy, hal. 76].
Berbeda halnya dengan beberapa pernyataan ulama mutaqaddimiin – misalnya Ibnu Hazm – yang menyatakan jumlah hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu sebanyak 5374 buah.Wallaahu a’lam.




Bagi orang yang telah tertipu oleh para penipu, simaklah woro-woro berikut yang akan membuat mata menjadi melek semelek-meleknya.

Ada orang tertipu oleh penipu yang mengatakan bahwa Kitab Al-Kafy yang memuat hadits-hadits berjumlah 16.000an itu tidak semuanya shahih, ada yang bilang sekitar 9.000an tidak shahih, berarti separuh lebih tidak shahih. Dan ada pula yang mengatakan 2/3 nya tidak shahih. Wow..berarti lebih dari 9.000an yang tidak shahih.
Benarkah demikian…?
Ada orang dari Iran yang mengatakan bahwa sudah ada kitab yang memilih hadits-hadits shahih Al-Kafy dengan judul kitab Shahih Al-Kafy karangan Syeikh Muhammad Baqir Al-Bahbudy, cetakan Beirut tahun 1401 H. ada 3 Juz. Namun sebelum kita meyakini kesaktian kitab ini, kita akan melanglang buana dulu ke dunia lain dimana para Ulama besar syi'ah berkata tentang kitab Al-Kafy.
Tersebutlah pada jaman dahulu seseorang bernama Al-Kulainy yang menyusun kitabnya berjudul Al-Kafy. Ia berkata sendiri tentang Al-Kafy bahwa kitabnya itu terkumpul di dalamnya semua cabang ilmu agama yang cukup dengannya para muta'allim (pencari ilmu) dan mustarsyid (pencari petunjuk). Ia mengatakan ini dalam Ushulul Kafy halaman 8.
Dan berikut kesaksian para ulama syi'ah tentang kedigdayaan Al-Kulainy dan kitabnya Al-Kafy:
Gurunya berjumlah 36 syeikh sedang muridnya berjumlah 15 orang.[muqaddimah kitab Alkafi oleh Khadim Ahlil Bait DR. Husain Ali Mahfudz halaman 12-16 cetakan Darut Ta'aruf Lilmathbu'at Beirut Libanon tahun 1990/1411.]
An-Najasyi berkata : "Al-Kulainy adalah orang paling dipercaya dan paling kuat dalam masalah hadits" [Kitab Ar-Rijal oleh An-Najasyi halaman 266, juga kitab Khulashatul Aqwaal oleh Al-Hully halaman 71, dan kitab Ar-Rijal oleh Ibnu Dawud halaman 48]
At-Thusy berkata : "Tsiqah (kuat hafalannya) dan mengetahui tentang hadits-hadits." [kitab Al-Fahrasat halaman 135]
Sayyid Ridha Ad-Din Ibnu Thawus berkata : "Ia seorang syeikh yang telah disepakati ketsiqahannya dan amanahnya."[kitab Kasyful Mahajjah halaman 158]
Ia juga berkata : "Riwayatnya sempurna dan ilmu dirayahnya dapat dipercaya." [kitab Farajul Humum halaman 90]
Ibnu Syahraasyuub berkata : "Ia seorang yang Alim (mengetahui) tentang hadits-hadits." [kitab Ma'alimul Ulama halaman 88]
Ibnul Atsir berkata : "Ia termasuk jajaran imamnya syi'ah imamiyah dan juga ulama mereka." [kitab Kamil Ibnil Atsir juz 8 hal.128]
Al-Qadhi As-Syustari berkata : "Pemimpin para ahli hadits." [kitab Majalisul Mukminin hal.194]
Sayyid Muhammad Baqir Al-Khawansary berkata : "Ia adalah penjaga agama Islam." [Raudhaatul Jannaat hal.552]
Abdul Husain Syarafuddin berkata : "Sebaik-baik kitab yang disusun dalam hadits adalah empat kitab yang seluruhnya adalah rujukan syi'ah imamiyah dalam masalah ushul dan furu' mulai dari masa pertama sampai dengan saat ini adalah; Al-Kafy, At-Tahdzib, Al-Istibshar dan Man La Yahdhuruhul Faqih. Semua haditsnya mutawatir dan ditetapkan keshahihannya. Dan kitab Al-Kafy adalah yang paling terdahulu, paling agung, paling bagus dan paling kuat haditsnya."[kitab Al-Muraaja'aat hal.370
At-Thibrisiy berkata : "Kedudukan kitab Al-kafy di antara kitab yang empat tersebut laksana matahari di antara planet-planet lain. Seorang yang obyektif melihat kitab ini niscaya akan mendapati para perawinya adalah kuat sehingga membuat hati tenang dengan riwayatnya, keshahihannya dan kedudukannya." [kitab Mustadrakul Wasa'il 3/532]

Al-Hurr Al-Amily berkata : "Faedah keenam, bahwa kitab Al-Kafy adalah kitab yang penyusunannya dapat dibuat sandaran, penisbatannya shahih, kedudukan haditsnya kuat yang bersumber dari para imam." [kitab Al-Wasail hal.61]
At-Thahraniy berkata : "Al-Kafy adalah kitab paling agung di antara kitab rujukan yang empat itu. Belum ada yang menulis seperti itu dari keluarga Rasul." [kitab Adz-Dzari'ah ila Tashanifis Syi'ah 17/245]
Syeikh Abbas Al-Qummy berkata : "Kitab Islam yang paling agung, kitab imamiyah paling agung yang belum pernah ada semisalnya." [kitab Al-Kunya wal Al-Qaab 3/98]
Khadim Ahlil Bait DR. Husain Ali Mahfudz berkata : "Ahlul imamah dan Jumhur Syi'ah telah bersepakat atas keutamaan kitab Al-Kafy dan kewajiban untuk mengambil hadits-haditsnya, percaya dengan hadits-haditsnya dan mencukupkan diri dengan hukum-hukumnya." [Muqaddimah kitab Al-Kafy halaman 21]
Syeikh Al-Mufid berkata : "Kitab Al-Kafy adalah kitab Syi'ah paling agung dan paling banyak manfaatnya." [kitab Tash-hihul I'tiqad halaman 27]
Muhammad bin Makky berkata : "Kitab Al-Kafy adalah kitab yang belum pernah ditulis seorang pun dari imamiyah." [kitab Biharul Anwar 25/67]
Ali bin Abdul Ali Al-Kurky berkata : "Sebuah kitab besar dalam bidang hadits yang belum pernah ada semisalnya, kitab ini mencakup semua hadits tentang syari'at dan rahasia-rahasia agama yang belum pernah ada sebelumnya." [kitab Biharul Anwar 25/67]
Al-Faidh berkata : "kitab yang paling mulia, paling terpercaya, paling sempurna dan paling lengkap sebab ia mengandung perkara-perkara ushul dan bebas dari kekurangan." [kitab Al-Wafy 1/6]
Al-Majlisiy berkata : "Kitab yang paling tepat dalam masalah ushul dan paling mencakup segalanya, sebaik-baik dan seagung-agung kitab yang dikarang oleh firqah najiyah." [kitab Mir'atul Uquul 1/3]
Bahkan di halaman 23 pada Muqaddimah kitab Al-Kafy yang ditulis oleh Khadim Ahlil Bait DR. Husain Ali Mahfudz, bahwa kitab Al-Kafy lebih tinggi dari kutubus sittah di kalangan "awam" (mereka menyebut penyusun kutubus sittah dengan kata "ammah" yang berarti orang-orang awam yang tidak mengerti hadits sebagaimana Al-Kulainy)
Dan masih banyak lagi....
Sungguh luar biasa ternyata sebanyak itu pujian para Ulama syi'ah terhadap Al-Kulainy dan Al-Kafy.
Selanjutnya kita akan melihat ulah orang sotoy yang mencoba mengelabui dan menipu orang-orang awam dengan mengatakan bahwa kitab Al-Kafy tidak semuanya shahih. Dan tersebutlah sebuah kitab, ya, sebuah kitab, kita ulangi lagi, sebuah kitab karangan Muhammad Baqir Al-Bahbudy dengan judul yang kelihatannya wow banget yaitu Shahihul Kafy.
Tapi apa "pujian" Ulama Syi'ah terhadapnya ?
Mari kita simak, dan setelahnya kita coba bandingkan dengan kedigdayaan kitab Al-kafy, yuuuk mari...:
Syeikh Abdur Rasul Al-Ghifariy berkata : "Kitab shahihul Kafy disusun tidak dengan metode yang diridhai, ia menggugurkan hampir separuh isi kitab Al-Kafy, ia memilih hadits shahih yang sesuai dengan seleranya. Saya kira dia tidak profesional dalam masalah hadits atau tidak bisa memilah dan memilih. Dan pada cetakan yang kedua ia mengganti judul kitabnya dengan "Zubdatul Kafy", dan ini semakin menunjukkan kelakuan buruknya yang telah lalu. Saya tidak tahu prinsip apa yang dia pakai. Ia tidak berjalan di atas jalan para ulama terdahulu sebagaimana ia telah jauh dari jalan yang dilalui oleh ulama mutaakhkhirin." [kitab Al-Kafy Wal-Kulainy halaman 453]
Sayyid Al-Askary berkata : "Muhammad Baqir Al-bahbudy telah memilih 3.328 hadits shahih dan membuang 11.693 hadits dari kitab Al-Kafy melalui ijtihadnya yang tidak shahih." [kitab Ma'alimul Madrasatain 3/282]
Dan di halaman 283 ia menambahkan bahwa kitab Shahihul Kafy ini tash-hihnya berpedoman pada kitab Rijal karangan Ibnul Ghadhairiy yang tidak diakui oleh Ulama hadits syi'ah. Oleh karena itu kitab Shahihul Kafy tidak diterima di Hauzah-hauzah ilmiyah.
Sayyid Kamal Al-Haidariy di halaman resminya berkata : "saya tidak setuju dengan kitab Shahihul Kafy Muhammad Baqir, dan sampai detik ini saya membela kitab Al-Kafy." [http://alhaydari[DOT]com/ar/2012/09/38240/]
Dan di banyak kesempatan diskusi, orang-orang syi'ah malah menuduh Muhammad Baqir Al-Bahbudy sebagai wahabi sedang nyamar. Wkwkwkwkwk.....

Sekarang kita bandingkan dengan kitab Shahihul Bukhari. Sampai detik ini belum ada ulama Islam yang mengarang kitab seperti Muhammad Baqir Al-Bahbudy dalam rangka memilih dan memilah hadits-hadits Imam Bukhari. Padahal Kitab Bukhari adalah kitab hadits number one di kalangan umat Islam, sebagaimana kitab Al-Kafy di kalangan syi'ah sesuai dengan pujian setinggi langit terhadapnya, bahkan Al-Kafy lebih tinggi dari Al-Bukhari.
Kalaupun ada studi kritis terhadap Shahih Bukhari maka itu tercatat sangat sedikit sekali, ada yang mengatakan sampai 23 hadits, namun tidak semua kritikan itu diterima, artinya ada kritikan yang masih dapat dimentahkan sehingga ia tetap shahih. Dan ada juga yang mengatakan hanya ada 2 hadits saja yang lemah. Kalau diprosentase, maka tingkat keshahihan Bukhari masih di atas 99%, sedang Al-Kafy kalau sesuai dengan metode Muhammad Baqir....? habis dah, Cuma 3.328 dari 16.121 hadits. Coba deh ambil kalkulator dan dihitung berapa persen ?
Jadi kalau dibandingkan dengan kritikan Muhammad Baqir terhadap Al-Kafy sangatlah jauh sekali, sejauh mata memandang dari bawah sumur ke atas langit tingkat tujuh.

KESIMPULAN :

Kitab Al-Kafy adalah kitab number one, dan ia akan tetap menjadi number one di kalangan syi'ah sebab sangatlah susah bagi siapa saja pengikut Syi'ah melawan pujian setinggi langit dari para Ulama terdahulunya dan tersekarangnya.
Dan dengan pujian ini, sekaligus susahnya mengalahkan pujian itu, maka seluruh isi dari kitab Al-Kafy adalah SHAHIH.Alias BAIK BURUKnya adalah BENAR dan SHAHIH.
Jadi buat pengikut agama Syi'ah yang ikut-ikutan baik karena taklid buta maupun tidak buta, yang ingin mengelabui dan menipu orang-orang awam di kalangan umat Islam, jangan macam-macam dengan kitab Al-Kafy ya...bisa kualat nanti.
TAMBAHAN :
Ada beberapa Ulama Syi'ah yang mempelajari hadits-hadits Al-Kafy dan semuanya bersepakat mendha'ifkan sebagian besar riwayatnya. Berikut para Ulama yang tidak menshahihkan seluruh riwayat di Al-Kafy :
1. Jumlah hadits shahih, hasan, muwatstsaq dan kuat menurut Fakhruddin At-Thuraihiy adalah 41%.
2. Jumlah hadits shahih, hasan, muwatstsaq dan kuat menurut Agha Bazrak At-Thahraniy adalah 37,5%
3. Jumlah hadits shahih, hasan, muwatstsaq dan kuat menurut Muhammad Baqir Al-Bahbudy adalah 27,9%
4. Jumlah hadits shahih, hasan, muwatstsaq dan kuat menurut Murtadha Al-Askary adalah 27,4%
Dan ternyata riwayat yang bisa diterima dari kitab yang katanya lebih baik dari kutubussittah itu tidak sampai 50%.
-------------------------

Fairuz Ahmad.

Bintara, 7 Syawal 1434 H./ 14 Agustus 2013 M.

Betapa kaum Syi’ah adalah kaum pendusta yang mengaku-ngaku pengikut Ahlul Bait, mereka membenci Sayyidinaa Mu’awiyyah, melaknat beliau tiap siang dan malam mereka, padahal Imam Husain bin ’Ali sendiri di kitab mereka begitu sharih (jelas) mendoakan RAHMAT kepada beliau radhiyallaahu ’anhum.

فقال حسين كانه لا يظن ما يظن من موت معاوية: الصلة خير من القطيعة، اصلح الله ذات بينكما فلم يجيباه في هذا بشئ، وجاء حتى جلس، فأقرأه الوليد الكتاب ونعى له معاوية ودعاه إلى البيعة، فقال حسين: انالله وانا إليه راجعون ورحم الله معاوية وعظم لك الاجر

Maka Husain berkata, nampaknya beliau tidak menduga mengenai kematian Mu’awiyyah : “Persambungan itu lebih baik daripada perpecahan.” Semoga Allah membuat baik keadaan kalian berdua (Marwan bin Al-Hakam dan Al-Walid bin ‘Utbah). (Tetapi) mengenai hal ini keduanya tidak menjawabi beliau sama sekali, (Lalu) beliau beranjak sehingga terduduk. Kemudian Al-Walid membacakan sebuah kitab kepada beliau dan menceritakan berita tentang kematian Mu’awiyyah serta mengajaknya untuk bai’at. Maka Husain mengucapkan : "INNA LILLAAHI WA INNA ILAIHI RAAJI'UN, SEMOGA ALLAH MERAHMATI MU’AWIYYAH DAN MEMBERIKAN PAHALA YANG BESAR KEPADAMU’’ [Maqtalu Al-Husain oleh Dedengkot Abu Mikhnaf Luth bin Yahya Al-Azdi hal. 32, Darul Mahajjah Al-Baidha']

Telah kita ketahui pada artikel-artikel sebelumnya mengenai pernyataan para Ulama besar Syi'ah bahwa seluruh riwayat yang ada pada Al-Kafi adalah shahih, sbb :


Hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh dedengkot besar mereka, yakni Al-Khui yang juga menyertakan apa yang dinyatakan gurunya mengenai Al-Kafi.. Al-Khui berkata :

 وقد ذكر غير واحد من الاعلام أن روايات الكافي كلها صحيحة ولا مجال لرمي شئ منها بضعف سندها . وسمعت شيخنا الأستاذ الشيخ محمد حسين النائيني - قدس سره - في مجلس بحثه يقول : ( إن المناقشة في إسناد روايات الكافي حرفة العاجز 

Bukan satu orang saja dari kalangan alim ulama yang menyebutkan bahwa semua riwayat dalam Al-Kafi adalah shahihdan tidak ada ruang untuk membuang mana-mana riwayat padanya dengan alasan sanad yang dha’if. Aku mendengar dari guru kami AL-Ustadz Asy-Syaikh Muhammad Husain An-Na’ini berkata di dalam satu majlis: “Pembahasan berkenaan dengan sanad-sanad riwayat dalam al-Kafi adalah pekerjaan yang sia-sia” [Mu'jam Rijal Al-Hadits 1/81]



Abu Hurairah dan Ahlu Bait Nabi dan hadits syi’ah

Kecintaan kepada keluarga Nabi merupakan sifat keimanan seorang muslim.
Bagaimana dengan Abu Hurairah? Apakah benar Abu Hurairah membenci Amirul Mu’minin Ali dan keluarganya, sebagaimana diklaim oleh Syiah Imamiyah?
Sesungguhnya Abu Hurairah memuliakan Ahlu Bait Nabi, berikut ini adalah buktinya:
Abu Hurairah, dialah yang meriwayatkan kisah heroik Ali bin Abi Thalib dan keutamaannya waktu perang Khaibar. (HR. Muslim).
Abu Hurairah dia yang meriwayatkan manqabah (keutamaan) Sayyidah Fathimah sebagai penghulu wanita umat ini. (Tarikh Kabir Bukhari).
Abu Hurairah terang-terangan menyatakan kecintaannya kepada Hasan bin Ali (HR. Bukhari, Muslim, Adab Mufrad).
Diriwayatkan oleh Sa’id Al-Maqbari bahwa Hasan bin Ali datang kepada kami, di mana kami sedang bersama Abu Hurairah, dan Hasan memberikan salam, kamipun menjawabnya, akan tetapi Abu Hurairah tidak mendengar, kemudian kami memberitahukannya bahwa Hasan datang dan memberi salam, langsung Abu Hurairah mendatanginya dan berkata: Wa ‘alaika as-salaam Yaa Sayyidi. Kemudian dia (Abu Hurairah) berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah berkata: Dia (Hasan) Sayyid. (Mustadrak dengan sanad shahih, Majma Zawaid, Thabrani).
Dan di hari wafatnya Hasan bin Ali, berdirilah Abu Hurairah di masjid Nabawi sembari menangis dan menjeritkan dengan sepenuh suaranya: Wahai manusia! Meninggal hari ini kecintaan Rasulullah, maka menangislah! (Tahdzib At-Tahdzib).
Dan siapakah yang meriwayatkan manaqib Hasan dan saudaranya Husein bin Ali, sewaktu Hasan dan Husein berlari dan lompat ke pangkuan Rasulullah yang tengah duduk? Sewaktu Rasulullah menciumi mereka dan memeluk mereka? 
Abu Hurairahlah yang meriwayatkan hadits-hadits itu. Lihat Mustadrak Hakim, Musnad Ahmad, Bidayah wa Nihayah, Tahdzib.
Jadi apa dasar yang menyebabkan sekelompok orang membenci Abu Hurairah, dan menyatakan bahwa Abu Hurairah membenci Ahlu Bait???
Yang pertama kali membuat kebohongan, dan meriwayatkan hadits tanpa sanad bahwa Ali bin Abi Thalib memaki Abu Hurairah adalah Nazzham dan Ishak Al-Iskafi, dua pembohong dari Mu’tazilah!
Kemudian bagaimana sikap keturunan Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Hurairah?
Ini Imam Ali Zainal Abidin meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah (Shahih Bukhari 3/178, Muslim 4/218).
Dan Umar bin Ali bin Husein meriwayatkan dari ayahnya dari Abu Hurairah (Shahih Muslim 4/217, Musykil Al-Aastar, Tarikh Jurjan). Semuanya dari Abdullah bin Mirjanah, yang merupakan pembesar
Syiah yang pertama-tama, yang dianggap oleh Burqy (ahli hadits Syiah awal) merupakan salah satu sahabat terdekat Imam Ali Zainal Abidin. (Buku-buku Syiah: Rijal Al-Burqy 9, Qamus Ar-Rijal Tustury).
Dan ini Ali Zainal Abidin meriwayatkan hadist Abu Hurairah, yang berarti beliau meyakini kredibilitas Abu Hurairah. Jadi apa yang terjadi sebenarnya di generasi-generasi kemudian, setelah Zainal Abidin???
Kemudian ini Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja’far Shadiq, mereka meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah (Muslim 3/15, Ibnu Majah, Nasai, Risalah Imam Syafi’i) dan kemudian sahabat-sahabat kedua Imam meriwayatkan dari mereka. Subhanallah!
Kemudian Muhammad ibn Al-Hanafiyah dan putranya, dan Ali bin Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husein.
Lantas mengapa Syiah justru mengkafirkan Abu Hurairah dan begitu membencinya? Kebencian yang sama sekali tanpa dasar! Tidak lain dan tidak bukan karena Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, dengan mencederai Abu Hurairah maka akan cedera pula agama Islam, dengan begitu mereka bisa menanamkan doktrin-doktrin Syiah.(almanhaj.com/iz)

Buku Ustadz AgusUstadz Agus Hasan Bashori, salah seorang ustadz yang aktif di dalam menyadarkan umat Islam akan kesesatan ajaran Syiah telah menerbitkan sebuah buku yang berjudul: Ahlul Bait & Sahabat, Hak & Kewajiban. Buku yang membuktikan kesesatan akidah Syiah terhadap para Ahlul Bait & Sahabat ini cocok dijadikan sebagai pasangan bagi buku panduan MUI Pusat : Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia.
Muslim Indonesia memang menganut ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, namun banyak yang tidak mengetahui secara memadai tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing dari sahabat dan ahlul bait. Bahkan banyak dari mereka tidak mengetahui kalau nama “ahlul bait” yang dipakai oleh orang Syiah justru mencederai ahlul bait itu sendiri. Dan banyak yang salah ketika menyangka kalau Syiah Indonesia adalah moderat, bukan Syiah Rafidhah apalagi ghulat.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Hady al-Sari Muqaddimah Fath al-Bari, halaman 459 berkata mengenai 4 tingkatan Syiah: “Tasyayyu”  adalah kecintaan kepada Ali, dan mengunggulkan Ali diatas para sahabat -kecuali Abu Bakar dan Umar-. Maka barangsiapa mengunggulkan Ali di atas Abu Bakar dan Umar dia adalah orang yang ghuluw dalam tasyayyu’nya, dan dia disebut Syiah Rafidhah. Jika tidak (mengunggulkannya diatas Abu Bakar dan Umar) maka disebut Syi’i. Maka apabila hal itu ditambah dengan cacian atau menyatakan kebencian (kepada Abu Bakar dan Umar) maka dia ghuluw (ekstrim) dan rafdh (syiah rafidhah). Dan jika meyakini akidah raj’ah (kembalinya musuh-musuh Syiah dari kuburnya sebelum kiamat) ke dunia (untuk dihukum) maka lebih hebat lagi ghuluwnya.”
Dengan demikian jelaslah, bahwa Syiah yang ada di Indonesia adalah Rafidhah, bahkan Ghulat Rafidhah, dan Ghulat Ghulat Rafidhah!!!
Pemesanan:
Bapak Farid Baarya (Pemasaran Majalah al Umm) di 08121338889(Jam Kerja)
Sumber:(majalahalumm/iz)

http://alfanarku.wordpress.com/
Menyoal Validitas Hadits Syi’ah
December 6, 2013 by alfanarku
Oleh: Bahrul Ulum*
Di beberapa media, Ketua Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin Rahmat, menyatakan bahwa perbedaan antara Sunni dan Syiah terletak pada hadits. Jika hadits Sunni paling besar berasal dari sahabat nabi seperti Abu Hurairah, sedang hadits Syiah berasal dari Ahlul Bait (Keluarga Nabi Muhammad SAW).
Pernyataan ini sepintas lalu nampak benar, padahal sebenarnya mengandung kekeliruan. Pada kenyataannya, hadits Syiah yang diakui berasal dari Ahlul Bait perlu ditelisik kebenarannya.
Berdasar ilmu jarh wa ta’dil hadits-hadits Syiah mengandung banyak kecacatan. Yang paling menonjol yaitu jalur periwayatannya tidak memenuhi kriteria hadits yang sahih. Hal ini diakui oleh ulama mereka seperti Muhammad bin Hasan Al Hurr Al Amili dalam kitabnya Wasa’il Syi’ah. Ia mengatakan bahwa hadits shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang penganut imamiyah yang adil dan kuat hapalannya di seluruh tingkatan periwayatan. Namun setelah menelisik kitab-kitab hadits seperti Al-Kafi, Tahdzib al-Ahkam, Man La Yadluruhu al-Faqih, ia kemudian mengakui bahwa kriteria itu tidak bisa diberlakukan terhadap kitab-kitab tersebut. Jika hal itu diberlakukan maka seluruh hadits Syi’ah tidak ada yang shahih karena ulama Syi’ah jarang sekali menyatakan status keadilan seorang perawi. Mereka hanya menyatakan status tauthiq (terpercaya), yang sama sekali tidak berarti perawi itu adil. Al Amili menambahkan bahwa para ahli ilmu di kalangan mereka mengakui jika perawi Syiah tidak bisa dinilai adil, karena perawi yang dianggap kafir dan fasiq dimasukkan sebagai perawi terpercaya. (Lihat Wasa’il Syi’ah, juz 30 hal 260)
Akibat dari kelemahan tersebut banyak sekali kontradiksi dalam hadits-hadits Syiah, termasuk menyangkut masalah akidah yang penting. Kontradiksi ini akibat dari tidak adanya usaha membedakan antara hadits shahih dan dhaif. Salah satu ulama Syiah yang mengeluh adalah Muhammad bin Hasan At Thusi, karena setiap hadits pasti ada hadits lain yang berlawanan. (Muhammad bin Hasan At-Thusy, Tahdzibul Ahkam, juz I, hal 45).
Karenanya banyak diantara ulama Syiah sendiri yang meragukan ketsiqahan perawi mereka. Dampaknya, mereka ragu apakah periwayatan tersebut berasal dari para Imam atau tidak. Sebab pada faktanya, banyak hadits-hadits palsu yang isinya mustahil dinyatakan oleh para Imam. Jika memang Imam benar mengatakannnya, namun perawinya tidak bisa dipercaya, atau jika perawinya bisa dipercaya, tetapi tidak bisa dilakukan pembuktian karena sanadnya terputus, dan perawi-perawinya majhul, tidak dikenal orangnya maupun statusnya.
Hal ini bisa dimaklumi karena para perawi Syiah banyak yang tinggal di Kufah, sedang para imam Syiah, khsususnya Imam Baqir dan Imam Ja’far Shadiq, yang periwayatannya paling banyak dinukil, tinggal di Madinah yang notabena Ahlu Sunnah. Yang tinggal di Kufah hanya para Imam setelahnya seperti Musa Al Kazhim, atau Hasan Al Askari yang tidak banyak dinukil oleh Syiah.
Apalagi masyarakat Kufah yang Syiah juga dikenal sebagai kelompok yang tidak bisa dipercaya. Hal ini diakui sendiri oleh Imam Ali Ridha. Diriwayatkan dari Musa bin Bakr al-Wasithi katanya, Abu al-Hasan (Imam Ali ar-Ridha) berkata: “Kalau saya mengklasifikasikan Syi’ahku, pasti aku tidak akan mendapati mereka kecuali orang-orang yang mengaku saja (yaitu mencintai Ahl al-Bait). Kalau aku akan menguji mereka pasti aku tidak akan temui kecuali orang-orang yang murtad. Kalau aku mau membersihkan mereka (dari dakwaan mereka) tentu tidak akan tinggal walaupun seorang dari seribu. Kalau aku mau menyelidiki keadaan mereka (yang sebenarnya) pasti tidak akan tinggal dari kalangan mereka kecuali aku dapati mereka sambil berbaring di atas sofa-sofa (dengan sombong) mengatakan bahwa kami adalah Syi’ah Ali sedangkan Syi’ah Ali yang benar yaitu orang yang perbuatannya membenarkan kata-katanya”. (al-Kulaini ar-Raudhah min al-Kafi juzl. 8 hal. 228)
Berdasar keterangan tersebut, klaim Syiah yang mengatakan bahwa haditsnya berasal dari Ahlul Bait, masih perlu dipertanyakan. Kemungkinan terjadinya penisbatan tanpa ada persambungan kepada Imam Ja’far atau Imam Baqir sangat mungkin. Sebagai contoh sebagaimana yang dilakukan oleh Jabir Al Ju’fi, salah satu perawi Syiah yang banyak meriwayatkan hadits dari para Imam. Ia meriwayatkan tujuh puluh ribu hadits dari Al Baqir, dan meriwayatkan seratus empat puluh ribu hadits dari Imam lainnya seperti Imam Ja’far. (Al Hurr Al Amili, Wasa’il Syi’ah, juz XX, hal 151)
Ironisnya, dengan jumlah hadits sebanyak itu, ternyata Jabir hanya sekali menemui Imam Baqir dan belum pernah bertemu Imam Ja’far. Hal ini dinyatakan oleh Imam Ja’far ketika ditanya tentang Jabir. “Demi Allah aku hanya melihat dia menemui ayahku sekali saja, dia belum pernah masuk menemuiku sama sekali.” (Ibnu Amr, Rijalul Kisyi, hal 196)
Selain itu Syiah juga tidak memiliki standar untuk penilaian hadits atau riwayat. Sedangkan kontradiksi yang ada pada riwayat-riwayat mereka begitu banyak. Dalam hal ini Al Faidh Al Kasyani menyatakan: “Kita lihat mereka berbeda pendapat dalam sebuah masalah, hingga mencapai dua puluh pendapat, tiga puluh pendapat atau lebih, bahkan aku bisa mengatakan tidak ada masalah furu’ yang tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya, atau dalam masalah lain yang terkait.” (Al Faidh Husein Al-Khasani, Al Wafi, Muqaddimah, hal 9)
Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa sesungguhnya kitab-kitab hadits Syiah, yang menyertakan sanad di dalamnya, masih terdapat banyak kontradiksi di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa kitab-kitab tersebut sengaja dibuat oleh orang-orang yang tidak mendalami ilmu hadits. Hal seperti ini tidak akan terjadi pada ulama Sunni yang memiliki metodologi yang mapan dalam masalah ini.[hdy].
*Penulis adalah Peneliti pada Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya.


Penjelasan Hadist Dua Belas Khalifah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
December 1, 2010 by alfanarku
Oleh : Abu Hannan Sabil Arrasyad

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi petunjuk kepadanya.
Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya.
Taktik Syiah Rafidhoh
Sebelum menjelaskan tentang kedudukan hadist dua belas khalifah, maka saya jelaskan dahulu salah satu siasat kebiasaan syiah rafidhoh dalam mempengaruhi kaum muslimin. Yang ini dilakukan mereka di dalam banyak hal. Siasat dan kebiasaan itu adalah.
“ Mengkhususkan suatu dalil (nash) yang berbentuk umum”
Penjelasannya : Merupakan satu kebiasaan bagi Syi‘ah untuk memaksa dalil- dalil umum dari Al Qur’an dan hadist agar ia khusus ditujukan kepada Ahlul Bait, radhiallahu ‘anhum.
Contohnya jika kita mengkaji seluruh Al Qur’an, tidak ada satupun ayat yang secara khusus membicarakan hak kekhalifahan Ahlul Bait ke pada umat Islam ini. Demikian juga, tidak ada satupun hadis sahih yang menerangkan hak kepimpinan Ahlul Bait ke atas umat Islam.
Namun kita dapati Syi‘ah Rafidhoh mengemukakan berbagai ayat dan hadis untuk mengangkat diri mereka sebagai golongan yang benar dan hanya Ahlul Bait sebagai khalifah yang hak. Padahal ayat dan hadis yang mereka kemukakan semuanya berbentuk umum dan tidak khusus menunjuk kepada Ahlul Bait sebagai subjek khalifah.
Jawaban kita sebagai kaum muslimin kepada mereka syiah rafidhoh dalam hal ini adalah
“ setiap dalil hendaknya diambil berdasarkan bentuknya yang asal tidak disimpangkan, kecuali ada petunjuk lain yang mengubah bentuk asal tersebut”
dalam hal ini dalil yang umum tidaklah dikhususkan, karena jelas dalil-dalil Al Qur’an dan hadist yang shahih ada yang berbentuk umum dan khususada yang berbentuk mutlak, ada yang berbentuk membatas, ada yang berbentuk menetapkan, ada yang berbentuk menafikan, ada yang berbentuk doa, ada yang berbentuk anjuran, ada yang berbentuk peringatan, ada yang berbentuk isyarat dan lainnya. Semua bentuk-bentuk ini dapat dikenali daripada dzohir susunan lafadz dan perkataan yang digunakan di dalam lafadz.
Adakalanya wujud dua dalil yang membahas subjek yang sama, yang pertama berbentuk umum manakala yang kedua berbentuk khusus, maka dalil yang kedua berperanan mengkhususkan keumuman dalil yang pertama. Adakala wujud juga dua dalil yang membahas subjek yang sama, yang pertama berbentuk mutlak manakala yang kedua berbentuk membatas, maka dalil yang kedua berperanan membatasi kemutlakan dalil yang pertama. Di dalam kedua-dua keterangan di atas, peranan dalil yang kedua disebut sebagai “petunjuk lain yang mengubah bentuk asal tersebut” di mana yang asal itu adalah dalil yang pertama.
Dalil-dalil AlQur’an dan hadist yang shahih dengan segala bentuknya berasal daripada Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Bentuk-bentuk yang dimiliki oleh setiap dalil AlQur’an dan sunnah memiliki peranan, tujuan dan hikmah yang tersendiri di dalam membentuk kesempurnaan syari‘at Islam. Allah tidak sekali-kali menciri-cirikan dalil tersebut dengan bentuk yang tertentu tanpa apa-apa peranan, tujuan dan hikmah didalamnya. Apabila Allah berfirman dengan ayat yang bersifat umum, bererti Allah memang mengkehendaki ia bersifat umum. Apabila Allah mengilhamkan RasulNya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bersabda dengan sesuatu yang bersifat memberi peringatan, berarti Allah memangn mengkehendaki itu bersifat memberi peringatan. Demikianlah seterusnya bagi lain-lain bentuk dalil seperti mutlak, membatas, menetapkan, menafikan, doa, anjuran, isyarat dan berbagai lainnya lagi.
Justru seandainya Allah mengkehendaki hak kekhalifahan berada di tangan Ahlul Bait, khususnya ‘Ali bin Abi Thalib,dan keturunannya hanya dari pihak Husein saja seperti yang diyakini Syiah Rafidhoh Allah akan menurunkan dalil yang berbentuk khusus lagi tepat bagi menetapkan kekhalifahan mereka sehingga tidak timbul apa-apa kesamaran atau salah faham. Ini sebagaimana tindakan Allah mengkhususkan kepimpinan kepada Nabi Daud ‘alaihi salam dan menetapkan kerajaannya:
Wahai Daud ! Sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah di bumi, maka jalankanlah hukum di antara manusia dengan (hukum syariat) yang benar (yang diwahyukan kepadamu). (QS Shad 38:26)
Kemudian Allah secara khusus menetapkan Nabi Sulaiman ‘alaihi salam sebagai pewaris Nabi Daud ‘alaihi salam:
Dan Nabi Sulaiman mewarisi (pangkat kenabian dan kerajaan) Nabi Daud. (QS An Naml 27:16)
Demikian juga, apabila Allah hendak menerangkan bahawa Muhammad adalah RasulNya, Allah menerangkannya dengan jelas lagi tepat sebagaimana firman-Nya:
Muhammad ialah Rasul Allah (QS Al Fath 48:29)
Hakikatnya kita tidak mendapati di dalam Al Qur’an ayat yang berbunyi umpama: “Wahai ‘Ali dan keturunanmu dari husein ! Sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian khalifah di bumi ini…” atau: “ ‘Ali dan keluarganya mewarisi kepimpinan Rasulullah” atau: “ ‘Ali bin Abi Thalib ialah Khalifah Allah sesudah Muhammad.” atau apa-apa yang lain semisal dengan itu. Ini tidak lain menunjukkan bahwa Allah memangnya tidak berkehendak menetapkan kewajiban bahwa ‘Ali dan keturunannya harus sebagai khalifah umat Islam sesudah Rasulullah.

Di dalam Sunnah yang shahih, yang ada hanyalah beberapa hadist yang berbentuk doa, harapan, peringatan, anjuran dan pesanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Ahlul Bait beliau. Semua ini tiada yang berbentuk mengkhususkan dan menetapkan khalifah ke pada Ahlul Bait beliau. Maka di atas ketiadaan ini, Ahlussunnah tidak mengkhususkan dan menetapkan jabatan khalifah kepada Ahlul Bait karana setiap dalil hendaklah diambil berdasarkan bentuknya yang asal tidak disimpangkan, kecuali jika ada petunjuk lain yang mengubah bentuk tersebut.
Penjelasan tentang Hadist Dua Belas Khalifah
Selanjutnya marilah kita bahas penjelasan tentang hadist dua belas khalifah tersebut.
Saya kemukakan saja lafadz hadist yang biasanya dinukil oleh orang-orang syiah rafidhoh. Untuk membela pemikiran dua belas imamnya.
Lafadz hadits:
“Akan ada 12 khalifah” Berkata Jabir bin samurah (perawi hadis): “Dan kemudian beliau bersabda dengan kalimat yang tidak aku fahami. Ayahku berkata: “Semuanya dari orang Quraisy.” (HR Bukhari 329 dan Muslim 4477)
Derajat hadist dan penjelasannya :
Hadist ini shahih keduanya dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Imam Bukhari dalam kitab shahihnya. Adapun tentang posisi hadist ini ia masuk dalam kategori hadist yang berbentuk ramalan atau perkiraan nabi tentang masa yang akan datang yang memberikan motivasi dan harapan kepada kaum muslimin setelah beliau wafat. Salah satu motivasinya adalah bahwa Islam ini akan tetap tegak, dan orang yang menegakkan Islam itu diantaranya adalah dua belas khalifah tadi.
Yang dalam hal ini beliau sengaja tidak menyebut nama khalifah tersebut kerana ini akan menghilangkan nilai motivasi hadis. Sengaja beliau hanya menyebut angka dua belas supaya umat senantiasa dimotivasi untuk memenuhi keseluruhan jumlah tersebut dari saat beliau wafat hingga saat Hari Kiamat.

Terdapat juga beberapa hadis yang lain yang semisal di mana beliau tidak menyebut nama atau waktu tempat. Diantaranya adalah
Hadist pertama:
“Sesungguhnya Allah akan mengutus bagi umat ini pada awal setiap seratus tahun seorang yang memperbaharui agamanya.” (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Imam Al Albani)
Perhatikan dengan jelas tidak disebut siapakah nama mujaddid pembaharu tersebut.
Hadist kedua:
“Masa kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun. Kemudian Allah mengangkatnya. Selepas itu datang masa kekhalifahan atas manhaj kenabian selama beberapa masa sehingga Allah mengangkatnya. Kemudian datang masa kerajaan (mulk) yang buruk selama beberapa masa, selanjutnya datang masa kerajaan menggigit selama beberapa masa, hingga waktu yang ditentukan Allah.Selepas itu akan berulang kekhalifahan atas manhaj kenabian. Kemudian Rasulullah diam.” (HR Ahmad dan At Thabrani, berkata Imam al Haitsmani, para perawi At Thabrani (tsiqah) terpercaya)
Perhatikan siapa nama dan tempat yang akan memerintah sebagai khalifah bermanhaj kenabian tidak disebut oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam
Hadist Ketiga :
“Perumpamaan umatku adalah umpama hujan, tidak diketahui apakah yang baik itu pada awalnya atau akhirnya.” (HR Bukhari)
Perhatikanlah tidak disebut dengan jelas kapan waktu masa kebaikan dan keburukan tersebut. Dalam hadist-hadist di atas, sengaja beliau Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. membiarkan ia “terbuka” supaya umat berusaha memenuhinya. Ia berperanan sebagai pemberi motivasi kepada sesiapa yang mau mencarinya.
Dari penjelasan diatas jelaskan bahwa Nabi tidak menjelaskan siapa nama dua belas khalifah tersebut hanya dijelaskan bahwa mereka berasal dari Quraisy adapun namanya tidak dijelaskan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Maka kembali ke kaidah yang disepakati ahlussunnah di awal
“ setiap dalil hendaknya diambil berdasarkan bentuknya yang asal tidak disimpangkan, kecuali ada petunjuk lain yang mengubah bentuk asal tersebut”
Memang ada tafsiran dari para Ulama Ahlussunnah bahwa dua belas khalifah tersebut yang jelas diantaranya memang berasal dari Quraisy dan memang menduduki posisi khalifah adalah Al Khulafaurrasyidin yaitu Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali radiyallahu anhuma. Namun keempat khalifah tersebut bukannya mutlak karena Nabi memang tidak pernah menyebut nama kedua belas khalifah tersebut. Kembali kepada kaidah
“ setiap dalil hendaknya diambil berdasarkan bentuknya yang asal tidak disimpangkan, kecuali ada petunjuk lain yang mengubah bentuk asal tersebut”
Adapun Syiah Rafidhoh seperti kebiasaan di awal mereka memperalat dalil tersebut yang bersifat umum dan tidak menyebut nama para khalifah tersebut untuk mengkhususkannya kepada para Imam keturunan ahlul bait khususnya dari Husein saja. Yang Hal ini jelaslah kebathilannya.
Yang pertama mereka hanya dua orang saja yang memang pernah menjadi khalifah yaitu Ali dan Hasan radiyallahu anhuma. Sedangkan Husein radiyallahu anhu dan keturunannya tidak pernah menjadi khalifah dan memang Quraisy seperti yang disebutkan hadist tersebut.

Kemudian yang kedua, jelas dalam hadist tersebut tidak disebutkan nama-nama khalifah tersebut, tidak disebutkan pula bahwa mereka haruslah keturunan ahlul bait. Apalagi haruslah keturunan Husein bin Ali radiyallahu anhu, petunjuk dalam hadist itu hanyalah jumlahnya yang dua belas khalifah dan keturunan Quraisy.

Jadi dalam hal ini Ahlussunnah wal jama’ah tetap memegang kaidah :
“ setiap dalil hendaknya diambil berdasarkan bentuknya yang asal tidak disimpangkan, kecuali ada petunjuk lain yang mengubah bentuk asal tersebut”
tidak seperti syiah rafidhoh yang memperalat hadist dan ayat Al Qur’an untuk memenuhi hawa nafsunya. Benarlah sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
“Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu, maka saya berkata“Jauhlah.Jauhlah orang-orang yang telah merubah-rubah sepeninggalku“ (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al Fitan bab 1/6643) Imam Muslim dalam Al Fadlail bab 9/2291)
Maka setiap dalil Al Qur’an dan Sunnah yang shahih adalah sempurna dalam bentuknya yang asal sebagai kesempurnaan yang berasal daripada Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
Seandainya Allah mengkehendaki Ali radiyallahu anhu langsung setelah nabi yang menjadi khalifah ataupun keturunan Husein radiyallahu anhu menjadi khalifah yang dua belas tersebut, Allah akan menetapkannya dengan dalil yang berbentuk khusus, jelas lagi tepat baik itu dari Al Qur’an dan Hadist yang shahih. Jelas Islam ini telah sempurna tidaklah mungkin Allah dan Rasulnya meninggalkan umat ini dalam kebingungan. Padahal Allah sendiri telah berfirman:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagimu” ( QS. Al Maidah, 3)
Dan amat tidaklah mungkin pula jika Ali Bin Abi Tholib radiyallahu anhu jika beliau memang ditunjuk langsung menjadi khalifah setelah Nabi beliau menyembunyikan dalil penunjukkan tersebut, ini secara tidak langsung berarti menuduh beliau (Ali) menyembunyikan ilmu, menuduh beliau (Ali) sebagai pengecut yang tidak mau menegakkan kebenaran jika dalil itu memang hak adanya.begitu juga Hasan,Husein dan lainnya jika mereka mengetahui hal itu sebagaimana keyakinan kaum Syiah Rafidhoh.
Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya radiyallahu anhum ajmain dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman

Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiada

Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun dan
bertaubat kepada-Mu.
Wallahu a’lam
Posted in analisa | Tagged Hadits 12 khalifahmembantah syubhat syi'ah | 26 Comments
26 Responses
on December 8, 2010 at 8:31 am | Replysaiful anwar

Kutip,

_____________________________________________
Derajat hadist dan penjelasannya :

…………………………………………….. Adapun tentang posisi hadist ini ia masuk dalam kategori hadist yang berbentuk ramalan atau perkiraan nabi tentang masa yang akan datang yang memberikan motivasi dan harapan kepada kaum muslimin setelah beliau wafat. Salah satu motivasinya adalah bahwa Islam ini akan tetap tegak, dan orang yang menegakkan Islam itu diantaranya adalah dua belas khalifah tadi.

_____________________________________________
Sekedar mau tanya;

Atas dasar dan dalil apa hadist tsb. dikategorikan bahwa Nabi SAW meramal atau mengira-ira?

on December 8, 2010 at 8:52 am | Replysaiful anwar

Kutip;

_____________________________________________
………………………….. Semua ini tiada yang berbentuk mengkhususkan dan menetapkan khalifah ke pada Ahlul Bait beliau. Maka di atas ketiadaan ini, Ahlussunnah tidak mengkhususkan dan menetapkan jabatan khalifah kepada Ahlul Bait karana setiap dalil hendaklah diambil berdasarkan bentuknya yang asal tidak disimpangkan, kecuali jika ada petunjuk lain yang mengubah bentuk tersebut.
_____________________________________________
Pertanyaan 2:
Bukankah khalifah akhir zaman adalah Imam Mahdi?
Bagaimana penafsiran yang sebenarnya dengan 2 hadist sahih ini?
1) Diriwayatkan dari Ummu Salamah RA bahwa ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Al Mahdi dari keturunan Fathimah.” (HR Abu Dawud No. 4284, Ibnu Majah No. 4086 dan dinyatakan sahih oleh Al Bani dalam Shahih Ibnu Majah No. 3301 dan Al Jami’ Ash Saghiir No. 6610.)
2) Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud RA. bahwa ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Dunia tidak musnah kecuali orang Arab dikuasai seorang lelaki dari Ahlul Baitku yang namanya sama dengan namaku.” (HR At Tirmizdi no. 2230 dan dinyatakan sahih oleh Al Bani dalam Shahih At Tirmidzi No. 1818)
@ Saiful,
Bukankah khalifah akhir zaman adalah Imam Mahdi?
Bagaimana penafsiran yang sebenarnya dengan 2 hadist sahih ini?
1) Diriwayatkan dari Ummu Salamah RA bahwa ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Al Mahdi dari keturunan Fathimah.” (HR Abu Dawud No. 4284, Ibnu Majah No. 4086 dan dinyatakan sahih oleh Al Bani dalam Shahih Ibnu Majah No. 3301 dan Al Jami’ Ash Saghiir No. 6610.)
2) Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud RA. bahwa ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Dunia tidak musnah kecuali orang Arab dikuasai seorang lelaki dari Ahlul Baitku yang namanya sama dengan namaku.” (HR At Tirmizdi no. 2230 dan dinyatakan sahih oleh Al Bani dalam Shahih At Tirmidzi No. 1818)
Lha terus apa masalahnya? memang benar Imam Mahdi adalah keturunan Nabi SAW, apakah hadits tsb menunjukkan bahwa khalifah harus dari keturunan Nabi SAW? mana yg nyebutin itu? bukankah Nabi SAW hanya menyebutkan bahwa Imam Mahdi adalah dari keturunan beliau dan tidak mengatakan bahwa khalifah2 sebelumnya dari dari keturunan beliau? atau sekali lagi angan2 anda yg berbicara??
Lihat Nama Imam Mahdi adalah sama dengan nama Nabi dan kunyah beliau yaitu Muhammad bin Abdullah bukan Muhammad bin Hasan Al-Askari. Bagaimana pendapat anda?
Perhatikan cuplikan artikel di bawah, apakah anda bisa menjawabnya?
seandainya Allah mengkehendaki hak kekhalifahan berada di tangan Ahlul Bait, khususnya ‘Ali bin Abi Thalib,dan keturunannya hanya dari pihak Husein saja seperti yang diyakini Syiah Rafidhoh Allah akan menurunkan dalil yang berbentuk khusus lagi tepat bagi menetapkan kekhalifahan mereka sehingga tidak timbul apa-apa kesamaran atau salah faham. Ini sebagaimana tindakan Allah mengkhususkan kepimpinan kepada Nabi Daud ‘alaihi salam dan menetapkan kerajaannya:
Wahai Daud ! Sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah di bumi, maka jalankanlah hukum di antara manusia dengan (hukum syariat) yang benar (yang diwahyukan kepadamu). (QS Shad 38:26)
Kemudian Allah secara khusus menetapkan Nabi Sulaiman ‘alaihi salam sebagai pewaris Nabi Daud ‘alaihi salam:
Dan Nabi Sulaiman mewarisi (pangkat kenabian dan kerajaan) Nabi Daud. (QS An Naml 27:16)
Demikian juga, apabila Allah hendak menerangkan bahawa Muhammad adalah RasulNya, Allah menerangkannya dengan jelas lagi tepat sebagaimana firman-Nya:
Muhammad ialah Rasul Allah (QS Al Fath 48:29)
Hakikatnya kita tidak mendapati di dalam Al Qur’an ayat yang berbunyi umpama: “Wahai ‘Ali dan keturunanmu dari husein ! Sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian khalifah di bumi ini…” atau: “ ‘Ali dan keluarganya mewarisi kepimpinan Rasulullah” atau: “ ‘Ali bin Abi Thalib ialah Khalifah Allah sesudah Muhammad.” atau apa-apa yang lain semisal dengan itu. Ini tidak lain menunjukkan bahwa Allah memangnya tidak berkehendak menetapkan kewajiban bahwa ‘Ali dan keturunannya harus sebagai khalifah umat Islam sesudah Rasulullah.
on December 15, 2010 at 7:45 am | Replysaiful anwar
@sandi
menggunakan aql itu sangat penting, berfikirlah secara holistik dan jangan secara parsial. Kalau anda menganggap bahwa 2 hadist itu sahih, saya hanya ingin mengatakan bahwa ketetapan Allah SWT terhadap Imamah/Kepemimpinan Islam sejak dulunya hingga hari kiamat itu sudah jelas dan pasti, yakni;
1) Berdasarkan penunjukan langsung dari Allah SWT, atau Nabi-Nya (sebagaimana dicontohkan juga oleh Nabi Daud AS. Sebagaimana anda kutip bahwa Sulaiman AS sebagai pewaris Nabi Daud AS) – baca juga ayat ketika Nabi Daud AS menunjuk langsung orang kepercayaannya.
2) Imamah hanya dianugerahkan berdasarkan pewarisan Dzurriyat yang tidak zalim. Sebagaimana dikabulkannya do’a Ibrahim AS (QS 2:124).
Makna dzurriyat ini berarti pastinya Imamah Ahlul Bait dari Nabi Ibrahim AS terus berlanjut kepada Rasulullah SAW dan Imam ‘Ali AS, dan hingga hari Kiamat diemban oleh Imam Mahdi AS yang merupakan dzurriyat dari Sayyidah Fathimah SA, sebagaimana 2 hadist tsb. yang menyatakan demikian.
Saya hanya ingin menegaskan bahwa prinsip penulis (Abu hanan) diatas telah diluruskan oleh nash-nash Al Qur’an dan Hadist Nabi SAW.

Khususnya yang ini, saya kutip lagi deh……..

____________________________________________
………………………….. Semua ini tiada yang berbentuk mengkhususkan dan menetapkan khalifah ke pada Ahlul Bait beliau. Maka di atas ketiadaan ini, Ahlussunnah tidak mengkhususkan dan menetapkan jabatan khalifah kepada Ahlul Bait karana setiap dalil hendaklah diambil berdasarkan bentuknya yang asal tidak disimpangkan, kecuali jika ada petunjuk lain yang mengubah bentuk tersebut.
____________________________________________
Jadi tolong anda pahami dulu prinsip-prinsip Allah SWT dalam persoalan Imamah/Khalifah ini, secara menyeluruh, sebab sunnatullah itu tidak berubah.
Saya kira banyak yang belum memahami bahwa Muhammad SAW selain beliau SAW mengemban misi Kenabian/Kerasulan, beliau juga adalah seorang Khalifah, seorang Waliy dan juga seorang Imam.
Apakah anda tidak menggunakan aql?
@Saiful,
Yang tidak menggunakan akal itu anda, kok ga ngrasa sich :mrgreen:
Jika anda menggunakan akal sehat, coba tampilkan saja di ayat Al-Qur’an atau hadits yang mana yang menyebutkan tentang Imam 12 secara lengkap spt versi syi’ah?
Hakikatnya kita tidak mendapati di dalam Al Qur’an ayat yang berbunyi umpama: “Wahai ‘Ali dan keturunanmu dari husein ! Sesungguhnya Kami telah menjadikan kalian khalifah di bumi ini…” atau: “ ‘Ali dan keluarganya mewarisi kepimpinan Rasulullah” atau: “ ‘Ali bin Abi Thalib ialah Khalifah Allah sesudah Muhammad.” atau apa-apa yang lain semisal dengan itu. Ini tidak lain menunjukkan bahwa Allah memangnya tidak berkehendak menetapkan kewajiban bahwa ‘Ali dan keturunannya harus sebagai khalifah umat Islam sesudah Rasulullah.
Belum lagi pertanyaan kenapa harus keturunan Husein, bukannya keturunan Hasan?, kenapa harus Ja’far Ash Shodiq bukan Ismail? Terus mana mereka pernah memimpin Umat ini? menjadi khalifah yg memimpin umat? seperti Daud, Sulaiman maupun Nabi Muhammad SAW, atau khulafaur rasyidin? tunjukkan dalil yang jelas! yg jelas sejelas matahari!
Jika tidak ada, maka Imamah Ala Syi’ah yg katanya kalo orang mengingkari-nya kafir adalah BATHIL! hanya angan-angan syi’ah saja. Sadarlah, argumentasi anda itu sangat lemah dan penuh dengan kira2 serta angan2 yang tidak pasti! sangat gampang diruntuhkan oleh lawan diskusi anda, Pikir pakai akal, jangan biarkan virus rafidhah merusak akal sehat anda! jangan mau dibodohi oleh kaum rafidhah!
ini strategi mengalihkan persoalan…, he he….
eh….. sandi, saya bahas apa, anda tanggapi yang mana, gak jelas.
ya step by step donk, kalo memang anda punya aql.
kita bahas dulu prinsip2 Allah SWT dalam persoalan Imamah/Khalifah ini, secara menyeluruh, sebab sunnatullah itu tidak berubah.
jangan hanya sok pintar, tunjukan saja yang mana tulisan2 saya yang salah, dan mana yang benar menurut anda.
Saya sudah sampaikan berkali-kali, silahkan tunjukkan saja mana ayat yang dengan jelas menyebutkan tentang 12 Imam yang dianggap sebagai akidah oleh syi’ah dan kafir bagi yang mengingkarinya, sebagaimana Allah menunjuk Ibrahim, Daud, Sulaiman, Nabi Muhammad SAW. Karena akidah adalah permasalahan yang sangat esensi, maka dalil harus jelas dan tidak ada celah bagi para penolaknya. Sedangkan argumentasi anda hanya berputar-putar penuh dengan kesimpulan2 yg berdasarkan perkiraan, dugaan, perasaan dan angan2 yang dengan mudah dapat dipatahkan oleh siapapun yang berakal sehat.
on December 22, 2010 at 8:36 am | Replysaiful anwar
Kalau memang anda punya aql sehat………, seharusnya anda concern saja dengan tulisan/makalah Abu Hannan diatas.
Saya disini hanya menaggapi tulisan/makalah tsb diatas saja, jadi tidak membahas soal pandangan Syiah atau Ahlus Sunnah, he he he……
Saya hanya menunjukkan bahwa pernyataan Abu Hannan ini:

saya kutip lagi:

———————————————————————–
………..Demikian juga, tidak ada satupun hadis sahih yang menerangkan hak kepimpinan Ahlul Bait ke atas umat Islam.
———————————————————————–
bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan nash/dalil hadist Nabi SAW. dibawah ini.

Ok deh, nih saya kutip lagi:

———————————————————————-
1) Diriwayatkan dari Ummu Salamah RA bahwa ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Al Mahdi dari keturunan Fathimah.” (HR Abu Dawud No. 4284, Ibnu Majah No. 4086 dan dinyatakan sahih oleh Al Bani dalam Shahih Ibnu Majah No. 3301 dan Al Jami’ Ash Saghiir No. 6610.)
2) Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud RA. bahwa ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Dunia tidak musnah kecuali orang Arab dikuasai seorang lelaki dari Ahlul Baitku yang namanya sama dengan namaku.” (HR At Tirmizdi no. 2230 dan dinyatakan sahih oleh Al Bani dalam Shahih At Tirmidzi No. 1818)
Jadi persoalan ini bukan pandangan Syiah atau Ahlus Sunnah. Ini ada lah persoalan amar makruf nahi munkar dalam Islam.
Nampaknya anda ini sok pintar dan selalu merasa paling benar, dan juga merasa berakal sehat lagi, hi hi hi…..
Saiful,
Anda mesti memahami dulu kalimat Abu Hannan di atas dengan baik..
………..Demikian juga, tidak ada satupun hadis sahih yang menerangkan hak kepimpinan Ahlul Bait ke atas umat Islam.
Saya ingin tanya, apakah keturunan ahlul bait itu disebut juga ahlul bait? Imam Mahdi adalah keturunan (Dzuriyat) ahlul bait, Anda bisa bedakan ga sih antara Ahlul Bait dan Keturunan Ahlul bait? apakah orang-orang yang silsilah-nya bertemu dengan ahlul bait disebut ahlul bait? ataukah disebut dzuriyat?
Kemudian, apakah hadits2 yg anda sebutkan adalah sebagai dalil pengkhususan bahwa hanya ahlul bait yang berhak memimpin umat Islam sedangkan yang lain tidak berhak? padahal Nabi SAW di dalam hadits tsb hanya bersabda untuk khalifah terakhir adalah Imam Mahdi keturunan Ahlul Bait beliau, tetapi beliau tidak mengatakan bahwa khalifah harus-lah dari ahlul bait.
on December 29, 2010 at 8:43 am | Replysaiful anwar

@sandi menulis….

———————————————————————-
Anda mesti memahami dulu kalimat Abu Hannan di atas dengan baik..

………..Demikian juga, tidak ada satupun hadis sahih yang menerangkan hak kepimpinan Ahlul Bait ke atas umat Islam.

———————————————————————
disitu ada kalimat-kalimat:
1) tidak ada satupun hadist sahih —–> eee taunya ada hadist sahih, malah lebih dari satu he he ehe…….
2) hak kepemimpinan atas ummat Islam —–> ummat Islam itu sudah ada sejak dulu hingga hari kiamat bung……
Kalau Abu Hannan meniadakan kepemimpinan Ahlul Bait ke atas umat Islam, berarti Abu Hannan belum pernah baca hadist tentang Hak Kepemimpinan Ahlul Bait Rasulullah SAW.
Mengenai pertanyaan anda, itu sudah terjawab oleh Rosul SAW, kenapa harus tanya saya, saya gak tau apa-apa, saya tau karena membaca Hadist sahih tsb. hi hi hi…..
makanya anda baca itu pake aql sehat donk……….., ini saya kutipin lagi dari hadist 1 & 2.
1) ….“Al Mahdi dari keturunan Fathimah.” —–> ini bermakna bahwa Al Mahdi adalah dzurriyyah Rasul SAW, dengan demikian Al Mahdi silsilahnya nyambung juga sampe ke Ibrahim AS.

2) ……..dikuasai seorang lelaki dari Ahlul Baitku…. ——–> berarti “Lelaki tsb” (yakni Imam Mahdi) disebut oleh Rasulullah SAW sebagai “Ahlul Baitku”.

“Ku” disitu adalah Rasulullah SAW, dengan demikian Imam Mahdi disebut oleh Rasul SAW sebagai Ahlul Bait juga.
Jadi 2 hadist itulah yang menjawab pertanyaan anda dengan sejelas-jelasnya…..
Halooooooo……., dimana fithrah, kehanifan dan aql sehat anda?
Saiful,
Mestinya yg harus menggunakan akal yang jernih, Jelas sekali ke dua hadits tersebut saling menjelaskan bahwa Imam Mahdi adalah keturunan (dzuriyat) ahlul bait Nabi SAW yaitu Fathimah, makanya nabi SAW mengatakan : seorang lelaki dari ahlul baitku artinya seorang lelaki keturunan/dzuriyat ahlul baitku sebagaimana dijelaskan oleh hadits yang lainnya. gimana sih.. :mrgreen:
Kemudian, apakah hadits2 yg anda sebutkan adalah sebagai dalil pengkhususan bahwa hanya ahlul bait yang berhak memimpin umat Islam sedangkan yang lain tidak berhak? padahal Nabi SAW di dalam hadits tsb hanya bersabda untuk khalifah terakhir adalah Imam Mahdi keturunan Ahlul Bait beliau, tetapi beliau tidak mengatakan bahwa khalifah harus-lah dari ahlul bait.
Jawab saja pertanyaan saya ini dengan jelas jika anda mempunyai akal yang sehat :)
Itulah yang dimaksud Abu Hannan, memang tidak ada satu dalil pun yg mengatakan hak kekhalifahan itu harus di tangan ahlul bait. sedangkan hadits2 yg anda sebutkan hanya menginformasikan bahwa di akhir jaman ada seorang khalifah/imam mahdi dari keturunan Ahlul Bait beliau. sedangkan sebelum Imam Mahdi terdapat beberapa khalifah dan beliau tidak mengatakan bahwa mereka adalah dari kalangan keturunan ahlul bait beliau dan kenyataannya tidak semua dari kalangan keturunan ahlul bait, beliau hanya mengatakan dari Quraisy.
عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ كَتَبْتُ إِلَى جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ مَعَ غُلَامِي نَافِعٍ أَنْ أَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَكَتَبَ إِلَيَّ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ جُمُعَةٍ عَشِيَّةَ رُجِمَ الْأَسْلَمِيُّ يَقُولُ لَا يَزَالُ الدِّينُ قَائِمًا حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ أَوْ يَكُونَ عَلَيْكُمْ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ عُصَيْبَةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَفْتَتِحُونَ الْبَيْتَ الْأَبْيَضَ بَيْتَ كِسْرَى أَوْ آلِ كِسْرَى
Daripada ‘Amir bin Sa’ad bin Abi Waqqas katanya, saya menulis kepada Jabir bin Samurah bersama hambaku Nafi’ supaya engkau ceritakan kepadaku sesuatu yang engkau mendengarnya daripada Rasulullah s.a.w., Dia (‘Amir) berkata, “lalu dia (Jabir) menulis kepadaku, “aku mendengar Rasulullah s.a.w. pada hari Jumaat ……….. yang direjam Ma’iz al-Aslami bersabda, “agama ini akan terus teguh sehingga berlakunya kiamat agau sehingga kamu dikuasai oleh dua belas orang khalifah, mereka semuanya dari Quraisy”. Aku mendengarnya bersabda lagi, “satu kelompok dari orang-orang Islam akan menakluk rumah putih iaitu rumah (kerajaan) Kisra atau keluarga Kisra”.(Hadith Riwayat Muslim)

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ قَالَ قَاعَدْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ خَمْسَ سِنِينَ فَسَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
HR. Bukhari
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam besabda: “Bani Isra’il kehidupan mereka selalu didampingi oleh para Nabi, bila satu Nabi meninggal dunia, akan dibangkitkan Nabi setelahnya. Dan sungguh tidak ada Nabi sepeninggal aku. Yang ada adalah para khalifah yang banyak jumlahnya”.
Tapi yang sesuai manhajnya para Nabi cuman dikit, liat lagi dimari,

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ حَدَّثَنِي دَاوُدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنِي حَبِيبُ بْنُ سَالِمٍ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ

كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ بَشِيرٌ رَجُلًا يَكُفُّ حَدِيثَهُ فَجَاءَ أَبُو ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيُّ فَقَالَ يَا بَشِيرُ بْنَ سَعْدٍ أَتَحْفَظُ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأُمَرَاءِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ أَنَا أَحْفَظُ خُطْبَتَهُ فَجَلَسَ أَبُو ثَعْلَبَةَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
HR. Ahmad
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan berlangsung kenabian di tengah tengah kalian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki, lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya. Kemudian berlangsung kekhilafahan menurut sistim kenabian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya. Kemudian berlangsung kerajaan yang bengis selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya. Kemudian berlangsung pemerintahan yang menindas selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya. Kemudian akan berlangsung kembali ke khalifahan menurut sistim kenabian. Kemudian beliau berhenti”.
Berpikirlah wahai yg punya akal sehat jgn jumud.
on December 30, 2010 at 3:17 am | Replysaiful anwar

@sandi menulis

———————————————————————–
Mestinya yg harus menggunakan akal yang jernih, Jelas sekali ke dua hadits tersebut saling menjelaskan bahwa Imam Mahdi adalah keturunan (dzuriyat) ahlul bait Nabi SAW yaitu Fathimah, makanya nabi SAW mengatakan : seorang lelaki dari ahlul baitku artinya seorang lelaki keturunan/dzuriyat ahlul baitku sebagaimana dijelaskan oleh hadits yang lainnya. gimana sih.. :mrgreen:
———————————————————————-
Lhoooooo……, kenapa anda tanya? padahal anda mengaku sudah paham, mubazzdir………hi hi hi….

Nih…. saya kutip lagi pertanyaan anda:

———————————————————————-
Saya ingin tanya, apakah keturunan ahlul bait itu disebut juga ahlul bait? Imam Mahdi adalah keturunan (Dzuriyat) ahlul bait, Anda bisa bedakan ga sih antara Ahlul Bait dan Keturunan Ahlul bait? apakah orang-orang yang silsilah-nya bertemu dengan ahlul bait disebut ahlul bait? ataukah disebut dzuriyat?
———————————————————————-
Dan anda perlu ingat disini saya hanya menaggapi inti tulisan Abu Hannan, yang menyatakan:
…….tidak ada satupun ayat yang secara khusus membicarakan hak kekhalifahan Ahlul Bait ke pada umat Islam ini. Demikian juga, tidak ada satupun hadis sahih yang menerangkan hak kepimpinan Ahlul Bait ke atas umat Islam.
Padahal 2 hadist sahih itu, merupakan ketetapan Allah dan Rasul-Nya mengenai hak kepimpinan Ahlul Bait ke atas umat Islam.
Jadi hak kepemimpinan Ahlul Bait terhadap ummat Islam jelas ada kan?
Itu saja dulu, he he he………


…….tidak ada satupun ayat yang secara khusus membicarakan hak kekhalifahan Ahlul Bait ke pada umat Islam ini. Demikian juga, tidak ada satupun hadis sahih yang menerangkan hak kepimpinan Ahlul Bait ke atas umat Islam.
Padahal 2 hadist sahih itu, merupakan ketetapan Allah dan Rasul-Nya mengenai hak kepimpinan Ahlul Bait ke atas umat Islam.
Jadi hak kepemimpinan Ahlul Bait terhadap ummat Islam jelas ada kan?
Sekali lagi anda masih belum memahami kalimat Abu Hannan di atas, memang benar tidak ada satu ayat ataupun hadits yang secara khusus membicarakan hak kekhalifahan ahlul bait, artinya tidak ada satu dalil pun mengatakan bahwa khalifah itu harus (hak) dari ahlul bait, jadi bisa siapa saja asal dari Qurays gitu loh mas. dan hadits2 yg anda sebutkan tidak relevan dengan apa yg dimaksud Abu Hannan.
on December 30, 2010 at 5:04 am | Replysaiful anwar
@sandi…. saya baca seluruhnya tulisan Abu Hannan diatas, bahwa Abu Hannan meniadakan samasekali hak Ahlul Bait dalam kepemimpinan , harusnya anda baca keseluruhannya.

anda menulis seperti ini

———————————————————————
……………., artinya tidak ada satu dalil pun mengatakan bahwa khalifah itu harus (hak) dari ahlul bait, jadi bisa siapa saja asal dari Qurays gitu loh mas. dan hadits2 yg anda sebutkan tidak relevan dengan apa yg dimaksud Abu Hannan.
———————————————————————
Ok sekarang saya tanya aja deh:
1) Kenapa anda tidak menyatakan setuju, dengan hak kepemimpinan Imam Mahdi diakhir zaman, yang jelas sudah ditetapkan Nabi SAW?
2) Khalifah/Imam boleh siapa saja asalkan dari Quraisy, tolong dalil Qur’annya mana?
3) Hadist2 yg saya sebutkan tidak relevan dengan tulisan Abu Hannan, maksudnya bagaimana?
@Saiful,
1) Kenapa anda tidak menyatakan setuju, dengan hak kepemimpinan Imam Mahdi diakhir zaman, yang jelas sudah ditetapkan Nabi SAW?
Siapa yang tidak menyatakan setuju dengan hak kepemimpinan Imam Mahdi diakhir zaman, yang jelas sudah ditetapkan Nabi SAW? Saya tidak pernah mengatakan tidak setuju, baca lagi donk!
2) Khalifah/Imam boleh siapa saja asalkan dari Quraisy, tolong dalil Qur’annya mana?
Ini nih gaya ente yang plin plan, padahal sudah dikasih hadits shahih, katanya anda yakin akan hadits shahih? ternyata ente masih ga terima juga dg berbagai alasan, Bukankah anda pernah menyinggung bahwa Imam harus dari keturunan Ibrahim yg ayatnya terdapat dalam Al-Qur’an? bukankah Quraysi juga keturunan Ibrahim AS?
3) Hadist2 yg saya sebutkan tidak relevan dengan tulisan Abu Hannan, maksudnya bagaimana?
Waduh gimana ngejelasinnya ya biar ente paham??
Hahahaha..ya gini ini hasil dari orang yg KURANG RASA CINTANYA kepada Rosulullah dan jauh dari dzuriyyatnya trs sok pintar jabarin hadist..
Hadist seperti itu di bilang hadist motivasi dan ramalan,wakakakakakakakak..lelucon apalagi ini,emangnya Rosulullah tukang ramal atau di utus untuk meramal ??
Dan kalo untuk motivasi,lebih gak mungkin lagi..emangnya ummat Rosulullah pada saat itu hanya orang2 quraisy saja? Hingga hanya mereka saja yg dimotivasi atau di support..?? G adil bgt,hahahaha..
Itu hadist ciri2 atau petunjuk,agar ummatnya di kemudian hari bisa mengenali siapa 12 pemimpin itu..sama seperti hadist2 tentang ciri2 atau tanda2 kiamat..belum terjadi cuma sudah di beri petunjuk agar ummat ini berfikir dan dapat mengenali tanda2nya..
Alaydrouz

Soal ahlil bait..seluruh keluarga dari rumah Rosulullah dan keturunan beliau adalah ahlil bait(arti jamak).

Dan di khususkan artinya dengan hadist doa Rosulullah dalam kisah ahlil kisa’..
Imam mahdi,dll termasuk ahlil bait,tapi tidak termasuk dalam ahlil kisa’(arti khusus)

Dalam hadist tsaqalain juga di sebutkan bahwa Al-Qur’an dan ahlil bait tidak akan terpisah hingga akhir zaman.

Mudah2an penjelasan ini bermanfaat bagi semua..amin3x
on January 14, 2011 at 4:05 am | Replysaiful anwar

kutip

———————————————————————
Ini nih gaya ente yang plin plan, padahal sudah dikasih hadits shahih, katanya anda yakin akan hadits shahih? ternyata ente masih ga terima juga dg berbagai alasan, Bukankah anda pernah menyinggung bahwa Imam harus dari keturunan Ibrahim yg ayatnya terdapat dalam Al-Qur’an? bukankah Quraysi juga keturunan Ibrahim AS?
———————————————————————
Alhamdulillah, kalau anda sudah paham QS 2:124, tapi anda lupa bahwa kriteria Imamah/Khalifah yang Allah tetapkan pada ayat itu adalah :
1) Dzurriyyah – yakni keturunan dari Quraisy itu betul….,
Tapi bukan sekedar suku bangsa Quraisy saja mas…, karena Quraisy itu terdiri lagi dari banyaknya Bani-Bani. Tentunya Allah SWT memilih yang terbaik diantara Bani-Bani yang ada pada suku bangsa Quraisy, dan ini ada nashnya (hadist sahih)
2) Disamping itu juga, yang lebih prinsip adalah dzurriyyah Ibrahim yang tidak Zhalim.
Oleh karena itulah yang mengetahui siapa-siapa keturunannya yang tidak zhalim tentunya Allah SWT dan RasulNya dong…..
Maka dengan demikian Imam/Khalifah/Waliy Allah dimuka bumi ini adalah melalui Penunjukan/Pewarisan atau Wasiat, dan yang melakukan hal tersebut adalah hak Allah dan RasulNya saja. Tuh kalo mau bukti sebagian ayatnya sudah dikutip oleh Abu Hannan diatas. Allah menunjuk Daud AS. Daud mewarisi Sulaiman AS. Baca mas……..

anda gak sadar kalo nulis ini…..

———————————————————————-
……….. dan hadits2 yg anda sebutkan tidak relevan dengan apa yg dimaksud Abu Hannan.
lalu anda jawab:

Waduh gimana ngejelasinnya ya biar ente paham??

———————————————————————
Lhaa nte ini cuma sombong doang, ngrasa sok paham, tapi pernyataan anda ini rancu.

Ini saya kutip juga pernyataan Abu Hannan yang rancu:

——————————————————————-
Perhatikan siapa nama dan tempat yang akan memerintah sebagai khalifah bermanhaj kenabian tidak disebut oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam
——————————————————————–
Kalau memang anda sudah setuju dengan nash 2 hadist terkait kepemimpinan akhir zaman oleh Ahl al Bait, logikanya ya sudah jelas dong……. itu sangat relevan dengan topik yang dibahas Abu Hannan.
Sebab, hadis adanya 12 khalifah pelanjut Rasulullah SAW itu masanya hingga akhir zaman, berarti Khalifah/Imam terakhirnya adalah Imam Mahdi dari dzuriyyat Rasulullah SAW.
Jadi kesimpulan saya terhadap makalahnya Abu Hannan diatas adalah tidak berdasarkan penelaahan yang luas dan mendalam terhadap Al Qur’an dan Hadist. Bukannya menjelaskan tapi justru mengaburkan prinsip dalam Islam.
Cukup sekian @sandi dan mohon maaf, saya malas berdiskusi dengan anda lagi, karena anda tidak fokus dengan topik-topik yang dibahas, malah justru yang anda soroti adalah orangnya bukan dalil/hujjahnya.
Salaam wa rahmah.
Berawal dari kebingungan akidah sehingga bingu juga dalam memahami hadis dua belas khalifah setelah nabi. Sungguh mengherankan keyakinan Anda.Bahkan mengira nabi hanya mengira-ngira dan sebuah ramalan. Allahu akbar.
Walaupun demikian, ini bukan yang pertama. Nabi Yakub a.s. memiliki 12 putra. Nabi Isa a.s. dengan 12 hawariyun. Kaum Nabi Musa a.s. terheran-heran dengan 12 mata air yang memancar.
Semua nabi dan pelanjutnya memiliki nasab yang bersambung. Sekarang, ketika Rasulullah saw. memiliki 12 pelanjut dengan nasab bersambung, heran dan bingung menjelaskan sabda beliau, sehingga memaksakan takwilnya bahkan menuduh beliau meramal dan mengira-ngira.
Sungguh, yang keluar dari lisan beliau tiada lain hanyalah wahyu. Wasalam.
Silahkan tunjukkan dalil bahwa 12 orang khalifah yang dimaksud adalah 12 imam syi’ah.

Hahaha,,, lucu2,,, makalah’y,,

bikin perut ketawa,,, kwkwkwkw
eh,, salah,, perut mulez,,, hohoho
Aduh,, gawat,, Nabi ajah di kira peramal,, bagai mana umat’y nanti klu Nabi seorang Peramal,,, hueh hueh hueh
gaya bicara’y sok pinter, tp tanya2 mulu,,, HawduHHH,,,
jangan pke tanya2 coba,, berikan hujjah/argumen ente yg cerdas,,
tau gak sih,, hujjah ente bikin pembaca bingung,, tp ada mending’y,, hujjah ente lucu2 banget,,,, hohoho
“Eling eling ojo di lali lali wasiat penting tinggalane kanjeng Nabi cacahe loro kang wajib di gondeli kitab Al Qur’an lan Ahlul Bayt ingkang suci”.
orang syiah memang tidak akan paham dan tidak akan menerima apa yang disampaikan kepada mereka. karena kehadiran mereka memang untuk merusak islam sebagaimana pengasas syiah itu sendiri, ibnu saba’. tetapi dari penjelasan sahabat salafi setidaknya banyak hikmah dan pelajaran untuk orang awam bahwa begitu lemahnya hujah orang syiah dan begitu kerasnya kepala dan hati mereka.
hanya untuk menjawab soal dari saudara alfanarku, orang syiah biasanya akan menjawab sebagai berikut dibawah ini, yaitu dengan dalil tetapi dengan paham mereka juga tanpa merujuk kepada hadis yang shahih

, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya dan taati pula Ulil Amri (para Imam) di antara kalian.” (QS. An-Nisa’: 59)

Secara tegas Allah SWT mewajibkan semua orang-orang yang beriman untuk mentaati “Ulil Amri” secara mutlak. Dan, menaati mereka sama dengan mentaati Rasulullah saw. Sekaitan dengan turunnya ayat di atas, Jabir bin Abdillah bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang wajib ditaati seperti yang diisyaratkan dalam ayat ini?”
Rasulullah saw menjawab, “Yang wajib ditaati adalah para khalifahku wahai Jabir, yaitu para imam kaum muslimin sepeninggalku nanti. Imam pertama mereka adalah Ali bin Abi Thalib, kemudian Hasan, kemudian Husein, kemudian Ali bin Husein, kemudian Muhammad bin Ali yang telah dikenal di dalam kitab Taurat dengan nama “Al-Baqir” dan engkau akan berjumpa dengannya wahai Jabir. Apabila engkau nanti berjumpa dengannya, maka sampaikanlah salamku kepadanya. Kemudian setelah itu As-Shadiq Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali, kemudian yang terakhir ialah Al-Mahdi bin Hasan bin Ali sebagai Hujjatullah di muka bumi ini dan Khalifatullah yang terakhir.”[Rujuk ke Ghayah al-Maram, jilid 10, hal. 267, Itsbat al-Hudat, jilid 3/123 dan Yanabi’ al-Mawaddah, hal. 494.]

@alfanar ku

hadits ttg 12 imam n dgn nama2nya bukan cuma milik syiah ahlu sunnah pun memiliki hadits tsb.
tp sy akui anda berani membuka perkara ini,yg justru disini kelemahan ahlu sunnah,kelemahan nya hanya tidak konsukwen saja dlm menjalankan hadits2 keutamaan dr ahlulbait,
Tp alhamdulillah msh ada juga dr kalangan ahlusunah,yg masih mengakui keutamaan ahlulbait diatas ummat yg lain.walaw sedikit

pertanyaanku, siapa mereka 12 kholifah setelah nabi menurut hadits: Akan ada 12 khalifah…….?

mohon dijelaskan sesuai syar’i
sy telah mengikuti semua diskusi dari artikel yg sy baca di blog ini….(diskusi antara saudara2 dr pihak Syiah dan yg bukan Syiah) yg kemudian sy mengambil kesimpulan sementara, (maksudnya kesimpulan sementara berdasarkan pengamatan sy dari dialog dalam diskusi)
sy hanya seorang yg berusaha mencari kebenaran (berdasarkan diskusi di blog ini) antara apa2 yg dijelaskan oleh sodara2 dari pengikut syiah dgn sodara2 yg diluarnya…
sy bukan org yg jago berdebat, dan sy hanyalah org yg awam dalam hal yg dipermasalahkan diatas maupun yg dipermasalahkan di topik2 yg lain.
dan jujur dari awal sy menyimak semua dialog org2 disini sy selalu menempatkan diri sy dalam keadaan Netral senetral-netralnya krn tujuan sy bener2 mencari pencerahan…
dan berdasarkan pengamatan sy sebagai penyimak sampai bahasan diatas… sodara2 dr syiah tidak segamblang dan sejelas sodara2 yg bukan syiah dalam memberi penjelasan…baik itu tentang penjelasan yg berdasarkan pd Hadist apalagi yg berdasar pd Al Quran…
Maksudnya… penjelasan sodara2 yg bukan syiah lebih cendrung memberikan sy pemahaman dgn jelas dan mudah dicerna, artinya argument sodara2 yg bukan syiah selalu menyajikan penjelasan yg disertai dgn Dalil yg kuat, analogi yg masuk akal, berdasarkan Hadist2 dan ayat2 Al Quran yg dijelaskan begitu jelasnya dan mudah dipahami maksudnya…
sementara sodara2 yg dari syiah cenderung memberikan penjelasan yg berputar-putar, cenderung membingungkan dan malah kadang keterangan yg sebelumnya malah dibantahkan sendiri dengan keterangan berikutnya…
terlalu berputar dan kadang malah kesannya memutar sebuah argumen yg sebenarnya sudah terjawab dgn jelas…
sederhananya gini…. argument dr saudara yg bukan syiah cenderung lebih mudah dipahami krn dalil yg diajukan dan dengan penjelasan yg begitu jelas
sedangkan argumen saudara yg syiah… dalil yg diajuin kadang terbantah sendiri dengan penjelasannya… sehingga kadang timbul penjelasan yg rancuh, kesan mengelak dgn argumen baru hanya utk menutupi jawaban yg udah mulai terbaca…
setidaknya itu kesimpulan yg bisa sy ambil sementara dari diskusi2 di dalam blog ini, tentunya bukan cuman dari bahasan ini saja…. tp itu belum membuat sy mencapai sebuah kesimpulan secara umum dari apa yg sy ingin tau tentang syiah… artinya sy masih netral dalam menilai sodara2 yg syiah…
Kedudukan Perintah Berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah lebih kuat dibandingkan Al-Qur’an dan Ahlul Bait
September 28, 2011 by alfanarku
Tentunya kita sering membaca artikel-artikel dari kalangan syi’ah yang mengolok-olok ahlus sunnah dengan mengatakan bahwa hadits perintah berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah kedudukannya adalah lemah, sedangkan hadits tsaqalain yaitu Al-Qur’an dan Ahlul Bait kedudukannya shahih, sehingga mereka mengatakan bahwa ahlus sunnah sebenarnya tidak punya pegangan yang kuat.
Mungkin jika kita kurang berfikir kritis, kita akan langsung mengiyakan hal tersebut, padahal perintah untuk berpegang teguh kepada As-Sunnah adalah perintah Allah yang banyak sekali disebutkan dalam Al-Qur’an, sehingga kedudukannya jauh lebih kuat dibandingkan hadits tsaqalain. Sedangkan hadits tsaqalain sendiri pada kenyataannya adalah perintah untuk berpegang teguh kepada Kitabullah dan perintah untuk memperhatikan ahlul bait.
Lalu apa yang dimaksud dengan sunnah disini? As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri (pensyariatan) bagi ummat Islam (Qawaa’idut Tahdits (hal. 62), Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Ushul Hadits, Dr. Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, cet. IV Darul Fikr 1401 H, Taisir Muthalahil Hadits (hal. 15), Dr. Mahmud ath-Thahhan)
Contoh-contoh ayat Al-Qur’an yang memerintahkan untuk berpegang kepada As-Sunnah
“Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang ia kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan mendapatkan siksa yang menghinakan.” (Q.S. An Nisa’: 13-14)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki maupun perempuan mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketetapan dalam urusan mereka, mereka memilih pilihan lain. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia telah nyata-nyata sesat.”(Q.S. Al Ahzab: 36)
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q.S. An Nisa’: 69)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” 
(QS. Al Ahzaab: 21)
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka(Q.S. An Nisa’: 80)
Dan masih buaaanyak lagi…
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Abu Hurairah).

 “Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam sementara seburuk-buruk perkara adalah hal-hal yang diada-adakan, dan setiap hal yang diada-adakan itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah sesat dan setiap kesesatan itu berada di neraka.”  (HR. an-Nasa`i)
“Orang yang berpegangan kepada sunahku pada saat umatku dilanda kerusakan maka pahalanya seperti seorang syahid.”  (HR. Ath-Thabrani)

 “Berpegangteguhlah kalian dengan Sunnah-ku dan sunnah para Khulafa Rasyidin yang mendapat petunjuk (setelahku).”  (HR. Al-‘Irbadh bin Sariyah)
“Hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk (Allah). Peganglah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham dan jauhilah ajaran-ajaran yang baru (dalam agama) karena semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
“Barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku maka dia bukan golonganku.” (HR. Bukhari)
Kesimpulan : Berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah diperintahkan oleh Allah dalam Kitabullah, dan Rasul-Nya dala hadits-hadits beliau, sehingga jika kita berpegang kepada Kitabullah, secara otomatis kita wajib berpegang kepada Sunnah Rasul shalallahu ‘alaihi wasalam, hal ini menunjukkan perintah berpegang kepada sunnah bersamaan dengan Kitabullah adalah sangat kuat, bahkan seandainya tidak ada satu hadits pun yang memerintahkan hal ini, cukuplah perintah ini kita dapatkan dari Al-Qur’an.
Wassalam
Related
Posted in analisa | Tagged As-Sunnahberpegang kepada kitabullah wa sunnahtsaqalain | 23 Comments
23 Responses
Salaam @alfanarku
Kenapa anda tidak mencantumkan QS 4:59 ???
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Wahai orang-orang yang beriman! taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Justru ayat inilah pamungkasnya, berpegang teguh intinya adalah ketaatan kepada Ulil Amri dari pasca Rasul SAW wafat hingga akhir zaman, yang akan memimpin orang2 beriman untuk menegakkan keadilan.
Ulil Amri inilah yang menjabarkan Kitabullah dengan sebenar-benarnya. Jadi walau berbeda antara Sosok Ulil Amri dan Kitabullah, namun keduanya wajib dipegang teguh dan ditaati.
Siapakah ulil Amri akhir Zaman? Berdasarkan hadist sahih dialah Imam Muhammad Al Mahdi. Dan beliau adalah dari Ahl Al Bait (dari dzurriyyah Fathimah Az Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib).
Ini membuktikan bahwa Ulil Amri yang haq adalah dari kalangan Ahlul Bait yang diawali oleh Imam Ali AS (silakan anda telusuri bahwa Imam Ali AS bersambung ke Ibrahim AS) dan diakhiri Imam Mahdi keturunannya.
Sunnatullah tidak akan berubah,

Para Nabi dan Rasul-Nya (termasuk Muhammad SAW) adalah hamba2 pilihan Allah – yang merupakan ahlul Bait yng berkesinambungan dengan Ibrahim AS.

Silakan anda telusuri…….
Begitu juga kepemimpinan pasca Rasulullah SAW – mereka adalah ahlul Bait yang pastinya juga bersambung dengan Ibrahim AS.
Silakan anda baca dan cermati sendiri terkait dengan hadist Imam Mahdi yang keturunan dari Fathimah Az Zahra SA, putri Rasulullah SAW otomatis donk…., bersambung dengan Ibrahim AS.
Ini yang namanya Sunnatullah ya akhii……..
Jadi Khalifah2 (Kepemimpinan tertinggi ummat Islam) yang gak nyambung secara langsung berkesimabungan dengan Ibrahim AS itu tidak sesuai/bertentangan dengan Sunnatullah.
Bagaimana bisa kalian ingin berlepas diri dari mentaati Ahlul Bait???
Ya terserah aja siiii…….. yang penting saya sudah menyampaikan.
salaam
on October 1, 2011 at 1:55 am | ReplyHamba Allah

@ Saiful Anwar

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
QS 4:59
Adakah Ulil Amri dalam ayat ini untuk diikuti secara mutlak????

Dlm ayat ini Allah memerintah untuk mentaati Allah dan Rasulnya secara mutlak perhatikan kata perintah أَطِيعُواْ

(taatilah) hanya diikuti sampai Rasul tp untuk Ulil Amri tdk, kita diperintahkan mentaati ulil amri krn terkait dengan ketaatan pada Allah dan RasulNya.. Hal ini jg dipertegas oleh sambungan ayat فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ jika kalian berselisih kembalikan pada Allah dan RasulNya, kalau mengikuti Ulil Amri scr mutlak kenapa tdk disebut untuk dikembalikan kpd Ulil Amri..
on October 1, 2011 at 7:50 am | ReplySaiful Anwar

@Hamba Allah.

1) Nabi/Rasul ditunjuk Allah SWT untuk wajib ditaati.
2) Ketika Rasul SAW yang memiliki mandat penuh dari Allah SWT menunjuk/menetapkan Ulil Amri, maka pada hakikatnya Allah lah yang menunjuk Ulil Amri. Jadi sama kedudukan Wajib taatnya sebagaimana ummat saat itu wajib taat kepada Rasul SAWW.

3) Kalau anda ingin berandai andai menyelipkan kata أَطِيعُواْ

sebelum kata “ulil amri” justru itu merusak kaidah bahasa ayat itu sendiri. Tanya saja kpd yg ahli bahasa Arab!!!

Pada ayat itu terdapat 2 paket ketaatan:

- Ketaatan kepada Allah SWT
- Ketaatan kepada Rasul dan Ulil Amri.
Dengan batasan bahwa ulil amri tidak memiliki jabatan Nabi/Rasul, Ulil Amri hanya menjabarkan agama secara utuh dan membimbing orang2 beriman sesuai yang dikehendaki Allah dan RasulNya.
4) Paket ketaatan kepada Rasul & Ulil Amri dalilnya disamping QS 4:59 itu sendiri yg terlihat pada “wawu athaf” menjelaskan ketaatan mutlak, juga terdapat pada QS 4:83 ; …..”Dan kalau mereka menyerahkannya kapada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang2 yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)”…..
Ayat QS 4:83 inilah yang membuktikan juga bahwa Ulil Amri merupakan rujukan untuk mencari kebenaran setelah Rasulullah SAWW.

أَطِيعُواْ

kenapa harus ada 2 taat?
krn taat kpd allah berbeda dgn taat kpd rosul
knp kpd ulil amri tdk ada kata taat
krn ketaatan kpd rosul n ulil amri adalah sama,sehingga tdk perlu ada kata taat pd ulil amri krn mereka satu kesatuan
ini sesuai dgn dalil quran ttg ayat mubhahalah,ketika ayat tsb menyebut rosul n ali,kalimatnya adalah jiwa2/diri2 kami n jg
hadits rosul saw
إن عليا مني وأنا منه وهو ولي كل مؤمن بعدي
Ali dari Ku dan Aku darinya dan Ia adalah Pemimpin bagi setiap mukmin sepeninggalKu.
To Hamba Allah
Anda benar..
Intinya Ulil Amri dalam ayat tersebut adalah umum dan tidak merujuk khusus pada ahlul bait, setelah wafatnya Nabi SAW terdapat khulafa’ur rasyiddin misalnya, mereka itulah diantaranya yang dimaksud ulil amri minkum (para pemimpin dari kalangan kalian). Bukankah pemilik blog ini sudah menyebutkan haditsnya ;
“Berpegangteguhlah kalian dengan Sunnah-ku dan sunnah para Khulafa Rasyidin yang mendapat petunjuk (setelahku).” (HR. Al-‘Irbadh bin Sariyah)
“Hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk (Allah). Peganglah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham dan jauhilah ajaran-ajaran yang baru (dalam agama) karena semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Khulafaur rasyidin yang kita tahu adalah diantaranya : Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali RA. jadi tidak khusus merujuk pada ahlul bait.
on October 2, 2011 at 11:21 am | ReplySaiful Anwar
@Andro..
Jangan tergesa gesa mengklaim diri merasa benar, sebelum dibenarkan oleh Kitabullah.
Apakah yg anda pahami terkait dengan kekhalifahan/ulil amri itu sudah sesuai dengan ketentuan, kriteria dan syarat2 yang dikehendaki oleh Allah SWT didalam Kitabullah?
Mana dalil ayat yang menyatakan persoalan ulil amri/khalifah setelah Rasul SAW adalah persoalan yg umum?
Cobalah kalian utamakan untuk bertanya kpd Kitabullah terlebih dahulu sebagai sumber utama, setelah jelas prinsipnya didapat dari Kitabullah, baru kita dapat melihat mana hadist2 yg sejalan dengan Kitabullah. Ini metodologi yang benar.
Salaam
@Saiful,
sekilas saya membaca komentar anda di atas:
“Ini membuktikan bahwa Ulil Amri yang haq adalah dari kalangan Ahlul Bait yang diawali oleh Imam Ali AS (silakan anda telusuri bahwa Imam Ali AS bersambung ke Ibrahim AS) dan diakhiri Imam Mahdi keturunannya.”
Bukankah Abu Bakar, Umar dan Utsman juga nasabnya juga bersambung kepada Ibrahim AS? mereka juga dari Quraisy sama seperti Ali ataupun Nabi SAW.
jadi saran saya, anda jangan juga merasa benar sendiri, akan sangat banyak celah & kontradiksi yang akan anda hadapi jika tetap mempertahankan konsep imamah ala syiah itsna atsariyah imamiyah jakfariyah + wilayatul faqih ala khomeini :)
salam
on October 3, 2011 at 7:11 am | ReplyHamba Allah

@saipul

Saya tdk berandai untuk menyisipkan kata أَطِيعُواْ
sebelum “ulil Amri” ttp jika tdk ada faedah diulanginya kata أَطِيعُواْ
sebelum rasul cukuplah kata أَطِيعُواْ
sebelum Allah maka wawu athaf sudah membari faedah pada kita untuk mengikuti Allah, Rasul dan Ulil Amri jika asumsi anda benar, pengulangan tersebut pasti membari faedah yang berbeda karena firman Allah tdklah sia-sia..Jika asumsi anda juga benar kenapa sambungan ayat adalah
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ …Nah sekarang dimana peran ulil amri di sambungan ayat tersebut, kalau perintah untuk taat scr mutlak kpd ulil amri kok kita tidak diperintahkan untuk secara mutlak mengembalikan perselisihan kpd Allah , rasul dan ulil amri
on October 3, 2011 at 8:33 am | ReplyHamba Allah

@aldj : coba baca2 baik ayat pd artikel di atas: (An Nisa :13)

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Di ayat ini Allah menggandengkan kata ketaatan kpd Allah dan rasulNya tanpa adanya pengulangan, dan ayat2 selanjutnya pd artikel di atas jg menunjukkan spt itu dan masih adalagi selain yang disebut pada artikel di atas bagi yang mau membaca Al-qur`an.
Jadi pernyataan anda itu bagaimana korelasinya dengan ayat yang lain??????
@saiful Untuk QS 4:83 kasih dong asbabun nuzulnya (siapa tahu versi temen2 syiah beda :D )?? sehingga bs disinkronkan dengan 4:59 Apakah ulil amri di ayat 4: 83 & 59 harus diikuti secara mutlak!
on October 3, 2011 at 12:41 pm | ReplySaiful Anwar

@toni

Anda pelajari dulu ilmu silsilah para nabi/Rasul, dan posisi suku Quraisy itu seperti apa, baru anda berkesimpulan.

@hamba Allah

Apakah anda tidak dapat memahami pada QS 4:83 Allah menyatakan bahwa Rasul dan Ulil Amri disebut bersama dan sebgai sumber kebenaran?
Bila anda tdk merasa berandai andai untuk menyelipkan kata2 “athi’u”, sungguh sombongnya anda merasa lebih pandai dari Allah SWT yg menurunkan ayat QS 4:59 ya spt itu. Nauzubillaah….
Tanpa sadar anda telah melakukan perubahan terhadap alQuran!!!
Kalian ini mestinya menjawab dulu apa yg saya tanya, mana dalil Al Quran nya, atas pernyataan2 anda sebelum ini..

@hamba allah

tentu sj berbeda,yg annisa 59 bebicara ttg syareat,
an nisa 13 berbicara ttg keimanan
sdh faham anda?

mksd sy an nissa 59 berbicara ttg keimanan

annisa 13 ttg syareat (hukum)
@hamba allah
Nah sekarang dimana peran ulil amri di sambungan ayat tersebut, kalau perintah untuk taat scr mutlak kpd ulil amri kok kita tidak diperintahkan untuk secara mutlak mengembalikan perselisihan kpd Allah , rasul dan ulil amri

krn yg akan diperselisihkan adalah ulil amrinya,

krn itulah inti perselisihan ummat islam ba’da rosul hingga skrg ini
kalian menganggap ahlulbait bukanlah yg utama sedang kami tidak
anda menganggap bhw ulilamri ba’da rosul adalah abubakar,sedang kami tidak.
jgn lupa ulil amri bagi kami pengikut ahlulbait adlah keimanan
hadits rosul
“barang siapa yg tdk mengenal imam pd zamannya maka matinya mati jahiliyah”
jadi taat kpd ulil amri/imam adalah masalah keimanan(an nisa 59)

@toni

he..he..he.. segitu aja,kirain…
on October 4, 2011 at 9:25 am | ReplyHamba Allah

@ saiful

Coba baca baik2 jawaban saya atas anda, sebetulnya simple :
1. saya tidak berandai menyelipkan kata أَطِيعُواْ sebelum ulil amri krn memang kenyataannya Al qur`an tdk menyelipkan sebelum kata ulil Amri justru kata أَطِيعُواْ diulang sebelum kata rasul sedangkan ayat lain tdk contoh An Nisa :13 ini pasti memberi faedah yang berbeda.
2, yang kita diskusikan sebetulnya adalah ; ” adakah Ulil Amri itu ditaati secara mutlak sbgmn kita mentaati Allah dan Rasul Nya secara.mutlak.dengan merujuk ayat pada artikel di atas dan An nisa 59 dengan beberapa point yang telah saya sebutkan
3. Tentang QS 4 :83 saya minta asbabun nuzul krn di situ akan terkait dengan siapakah Ulil Amri yang dimaksud pada ayat tersebut

@ Aldj :يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

QS 4:59
Aneh jawaban anda, ayat di atas menyuruhkan apabila kita berselisih terhadap sesuatu kembalikan kpd Allah dan RasulNya, kalau memang Ulil Amri adalah Imam Maksum yang harus ditaati scr mutlak justru ayat ini tdk menunjukkan ketaatan scr mutlak kpd ulil amri, saya akan menukil perkataan Quraisy Syihab ttg ayat di atas Quraish Shihab, yang disebut-sebut sebagai mufassir Indonesia, memberi ulasan yang menarik: “Tidak disebutkannya kata “taat” pada ulil amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul, dalam arti bila perintahnya bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka. Dalam hal ini dikenal kaidah yang sangat populer yaitu: “La thaat li makhluqin fi ma’shiyat al-Khaliq”. Tidak dibenarkan adanya ketaatan kepada seorang makhluk dalam kemaksiatan kepada Khaliq (Allah).” (http://media.isnet.org/isnet/Nadirsyah/ulilamri.html)
Apakah syariat berbeda dengan keimanan??? Apakah syariat tidak termasuk keimanan??
Dan pada prakteknya kalau memang Ulil Amri adalah Ahlul bait yang mutlak diikuti bagaimana mengikuti Imam ke 12 pasca ghaibah kubra ada imam tp tdk muncul bagaimana fungsi dia sementara kita harus merujuk kpdnya
on October 4, 2011 at 10:52 am | Replysaiful anwar
@Hamba Allah
Ini saya kutip pertanyaan anda:
“…………kalau mengikuti Ulil Amri scr mutlak kenapa tdk disebut untuk dikembalikan kpd Ulil Amri..”
saya tidak mampu menjawab ini, sebab persoalan Ulil Amri adalah hak prerogatif Allah SWT, maka yang berhak menjawab adalah Kitabullah :
Kitabullah QS 4:83 membuktikan bahwa Ulil Amri juga tempat kembali, bahwa ada contoh persoalan2 yang bila kaum muslimin saat itu ingin mengetahui kebenarannya wajib juga merujuk kepada Ulil Amri, artinya kedudukan Rasul SAW dan Ulil Amri adalah dari sisi jabatan bebeda namun dari wewenangnya dalam menyimpulkan hukum yakni sama (Rasul menerima wahyu al Quran sedangkan Ulil Amri hanya memiliki ilmu dan amalnya secara utuh), maka tetap wajib ditaati secara mutlak:
QS 4:83
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka mengembalikannya (warodduu hu ilar Rasuli wa Ulil Amri minhum) kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).”
Kalau ingin mengetahui yang benar….. ya wajib mengikuti petunjuk pada ayat itu, kalau tidak berarti anda mengikuti syaithon yang so pasti anda sesat. Silakan baca ayat diatas, sangat jelas kok……….

Kalau terkait perdebatan ketaatan kepada Ulil Amri bersifat mutlak atau tidak, itu tergantung anda dalam memahami apa, siapa, dan bagaimana kriteria, ketentuan dan syarat2 Ulil Amri pasca Rasul SAW., kemudian bagaimana anda juga memahami Sunnatullah pada fase. Kenabian/Kerasulan dimana Allah SWT. menunjuk wakil-Nya dimuka bumi.

Seseorang sah2 saja berpendapat, tapi apakah pendapatnya sesuai dengan Kitabullah?
Tentunya kalau anda pahami Ulil Amri boleh siapa saja dan bersifat umum seperti pemilu, maka jawabnya betul wajib taat tapi tidak mutlak sebab ada syarat yang membatasinya. Tapi mana dalil Kitabullah nya yang membatasi dan mensyaratinya……?
Silakan saja tapi tolong kemukakan bahas dalil dari Kitabullah nya terlebih dahulu.
Salaam…..
@hamba allah
Aneh jawaban anda, ayat di atas menyuruhkan apabila kita berselisih terhadap sesuatu kembalikan kpd Allah dan RasulNya
coba beri sy contoh ke sy perselisihan apa yg terjadi diummat ini skrg?
Imam Maksum yang harus ditaati scr mutlak justru ayat ini tdk menunjukkan ketaatan scr mutlak kpd ulil amri,

alasan apa yg anda berikan,jgn cuma komentar tanpa isi,dalil sy jelas bhw hadits rosul mengatakan barang siapa yg tdk mengenal imam pd zamanx maka matinya mati jahiliyah.

lagian ulil amri yg tertera di alquran klu dgn asumsi anda,nilainya menjadi tdk ada krn orang biasa pun bisa sprt ulil amri.
saya akan menukil perkataan Quraisy Syihab ttg ayat di atas Quraish Shihab,
mengherankan sy anda mengambil penafsiran qurays shihab,bwt sy beliau adlh org berilmu,tp toh tdk mesti kita berpegang mutlak kebeliau.
Apakah syariat berbeda dengan keimanan??? Apakah syariat tidak termasuk keimanan??

masa anda tdk tau perbedaanya? he..he..he..

pantas anda menyamakan ketaatan antara Qs annisa 13 n 59…
Dan pada prakteknya kalau memang Ulil Amri adalah Ahlul bait yang mutlak diikuti bagaimana mengikuti Imam ke 12 pasca ghaibah kubra ada imam tp tdk muncul bagaimana fungsi dia sementara kita harus merujuk kpdny

tdk perlu melebar dulu…

bytheway…
apa tanggapan anda dgn hadits:kewajiban mengenal imam pd zamanx?
bukankah hal ini mutlak?
on October 7, 2011 at 12:39 am | Replyalaydrouz 01

Dari Ibnu Mas’ud z, ia mengatakan:

“Tatkala kami berada di sisi Rasulullah, tiba-tiba datang sekelompok pemuda dari Bani Hasyim. Ketika Nabi melihat mereka, kedua mata beliau berlinang air mata dan berubahlah roman mukanya. Maka aku katakan: ‘Kami masih tetap melihat pada wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai.’ Lalu beliau menjawab: ‘Kami ahlul bait. Allah telah pilihkan akhirat untuk kami daripada dunia. Dan sesungguhnya sepeninggalku, keluargaku akan menemui bencana-bencana dan pengusiran. Hingga datang sebuah kaum dari arah timur, bersama mereka ada bendera berwarna hitam. Mereka meminta kebaikan namun mereka tidak diberi, lalu mereka memerangi dan mendapat pertolongan sehingga mereka diberi apa yang mereka minta, tetapi mereka tidak menerimanya. Hingga mereka menyerahkan kepemimpinan kepada seseorang dari keluargaku. Lalu ia memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana orang-orang memenuhinya dengan kedzaliman. Barangsiapa di antara kalian mendapatinya maka datangilah mereka, walaupun dengan merangkak di atas es’.”
(HR. Ibnu Majah no. 4082, sanadnya hasan lighairihi menurut Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Adh-Dha’ifah, 1/197, pada pembahasan hadits no. 85)
Ini hadits mw d kemanain???
Btw, Ini hadits sanad nya shohih.. seandainya ada yg mendhoif kan itu tidak berarti apa2 karena sudah terbukti sepeninggal Rasulullah, ahlil bait Rasulullah mengalami bencana dan pengusiran dan ‘seseorang dari keluargaku’ yg d maksud adalah al mahdi..
mengikuti sunnah bukan berarti menolak taat pada ahlil bait karena mentaati ahlil bait itu termasuk mentaati syariah Rasulullah dalam hadits tsaqalain..
Kalian terlalu sibuk dengan lafadz bihi dan bihima seolah2 tidak faham dengan lafadz at tsaqalain (2 perkara/ pusaka).
Seandainya ada yg beranggapan ulil amri yg haq itu bisa siapa saja asal mentaati ALLAH dan Rasul Nya trs buat apa d adain ahlil bait Rasulullah beserta dzuriyyah nya hingga akhir zaman?? Malah al mahdi lah yg akan mengembalikan zaman ini seperti zaman khilafah al minhajin nubuwwah
Trs buat apa juga ahlil bait Rasulullah d sucikan dalam surah al ahdzab ayat 33 seandainya mereka tidak berhak menjadi imam??
G bisa jawab?? gpp koq ana maklum2 aja karena ini emang dah kodrat nya.. Antara haq dan bathil tidak akan pernah bersatu.
Sewaktu Rasulullah d sucikan dan d angkat menjadi Rasul ALLAH hanya orang2 kafir dan munafik yg ingkar. Sama seperti ahlil bait, mereka d sucikan ALLAH untuk menjadi imam sepeninggal Rasulullah pun banyak yg ingkar..
Ada yg berusaha melebarkan maknanya ada yg berusaha mengingkari dll..hehehehe
on June 12, 2012 at 7:57 pm | ReplyPecinta Ahlul Bait dan Sahabat Rasulullah
sy hanya ingin mengungkapkan logika sederhana sy….
Tentunya kita semua sepakat (atw mngkn cuman sy aja kali) bahwa Hadist2 Rasulullah tidak satupun yg bertentangan/berkebalikan/membantah Al Quran… (kecuali Hadist palsu…ya gak ??)
Jadi manakah yg Lebih utama yg dijadikan pegangan (dua-duanya adalah pegangan) tapi mana yg Primer dan mana yg Sekunder….

Al Quran dulu kemudian Hadist, atw

Hadist dulu kemudian Al Quran ???
sy rasa kita semua sepakat apa jawabannya… :)
jadi alangkah kurang ajarnya jika kita jadikan sebuah dalil Hadist untuk membantah Ayat2 Al Quran yg terjaga oleh Janji Allah sendiri sampai hari kiamat :D
on September 13, 2013 at 1:18 am | Replyanindita anastasia
Salam semuanya, Saudara2ku.

(Ali Imran 32):

Ini jika dijabarakan menjadi 2:
- Ati’ulloha
- Ati’urrasul.
Jika digabung dengan kata “dan” atau biasa dikenal “waw_athaf”, maka menjadi:
Ati’ulloha wa rasul.

Pada Qur’an 4:59 :

Ati’ulloha wa ati’urrasul wa ululamri.
Yang diathafkan ini adalah kata perintah taatlah “ati’u”.
Maka kaidah yang sama seperti di atas itu Ali Imran: 32.

Karena ketaatan kepada Rasul adalah mutlak karena Beliau adalah Insan Maksum, maka ketaatan kepada Ululamri juga mutlak, karena yang diathafkan adalah kata perintah mutlak “ati’u” tersebut. Jadi dikarenakan ketaatan kepada Ululamri mutlak, maka Ululamri harus maksum, karena hanya yg maksum yang wajib ditaati secara mutlak.

Itulah sebabnya jauh2 hari sebelum Rasul kembali kesisiNYA, Beliau telah berpesan “setelahku ada 12 pemimpin” (Lihat: Pada Bukhari muslim pd kita Al Lu’lu’ wal marjan bab kekuasaan).
Sampai kiamat jumlah yang wajib ditaati sebagaimana penunjukkan Rasul hanya sebatas sebanyak 12 itu. Tidak lebih tidak kurang.
Terima kasih, wassalam.

Peneliti Iran: Permusuhan Syiah pada Umar bin Khattab Dibungkus Baju Agama dan Mazhab

KIBLAT.NET, Pati – Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Kabupaten Pati pada Selasa, (27/04) mengadakan seminar “Membongkar Kesesatan Syiah”. Acara yang dihadiri sekitar 500 kaum muslimin itu digelar bersamaan dengan pelantikan pengurus DDII Kabupaten Pati.
KH. Abdul Wahid, salah seorang ulama dari Gemolong Sragen dalam seminar itu menyampaikan bahwa syiah bukanlah bagian dari Islam. Bahkan, aliran syiah dapat membahayakan akidah umat Islam.
“Agama syiah bukan agama Islam, tetapi agama baru yang dibangun di atas kedustaan, kebencian serta kedengkian para bangsawan dan pemuka agama Majusi-Persia (sekarang Iran, red). Karena kerajaan mereka dihancurkan oleh tentara kaum muslimin pada masa khalifah Umar bin Khattab pada tahun 14 H,” ujar KH. Abdul Wahid dalam kesempatannya.
Beliau juga mengutip pernyataan Dr. Lawrence Brown, seorang orientalis berkebangsaan Inggris yang tinggal di Iran selama waktu yang panjang dalam penelitiannya tentang sejarah bangsa Iran.
Dalam karyanya yang berjudul “Tarikh Adabiyat Iran Juz I halaman 217, Brown menuturkan, “Di antara faktor terpenting yang menyebabkan permusuhan bangsa Iran terhadap Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, Khalifah Rasyidah II adalah karena beliau telah menaklukkan negeri bangsa non Arab dan telah meruntuhkan kekuatan mereka. Hanya saja permusuhan tersebut dibungkus dengan baju agama dan madzhab.”
Brown juga menjelaskan bahwa kebencian kelompok syiah kepada Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bukan karena merampas hak-hak Ali bin Abu Tahalib  radhiyallahu ‘anhu, dan Fathimah radhiyallahu ‘anha, tetapi karena beliau menaklukkan Iran dan menumbangkan Dinasti Sassaniyah.
Sementara, pembicara kedua adalah Ustadz Mas’ud Izzul Mujahid, salah seorang relawan kemanusiaan Suriah. Beliau menceritakan bagaimana kebrutalan dan kebiadaban syiah nushairiyah yang telah membantai umat Islam di Suriah.
Ketika di temui reporter Kiblat.net, panitia acara ini menegaskan bahwa seminar semacam ini diadakan untuk membangkitkan kewaspadaan umat akan bahayanya gerakan syiah.
“Seminar ini kita adakan agar umat Islam di Pati dan sekitarnya ini, waspada akan kesesatan syiah dan perkembangannya. Apalagi di daerah Bangsri, Jepara yang tetangga kabupaten itu sudah ada komunitas syiah yang sudah terang terangan dalam menjalankan Ibadah. Bahkan, sampe punya sekolah dan masjid sendiri,” ujar salah seorang panitia acara yang tidak menyebutkan namanya.