Published on Sunday, 26 January 2014 15:31
Kata “Rafidhi” itu
pecahan dari “Zaid”, yang dikenal dengan sebutan Syiah Zaidiyah [para pengikut
syiah zaid], tetapi dalam perjalanan sejarahanya Syiah Zaidiyah tinggal namanya
saja, karena baik syiah Zaidiyah atau Syiah Imamiyah atau Rafidhoh, menjadi
satu kongsi untuk menghancurkan Islam.
Tujuannya adalah
mengganti kedudukan Islam sebagai agama, memusnahkan semua Islam yang dibawa
sahabat nabi, kecuali Ali. Dalam
pandangan mereka, yang disebut agama adalah berdasarkan garis keturunan, bukan berdasarkan
“jamaah yang dibangun Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Kalau agama
berdasarkan garis keturunan Ali , ini menunjukkan otoritas agama itu sifatnya
keturunan, dan hanya berlaku, diluar mereka, sekalipun misalnya mereka
melakukan kesalahan. Sebab masalahnya adalam “Imam Suci” bentukan
mereka, telah menghapus kemanusiaan yang ada, sebaliknya mendudukan derajat
manusia sama dengan nabi nabi. Sedangkan dalam Islam kata “Ma’shum” hanya
berlaku kepada para nabi saja.
Untuk membuktikan syiah agama tersendiri yang terlepas
dari Islam, bisa menghayati kitab populer syiah yang membantah ke Sucian
Al-Quran yang diyakini ribuan sahabat nabi waktu itu .
Muhammad bin Murtadlaa
Al-Kaasyiy berkata :
لم يبق لنا اعتماد
على شيء من القران. اذ على هذا يحتمل كل اية منه أن يكون محرفاً ومغيراً ويكون على
خلاف ما أنزل الله فلم يقب لنا في القران حجة أصلا فتنتفى فائدته وفائدة الأمر
باتباعه والوصية بالتمسك به
“Tidaklah tersisa
bagi kami untuk berpegang suatu ayat dari Al-Qur’an. Hal ini disebabkan setiap
ayat telah terjadi pengubahan sehingga berlawanan dengan yang diturunkan Allah.
Dan tidaklah tersisa dari Al-Qur’an satu ayatpun sebagai hujjah. Maka tidak
ada lagi faedahnya, dan faedah untuk menyuruh dan berwasiat untuk mengikuti dan
berpegang dengannya ….” [Tafsir Ash-Shaafiy, 1/33].
Ash-Shaafi membuktikan kenakalan syiah yang menghapus “kescuian al-Quran”
sebagai kitab suci umat Islam. Padahal sejarah pengumpulan Al-Quran di saksikan
ribuan orang, bukan sekedar dua atau tiga orang, yang tidak memungkinkan
terjadi tumpang tindih dalam Quran. Kemungkinan besar “Imam Ali” yang masih
hidup dijaman Usman, termasuk para pakar Quran seperti Ibnu Abbas tidak akan
tinggal diam dengan perbuatan Usman bin Affan, buktinya hingga zaman Ali memerintah, tidak ada satupun
inisiatif dari pemerintahan Ali untuk merobah al-Quran, terlebih Al-Quran itu
bukan sebuah tulisan dan susunan bahasa Arab belaka, tetapi wahyu.
Manakala Quran ada yang salah pada waktu itu, sudah pasti mereka akan
menggunakan harta dan jiwanya untuk membela Al-Quran hingga tetets darah
penghabisan. Nyatanya , baik
Ali atau Umayyah tak pernah mempermasalahkan Al-Quran yang disusun oleh Usman
bin Affan dengan timnya.
Penolakan Syiah dengan Quran sebagai
kitab suci Umat Islam, ini merupakan bukti kalau Syiah bukan agama Islam,
karena kehadiran syiah menimbulkan keraguan terhadap keberadaan Al-Quran. Menuduh para penulis dan
nara sumber penggalian Al-Quran melakukan perombakan terhadap Al-Quran.
Sedangkan Al-Quran di masa itu tidak sebatas dalam bentuk tulisan yang sampai
kepada umat, melainkan juga dalam bentuk warisan lisan kelisan atau “hafalan”,
yang tidak ada perobahan antara tulisan dan hafalan yang sampai kepada umat
ini.
Pikiran syiah yang tertulis dalam kitab Ash-Shafi adalah cerminan kalau
syiah inkarul Quran, dan hal itu ukuran atas kemusliman syiah atau tidak.
Dengan klaim dan pernyataan syiah yang dibuat dalam kitab kitabnya, menyerang
Al-Quran , hadist dan shahibul hadist, juga merupakan wajah syiah yang bukan
Islam. Sebagaimana yang kita ketahui, kitab kitab Imam Bukhari, Muslim dan Imam
Imam Hadist lainnya kalau saja mau jujur tak ada satupun yang tertandingi
keilmiahannya.
Kesimpulannya bahwa tidak ada alasan nyata dari syiah, melainkan
asumsi fanatisme politisasi agama model syiah yang tega menyalahkan pengumpulan
Al-Quran oleh usman. Umat Islam saatnya berpaling dari sandaran sandaran syiah
yang menciptakan keraguan ditengah kaum muslimin, diikuti tindakan atas nama
“pembelaan dan dendam Husain bin Ali Radhiallahu’anma. Padahal sekedar tipu
daya syiah yang Persiaisme yang dendam terhadap Islam, sehingga dalam konsep
syiah di Iran, agama adalah harus berkiblat ke pada Iran, yang dianggap sebagai
kota suci keempat oleh mereka.
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ
مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“MEREKA HENDAK
MEMADAMKAN CAHAYA (AGAMA) ALLAH DENGAN MULUT (UCAPAN-UCAPAN) MEREKA, DAN ALLAH
TETAP MENYEMPURNAKAN CAHAYA-NYA MESKIPUN ORANG-ORANG KAFIR BENCI” [QS.
Ash-Shaff : 8].
(koepas) - Hadis
merupakan salah satu sumber hukum islam setelah Al-Qur'an, oleh karena itu demi
menjaga kemurnian Islam sangat perlu diperhatikan keabsahan sebuah hadits.
Para ulama ahlu sunnah
sangat memperhatikan hal ini, sehingga mereka sangat ketat dalam memfilter mana
hadits yang bisa dijadikan sebagai landasan dan mana hadits yang tidak layak
dikategorikan sebagai hadits baik itu karena lemah maupun palsu. Mereka
memberikan syarat-syarat yang ketat dalam memilah dan menyampaikan hadits
karena merupakan landasan agama yang harus dijaga kemurniannya.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan kelakuan orang-orang
syi'ah, mereka tidak mempedulikan hadist-hadits nabi, mereka tidak
memperhatikan keabsahan sebuah sanad, begitu juga dengan kaidah-kaidah ilmiyah
dalam menyeleksi sebuah hadits.
Bagi mereka hanya
hadits yang dinisbatkan kepada Ahlul bait saja yang dapat diterima tidak peduli
apakah sanadnya benar atau salah, setiap hadits yang tidak dinisbatkan kepada
Alul bait meskipun benar dan sesuai dengan kaidah ilmiyah tetaplah tidak mereka
terima.
Dikalangan syi'ah tidak dikenal ilmu mustalah hadits,
karena bagi mereka setiap riwayat asalkan dinisbatkan kepada Ahlul bait
pastilah mereka terima dan percayai.
Sering sekali terdapat
riwayat dalam kitab-kitab refrensi Syi'ah hadits yang diriwayatkan dengan model
sanad sebagai berikut :"Dari
Muhammad bin Ismail dari sebagian sahabat kami dari seorang yang meriwayatkan
darinya bahwa dia berkata….."
Dalam disiplin ilmu
hadits dikalangan Ahlu sunnah, sanad seperti di atas sama sekali tidak dapat
diterima dan tidak dianggap, karena didalamnya terdapat perawi yang majhul/tidak
dikenal jati dirinya. Jika perawinya tidak dikenal berarti diragukan 'adalahnya(integritas
kepribadian) dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Namun, di kalangan
Syi'ah sanad yang sangat rancu dan meragukan seperti itu diterima, bahkan
kitab-kitab mereka penuh dengan puluhan ribu hadits-hadits maudhu' (palsu),
karena mereka memang tidak pernah menyaring riwayat-riwayat yang mereka terima,
maka dengan landasan riwayat palsu dan lemah itulah mereka membangun landasan
agama mereka, sehingga tak heran agama syi'ah penuh kebohongan, kerancuan dan
kontradiksi.
http://koepas.org/index.php/opini/647
Published on Sunday, 26 January 2014 15:41
Semua ulama Islam dari awal sudah sepakat, kalau Abu Hurairah adalah salah satu perawi hadist yang paling banyak meriwayatkan hadits nabi. Banyak hadist yang diriwayatkan dari lidah Abu hurairah sebagai sahabat nabi, yang di sansikan Syiah, dengan satu target melemahkan barisan ahlussunah waljamah. Dan promosi hadist hadist syiah yang tidak berhasil dikalangan sunni, menyebabkan syiah mengambil jalan pintas dengan mencari cela cela yang dapat menghancurkan hadist hadits Abu Hurairah. Usaha mereka terbilang gigi mernacang berbagai cara, agar umat Islam bisa terpedaya dengan ocehan syiah yang menyiramkan air garam pada umat islam.
Pendustaan dan
pemalsuan yang terus menerus dilakukan Syiah, jelas merupakan usaha gigih syiah
dalam rangka membendung keyakinan sunah yang sudah mengakar, dan bertujuan
menarik dan merekrut sunni dengan tipuan tipuannya kedalam Syiah yang di murkai
Allah dan rasul-Nya.
Padahal sejak jaman Imam Imam Hadist sebelum Bukhari,
hatta gurunya Imam Bukhari dan lainnya tidak ada seorangpun dari mereka yang
menolak “Abu Hurairah”. Ribuan
imam sunni dari jaman ke jaman tak pernah ada yang melakukan abortus terhadap
hadits Abu Hurairah. Kelekar
syiah menempatkan Abu Hurairah sebagai perawi palsu justru makin meyakinkan
Muslim, kalau syiah bukan Islam. Sejak muncul imam imam fiqih semacam
imam Aza’I , Malik, Abu hanifah, Imam syafii, Imam Ahmad bin Hambal, tak
terkisahkan dari mereka, kalau hadist hadist Abu Hurairah adalah palsu. Mereka
menggunakan hadist hadist Abu Hurairah sebagai hujjah fiqihnya.
Membaca prilaku Syiah
melemahkan Abu Hurairah, kelak akan menghasilkan kesimpulan, kalau Imam Imam
yang menyandarkan fiqihnya ke Abu Hurairah, atau imam imam mufasir atau imam
imam mujtahid sekaliber mujahid dianggap menjadi palsu pula, dan pada
gilirannya semua imam yang jumlahnya ribuan mengakui Abu hurairah adalah
Imam batil tak pantas diikuti. Sedangkan dijaman khilafah dari masa ke masa
tidak ada satupun tim hadist yang melecehkan Abu Hurairah, kecuali syiah yang
dengan rancanganya melakukan tipu daya terhadap umat Islam.
Sinergi kesesatan tim
syiah melakukan abortus terhadap hadist Abu Hurairah sebenarnya tak pernah
berhasil, karena argument apapun yang digunakan Syiah melecehkan Abu hurairah
tidak lebih dari basa basi taqiyah syiah yang di marginalkan oleh tokoh sunni.
Buruknya
perangan syiah melecehkan sahabat nabi, sudah jelas menempatkan syiah pada
posisi terpojok, tidak punya teman gaul, sehingga banyak melakukan aksi
pembunuhan karakter terhadap sunni. Al-Quran sudah dilecehkan, hadistpun telah
didustakan, masihkah ada pemuda Islam yang cerdas simpati dengan syiah, atau
karena ketidakmampuan mereka berada dalam bingkai intelektual yang terpasung
oleh logika syiah, sehingga sulit keluar dari paham sesat tersebut. Bisa di kelaskan mereka yang
meninggalkan pemahaman sunni tidak ada seorangpun dari mereka yang sederajat
dengan sunni hafalan dan kekuatan ingatannya. Melainkan kalangan orang orang
pandir yang rakus dengan kesesatan belaka.
Dr
Ahmad Al-Thayib, Syaikh Al-Azhar kemarin pagi menemui Dr Khodair Al Khuza’iy,
Wakil Presiden Republik Irak dan delegasi yang menyertainya seperti dilansir
alriyadh 10/06/2014.
Selama
pertemuan tersebut, Wakil Presiden Irak mengungkapkan kebahagiaannya bisa
bertemu Syaikh Al-Azhar,dengan membawa pesan kasih sayang dan cinta untuk
Al-Azhar dari rakyat Irak, menekankan bahwa Al-Azhar memiliki karakter yang
jelas dalam menyatukan umat dan mengumpulkan umat yang berpecah belah, di mana
Al-Azhar menyembuhkan luka-luka dunia Arab dan Islam.
Dia menambahkan bahwa negara Islam sepakat
Al-Azhar adalah simbol kemoderatan, dan sebuah mercusuar pemikiran moderat.
Basa-basi dari Wapres Irak tersebut mendapat
sambutan hangat dari imam besar Al-Azhar, namun Syaikh Al-Azhar menekankan
kesiapan Al-Azhar untuk mengadakan pertemuan bersama antara Ulama Sunni dan
Syiah, dengan syarat
Marja’ terbesar Syiah di Irak dan Iran mengeluarkan fatwa tegas dan eksplisit
yang berisi pengharaman dalam bentuk tegas terhadap segala macam caci-maki
terhadap para Sahabat dan Ummahatul Mu’minin (istri-istri Nabi), dan
menghentikan upaya untuk menyebarkan ajaran sesat Syiah di negara-negara Sunni.
Namun bisa dipastikan para Marja' Syiah akan
menolak usulan tersebut, karena pengharaman caci-maki sahabat dan istri nabi
memiliki konsekuensi bahwa para Sahabat tidak merebut khilafah dari Ali dan
berarti khilafah Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah sah, sementara hal ini
semua bertolak belakang dengan keyakinan Syiah.
Republik Irak saat ini dikuasai oleh orang-orang
Syiah karena bantuan dari Amerika yang secara suka rela menyerahkan Irak kepada
Syiah.
Di Indonesia sendiri Syiah terang-terangan mencela
para Sahabat dan istri-istri Nabi, seperti yang sering dilakukan caleg DPR-RI
dari PDI-P, Jalaluddin Rakhmat baik melalui lisan maupun tulisan. Seperti yang
kita ketahui bersama, Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk
menganut akidah Islam Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jama'ah), namun Syiah tetap
berupaya keras menebarkan doktrin-doktrin sesatnya di perkotaan dan pedesaan.