Wednesday, August 27, 2014

pandangan syi'ah terhadap kesucian Al-Qur'an dan Hadits Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam



Published on Sunday, 26 January 2014 15:31
Kata “Rafidhi” itu pecahan dari “Zaid”, yang dikenal dengan sebutan Syiah Zaidiyah [para pengikut syiah zaid], tetapi dalam perjalanan sejarahanya Syiah Zaidiyah tinggal namanya saja, karena baik syiah Zaidiyah atau Syiah Imamiyah atau Rafidhoh, menjadi satu kongsi untuk menghancurkan Islam.
Tujuannya adalah mengganti kedudukan Islam sebagai agama, memusnahkan semua Islam yang dibawa sahabat nabi, kecuali Ali. Dalam pandangan mereka, yang disebut agama adalah berdasarkan garis keturunan, bukan berdasarkan “jamaah yang dibangun Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Kalau agama berdasarkan garis keturunan Ali , ini menunjukkan otoritas agama itu sifatnya keturunan, dan hanya berlaku, diluar mereka, sekalipun misalnya mereka melakukan kesalahan. Sebab masalahnya adalam “Imam Suci” bentukan mereka, telah menghapus kemanusiaan yang ada, sebaliknya mendudukan derajat manusia sama dengan nabi nabi. Sedangkan dalam Islam kata “Ma’shum” hanya berlaku kepada para nabi saja.
Untuk membuktikan syiah agama tersendiri yang terlepas dari Islam, bisa menghayati kitab populer syiah yang membantah ke Sucian Al-Quran yang diyakini ribuan sahabat nabi waktu itu .
Muhammad bin Murtadlaa Al-Kaasyiy berkata :

لم يبق لنا اعتماد على شيء من القران. اذ على هذا يحتمل كل اية منه أن يكون محرفاً ومغيراً ويكون على خلاف ما أنزل الله فلم يقب لنا في القران حجة أصلا فتنتفى فائدته وفائدة الأمر باتباعه والوصية بالتمسك به 
“Tidaklah tersisa bagi kami untuk berpegang suatu ayat dari Al-Qur’an. Hal ini disebabkan setiap ayat telah terjadi pengubahan sehingga berlawanan dengan yang diturunkan Allah. Dan tidaklah tersisa dari Al-Qur’an satu ayatpun sebagai hujjah. Maka tidak ada lagi faedahnya, dan faedah untuk menyuruh dan berwasiat untuk mengikuti dan berpegang dengannya ….” [Tafsir Ash-Shaafiy, 1/33].
Ash-Shaafi membuktikan kenakalan syiah yang menghapus “kescuian al-Quran” sebagai kitab suci umat Islam. Padahal sejarah pengumpulan Al-Quran di saksikan ribuan orang, bukan sekedar dua atau tiga orang, yang tidak memungkinkan terjadi tumpang tindih dalam Quran. Kemungkinan besar “Imam Ali” yang masih hidup dijaman Usman, termasuk para pakar Quran seperti Ibnu Abbas tidak akan tinggal diam dengan perbuatan Usman bin Affan, buktinya hingga zaman Ali memerintah, tidak ada satupun inisiatif dari pemerintahan Ali untuk merobah al-Quran, terlebih Al-Quran itu bukan sebuah tulisan dan susunan bahasa Arab belaka, tetapi wahyu. Manakala Quran ada yang salah pada waktu itu, sudah pasti mereka akan menggunakan harta dan jiwanya untuk membela Al-Quran hingga tetets darah penghabisan. Nyatanya , baik Ali atau Umayyah tak pernah mempermasalahkan Al-Quran yang disusun oleh Usman bin Affan dengan timnya.
Penolakan Syiah dengan Quran sebagai kitab suci Umat Islam, ini merupakan bukti kalau Syiah bukan agama Islam, karena kehadiran syiah menimbulkan keraguan terhadap keberadaan Al-Quran. Menuduh para penulis dan nara sumber penggalian Al-Quran melakukan perombakan terhadap Al-Quran. Sedangkan Al-Quran di masa itu tidak sebatas dalam bentuk tulisan yang sampai kepada umat, melainkan juga dalam bentuk warisan lisan kelisan atau “hafalan”, yang tidak ada perobahan antara tulisan dan hafalan yang sampai kepada umat ini.
Pikiran syiah yang tertulis dalam kitab Ash-Shafi adalah cerminan kalau syiah inkarul Quran, dan hal itu ukuran atas kemusliman syiah atau tidak. Dengan klaim dan pernyataan syiah yang dibuat dalam kitab kitabnya, menyerang Al-Quran , hadist dan shahibul hadist, juga merupakan wajah syiah yang bukan Islam. Sebagaimana yang kita ketahui, kitab kitab Imam Bukhari, Muslim dan Imam Imam Hadist lainnya kalau saja mau jujur tak ada satupun yang tertandingi keilmiahannya.
Kesimpulannya bahwa tidak ada alasan nyata  dari syiah, melainkan asumsi fanatisme politisasi agama model syiah yang tega menyalahkan pengumpulan Al-Quran oleh usman. Umat Islam saatnya berpaling dari sandaran sandaran syiah yang menciptakan keraguan ditengah kaum muslimin, diikuti tindakan atas nama “pembelaan dan dendam Husain bin Ali Radhiallahu’anma. Padahal sekedar tipu daya syiah yang Persiaisme yang dendam terhadap Islam, sehingga dalam konsep syiah di Iran, agama adalah harus berkiblat ke pada Iran, yang dianggap sebagai kota suci keempat oleh mereka.
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“MEREKA HENDAK MEMADAMKAN CAHAYA (AGAMA) ALLAH DENGAN MULUT (UCAPAN-UCAPAN) MEREKA, DAN ALLAH TETAP MENYEMPURNAKAN CAHAYA-NYA MESKIPUN ORANG-ORANG KAFIR BENCI” [QS. Ash-Shaff : 8].

Mengapa Hadis Syiah Tidak Bisa Diterima?
Published on Tuesday, 08 July 2014 20:03
koepas.org
(koepas) - Hadis merupakan salah satu sumber hukum islam setelah Al-Qur'an, oleh karena itu demi menjaga kemurnian Islam sangat perlu diperhatikan keabsahan sebuah hadits.
Para ulama ahlu sunnah sangat memperhatikan hal ini, sehingga mereka sangat ketat dalam memfilter mana hadits yang bisa dijadikan sebagai landasan dan mana hadits yang tidak layak dikategorikan sebagai hadits baik itu karena lemah maupun palsu. Mereka memberikan syarat-syarat yang ketat dalam memilah dan menyampaikan hadits karena merupakan landasan agama yang harus dijaga kemurniannya.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan kelakuan orang-orang syi'ah, mereka tidak mempedulikan hadist-hadits nabi, mereka tidak memperhatikan keabsahan sebuah sanad, begitu juga dengan kaidah-kaidah ilmiyah dalam menyeleksi sebuah hadits.
Bagi mereka hanya hadits yang dinisbatkan kepada Ahlul bait saja yang dapat diterima tidak peduli apakah sanadnya benar atau salah, setiap hadits yang tidak dinisbatkan kepada Alul bait meskipun benar dan sesuai dengan kaidah ilmiyah tetaplah tidak mereka terima.
Dikalangan syi'ah tidak dikenal ilmu mustalah hadits, karena bagi mereka setiap riwayat asalkan dinisbatkan kepada Ahlul bait pastilah mereka terima dan percayai.
Sering sekali terdapat riwayat dalam kitab-kitab refrensi Syi'ah hadits yang diriwayatkan dengan model sanad sebagai berikut :"Dari Muhammad bin Ismail dari sebagian sahabat kami dari seorang yang meriwayatkan darinya  bahwa dia berkata….."
Dalam disiplin ilmu hadits dikalangan Ahlu sunnah, sanad seperti di atas sama sekali tidak dapat diterima dan tidak dianggap, karena didalamnya terdapat perawi yang majhul/tidak dikenal jati dirinya. Jika perawinya tidak dikenal berarti diragukan 'adalahnya(integritas kepribadian) dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Namun, di kalangan Syi'ah sanad yang sangat rancu dan meragukan seperti itu diterima, bahkan kitab-kitab mereka penuh dengan puluhan ribu hadits-hadits maudhu' (palsu), karena mereka memang tidak pernah menyaring riwayat-riwayat yang mereka terima, maka dengan landasan riwayat palsu dan lemah itulah mereka membangun landasan agama mereka, sehingga tak heran agama syi'ah penuh kebohongan, kerancuan dan kontradiksi.

http://koepas.org/index.php/opini/647
Published on Sunday, 26 January 2014 15:41



Semua ulama Islam dari awal sudah sepakat, kalau Abu Hurairah adalah salah satu perawi hadist yang paling banyak meriwayatkan hadits nabi. Banyak hadist yang diriwayatkan dari lidah Abu hurairah sebagai sahabat nabi, yang di sansikan Syiah, dengan satu target melemahkan barisan ahlussunah waljamah. Dan promosi hadist hadist syiah yang tidak berhasil dikalangan sunni, menyebabkan syiah mengambil jalan pintas dengan mencari cela cela yang dapat menghancurkan hadist hadits Abu Hurairah. Usaha mereka terbilang gigi mernacang berbagai cara, agar umat Islam bisa terpedaya dengan ocehan syiah yang menyiramkan air garam pada umat islam.
Pendustaan dan pemalsuan yang terus menerus dilakukan Syiah, jelas merupakan usaha gigih syiah dalam rangka membendung keyakinan sunah yang sudah mengakar, dan bertujuan menarik dan merekrut sunni dengan tipuan tipuannya kedalam Syiah yang di murkai Allah dan rasul-Nya.
Padahal sejak jaman Imam Imam Hadist sebelum Bukhari, hatta gurunya Imam Bukhari dan lainnya tidak ada seorangpun dari mereka yang menolak “Abu Hurairah”. Ribuan imam sunni dari jaman ke jaman tak pernah ada yang melakukan abortus terhadap hadits Abu Hurairah. Kelekar syiah menempatkan Abu Hurairah sebagai perawi palsu justru makin meyakinkan Muslim, kalau syiah bukan Islam. Sejak muncul imam imam fiqih semacam imam Aza’I , Malik, Abu hanifah, Imam syafii, Imam Ahmad bin Hambal, tak terkisahkan dari mereka, kalau hadist hadist Abu Hurairah adalah palsu. Mereka menggunakan hadist hadist Abu Hurairah sebagai hujjah fiqihnya.
Membaca prilaku Syiah melemahkan Abu Hurairah, kelak akan menghasilkan kesimpulan, kalau Imam Imam yang menyandarkan fiqihnya ke Abu Hurairah, atau imam imam mufasir atau imam imam mujtahid sekaliber mujahid dianggap menjadi palsu pula, dan pada gilirannya semua imam yang jumlahnya ribuan mengakui Abu hurairah adalah Imam batil tak pantas diikuti. Sedangkan dijaman khilafah dari masa ke masa tidak ada satupun tim hadist yang melecehkan Abu Hurairah, kecuali syiah yang dengan rancanganya melakukan tipu daya terhadap umat Islam.
Sinergi kesesatan tim syiah melakukan abortus terhadap hadist Abu Hurairah sebenarnya tak pernah berhasil, karena argument apapun yang digunakan Syiah melecehkan Abu hurairah tidak lebih dari basa basi taqiyah syiah yang di marginalkan oleh tokoh sunni.
Buruknya perangan syiah melecehkan sahabat nabi, sudah jelas menempatkan syiah pada posisi terpojok, tidak punya teman gaul, sehingga banyak melakukan aksi pembunuhan karakter terhadap sunni. Al-Quran sudah dilecehkan, hadistpun telah didustakan, masihkah ada pemuda Islam yang cerdas simpati dengan syiah, atau karena ketidakmampuan mereka berada dalam bingkai intelektual yang terpasung oleh logika syiah, sehingga sulit keluar dari paham sesat tersebut. Bisa di kelaskan mereka yang meninggalkan pemahaman sunni tidak ada seorangpun dari mereka yang sederajat dengan sunni hafalan dan kekuatan ingatannya. Melainkan kalangan orang orang pandir yang rakus dengan kesesatan belaka.
Dr Ahmad Al-Thayib, Syaikh Al-Azhar kemarin pagi menemui Dr Khodair Al Khuza’iy, Wakil Presiden Republik Irak dan delegasi yang menyertainya seperti dilansir alriyadh 10/06/2014.
Selama pertemuan tersebut, Wakil Presiden Irak mengungkapkan kebahagiaannya bisa bertemu Syaikh Al-Azhar,dengan membawa pesan kasih sayang dan cinta untuk Al-Azhar dari rakyat Irak, menekankan bahwa Al-Azhar memiliki karakter yang jelas dalam menyatukan umat dan mengumpulkan umat yang berpecah belah, di mana Al-Azhar menyembuhkan luka-luka dunia Arab dan Islam.
Dia menambahkan bahwa negara Islam sepakat Al-Azhar adalah simbol kemoderatan, dan sebuah mercusuar pemikiran moderat.
Basa-basi dari Wapres Irak tersebut mendapat sambutan hangat dari imam besar Al-Azhar, namun Syaikh Al-Azhar menekankan kesiapan Al-Azhar untuk mengadakan pertemuan bersama antara Ulama Sunni dan Syiah, dengan syarat Marja’ terbesar Syiah di Irak dan Iran mengeluarkan fatwa tegas dan eksplisit yang berisi pengharaman dalam bentuk tegas terhadap segala macam caci-maki terhadap para Sahabat dan Ummahatul Mu’minin (istri-istri Nabi), dan menghentikan upaya untuk menyebarkan ajaran sesat Syiah di negara-negara Sunni.
Namun bisa dipastikan para Marja' Syiah akan menolak usulan tersebut, karena pengharaman caci-maki sahabat dan istri nabi memiliki konsekuensi bahwa para Sahabat tidak merebut khilafah dari Ali dan berarti khilafah Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah sah, sementara hal ini semua bertolak belakang dengan keyakinan Syiah.
Republik Irak saat ini dikuasai oleh orang-orang Syiah karena bantuan dari Amerika yang secara suka rela menyerahkan Irak kepada Syiah.
Di Indonesia sendiri Syiah terang-terangan mencela para Sahabat dan istri-istri Nabi, seperti yang sering dilakukan caleg DPR-RI dari PDI-P, Jalaluddin Rakhmat baik melalui lisan maupun tulisan. Seperti yang kita ketahui bersama, Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk menganut akidah Islam Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jama'ah), namun Syiah tetap berupaya keras menebarkan doktrin-doktrin sesatnya di perkotaan dan pedesaan.