Waspadai buku “SEJARAH BERDARAH SEKTE
SALAFI WAHABI:
Mereka Membunuh Semuanya Termasuk Para
Ulama.” Buku yang diberi Kata Pengantar oleh Ketua PBNU, Prof KH Said Agil
Siraj ini penuh dengan kesesatan, antara lain: menebar provokasi kebencian dan
permusuhan sesama Muslim, mengajarkan rasisme, penuh kecurangan dan kebohongan,
mempromosikan ajaran Syi’ah, memicu pertikaian besar sesama kaum Muslimin,
terang-terangan mengajarkan prinsip-prinsip kesesatan, mengajarkan sikap kurang
ajar kepada para Ulama, memakai metode intelijen untuk mengadu-domba umat
Islam, dan mendukung serangan kaum Islamophobia terhadap dakwah.
Oleh: AM. Waskito
Di tahun 2011 ini muncul sebuah kejutan
khususnya di lapangan dakwah Islam di tanah Air, yaitu dengan terbitnya sebuah
buku berjudul: “SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI: Mereka Membunuh Semuanya
Termasuk Para Ulama.” Buku ini karya orang Indonesia, tetapi disamarkan seolah
penulisnya adalah orang Arab. Si penulis menyebut dirinya sebagai Syaikh
Idahram, sebuah nama yang terasa asing di kancah dakwah.
Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi
Wahabi” –selanjutnya disingkat dengan SBSSW– ini sangat berbahaya kalau
tersebar luas ke tengah masyarakat. Dilihat dari judulnya saja, tampak sangar,
provokatif, dan berpotensi menjerumuskan kaum Muslimin dalam pertikaian tanpa
kesudahan. Buku SBSSW ini tidak layak diklaim sebagai buku ilmiah. Bisa
dikatakan, buku ini adalah buku adu-domba, yang ditulis oleh orang Syiah
dan Liberal, dalam rangka membenturkan sekelompok Ummat Islam dengan kelompok
lainnya. Bahkan ia sudah masuk kategori buku Black Champaign.
Kita harus belajar dari kejadian-kejadian
aktual di tengah masyarakat. Misalnya kerusuhan di Cikeusik Banten yang menimpa
penganut Ahmadiyyah. Kerusuhan itu sudah direkayasa sedemikian rupa; disana
telah dipersiapkan barisan provokator, penyerang bersenjata, pengambil gambar,
korban, tukang upload video di internet, dll. Lalu pasca kejadian
itu, dibuat rekayasa opini yang sangat keji melalui media-media TV. Dalam opini
yang dikembangkan, digambarkan betapa beringas sikap aktivis Islam kepada kaum
Ahmadiyyah. Padahal pihak Ahmadiyyah sendiri melalui pimpinannya (Deden) sejak
awal sudah menginginkan terjadi kerusuhan di tempat tersebut. Akibat kerusuhan
ini, para aktivis Liberal (baca: kaum non Muslim) berkoar-koar meminta supaya
FPI dibubarkan. Kejadian itu mencerminkan skenario adu-domba, permusuhan, dan
penyesatan opini. Kaum Liberal (non Muslim) yang kebanyakan adalah anak-cucu
kaum PKI di tahun 1965 dulu, mereka selalu berada di balik aksi-aksi jahat
untuk menghancurkan citra kaum Muslimin dan merusak persatuan Ummat. Di balik
beredarnya buku SBSSW tercium aroma kuat modus serupa, berupa adu domba dan
penyesatan opini. Semoga Allah Ta’ala mengekalkan laknat, kehancuran usaha,
kesusahan hidup, serta kehinaan, atas kaum pendosa yang selalu memfitnah Islam
dan kaum Muslimin itu. Amin Allahumma amin, ya ‘Aziz ya Jabbar ya
Mutakabbir.
Buku ini bisa memicu banyak bahaya di
tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin. Disini kita akan membahas sisi-sisi
bahaya tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Menebar provokasi kebencian dan
permusuhan sesama Muslim
Buku ini memprovokasi masyarakat untuk
membenci dan memusuhi apa yang oleh penulis disebut sebagai sekte Salafi
Wahabi. Menyebarkan kebencian seperti itu jelas sangat dilarang dalam Islam.
Dalam hadits Nabi SAW bersabda, “Seorang
Muslim itu saudara Muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya
dizhalimi, dan menghinanya. Taqwa itu di sini –kata Nabi sambil menunjuk ke
dadanya tiga kali-. Cukuplah seseorang disebut berbuat jahat jika dia menghina
saudara Muslimnya)” [HR. Muslim].
2. Mengajarkan rasisme yang sangat
berbahaya
Buku ini mengandung ajaran-ajaran RASIS
yang sangat berbahaya. Penulisnya mengajak Ummat Islam memusuhi negara Saudi,
para ulamanya, kaum santrinya, serta Pemerintahannya. Selain itu penulis buku
itu juga mengajak memusuhi siapa saja, di seluruh dunia, termasuk di Indonesia,
yang mendukung paham Wahabi.
Salah satu bukti sikap RASIS dari penulis
buku ini ada di hal. 174. Disana dia mengatakan: “Tanduk setan itu berasal dari
keturunan Bani Tamim. Sedangkan kita tahu bahwa, pendiri Salafi Wahabi itu juga
berasal dari keturunan yang sama, yaitu Bani Tamim, sebagaimana gelar yang
selalu dipakainya: Muhammad Ibnu Abdul Wahhab an Najdi at Tamimi. Jadi klop
sudah. Bukan dibuat-buat.” (SBSSW, hal. 174). Dalam halaman yang cukup banyak
penulis ini menghancurkan nama baik wilayah Najd, di Saudi. Salah satunya dia
katakan: “Dari Najd timbul berbagai kegoncangan, fitnah-fitnah, dan dari sana
munculnya tanduk setan.” (SBSSW, hal. 158).
Anehnya vonis “tanduk setan” terhadap
Najd dan penduduknya ini tidak dilakukan, kecuali setelah di Najd bangkit
dakwah Wahabi. Artinya, vonis itu mengandung niat busuk. Kalau misalnya wilayah
Najd dianggap “tanduk setan”, seharusnya mereka sudah melontarkan vonis jauh-jauh
hari sebelum muncul gerakan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Bahkan
seharusnya, mereka dan Khilafah Utsmani di Turki tidak boleh marah ketika Najd
direbut oleh keluarga Ibnu Saud. Ya buat apa marah, wong Najd sudah
divonis sebagai “tanduk setan” kok? Malah mereka seharusnya bersyukur, ada
manusia yang mau mengolah wilayah “tanduk setan” itu. Kalau melihat dendam
kesumat kaum anti Wahabi, baik dari sisi kaum Alawiyyun atau kaum Syiah,
masalah sebenarnya bukan ke persoalan Najd sebagai “tanduk setan.” Tetapi Najd
yang semula dikuasai keluarga Syarif Hussein selama 700 tahun, lalu berpindah
kekuasaan ke tangan Ibnu Saud. Itu sebenarnya masalah utama di balik munculnya
hadits-hadits soal Najd sebagai “tanduk setan” ini. Bisa jadi, ketika 700 tahun
Najd dikuasai keluarga Syarif, mereka tidak banyak menyinggung soal Najd
sebagai “tanduk setan.”
Bukan hanya Bani Tamim atau penduduk Najd
yang dilecehkan penulis, dia juga melecehkan orang Arab.
Dalam bukunya dia berkata: “Tidak semua
orang Arab mengerti agama, bahkan banyak dari mereka yang ‘lebih dajjal’
daripada dajjal.” (SBSSW, hal. 224).
Padahal Nabi SAW menyebut bahwa puncak
fitnah itu ada saat kedatangan dajjal. Bahkan kata beliau, para Nabi dan Rasul
selalu mengingatkan ummatnya tentang dajjal ini. Lalu kini, si penulis menuduh
banyak orang Arab ‘lebih dajjal’ dari dajjal sendiri. Inna lillahi wa inna
ilaihi ra’jiun. Berarti dalam hal ini penulis merasa lebih pintar dari Nabi
SAW? Masya Allah!! Banyak bukti-bukti sikap RASIS dari si penulis yang menyebut
diri Syaikh Idahram ini. Dan sikap RASIS ini sudah menjadi ciri khas kaum Syiah
dan penganut SEPILIS.
Para penganut Syiah di Indonesia banyak
dari keturunan Arab Yaman (Hadramaut). Mereka itu orang Arab, atau keturunan
Arab. Padahal dalam akidah Syiah, jika nanti turun Imam Al Mahdi Al Qaim, dia
akan membabat habis bangsa Arab, hanya menyisakan kaum Persia. Begitu keyakinan
mereka. (Mengapa Saya Keluar dari Syiah, karya Sayyid Hussein Al Musawi, hal.
134-135). Pemimpin FPI, Habib Rieziq Shihab, pernah menulis sebuah makalah
ilmiah tentang karakter RASIS kaum Liberal.
3. Penuh kecurangan dan kebohongan
Buku ini penuh kecurangan dan kebohongan.
Penulis secara sadar mengacaukan akal para pembaca dengan data-data, kutipan,
referensi, dll. Tetapi semua itu tidak dituangkan dalam suatu pembahasan ilmiah
secara jujur.
Contoh, ketika dia menyebutkan kekejaman
kaum Wahabi di hal. 61-138, bab tentang, “Mereka Membunuh Semuanya, Termasuk
Para Ulama.” Disini yang diceritakan penulis hanya kekejaman, keganasan, kesadisan,
serta angkara murka kaum Wahabi. Tetapi penulis tidak pernah sedikit pun
mengakui bahwa semua itu merupakan bentuk KONFLIK POLITIK antara
keluarga-keluarga Emir (bangsawan) di Jazirah Arab.
Konflik seperti itu sudah terjadi sejak
lama di Jazirah Arab, bahkan sebelum Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
dilahirkan oleh ibunya. Penulis ini juga hanya menghujat posisi Kerajaan Saudi,
padahal yang melepaskan diri dari Khilafah Utsmani Turki bukan hanya Saudi.
Disana ada Yaman, Bahrain, UEA, Qatar, Irak, Oman, Mesir, Yordania, Syria, dll.
Kecurangan yang dibungkus kemasan ilmiah, tentu lebih berbahaya, sebab ia akan
dikira sebagai kebenaran yang tak terbantahkan.
4. Mempromosikan ajaran Syi’ah
Buku ini juga mempromosikan ajaran-ajaran
Syiah. Banyak indikasi-indikasi yang membuktikan hal itu dalam buku SBSSW.
Nanti akan kita bahas secara khusus tentang akidah yang dianut penulis (Syaikh
Idahram). Salah satu contoh kecil, sangat halus, tetapi kelihatan. Perhatikan
kalimat berikut ini: “Pada bulan Safar 1221 H/1806 M, Saud menyerang an Najaf
al Asyraf, namun hanya sampai di As Sur (pagar perlindungan). Meskipun gagal
menguasai An Najaf, tetapi banyak penduduk tak berdosa mati terbunuh.” (SBSSW,
hal. 104-105).
Tidak ada seorang pun Ahlus Sunnah yang
menyebut Kota Najaf dengan sebutan Al Asyraf. Hanya orang Syiah yang
melakukan hal itu.
Kota Najaf terletak di Irak, begitu pula
Karbala. Sedangkan Kota Qum terletak di Iran. Kota Najaf, Karbala, dan Qum
selama ini diklaim sebagai kota suci kaum Syiah. Sepanjang tahun kaum Syiah
berziarah ke kota-kota itu karena disana ada situs-situs yang disucikan kaum
Syiah. Selama ini kaum Muslimin mengenal Masjidil Haram di Makkah dengan
sebutan Al Haram As Syarif. Namun kaum Syiah menyebut Kota Najaf dengan
ungkapan Al Asyraf (artinya, lebih mulia atau paling mulia). Seolah,
mereka ingin mengatakan, bahwa Najaf lebih mulia dari Kota Makkah. Inna
lillahi wa inna ilaihi ra’jiun.
Fakta lain yang menunjukkan bahwa si
penulis berakidah Syiah adalah pernyataan berikut ini: “Dalam Islam, sedikitnya
ada 7 mazhab yang pernah dikenal, yaitu: Mazhab Imam Ja’far ash Shadiq (Mazhab
Ahlul Bait), Mazhab Imam Abu Hanifah an Nu’man, Mazhab Imam Malik bin Anas,
Mazhab Imam Syafi’i, Mazhab Imam Ahmad ibnu Hanbal, Mazhab Syiah Imamiyah, dan
Mazhab Daud azh Zhahiri. Sedangkan “Mazhab Salaf” tidak pernah ada! Sebab ulama
Salaf itu banyak, termasuk di dalamnya imam-imam mazhab yang tadi.” (SBSSW,
hal. 208).
Demi Allah, Ahlus Sunnah di seluruh dunia
Islam tidak akan ada yang mengatakan perkataan seperti ini. Perkataan seperti
ini hanya akan keluar dari lidah orang-orang Syiah (Rafidhah). Lihatlah, dalam
perkataan ini dia mengklaim ada 7 madzhab dalam Islam, yaitu 4 madzhab Ahlus
Sunnah, ditambah 2 madzhab Syiah (madzhab Ja’fari dan Imamiyyah) dan 1 madzhab
Zhahiri. Pendapat yang masyhur di kalangan Ahlus Sunnah, madzhab fikih itu hanya
ada 4 saja, yaitu madzhab Abu Hanifah (Hanafi), Imam Malik (Maliki), Imam
Syafi’i (Syafi’i), dan madzhab Imam Ahmad (Hanbali). Kalau ada tambahan, paling
madzhab Zhahiri. Itu pun tidak masyhur di kalangan Ahlus Sunnah. Lalu dalam
buku SBSSW itu, si penulis Syiah berusaha membohongi kaum Muslimin, dengan
mengatakan, bahwa dalam Islam ada sedikitnya 7 madzhab. Inna lillahi wa
inna ilaihi ra’jiun. Bahkan madzhab Ja’fari dalam kalimat di atas disebut pada
urutan pertama. Lebih busuk lagi, madzhab Syiah Imamiyyah yang merupakan salah
satu sekte Syiah paling ekstrem, disebut sebagai madzhab Islam juga. Allahu
Akbar!
Kalimat di atas juga mengandung kebodohan
yang sangat telanjang. Coba perhatikan kalimat berikut ini: Sedangkan “Mazhab
Salaf” tidak pernah ada! Sebab ulama Salaf itu banyak, termasuk di dalamnya
imam-imam mazhab yang tadi. (SBSSW, hal. 208). Kalimat seperti ini hanya
mungkin dikatakan oleh orang gila. Bayangkan, si penulis secara tegas
mengklaim, bahwa madzhab Salaf itu tidak ada. Tetapi pada kalimat yang sama,
dia mengakui bahwa imam-imam madzhab (seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad), termasuk bagian dari ulama Salaf. Si penulis
bermaksud mementahkan eksistensi madzhab Salaf, tetapi saat yang sama dia
mengakui bahwa imam-imam madzhab itu termasuk imam madzhab Salaf. Kalau dia
jujur ingin mengatakan, bahwa madzhab Salaf tidak ada, berarti madzhab Hanafi,
Maliki, Syafi’i, atau Hanbali juga tidak ada. Ya bagaimana lagi, wong mereka
itu imam-imam Salaf kok. Si penulis itu mengakui, bahwa mereka adalah imam-imam
Salaf.
Sangat disayangkan dalam hal ini, KH.
Ma’ruf Amin, salah satu Ketua MUI, ikut mendukung buku ini. Padahal MUI sendiri
pada tahun 1984 pernah mengeluarkan fatwa yang menjelaskan pokok-pokok
kesesatan paham Syiah menurut Ahlus Sunnah, kemudian MUI meminta Ummat Islam
mewaspadai sekte ini. (Lihat situs voa-islam.com, tentang tersebarnya fatwa
palsu MUI tentang Syiah yang ditulis anggota MUI, Prof. Dr. Umar Shihab. Fatwa
itu mengklaim bahwa paham Syiah tidak sesat menurut MUI. Lalu redaksi
voa-islam.com mencantumkan fatwa MUI asli yang dikeluarkan tahun 1984, tentang
aspek-aspek kesesatan Syiah).
Bahkan KH. Ma’ruf Amin pernah diminta MUI
untuk mengkaji tentang haramnya Nikah Mut’ah di kalangan Syi’ah. (Lihat Aliran
dan Paham Sesat di Indonesia, karya Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, hal. 144.
Jakarta, Pustaka Al Kautsar, tahun 2006).
Seharusnya beliau membaca secara teliti
buku SBSSW itu, sebelum mempromosikannya ke tengah masyarakat. Kalau ingin
membantah KH. Ma’ruf Amin ini, kita merasa tidak enak, sebab beliau termasuk
ulama sepuh di negeri kita. Tetapi kalau melihat keterlibatan beliau dalam
mendukung buku SBSSW itu, kita sangat menyesalinya. Bisakah disini dikatakan
bahwa KH. Ma’ruf Amin ikut mendukung paham Syiah? Wallahu A’lam bisshawaab.
Semoga saja dukungan KH. Ma’ruf Amin ini hanyalah merupakan ketergelinciran
seorang alim dan semoga ia segera dihapus dengan pernyataan bara’ah (berlepas
diri dari buku SBSSW itu). Kalau beliau tidak melakukannya, secara pribadi saya
akan menyebut beliau sebagai pendukung Syiah dan SEPILIS. Siapapun yang
terlibat mempromosikan ajaran sesat (Syiah dan SEPILIS) tidak layak didoakan
mendapat khusnul khatimah, karena promosi seperti itu bisa membuat ribuan kaum
Muslimin mati dalam keadaan su’ul khatimah. Na’udzubillah wa na’udzubillah
min dzalik.
5. Pemicu pertikaian besar sesama kaum
Muslimin
Buku ini bisa memicu pertikaian besar di
tengah kaum Muslimin. Mengapa dikatakan demikian? Sebab sang penulis tidak
mengidentifikasi kaum Wahabi dengan ciri-ciri yang jelas. Dengan sendirinya
masyarakat akan bingung memahami, Wahabi itu apa dan bagaimana? Perlu
diketahui, yang mengajarkan Tauhid, Sunnah, ilmu, dan dakwah, bukan hanya
dakwah Wahabi. Jamaah-jamaah Islam yang lain juga mengajarkan hal itu.
Contoh, gerakan Ikhwanul Muslimin. Manhaj
gerakan ini merujuk kepada Ushulul Isyrin (prinsip 20) yang diajarkan Syaikh
Hasan Al Bana rahimahullah. Dalam prinsip itu juga diajarkan tentang
pentingnya Tauhid, buruknya syirik; pentingnya Sunnah, buruknya bid’ah. Bahkan
ormas Islam seperti Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, Dewan Dakwah (DDII),
Pesantren Hidayatullah, Wahdah Islamiyyah, dll. juga mengajarkan Tauhid,
Sunnah, ilmu, dan dakwah. Begitu pula Majelis Mujahidin, Jamaah Ansharut
Tauhiid, dan yayasan-yayasan dakwah Salafi. Jika masyarakat salah paham, mereka
akan menyangka bahwa semua organisasi, lembaga, atau yayasan itu harus dibenci
dan dimusuhi, karena mereka dianggap Wahabi.
6. Terang-terangan mengajarkan
prinsip-prinsip kesesatan
Buku ini secara jelas telah mengajarkan
prinsip-prinsip KESESATAN secara telanjang. Disini akan disebutkan beberapa
pernyataan penulis. Coba perhatikan kalimat berikut ini: “Sesungguhnya Salaf
tidak pernah sama dalam memahami berbagai masalah agama yang begitu komplek.” (SBSSW,
hal. 201). Ini adalah jenis KESESATAN BESAR. Kalimat ini jelas meniadakan Al
Ijma’ di kalangan para Shahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. Padahal para
ulama sudah sepakat, kalau suatu urusan telah menjadi ijma’ (konsensus)
mayoritas Shahabat, hal itu menjadi dasar hukum yang kuat. Misalnya ijma’
Shahabat dalam memilih empat Khalifah (Abu Bakar Ra, Umar Ra, Utsman Ra, dan
‘Ali Ra) sebagai pemimpin Ummat. Ijma’ ini tidak diragukan lagi. Begitu pula
ijma’ mereka dalam Jihad Fi Sabilillah, penulisan Mushaf Al Qur’an, menyatukan
bacaan Al Qur’an, Shalat berjamaah di masjid, Shalat ‘Ied, Shalat Istisqa’,
menyelenggarakan Zakat, Shaum Ramadhan, manasik Haji, dll. Apa saja yang
dilakukan secara jama’i oleh Shahabat Ra, dan tidak ada pengingkaran mereka atas
hal itu, ia adalah Ijma’ Shahabat.
Kalau dikatakan Salaf tidak pernah sama
dalam segala masalah agama, otomatis mereka selalu berselisih dan berselisih.
Disini mengandung dua tuduhan dahsyat. Pertama, penulis itu telah menuduh
para Shahabat Ra bermental buruk, sehingga sulit menyatukan kalam.
Di mata kaum Syiah, mencela, menghina,
atau merendahkan para Shahabat Ra bukan sesuatu yang aneh. Bahkan melaknat para
Shahabat itu telah menjadi amal shalih tersendiri. Na’udzbillah min dzalik.
Mereka selalu berpecah-belah, tak pernah
bersatu. Kedua, penulis juga menuduh ajaran Islam sebagai biang perpecahan.
Padahal secara hakiki, Islam mengajarkan prinsip Al Jamaah, yaitu
persatuan Ummat. Bahkan ada ulama yang mengatakan, perpecahan adalah qurrata
a’yun-nya syaitan. Karena syaitan sangat berkepentingan terhadap perpecahan
Ummat
Kemudian, perhatikan kalimat berikut ini,
“Siapa saja yang ahli atau telah memenuhi syarat dalam memahami teks-teks
agama, dia berhak atas hal itu, tidak wajib mengikuti pemahaman Salaf seperti
yang disangkakan Salafi Wahabi.” (SBSSW, hal. 205). Lihatlah betapa beraninya
ucapan penulis ini! Dia begitu meremehkan kaum Salaf, dan merasa dirinya setara
dengan Salaf. Innalillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Sudah masyhur tentang
kisah Imam Malik rahimahullah. Beliau pernah ditanya 40 pertanyaan, dan
sebagian besar pertanyaan itu dijawab dengan kalimat, “Laa ad-riy” (aku tidak
tahu). Hanya satu pertanyaan yang beliau jawab. Lihatlah, betapa sangat
hati-hatinya Imam Malik dalam berfatwa. Padahal siapa yang meragukan
pengetahuan beliau tentang Islam? Ajaran yang menyuruh Ummat Islam mengikuti
jejak Salafus Shalih, bukanlah monopoli kaum Wahabi. Hal itu disebutkan
dalam Al Qur’an, Surat At Taubah ayat 100:
“Dan orang-orang yang mula pertama masuk
Islam, dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan ihsan, Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha
kepada Allah. Dan Allah telah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan besar.”
Disini ada kalimat “walladzinat taba’uu
hum bil ihsan” (dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan). Ini adalah
dalil qath-iy tentang pentingnya mengikuti jejak Salafus Shalih (para
Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in).
Lucunya, si penulis dalam bukunya
ternyata getol mengikuti konsep keilmuwan yang ditinggalkan para
Salaf, setidaknya dalam soal riwayat hadits-hadits. Bisa dikatakan disini,
“Tanpa peranan generasi Salaf, kita hari ini tidak akan memiliki ilmu apapun.”
Di halaman lain penulis SBSSW berkata:
“Bagaimana mungkin mereka mengharuskan kita mengikuti madzhab Salaf, kalau
namanya saja tidak ada? Sebab tidak pernah ada dan tidak pernah dikenal dalam
sejarah peradaban umat Islam, apa yang dinamakan madzhab Salaf.” (SBSSW, hal.
207-208). Ini adalah puncak kebodohan si penulis. Memang dalam Al Qur’an atau
As Sunnah, tidak disebutkan secara eksplisit “madzhab Salaf.” Tetapi kaum Salaf
itu ada dan nyata. Kaum Salaf adalah para Shahabat Nabi, Khulafaur Rasyidin,
Ahlul Bait Nabi, kaum Muhajirin, kaum Anshar, peserta Perang Badar, peserta
Bai’at Ridhwan, dll. Begitu pula Imam madzhab fiqih, seperti Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal; para imam ahli hadits, seperti
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ibnu Majah, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam
Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Ad Darimi, dll. Semua itu
adalah kaum Salaf. Mereka ada dan nyata. Hanya orang-orang pandir yang
akan mengingkari mereka.
Kita tidak perlu mencari-cari sebutan
“madzhab Salaf” untuk mengikuti jejak mereka. Adanya eksistensi kaum Salaf yang
merupakan generasi terbaik Ummat ini, itu sudah menunjukkan adanya manhaj
Salaf. Seperti pernyataan kaum Badui yang masih bersih fithrah ketika ditanya
tentang eksistensi Allah. “Adanya jejak kaki dan kotoran hewan, bisa
menunjukkan adanya kafilah yang melintasi padang pasir. Begitu pula, adanya
bintang-bintang di langit menunjukkan adanya Sang Pencipta alam semesta.”
Adanya suatu kaum yang memiliki sifat-sifat tertentu, hal itu sudah membuktikan
adanya manhaj kaum tersebut. Kalau kemudian manhaj Salaf hendak dibuang, jelas
akan bubar agama ini. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik. Bagaimana
bisa kita memahami Islam, tanpa metode yang dicontohkan kaum Salaf? Adapun
bentuk mengikuti manhaj Salaf itu secara kongkritnya ialah mengikuti dan
melestarikan kaidah-kaidah ilmiyah yang diwariskan kaum Salaf di bidang Al
Qur’an, Tafsir, ilmu Hadits, Akidah, Fiqih, Ibadah, hukum Haad, Siyasah, Suluk,
ilmu bahasa, sastra Arab, dll. Sejauh kita beragama mengikuti kaidah-kaidah
ilmiah itu, berarti kita telah mengikuti Salaf. Dan kaidah-kaidah inilah yang
selama ini hendak dihancurkan oleh para penganut SEPILIS.
7. Kurang ajar kepada para Ulama
Buku ini mengajarkan sikap kurang ajar
kepada para ulama yang telah diakui oleh Ummat. Perilaku seperti ini sudah khas
menjadi ciri kaum Syiah dan SEPILIS. Mereka tidak segan-segan menyerang Imam
Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari, Az Zuhri, bahkan melecehkan para
Shahabat Ra. Salah satu bukti sikap kurang ajar ke ulama ialah perkataan
penulis berikut ini: “Menurut hemat penulis, dalam masalah ini (yaitu soal
apakah Al Qur’an itu makhluk atau bukan –pen.), Imam Ahmad lah yang keliru.
Sebab Allah SWT secara terang berfirman dalam Al Qur’an, ‘Ma ya’tihim min
dzikrin min robbihim muhdatsin’ (tidak datang kepada mereka suatu ayat Al
Qur’an pun yang muhdats/baru dari Tuhan mereka).” [QS. Al Anbiya’: 2].
Lihat, betapa lancangnya si penulis dalam
membantah Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah! Dia merasa lebih pandai dari Imam
Ahmad. Masya Allah.
Dengan berdalil memakai surat Al Anbiya’
ayat 2 ini, penulis hendak mematahkan akidah Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa Al
Qur’an itu Kalamullah, bukan muhdats (ciptaan baru). Menurut si
penulis, Al Qur’an itu ciptaan baru alias makhluk. Namun sangat curangnya, dia
memotong kelanjutan dari ayat tersebut. Kelanjutannya adalah, “Illa istama’uhu
wa hum yal’abuun” (melainkan mereka mendengarkan, namun dengan main-main). Jadi
yang dimaksud dalam Surat Al Anbiya’ ayat 2 itu ialah celaan terhadap sikap
buruk orang musyrikin, tatkala datang ayat-ayat Allah yang baru (karena memang
Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur), mereka mendengarkan tetapi
sambil bermain-main. Ayat ini berkaitan dengan kelakuan orang musyrik, bukan
dalil bahwa Al Qur’an itu makhluk. Kalau tidak percaya, silakan Pembaca periksa
sendiri ayat tersebut menurut versi terjemahan paling popluler di Indonesia,
yaitu Departemen Agama RI. Ulama akidah menjelaskan, bahwa keyakinan ‘Al Qur’an
itu makhluk’, apabila didasari pengetahuan dan kesengajaan, akan membuat kafir
pelakunya. Sebab dengan keyakinan itu mereka hendak menyamakan Al Qur’an dengan
makhluk, yang tentu di siksi makhluk terdapat banyak kelemahan dan kesalahan.
Siapapun yang meyakini demikian, berarti dia telah kufur kepada Al Qur’an.
Padahal salah satu syarat keimanan adalah at tashdiqu bil qalbi (pembenaran
dengan hati). Kalau hatinya sudah kufur kepada Al Qur’an, otomatis imannya pun
gugur. Maka orang-orang Syiah yang meyakini bahwa Al Qur’an telah diubah-ubah
oleh para Shahabat Nabi Saw termasuk ke golongan gugur iman itu. Na’udzubillah
minal kufri.
Di sisi lain, penulis ini dengan sangat
lancang mengatakan: “Jadi benar apa yang disangkakan selama ini, bahwa ternyata
Salaf yang mereka maksud, tidak lain dan tidak bukan, adalah Ibnu Taimiyah dan
CS-nya.” (SBSSW, hal. 220). Begitu juga: “Sudah jelaslah, siapakah sebenarnya
yang mereka ikuti, yakni Ibnu Taimiyah, Ibnu Abdul Wahab dan CS-nya, yang
mereka klaim sebagai ‘Salaf’.” (SBSSW, hal. 222). Menyebut ulama besar dengan
kata “CS-nya” bukanlah adab manusia terpelajar. Ia hanya pantas dilakukan
manusia-manusia otak kotor. Lebih buuk lagi si penulis mengatakan: “Begitu juga
dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, tokoh pendiri Wahabi –sosok temperamental dan
kejam yang telah membunuhi ribuan umat Islam semasa hidupnya-, hampir semua
ulama yang hidup sezaman dengannya menganggap ajarannya sesat.” (SBSSW, hal.
223).
Jahatnya, si penulis sama sekali tidak
pernah bisa membuktikan, bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah membunuh
manusia, apalagi sampai ribuan manusia. Itu tak ada bukti valid yang bisa
dipegang.
Penulis ini tentu saja tidak segan
melecehkan ulama-ulama besar lain, seperti Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu
Utsaimin, Syaikh Al Albani, Syaikh Ibnu Jibrin, Syaikh Shalih Fauzan, bahkan
melecehkan dewan fatwa Saudi, Lajnah Da’imah. Kalau sudah begini, apalagi
yang bisa diharapkan dari penulis ini? Masih adakah kebaikan disana?
8. Memakai metode intelijen untuk
mengadu-domba umat Islam
Dalam mengkritik gerakan dan paham
Wahabi, penulis jelas-jelas menggunakan metode TAJASSUS alias mencari-cari
kesalahan. Cara demikian biasanya dilakukan kalangan intelijen anti Islam,
untuk mengadu-domba Ummat. Metode tajassus bukan metode ilmiah, tetapi termasuk
metode khianat dalam ilmu. Metode tajassus pertama kali dikembangkan oleh
Fir’aun dan Bani Israil, ketika mereka selalu mencari-cari kesalahan Musa As.
Bahkan tajassus itu termasuk perbuatan haram. Dalam Al Qur’an disebutkan, “Wa
laa tajas-sasuu” (dan janganlah kalian saling mencari-cari kesalahan). [Al
Hujuraat: 12].
Di hadapan sikap tajassus, tidak ada
seorang manusia pun yang selamat dari kesalahan. Namanya juga mencari-cari
kesalahan; kalau tidak ketemu, ya dipaksakan agar tetap ada kesalahan. Dalam
buku SBSSW itu penulis menyebut fatwa Syaikh Bin Baz tentang “bumi tidak
berputar.” Di antara sekian banyak fatwa-fatwa Syaikh Bin Baz yang bermanfaat,
sehingga Dr. Yusuf Al Qaradhawi pernah menyebut beliau sebagai Al Imamul
Jazirah, ternyata oleh penulis diambil fatwa tentang “bumi tidak berputar ini”
(hal. 220-221). Begitu pula penulis ini menyebut pendapat Ibnu Taimiyyah yang
ganjil tentang “siksa neraka untuk orang kafir tidak kekal” (hal. 184).
Pendapat-pendapat seperti ini bukan pendapat utama mereka. Ia adalah pendapat
“recehan” di sisi sedemikian banyak pendapat-pendapat mereka yang berkualitas.
Tetapi karena memang dasarnya benci, apapun kesalahan yang dijumpai akan
dipakai untuk menyerang.
Salah satu yang lucu ialah ketika si
penulis mengutip pandangan Dr. Said Ramadhan Al Buthi dalam bukunya, As
Salafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarakah Laa Madzhab Islami. (SBSSW, hal. 27).
Dengan dasar buku ini dia menuduh ulama-ulama Wahabi tidak mengikuti madzhab
apapun. Padahal para ahli-ahli Islam sudah mafhum, bahwa ulama-ulama
Saudi, termasuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahkan Ibnu
Taimiyyah rahimahullah, mereka itu pengikut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.
Ini sangat nyata dan jelas.
Dalam soal “Al Qur’an adalah Kalamullah”
jelas-jelas mereka mengikuti akidah Imam Ahmad. Begitu pula Bahkan Syaikh Al
Albani rahimahullah telah menyusun kitab Al Irwa’ul Ghalil, sebanyak
total 9 jilid. Kitab ini berisi takhrij hadits-hadits yang termuat dalam
kitab Manarus Sabil yang menjadi pegangan fiqih madzhab Hanbali.
Ulama-ulama Wahabi pun giat memberikan syarah terhadap kitab Aqidah
Thahawiyyah, yang bersumber dari akidah Imam Abu Hanifah rahimahullah. Dan
begitu bencinya penulis ini kepada Wahabi, sampai dia menulis: “Pembagian
tauhid semacam itu tidak terdapat juga di dalam karya murid-murid Imam Ahmad
bin Hanbal yang terkenal seperti Ibnu Al Jauzi dan Al Hafizh Ibnu Katsir.” (SBSSW,
hal. 236).
Kalau dunia ilmiah sudah dimasuki metode
tajassus ini, hasilnya hanyalah kerusakan, dendam, dan kesesatan. Tidak ada
kebaikan dari metode yang dibangun di atas cara haram. Bukankah tajassus
diharamkan dalam Al Qur’an?
9. Penulisnya tertimpa penyakit Gila
Penulis ini (Idahram) termasuk
orang-orang yang sudah tertimpa penyakit “gila.” Di dalam bukunya ini
tercampur-baur berbagai macam pemikiran, akidah, fitnah, kebohongan, dendam
kesumat, kecurangan, dan sebagainya. Bahkan di dalamnya terdapat banyak kontradiksi-kontradiksi.
Contohnya, perhatikan kalimat berikut
ini: “Kita harus melepaskan pemahaman-pemahaman tersebut dan kembali kepada Al
Qur’an, Sunnah Rasul SAW, dan ilmu bahasa Arab sebagai alatnya. Lalu, kita
pakai otak kita untuk memahami dan menelaah perkara-perkara yang
diperselisihkan tersebut, sehingga akan jelas bagi kita saat itu, mana pendapat
yang benar dan mana yang salah di antara mereka. Kita kembali kepada pemahaman
kita, bukan kepada pemahaman Salaf.” (SBSSW, hal. 211).
Lihatlah betapa beraninya penulis dalam
meninggikan otaknya di atas ilmu para Salaf yang mulia. Kemudian baca kalimat
berikut ini: “Sebab, jika semua orang Arab ‘berhak’ untuk menafsirkan Al Qur’an
sekehendak hatinya, tanpa mengerti rambu-rambunya, dan boleh berijtihad tanpa keahlian
yang dia miliki, maka semua orang Arab menjadi ulama. Namun kenyataannya
tidaklah demikian. Tidak semua orang Arab mengerti agama, bahkan banyak dari
mereka yang ‘lebih dajjal’ daripada dajjal. Itulah sebabnya, kenapa tidak
sembarang orang boleh berijtihad dan mengeluarkan fatwa.” (SBSSW, hal. 224).
Dua kutipan ini tentu sangat
mencengangkan; satu sisi memberi kebebasan penuh kepada akal untuk mencerna
perselisihan-perselisihan agama; di sisi lain tidak boleh sembarangan memahami
agama dengan akal sendiri. Padahal jarak antara kalimat pertama dan kedua hanya
beberapa halaman saja.
Kegilaan itu merata dalam buku si
penulis. Ketika dia membahas hadits-hadits tentang Najd, dia mengklaim bahwa
Najd adalah tempatnya fitnah, tempatnya puncak kekafiran, tempatnya “tanduk
setan.” Tetapi ketika membahas tentang kekejaman kaum Wahabi (seperti yang
dituduhkan penulis), dia menyebutkan kota-kota di Najd yang menjadi sasaran
keganasan kaum Wahabi, seperti Thaif, Qashim, Ahsa, Uyainah, Riyadh, Syammar,
dan lainnya. (Lihat SBSSW, hal. 77-106).
10. Mendukung serangan kaum Islamophobia
terhadap dakwah
Dan terakhir, di antara bahaya terbesar
di balik tersebarnya buku ini, adalah suatu kenyataan, bahwa Wahabi hanya
merupakan SASARAN KESEKIAN dari serangan orang-orang ini. Serangan ini
merupakan satu agenda, di samping agenda-agenda serangan lain.
Tentu kita masih ingat munculnya buku, “Ilusi
Negara Islam.” Di sana gerakan-gerakan dakwah Islam internasional juga
mendapatkan stigmatisasi, dengan label “gerakan transnasional.” Tujuannya, agar
masyarakat Indonesia membenci gerakan-gerakan dakwah dari luar negeri itu.
Kita menyadari, kaum Syiah, penganut
SEPILIS, Yahudi-Nashrani, orientalis Barat, aliran-aliran sesat, mereka sudah
sepakat untuk menghancurkan fondasi ajaran Islam dari dasar-dasarnya. Siang
malam mereka berjuang untuk merealisasikan tujuan penghancuran Akidah, Syariat,
dan Peradaban Islam. Seperti LSM SETARA Institute.
Adalah sangat ajaib ketika Said
Agil Siraj, Ketua PBNU, memberikan dukungan terbuka terhadap buku SBSSW ini.
Apa tujuannya? Apakah ingin menghancurkan dakwah Islam, ilmu Syariat, merusak
persatuan Ummat, dan mencerai-beraikan proyek-proyek pembangunan Islam selama
ini? Di mana kualitas intelektualitas seorang Said Agil Siraj sebagai “profesor
doktor” dan Ketua PBNU? Tidak ingatkah Said Agil Siraj bahwa dia mendapat gelar
doktor setelah menamatkan studi di Universitas Ummul Qura’, yang dikelola kaum
Wahabi?
Kalau kata orang Jawa Timur, “Yo, sing
nduwe isin-lah, Pak!” Anda sudah kenyang mendapat fasilitas dari kaum Wahabi,
bahkan anak-anak Anda lahir di bawah kemurahan kaum Wahabi, lalu kini Anda ikut
menyerang paham Wahabi dengan membabi-buta. Apakah dulu di pesantren Anda tidak
diajari pelajaran adab seorang Muslim?
Kalau membaca buku SBSSW itu, saya yakin
bahwa posisi Said Agil Siraj ini –semoga Allah membalas perbuatannya secara
adil dan menjadi ibrah besar bagi kaum Muslimin di Nusantara- bukan hanya
sebagai pemberi kata pengantar. Saya yakin, Said Agil Siraj terlibat langsung
di balik proyek penerbitan buku-buku propaganda ini.
Menurut Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, sosok
Said Agil Siraj ini pernah dikafirkan oleh 12 orang kyai. Ada pula yang
melayangkan surat ke Universitas Ummul Qura, meminta supaya mereka mencabut
gelar doktor Said Agil. (50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, karya Budi
Handrianto, hal. 160. Jakarta, Pustaka Al Kautsar, 2007).
Demikianlah sekilas pandangan tentang
buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi,” karya Syaikh Idahram. Buku ini
andaikan ditulis dengan semangat kejujuran, metode ilmiah Islami, serta upaya
melakukan koreksi terhadap sesama Muslim, dalam rangka memperbaiki kehidupan
Ummat; tentu upaya itu akan disambut dengan rasa syukur. Sekurangnya, ia akan
dipandang sebagai sumbangan ilmiah berharga. Tetapi dengan performa judul,
metode penulisan, serta sekian banyak kecurangan yang dilakukan penulis; tidak
diragukan lagi bahwa buku SBSSW itu ditujukan untuk merusak kehidupan kaum
Muslimin.
Secara pribadi saya menghimbau agar para
ahli-ahli Islam segera “turun tangan” untuk membuat analisis obyektif atas buku
SBSSW itu. Kemudian hasilnya, silakan sampaikan kepada khalayak kaum Muslimin.
Saya sendiri berpandangan, buku ini sangat berbahaya, dan sudah selayaknya di-black
list, atau ditarik dari peredaran.
Akhirul kalam, semoga Allah Subhanahu Wa
Ta’ala selalu merahmati kaum Muslimin di negeri ini, menolong mereka atas
segala prahara berat yang menimpa, menyantuni mereka atas segala konspirasi
jahat yang dilontarkan musuh-musuh Islam, serta meluaskan hidayah ke seluruh
sudut negeri, agar lebih banyak manusia yang hidup di atas keshalihan; bukan di
atas khianat, kedengkian, dan permusuhan terhadap Islam. Allahumma amin. Wallahu
a’lamu bis-shawab.
Adapun Marhadi kebalikan dari idahram, sudah terbongkar kedoknya, sebagaimana
gurunya yg sebagai ketua umum NU, itu juga adalah oknum NU, terbukti dengan
dukungan pak said agil ini terhadap syiah, itu bukan pernyataan resmi NU, tapi
dia sebagai oknum NU, buktinya, banyak sekali penentangan dari tokoh-tokoh NU
yang tidak sejalan dengan pemikiran ketua umum itu, bahkan di beberapa pimpinan
cabang NU, mereka mengeluarkan fatwa sesat terhadap syiah, apalagi ditambah
peristiwa dibacoknya warga NU oleh orang syiah di jember.
Bantahan untuk Idahram, bisa dibaca disini, dan silahkan dowload rekamannya,
tentang said aqil yang mendukung syiah, bisa lihat disini
Masalahnya berani ngga dia bertemu? nama
penulis buku saja pakai dibalik-balik, IDAHRAM, padahal namanya MARHADI,
silahkan dengarkan sendiri jawaban dari
ustadz badrusalam, bisa didengarkan disini
Silahkan download penjelasannya,
Sebenarnya tidak perlu bingung jika kita mengetahui patokan kebenaran, apa itu
kebenaran, apa itu standar kebenaran, silahkan baca disini tentang apa itu
kebenaran, apa itu ciri-ciri kebenaran tersebut, klik link ini
Apakah jalan kebenaran itu banyak?
ternyata jalan kebenaran itu cuma satu, silahkan baca disini ulasannya
Studi Kritis Atas Buku “Sejarah Berdarah Sekte
Salafi Wahabi” [ 2 ]
Mengapa Banyak Yang Memusuhi WAHABI? Ini
Rahasianya..
https://aslibumiayu.net/7697-mengapa-banyak-yang-memusuhi-wahabi-ini-rahasianya.html
https://aslibumiayu.net/7697-mengapa-banyak-yang-memusuhi-wahabi-ini-rahasianya.html
Wahabi, Apakah Begitu Mengerikan Dan Merupakan
Gerakan Yang Berbahaya?
https://aslibumiayu.net/7429-wahabi-apakah-begitu-mengerikan-dan-merupakan-gerakan-yang-berbahaya.html
https://aslibumiayu.net/7429-wahabi-apakah-begitu-mengerikan-dan-merupakan-gerakan-yang-berbahaya.html
SIAPA PENCETUS
PERTAMA ISTILAH WAHHABI?
https://aslibumiayu.net/1988-siapa-pencetus-pertama-istilah-wahhabi.html
https://aslibumiayu.net/1988-siapa-pencetus-pertama-istilah-wahhabi.html
Sejarah Berdarah Sekte Syiah,.. Buku yang perlu
anda baca, agar tidak terjerumus kedalamnya..
https://aslibumiayu.net/5307-sejarah-berdarah-sekte-syiah-buku-yang-perlu-anda-baca-agar-tidak-terjerumus-kedalamnya.html
https://aslibumiayu.net/5307-sejarah-berdarah-sekte-syiah-buku-yang-perlu-anda-baca-agar-tidak-terjerumus-kedalamnya.html
Mau Tahu Pendiri WAHABI?? Waspadailah Bahaya
Pemikirannya, Dan Jangan Kita Tertipu Ajakannya
https://aslibumiayu.net/6491-mau-tahu-pendiri-wahabi-waspadailah-bahaya-pemikirannya-dan-jangan-kita-tertipu-ajakannya.html
https://aslibumiayu.net/6491-mau-tahu-pendiri-wahabi-waspadailah-bahaya-pemikirannya-dan-jangan-kita-tertipu-ajakannya.html
Download Anti Virus WAHABI, sebelum virus
wahabi menyerang anda..
https://aslibumiayu.net/4408-download-anti-virus-wahabi-sebelum-virus-wahabi-menyerang-anda.html
https://aslibumiayu.net/4408-download-anti-virus-wahabi-sebelum-virus-wahabi-menyerang-anda.html
Menyingkap Mitos Wahhabi
Sebuah Kisah Nyata Pembenci Wahabi, Karena
Mengamalkan Sunnah Nabi,.Sayapun Dituduh Wahabi…
https://aslibumiayu.net/11705-sebuah-kisah-nyata-pembenci-wahabi-karena-mengamalkan-sunnah-nabi-sayapun-dituduh-wahabi.html
https://aslibumiayu.net/11705-sebuah-kisah-nyata-pembenci-wahabi-karena-mengamalkan-sunnah-nabi-sayapun-dituduh-wahabi.html