Sunday, March 1, 2015

Mengenal Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu 'anhuma

                                                        

Mu’awwiyah bin Abu Sofyan bin Harb bin Umaiah Al Qurasyi Al Umawi adalah pendiri Daulat Umaiah di Suriah. Beliau lahir di Mekah dan sempat memusuhi Islam dan akhirnya memeluk Islam ketika penaklukan kota Mekah (8 H). Beliau sempat belajar baca tulis dan matematika, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkatnya menjadi juru tulisnya. Beliau bertugas di Suriah di masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. Beliau menentanag Ali dan berkonfrontasi dengan Ali dalam perang Shiffin (37 H/657 M) yang berakhir dengan sebuah arbitrase. Beliau dinobatkan menjadi khalifah (40-60 H/661-680 M) di mana ibu kota pemerintahan dia pindahkan ke Damaskus. Beliau termasuk tokoh penakluk ternama dalam sejarah Islam, di mana penaklukannya sampai ke daerah di Lautan Atlantik.
Dia meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebanyak seratus enam puluh tiga hadits. Beberapa sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan hadits darinya antara lain : Abdullah bin Abbas, Abdulah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Darda’, Jarir aI-Bajali, Nu’man bin Basyir dan yang lain. Sedangkan dari kalangan tabiin antara lain : Sa’id bin al-­Musayyib, Hamid bin Abdur Rahman dan lain-lain.
Dia termasuk salah seorang yang memiliki kepintaran dan kesabaran. Banyak hadits yang menyatakan keutamaan pribadinya, namun dari hadits-hadits tersebut hanya sedikit yang bisa diterima.

Imam at-Tirmidzi meriwayatkan (dia mengatakan bahwa hadits ini hasan) dari Abdur Rahman bin Abi Umairah (seorang sahabat Rasulullah) dari Rasulullah bahwa dia bersabda kepada Mu’awiyah, “Ya Allah, jadikanlah dia orang yang memberi petunjuk dan mendapat petunjuk.”

Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan dari al-Mirbadh bin Sariyyah dia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Ya Allah ajarilah Mu’awiyah al-Qur’an dan hisab serta lindungilah dia dari adzab.”

Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya dan Imam ath-Thabarani dalam kitabnya al-Kabir meriwayatkan dari Abdul Malik bin Umair dia berkata: Mu’awiyyah berkata : Sejak Rasulullah bersabda kepada saya. “Wahai Mu’awiyah, jika kamu menjadi raja, maka berbuat baiklah!” saya selalu menginginkan jabatan kekhilafahan.

Mua’wiyyah adalah seorang lelaki yang bertubuh tinggi berkulit putih dan tampan serta karismatik. Suatu ketika Umar bin Khaththab melihat kepadanya dan berkata, “Dia adalah kaisar Arab.”

Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib dia berkata, “Janganlah kalian membenci pemerintahan Mu’awiyah. Sebab andai kalian kehilangan dia, niscaya akan kalian lihat beberapa kepala lepas dari lehernya.”
Al-Maqbari berkata : “Kalian sangat kagum kepada kaisar Persia dan Romawi namun kalian tidak mempedulikan Mu’awiyah! Kesabarannya dijadikan sebuah pepatah. Bahkan Ibnu Abid Dunya dan Abu Bakar bin ‘Ashim mengarang buku khusus tentang kesabarannya.”

Ibnu ‘Aun berkata, “Ada seorang lelaki berkata kepada Mu’awiyah: Demi Allah hendaknya kamu menegakkan hukum dengan lurus wahai Mu’awiyah. Jika tidak, maka kamilah yang akan meluruskan kamu!”

Mu’awiyah berkata, “Dengan apa kalian akan meluruskan kami?”

Dia menjawab, “Dengan pentungan kayu!”

Muawiyyah menjawab, “Jika begitu kami akan berlaku lurus.”

Qubaishah bin Jabir berkata : Saya menemani Mu’awiyah beberapa lama, ternyata dia adalah seorang yang sangat sabar. Tidak saya temui seorang pun yang sesabar dia, tidak ada orang yang lebih bisa berpura-pura bodoh darinya, sebagaimana tidak ada orang yang lebih hati-hati daripadanya.

Tatkala Abu Bakar mengutus pasukan ke Syam, dia dan saudaranya Yazid bin Abu Sufyan berangkat ke sana. Tatkala Yazid meninggal dia ditugaskan untuk menggantikan saudaranya di Syam untuk menjadi gubernur. Umar mengokohkan apa yang ditetapkan Abu Bakar dan Utsman menetapkan apa yang ditetapkan oleh Umar. Utsman menjadikan Syam seluruhnya berada di bawah kekuasaannya. Dia menjadi gubernur di Syam selama dua puluh tahun dan menjadi khalifah juga selama dua puluh tahun.

Muawwiyah Bin Abu Sofyan adalah juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat turunnya wahyu.

Dan sungguh telah meriwayatkan Imam Muslim di dalam Sohihnya dari hadits Ikrimah bin Ammar, dari Abi Zamil Sammak bin Walid dari Ibnu Abbas bahwasanya Abu sofyan Berkata : “Wahai Rasulullah berikanlah tiga perkara kepadaku?” Rasulullah menjawab: “ya”. Beliau berkata : “perintahkanlah aku supaya memerangi orang-orang kafir sebagaimana dulu aku memerangi orang-orang Islam.” Rasulullah menjawab: “ya”, Beliau berkata lagi : “dan Muawiyah engkau jadikan sebagai penulis disisimu?” Rasulullah menjawab: “ya”.

Mu’awwiyah dijamin masuk Surga
Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan di dalam Sohihnya dari Kholid bin Ma’dan dan bahwasanya Umair bin Mas’ud telah menceritakan kepadanya bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Pasukan pertama daripada kalangan umatku yang berperang di laut, telah dipastikan bagi mereka (tempat di syurga).”

Fakta sejarah mencatat bahawa armada laut yang pertama bagi umat Islam dipimpin oleh Muawiyah pada zaman pemerintahan Amirul Mukminin Usman ibn Affan Radhiallahu.
عَنْ ‏‏خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ ‏أَنَّ ‏عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ ‏حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى ‏عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ ،‏ ‏وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ ‏ ‏حِمْصَ ،‏ ‏وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ ،‏ ‏أُمُّ حَرَامٍ ،‏ ‏قَالَ ‏عُمَيْرٌ :‏ ‏فَحَدَّثَتْنَا ‏‏أُمُّ حَرَامٍ ‏‏أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏‏يَقُولُ :‏ ‏أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ ‏‏أَوْجَبُوا ،‏ ‏قَالَتْ ‏‏أُمُّ حَرَامٍ :‏ ‏قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ ، قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ، ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :‏ ‏أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ ‏‏قَيْصَرَ ‏‏مَغْفُورٌ لَهُمْ ، فَقُلْتُ : أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ : لَا . رواه البخاري (2924) .
Dari Khalid bin Ma’dan bahwa ‘Umair bin Al Aswad Al ‘Ansiy bercerita kepadanya bahwa dia menjumpai ‘Ubadah bin ash-Shomit ketika dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya dan bersama dengan Ummu Haram. ‘Umair berkata; \”Maka Ummu Haram bercerita kepada kami bahwa dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: \”Pasukan dari ummatku yang pertama kali akan berperang dengan mengarungi lautan pasti akan diberi pahala dan surga\”. Ummu Haram berkata; Aku katakan: \”Wahai Rasulullah, aku termasuk diantara mereka?\” Beliau berkata; \”Ya, kamu termasuk dari mereka\”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda lagi: \”Pasukan dari ummatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar (Romawi) pasti mereka akan diampuni\”. Aku katakan: \”Aku termasuk diantara mereka, wahai Rasulullah?\” Beliau menjawab: ‘Tidak\”. (HR Al-Bukhari)
قال الحافظ ابن حجر في ” الفتح ” (6/120) : قَالَ الْمُهَلَّب : فِي هَذَا الْحَدِيثِ مَنْقَبَة لِمُعَاوِيَة لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ غَزَا الْبَحْرَ وَمَنْقَبَةٌ لِوَلَدِهِ يَزِيد لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ غَزَا مَدِينَةَ قَيْصَرَ .ا.هـ.
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam “Al-Fath” 120/6: al-Muhallab berkata: Dalam hadits ini  defile/ parade (perarakan barisan tentara) bagi Mu’awiyah karena dia adalah orang pertama yang berperang di laut, dan manqabah/ parade bagi anaknya, Yazid, karena dia orang pertama yang menyerang kota Kaisar. Selesai.

Mu’awwiyah adalah Orang yang Faqih
Pada zaman pemerintahan Umar bin khottob Radiallahu anhu pernah seorang mengadu kepada Ibn Abbas radhiallahu ‘anh bahwa Muawiyah melaksanakan solat witir dengan hanya satu rakaat. Ibn Abbas menjawab : “(Biarkan), sesungguhnya dia seorang yang faqih (faham agama).” [Shahih al-Bukhari – hadis no: 3765]

Muawwiyah adalah orang yang didoakan untuk mendapat hidayah
Dalam sebuah hadis yang dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendoakan Muawiyah : “Ya Allah! Jadikanlah beliau orang yang memimpin kepada hidayah dan berikanlah kepada beliau hidayah.” [Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (Maktabah al-Ma`arif, Riyadh, 1995), hadits no: 1969]

Pujian Para Sahabat Kepada Mu’awwiyah
Sahabat besar Saad bin Abi Waqqas radhiallahu ‘anhu berkata : “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih pandai memutuskan hukum selepas Sayyidina Utsman daripada tuan pintu ini (beliau maksudkan Mu’awiyah)”. (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8 m.s. 133)
Seorang lagi sahabat Qabishah bin Jabir berkata : “Tak pernah saya melihat seorang yang lebih penyantun, lebih layak memerintah, lebih hebat, lebih lembut hati dan lebih luas tangan di dalam melakukan kebaikan daripada Mu’awiyah”. (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8 m.s. 135)
Abdullah bin Mubarak, seorang tabi’in terkenal pernah ditanya : “ Apa pendapat anda tentang Mua’awiyah dan Umar bin Abdul Aziz, siapakah di antara mereka yang lebih utama?”. Mendengar pertanyaan itu Abdullah Ibnu al-Mubarak naik Pitam lalu berkata: “Kamu bertanya tentang perbandingan keutamaan antara mereka berdua. Demi Allah! Debu yang masuk ke dalam lubang hidung Mu’awiyah karena berjihad bersama-sama Rasulullah itu saja lebih baik dari Umar bin Abdul Aziz”. (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8 m.s. 139)
Pujian para Ulama kepada Mu’awwiyah
Imam Adz-Dzahabi berkata bahwa hadist-haidist riwayat Muawiyah berjumlah 163 hadist dalam Musnad Baqiyi (bin Makhlad). Al Ahwazi telah menyusun Musnad Muawiyah dalam satu jilid kitab. Hadisnya (Muawiyah) yang disepakati Bukhari-Muslim sebanyak 4 hadist, dan yang diriwatkan oleh Imam Bukhari sebanyak 4 hadist dan Imam Muslim sebanyak 5 hadist (Siyar A’lam Nubala 3/162)

Dari Irbadh bin Sariyah berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Ya Allah, ajarkanlah Muawiyah ilmu tulis dan hitung dan lindungilah dia dari siksa.” (Hasan Lighairihi Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah 1938, Ibnu Hibban 2278, Ahmad 4/127, dan Fadhail Ash-Shahihah 1748, Al-Bazzar 2723, Al Fai dalam Tarikh 2/345, Ath-Thabrani dalam Al Mu’jam 18/252/628)

Dari Abdur Rahman bin Abi Umairah Al-Muzanni, berkata Said dan dia termasuk sahabat Nabi dari Nabi bahwa beliau berdo’a untuk Muawiyah, ”Ya Allah, jadikanlah dia penunjuk dan yang memberi petunjuk, tunjukilah ia dan berilah manusia petunjuk karenanya.” (Hasan Shahih Diriwayatkan Bukhari dalam Tarikh 4/1/327, Tirmidzi 2/316, Ibnu Asakir 16/684-686, dan Adz-Dzahabi dalam Siyar 8/38)

Umar bin Khattab berkata tatkala mengangkatnya sebagai Gubernur Syam, ”Janganlah kalian menyebut Muawiyah kecuali dengan kebaikan”. (Al-Bidayah 8/125)

Ali bin Abi Thalib berkata sepulangnya dari perang Shiffin,” Wahai manusia, janganlah kalian membenci kepemimpinan Muawiyah, seandainya kalian kehilangan dia, niscaya kalian akan melihat kepala kepala bergelantungan dari badannya (banyak pembunuhan)”. (Al-Bidayah 8/134)

Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, ”Saya tidak melihat setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam orang yang lebih pandai memimpin manusia daripada Muawiyah.”

Dikatakan padanya, ”Sekalipun Ayahmu?” katanya, ”Ayahku Umar lebih baik daripada Muawiyah, tetapi Muawiyah lebih pandai berpolitik darinya.” (As-Sunnah I/443 Al-Khallal, Siyar A’lam Nubala 3/152, Al-Bidayah 8/138)

Ibnu Abbas berkata, ”Saya tidak melihat seorang yang lebih arif tentang kenegaraan daripada Muawiyah” (Al-Bidayah 8/138) Beliau juga mensifati Muawiyah dengan “faqih” (Shahih Bukhari 3765)

Mujahid berkata, ”Seandainya kalian melihat Muawiyah, niscaya kalian akan mengatakan : Inilah Al Mahdi.” Ucapan senada juga dikatakan Qatadah (As-Sunnah I/438 Al-Khallal)

Zuhri berkata, ”Muawiyah bekerja dalam pemerintahan Umar bin Khattab bertahun-tahun tiada cela sedikit pun darinya.” (As-Sunnah I/444 Al-Khallal).

Suatu kali pernah diceritakan kepada A’masy tentang keadlian Muawiyah, maka dia berkata, ”Bagaimana kiranya seandainya kalian mendapati Muawiyah?” Mereka berkata, ”Wahai Abu Muhammad apakah dalam kelembutannya?” Dia menjawab, ”Tidak, demi Allah, bahkan dalam keadilannya.” (As-Sunnah I/437)

Al-Muafa bin Amran pernah ditanya, ”Wahai Abu Mas’ud, siapakah yang lebih utama: Umar bin Abdul Aziz atau Muawiyah?” Beliau langsung marah sekali seraya berkata,” Seorang sahabat tidak dibandingkan dengan seorang pun. Muawiyah adalah sahabat Nabi, iparnya, penulis wahyunya.” (Tarikh Dimasyq 59/208)

Ibrahim bin Maisarah berkata, ”Saya tidak melihat Umar bin Abdul Aziz memukul sesorang kecuali seorang yang mencela Muawiyah, beliau mencambuknya dengan beberapa cambukan.” (Tarikh Dimasyq 59/211)

Imam Ahmad pernah ditanya tentang seseorang yang Muawiyah dan Amr bin Ash, “Apakah dia Rafidhah?” Katanya,” Tak seorang pun berani mencela keduanya kecuali mempunyai tujuan jelek.” (Tarikh Dimasyq 59/210)

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata, ”Muawaiyah adalah paman kaum mukminin, penulis wahyu Alloh, salah seorang khalifah muslimin- semoga Allah meridhai mereka.” (Lum’atul I’tiqad hal 33)

Ibnu Taimiyah berkata,” Para ulama sepakat bahwa Muawiyah adalah raja terbaik dalam umat, karena 4 pemimpin sebelumnya adalah para khalifah nubuwwah, adapun dia adalah awal raja dan kepemimpinannya adalah rahmat.” (Majmu’ Fatawa 4/478, Minhaj Sunnah 6/232)

Ibnu Abil Izzi Al Hanafi berkata, ”Raja pertama kaum muslimin adalah Muawiyah, dan dia adalah sebaik-baiknya raja kaum muslimin.” (syarh Aqidah Thahawiyah hal 722)

Adz-Dzahabi berkata dalam biografinya, ”Amirul mukminin, raja Islam. Muawiyah adalah raja pilihan yang keadilannya mengalahkan kezhaliman.” (Siyar 3/120, 259) …

Ka’ab al-Ahbar berkata : “Tidak ada orang yang akan berkuasa sebagaimana berkuasanya Mu’awiyah.”
Adz-Dzahabi berkata : “Ka’ab meninggal sebelum Mu’awiyah menjadi khalifah, maka benarlah apa yang dikatakan Ka’ab. Sebab Mu’awiyah menjadi khalifah selama dua puluh tahun, tidak ada pemberontakan dan tidak ada yang menandinginya dalam kekuasaannya. Tidak seperti para khalifah yang datang setelahnya. Mereka banyak yang menentang, bahkan ada sebagian wilayah yang menyatakan melepaskan diri.”

Mu’awiyah melakukan pemberontakan kepada Ali sebagaimana yang telah disinggung di muka, dan dia menyatakan dirinya sebagai khalifah. Kemudian dia juga melakukan pemberontakan kepada al­-Hasan. Al-Hasan akhirnya mengundurkan diri. Kemudian Mu’awiyah menjadi khalifah pada bulan Rabiul Awal atau Jumadil Ula, tahun 41 H. Tahun ini disebut sebagai ‘Aam Jama’ah (Tahun Kesatuan), sebab pada tahun inilah umat Islam bersatu dalam menentukan satu khalifah. Pada tahun itu pula Mu’awiyah mengangkat Marwan bin Hakam sebagai gubernur Madinah.

Pada tahun 43 H, kota Rukhkhaj dan beberapa kota lainnya di Sajistan ditaklukkan. Waddan di Barqah dan Kur di Sudan juga ditaklukkan. Pada tahun itu pulalah Mu’awiyah menetapkan Ziyad anak ayahnya. Ini -menurut ats-Tsa’labi- merupakan keputusan pertama yang dianggap mengubah hukum yang ditetapkan Rasulullah.

Pada tahun 45 H, Qaiqan dibuka.
Pada tahun 50 H, Qauhustan dibuka lewat peperangan. Pada tahun 50 H, Mu’awiyah menyerukan untuk membaiat anaknya Yazid sebagai putra mahkota dan khalifah setelahnya jika dia meninggal.

Mu’awiyah meninggal pada bulan Rajab tahun 60 H. Dia dimakamkan di antara Bab al-Jabiyyah dan Bab ash-Shaghir. Disebutkan bahwa usianya mencapai tujuh puluh tujuh tahun. Dia memiliki beberapa helai rambut Rasulullah dan sebagian potongan kukunya. Dia mewasiatkan agar dua benda itu di diletakkan di mulut dan kedua matanya pada saat kematiannya. Dia berkata, “Kerjakan itu, dan biarkan saya menemui Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang!”.

Diposting oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim, diambil dari ‘Biografi Ahlul Hadits’,
Rabu, 11 Mei 11
Diberi terjemahan hadits yang belum diterjemah, oleh nahimunkar.com

\
                                                     
            

                                                  
Betapa kaum Syi’ah adalah kaum pendusta yang mengaku-ngaku pengikut Ahlul Bait, mereka membenci Sayyidinaa Mu’awiyyah, melaknat beliau tiap siang dan malam mereka, padahal Imam Husain bin ’Ali sendiri di kitab mereka begitu sharih (jelas) mendoakanRAHMATkepada beliau radhiyallaahu ’anhum.

فقال حسين كانه لا يظن ما يظن من موت معاوية: الصلة خير من القطيعة، اصلح الله ذات بينكما فلم يجيباه في هذا بشئ، وجاء حتى جلس، فأقرأه الوليد الكتاب ونعى له معاوية ودعاه إلى البيعة، فقال حسين: انالله وانا إليه راجعون ورحم الله معاوية وعظم لك الاجر

Maka Husain berkata, nampaknya beliau tidak menduga mengenai kematian Mu’awiyyah : “Persambungan itu lebih baik daripada perpecahan.” Semoga Allah membuat baik keadaan kalian berdua (Marwan bin Al-Hakam dan Al-Walid bin ‘Utbah). (Tetapi) mengenai hal ini keduanya tidak menjawabi beliau sama sekali, (Lalu) beliau beranjak sehingga terduduk. Kemudian Al-Walid membacakan sebuah kitab kepada beliau dan menceritakan berita tentang kematian Mu’awiyyah serta mengajaknya untuk bai’at. Maka Husain mengucapkan : "INNA LILLAAHI WA INNA ILAIHI RAAJI'UN, SEMOGA ALLAH MERAHMATI MU’AWIYYAH DAN MEMBERIKAN PAHALA YANG BESAR KEPADAMU’’ [Maqtalu Al-Husain oleh Dedengkot Abu Mikhnaf Luth bin Yahya Al-Azdi hal. 32, Darul Mahajjah Al-Baidha']


                             
عن إسحاق بن إبراهيم الحنظلي يقول : لا يصح عن النبي صلى الله عليه وسلم في فضل معاوية بن أبى سفيان شئ.
Ishaq bin Ibrahim Al-Handzali berkata: Tidak ada satupun hadits shahih dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

Takhrij Atsar[1]

Atsar Ishaq bin Ibrahim Al-Handzali rahimahullah diriwayatkan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimask(59/106), diriwayatkan pula Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at (2/24) melalui jalan Zahir bin Thahirdari Ahmad bin Al-Hasan Al-Baihaqi dari Abu Abdillah Al-Hakim dari Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf  Al-‘Ashom dari bapaknya dari Ishaq bin Ibrahim Al-Handzali yang lebih terkenal dengan Ishaq bin Rohuyah rahimahullah.

Atsar ini dha’if  (lemah) baik dari tinjauan sanad maupun matannya.

Dalam sanad, ada rawi bernama Zahir bin Thahir Abul Qasim Asy-Syahhaami.

Tentang ia Adz-Dzahabi rahimahullah berkata: “Sama’ (pengambilan riwayatnya) shahih, namun ia menyia-nyiakan shalatnya sehingga banyak huffadz (ahlu hadits) meninggalkan riwayat darinya.” Mizanul I’tidal (3/95)

Adapun matannya, sangat tampak keganjilan. Bagaimana tidak, Atsar Ishaq menyelisihi sekian banyak hadits marfu’ dari Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan bertentangan dengan atsar-atsar shahih tentang keutamaan shahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra.

Ibnu Asakir mengisyaratkan penyelisihan tersebut. Beliau berkata setelah meriwayatkan atsar Ishaq: “Riwayat paling shahih tentang keutamaan Mu’awiyah Ra adalah Hadits Abu Hamzah dari Ibnu Abbas Ra bahwa Mu’awiyah adalah sekretaris Nabi r, diriwayatkan Muslim dalam Shahihnya.

Kemudian hadits Irbadh (bin Sariyah ra), (Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Mu’awiyah):
اللهم علّمه الكتاب
“Ya Allah ajarkanlah Mu’awiyah Al-Kitab.”,

Juga hadits Ibnu Abi ‘Amirah (Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Mu’awiyah):
اللهم اجعله هاديا مهديّا
Ya Allah jadikanlah Muawiyah seorang yang mendapat hidayah dan terbimbing.” (Tarikh Dimasyk (59/106) .

Sebagian riwayat shahih tersebut cukup sebagai bantahan bagi mereka yang menyatakan tidak ada sama sekali riwayat mengenai keutamaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra[2]

Mempermainkan Hadits-Hadits Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Jalan Ahli Bid’ah.

Hadits dan atsar Maudhu’ (palsu) atau Dha’if (lemah), oleh para pengekor hawa nafsu seringkali dijadikan alat memerangi Islam, bahkan ayat-ayat Al-Quran dan hadits shahih tidak ketinggalan dipelintir makna dan pemahamannya kepada makna batil, menurut hawa nafsu mereka.

Atsar Ishaq bin Rahuyah dapat kita jadikan sebagai sebuah contoh. Kandungan riwayat Ishaq adalah vonis bahwa tidak ada satu pun hadits shahih menetapkan keutamaan Mu’awiyah Ra. Jadilah atsar ini dalih untuk mendhaifkan semua riwayat tentang keutamaan beliau ra.

Syubhat ini sudah barang tentu memberikan pengaruh buruk terutama bagi mereka yang tidak mengetahui hadits-hadits nabawi, terlebih ucapan ini dinisbatkan kepada seorang pemuka ahli hadits, Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad Al-Handzali Abu Muhammad bin Rahuyah Al-Marwazi (238 H), sahabat karib Imam Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani (241 H) .

Akan tetapi Alhamdulillah, syubhat ini terbantah dengan terbuktinya kelemahan riwayat baik dari sisi matan demikian pula sanadnya.

Bahkan seandainya pun atsar ini shahih, bisa ditakwilkan kepada makna bahwa Ishak mungkin saja mengucapkannya ketika belum mengetahui riwayat-riwayat shahih tentang keutamaan Mu’awiyah Ra. Takwil ini kita tetapkan karena telah terbukti banyak riwayat shahih tentang keutamaan Mu’awiyah ra, demikian pula ahlul hadits bersepakat akan kemuliaan beliau sebagai salah seorang shahabat Rasulullah   Saw.

Pembaca rahimakumullah, untuk lebih melihat sepak terjang musuh-musuh Allah –seperti Syiah Rafidhah- dalam mempermainkan riwayat, kita akan telaah bersama beberapa hadits lemah yang mereka jadikan sandaran untuk mencela Muawiyah demikian pula hadits  atau atsar shahih yang mereka selewengkan maknanya demi menjatuhkan kehormatan Amirul Mukminin Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra.

Sebagian riwayat tersebut sengaja ditampilkan sebagai peringatan bagi seluruh kaum muslimin dari pemikiran pengikut hawa nafsu dan semoga menjadi bekal untuk kita tidak mempedulikan lagi bualan orang-orang yang berpenyakit karena di balik kefasihan yang mereka miliki ada racun yang demikian berbahaya bagi hati seorang mukmin. Wallahul Musta’an.

Diantara Hadits-hadits lemah berisi celaan kepada Mu’awiyah Ra.

Hadits Pertama: Rasulullah   saw memerintahkan shahabat membunuh Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra.
Diriwayatkan dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah   shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
إذا رأيتم معاوية على منبري فاقتلوه
“Apabila kalian melihat Mu’awiyah di atas mimbarku, bunuhlah ia.”
Syiah Rafidhah dan musuh-musuh Allah yang bersama mereka menampakkan hadits ini untuk memuaskan kedengkian mereka kepada Mu’awiyah bin abi Sufyan ra. Hadits ini dijadikan salah satu dalil untuk mengkafirkan Mu’awiyah ra.

Sebagai jawaban kita katakan:  “Wahai rafidhah, kalian adalah kaum yang telah tersesat dari jalan kebenaran, buku-buku kalian dipenuhi dengan celaan kepada islam, shahabat, bahkan istri-istri Rasul saw dan ahlul bait, sehingga kami tidak percaya dengan ucapan yang muncul dari mulut-mulut kotor kalian. Termasuk hadits yang kalian bawakan ini.

Wahai Rafidhah, bagaimana mungkin kita menerima celaan kalian atas Mu’awiyah ra sementara salaful ummah, para ulama Ahlul hadits dan kaum muslimin telah bersepakat akan keutamaan Mu’awiyah ra. bahkan tidak ada satu pun ulama ahlus sunnah mencela beliau apalagi berkeyakinan halalnya pembunuhan atas beliau ?

Terkait dengan hadits yang kalian bawakan, ketahuilah bahwa hadits ini Maudhu’ (palsu), seluruh jalan-jalan periwayatannya batil.

As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyebutkan jalan-jalan hadits ini dalam Silsilah Adh-Dha’ifah dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri, Abdullah bin Mas’ud, Sahl bin Hanif dan Al-Hasan Al-Bashri secaramursal.[3]

Seluruh ulama hadits mendustakannya. Di antara mereka adalah Ayyub As-Sikhtiyani sebagaimana disebutkan Ibnu ‘Ady dalam Al-Kamil Fi Dhu’afa` Ar-Rijal (5/101), Imam Ahmad bin Hanbal dalam Al-‘Ilal hal. 138, Abu Zur’ah Ar-Razi  sebagaimana dinukil dalam Adh-Dhu’afa`2/427), Al-Bukhari dalam Tarikh Al-Ausath (1/256), Ibnu Hibban Al-Busty dalam Al-Majruhin(1/157, 250) dan (2/172), Ibnu ‘Ady dalam Al-Kamil (2/146, 209, 5/101, 200, 314 dan 7/83), Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyk (59/155-158), Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at (2/24) demikian pula Adz-Dzahabi dalam Al-Mizan dan Ibnu Katsir Rahimahumullah.

Berkata Al-Bukhari setelah menyebutkan illat (cacat) hadits ini dari jalan yang paling masyhurnya:
«.. ليس لها أصول، ولا يثبت عن النبي r خبرٌ على هذا النحو في أحدٍ من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم، إنما يقولُه أهلُ الضَّعف».
“Hadits ini tidak ada asalnya, dan tidak ada satu kabarpun yang semisal ini (berisi perintah membunuh atau celaan) dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang sahabatpun, hanyalah orang-orang lemah yang berbicara seperti itu.” (Tarikh Al-Ausath (1/256)

Berkata Al-Jauzaqani: “Hadits ini maudhu’ (palsu), Bathil, tidak ada asalnya dalam hadits-hadits (Rasulullah    shallallahu ‘alaihi wa sallam ), dan tidak lain hadits ini hasil perbuatan ahli bid’ah para pemalsu hadits, semoga Allah hinakan mereka di dunia dan akhirat, dan barangsiapa meyakini (kandungan) hadits palsu ini dan yang semisalnya atau terbetik dalam hatinya bahwa hadits-hadits ini keluar dari lisan Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh ia adalah seorang zindiq…” Al-Abathil Wal Manakir  (1/200)

Tindak-tanduk pengikut hawa nafsu memang sangat membingungkan, menunjukkan kerusakan akal dan hatinya. Mereka berhujjah dengan hadits maudhu’ (palsu) di atas, sementara itu mereka menutup mata akan hadits-hadits shahih tentang keutamaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra.

Pujian dan doa Rasulullah   shallallahu ‘alaihi wa sallam  untuk shahabat Mu’awiyah disembunyikan, kedudukan Mu’awiyah sebagai saudara ipar Rasulullah   shallallahu ‘alaihi wa sallam  juga mereka lupakan, seolah-olah tidak ada berita itu, justru berita-berita palsu ditampakkan dan disebarkan. Inikah sikap keadilan ?

Hadits palsu ini, kalau dicermati lebih dalam, justru mengandung celaan kepada seluruh sahabat bahkan ahlul bait semisal Al-Hasan bin ‘Ali Ra. Sebuah kejadian tarikh yang masyhur dilalaikan para pencela Mu’awiyah Ra, yaitu ‘Amul Jama’ah (Tahun Persatuan) ketika Al-Hasan bin Ali Ra menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan Ra dan berbaiat kepada beliau  tahun 41 H, dalam keadaan Al-Hasan memiliki pasukan besar dan mampu mengobarkan pertempuran hebat. Wahai Rafidhah, mengapa Al-Hasan bin Ali Ra tidak membunuh Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra melaksanakan perintah dan wasiat kakeknya Rasulullah   saw – kalau hadits ini memang benar-?.[4]

Terakhir, wahai rafidhah, ketahuilah hadits maudhu’ ini diriwayatkan pula dengan lafadz:
إذا رأيتم معاوية على منبري فاقبلوه
Jika kalian melihat Mu’awiyah di atas mimbarku, terimalah ia.

Kenapa kalian tidak mengambil riwayat yang kedua ini, sebagaimana kalian memakai riwayat pertama yang juga berita dusta ?

Berkata As-Suyuthy dalam Al-Laali` Al-Mashnuu’ah (1/389): “Sesungguhnya riwayat kedua ini lebih masuk akal daripada riwayat pertama.”

Hadits Kedua: Mu’awiyah Ra. difitnah sebagai ahli maksiat, memakai baju sutera dan menghamparkan kulit harimau sebagai tempat duduk.
Tuduhan keji ini dilandasi sebuah riwayat panjang, dikeluarkan Al-Imam Abu Dawud dalam As-Sunan Bab Julud An-Numur wa As-Siba’ (Kulit-kulit harimau dan hewan buas) (11/176) no. 3602). Dalam hadits itu dikatakan:
…. قَالَ يَا مُعَاوِيَةُ إِنَّ أَنَا صَدَقْتُ فَصَدِّقْنِي وَإِنْ أَنَا كَذَبْتُ فَكَذِّبْنِي قَالَ أَفْعَلُ قَالَ فَأَنْشُدُكَ بِاللَّهِ هَلْ تَعْلَمُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ لُبْسِ الذَّهَبِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَنْشُدُكَ بِاللَّهِ هَلْ تَعْلَمُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَنْشُدُكَ بِاللَّهِ هَلْ تَعْلَمُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ لُبْسِ جُلُودِ السِّبَاعِ وَالرُّكُوبِ عَلَيْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَوَاللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ هَذَا كُلَّهُ فِي بَيْتِكَ يَا مُعَاوِيَةُ فَقَالَ مُعَاوِيَةُ قَدْ عَلِمْتُ أَنِّي لَنْ أَنْجُوَ مِنْكَ يَا مِقْدَامُ
“…. Berkata Miqdad Ra: “Wahai Mu’awiyah, jika aku benar katakan benar, namun jika aku salah katakanlah salah.” Kata Mu’awiyah: “Baiklah.”  Kata Miqdad: “Dengan nama Allah, tahukah engkau bahwa Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk memakai emas (yakni bagi kaum lelaki-pen)? Mu’awiyah berkata: Benar. Kata Miqdad: “Dengan nama Allah, tahukah engkau bahwa Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk memakai sutera? Mu’awiyah berkata: Benar. Kata Miqdad: “Dengan nama Allah, tahukah engkau bahwa Rasulullah   saw telah melarang memakai kulit hewan buas dan mendudukinya? Mu’awiyah berkata: Benar. Lalu berkata Miqdad: “Demi Allah sungguh aku menyaksikan semua itu ada di rumahmu Wahai Mu’awiyah.” Maka berkatalah Mu’awiyah: “Sungguh aku tahu, aku tidak akan selamat darimu wahai Miqdam.!”

Kisah ini dha’if (lemah), dalam sandanya ada Baqiyyah bin Al-Walid dia seorang mudallis, dan dia melakukan Tadlis Taswiyah[5] sementara ia meriwayatkan hadits dengan ‘An’anah dari gurunya.[6]

Seandainya pun hadits ini shahih, wajib bagi kita berhusnudzon kepada seluruh shahabat Rasulullah   saw. Karena mereka kaum yang telah diridhoi Allah ta’ala. Demikianlah adab yang dicontohkan salaf. Tidak ada seorang ulama ahlus sunnah memahami hadits Abu Dawud di atas untuk mencela Mu’awiyah ra.

Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah ketita mensyarah perkataan Al-Miqdad bin Al-Aswad:
فَوَاللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ هَذَا كُلَّهُ فِي بَيْتِكَ يَا مُعَاوِيَةُ
“Demi Allah sungguh aku menyaksikan semua itu ada di rumahmu Wahai Mu’awiyah.”

Maksud Miqdam Ra, beliau melihat kemungkaran pada sebagian saudara atau keluarga Mu’awiyah. Dan perkara yang diketahui bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra tidak setuju hal itu, tidak pula meridhoinya. (Adapun masih adanya kemungkaran pada sebagian keluarga beliau) mungkin saja beliau tidak mengetahui kemungkaran tersebut atau beliau mengetahuinya dan telah melarangnya. Dalam memahami berita seperti ini tentang shahabat, wajib kita bawa kepada makna yang baik sebagai bentuk husnudzon kepada mereka. (Syarah Sunan Abu Dawud Syaikh Abdul Muhsin)

Diantara Hadits dan Atsar Shahih Yang Diselewengkan Maknanya.
Hadits Ketiga: Mu’awiyah Ra. dituduh Mencela Ali bin Abi Thalib Ra dan memerintahkan rakyatnya mencela Ali Ra.

Tuduhan keji terhadap Mu’awiyah ini mereka dasari dengan sebuah riwayat shahih yang mereka pelintir maknanya kepada hawa nafsu mereka.
عن عامر بن سعد بن أبي وقاص قال أمر معاوية سعدا فقال ما منعك أن تسب أبا تراب قال أما ما ذكرت ثلاثا قالهن رسول الله ( فلن أسبه لأن تكون لي واحدة منهن أحب إلي من حمر النعم سمعت رسول الله ( يقول له وقد وخلفه في بعض مغازيه فقال له علي يا رسول الله تخلفني مع النساء والصبيان فقال له رسول الله ( أما ترضى أن تكون مني بمنزلة هرون من موسى إلا أنه لا نبوة بعدي وسمعته يقول في يوم خيبر لأعطين الراية رجلا يحب الله ورسوله ويحبه الله ورسوله».
Dari ‘Amir bin Sa’d bin Abi Waqqash berkata: Mu’awiyah memanggil Sa’d lalu bertanya: “Apa yang menghalangimu mencela Abu Turob ?”[7] Sa’d menjawab: Adapun jawaban pertanyaanmu, Ada tiga perkara yang semuanya diucapkan Rasulullah   saw, sehingga aku tidak mencelanya (yakni Ali Ra) … Aku mendengar Rasulullah   bersabda kepada Ali –ketika beliau tugaskan Ali tinggal di madinah pada sebagian peperangan, dan saat itu Ali berkata: Wahai Rasulullah   saw apakah engkau tinggalkan aku beserta kaum wanita dan anak-anak kecil (dan aku tidak bisa ikut berperang)? Lalu Beliau bersabda: “Tidakkah engkau ridha wahai Ali, kedudukanmu disisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa? hanya saja (engkau bukan nabi) tidak ada kenabian sesudahku. Dan aku mendengar Beliau bersabda saat perang Khaibar: “Sungguh esok aku akan berikan panji peperangan kepada seorang yang mencintai Allah dan rasulnya dan ia dicintai Allah dan Rasulnya.

Hadits ini tidak diragukan keshahihannya, dikeluarkan Imam Muslim dalam As-Shahih no. 2404.

Musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya melihat ada celah dalam hadits ini untuk dibawa kepada makna batil. Sisi tersebut adalah pertanyaan Mu’awiyah kepada Sa’d bin Abi Waqqash:
ما منعك أن تسب أبا تراب
“(Wahai Sa’d) Apa yang menghalangimu mencela Abu Turob (julukan Ali bin Abi Thalib Ra) ?.
Segera Syiah Rafidhah mengambil kesimpulan keji dari pertanyaan itu bahwa Mu’awiyah membenci Ali bin Abi Thalib dan mengajak manusia membenci dan mencela Ali bin Abi Thalib ra.

Tidak ada seorang ulama ahlus sunnahpun memahami riwayat ini sebagai celaan atas Mu’awiyah ra. Coba kalian sebut wahai rafidhy, siapakah ulama yang memaknai hadits ini dengan celaan kepada Mu’awiyah !

Bahkan sebaliknya, riwayat ini justru sanjungan atas Mu’awiyah dan juga Daulah Umawiyah, karena ada tuduhan dari kalangan Rafidhah bahwasannya bani Umayyah telah berbuat makar yaitu: menyembunyikan dan melarang disampaikannya hadits-hadits nabi tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib Ra.

Hadits Muslim di atas justru sebaliknya, dalam kisah di atas tampak bagaimana Mu’awiyah Ra menetapkan keutamaan Ali bin Abi Thalib yang disampaikan Sa’d bin Abi Waqqash Ra. Dan hadits ini sampai kepada kita setelah melalui zaman yang cukup panjang termasuk zaman bani Umayyah.

Akan tetapi rafidhah dan pengikut mereka sebagaimana biasanya menyimpang dari jalan salaf (Shahabat, tabi’in dan atbaut tabiin) dan memilih jalan kesesatan. Mereka memalingkan maknanya kepada pemahaman yang sama sekali tidak pernah terbersit dalam benak ulama salaf.

Pembaca, mari kita simak keterangan salah seorang ulama Syafi’iyyah, Imam An-Nawawi rahimahullah. Beliau berkata: “Tidak ada (dalam perkataan Mu’awiyah) perintah kepada Sa’d untuk mencela Ali, tetapi yang ada hanyalah pertanyaan kepada Sa’d tentang sebab yang menghalanginya dari mencela Ali. (Makna pertanyaan Mu’awiyah): “Wahai Sa’d, Engkau menjauhkan diri dari mencela Ali apakah (kau tinggalkan itu) karena wara’ (yakni karena Allah) atau karena takut (manusia)? Jika Engkau meninggalkannya karena wara’ maka engkau benar dan telah berbuat baik, namun jika engkau meninggalkan karena takut (manusia) maka masalahnya lain.”

Sepertinya Mu’awiyah mengungkapkan pertanyan ini karena Sa’d (di zaman itu) berada di tengah-tengah kaum yang mencela Ali bin Abi Thalib (khawarij) namun tidak mengikuti mereka … maka Mu’awiyah mengajukan pertanyaan ini. (Syarh Shahih Muslim 15/175-176 atau 184-185)

Hadits Keempat: Mu’awiyah Ra. dituduh Memerintahkan pengikutnya memakan harta dengan cara yang batil dan memerintahkan mereka untuk bunuh diri.

Sekali lagi, ini diantara fitnah keji ditujukan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra. Penulis wahyu Allah, kepercayaan Rasulullah   saw.

Dalam upaya menegakkan syubhat ini mereka ketengahkan sebuar atsar shahih, seorang berkata kepada Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash:
إن ابن عمك معاوية يأمرنا أن نأكل أموالنا بيننا بالباطل ونقتل أنفسنا فسكت عبد الله بن عمرو ساعة ثم قال: أطِعه في طاعة الله واعصه في معصية الله
Sesungguhnya anak pamanmu, Mu’awiyah, menyuruh kami untuk memakan (merampas) harta-harta sebagian kita dengan batil, dan memerintahkan kita untuk membunuh diri-diri kita. Abdullah bin ‘Amr terdiam sejenak (atas pertanyaan itu) lalu beliau  berkata: Taatilah Mu’awiyah dalam ketaatan kepada Allah dan ingkarilah dalam kemaksiatan kepada Allah.”

Atsar ini shahih, Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya kitab Imarah bab (وجوب الوفاء ببيعة الخليفة الأول فالأول )  no. 1844.

Sebagai jawaban atas syubhat ini, kita cukupkan keterangan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (12/476) beliau berkata:

“Sang penanya, ketika mendengar Abdullah bin Amr bin Al-Ash ra menyebutkan hadits tentang haramnya memberontak khalifah pertama, adapun yang kedua dibunuh (karena menentang penguasa pertama), muncul dalam benak penanya bahwa sifat ini ada pada Mu’awiyah karena Ali telah dibaiat sebagai khalifah. Maka sang penanya menyangka bahwa nafkah yang dikeluarkan Mu’awiyah untuk para prajuritnya dan pengikutnya dalam peperangan berhadapan dengan Ali ra (dahulu dalam perang Shiffin-pen) termasuk memakan harta dengan batil dan termasuk bunuh diri karena peperangan itu (shiffin) adalah perang yang tidak haq…”

Telah lalu dalam pembahasan perang Shiffin, bahwa perang tersebut adalah perang fitnah. Terjadi karena perbedaan ijtihad dua shahabat mulia dalam masalah penegakan qishahsh atas para pembunuh Utsman bin Affan Ra. Mereka berdua berhak mendapatkan pahala mujtahid, bukan celaan sebagaimana dilontarkan kaum Rafidhah yang telah buta mata hati mereka. Wal ‘iyadhu billah.

Hadits Kelima: Mu’awiyah Ra. didoakan kejelekan Oleh Rasulullah   saw
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ أَلْعَبُ مَعَ الصِّبْيَانِ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَارَيْتُ خَلْفَ بَابٍ قَالَ فَجَاءَ فَحَطَأَنِي حَطْأَةً وَقَالَ اذْهَبْ وَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ قَالَ ثُمَّ قَالَ لِيَ اذْهَبْ فَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ فَقَالَ (( لَا أَشْبَعَ اللَّهُ بَطْنَهُ )) قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى قُلْتُ لِأُمَيَّةَ مَا حَطَأَنِي قَالَ قَفَدَنِي قَفْدَةً
Dari Ibnu Abbas  berkata: Saat aku bermain bersama anak-anak kecil, datang Rasulullah   saw, aku pun bersembunyi di balik pintu, maka beliau pegang aku seraya berkata: “Pergilah kau panggil Muawiyah kepadaku.” (Aku pergi) lalu aku datang dan kukatakan: Ia sedang makan. Rasulpun bersabda: “Allah tidak akan mengenyangkan perutnya.”
 لَا أَشْبَعَ اللَّهُ بَطْنَهُ
Hadits ini shahih, diriwayatkan Muslim no. 4713.
Imam Muslim memahami sebagaimana difahami ulama salaf, ahlul hadits, bahwa Mu’awiyah bukan orang yang pantas mendapatkan doa kejelekan –terlebih telah kita dengar hadits-hadits berisi pujian Rasulullah   saw kepada Mu’awiyah- sehingga Imam Muslim memasukkan hadits ini termasuk dari keutamaan Mu’awiyah Ra.

Sepintas hadits ini memang doa kejelekan untuk Mu’awiyah bin Abu Sufyan Ra. Namun sebaliknya salafus shaleh justru memahaminya sebagai keutamaan sahabat yang mulia ini.

Oleh karenanya Muslim mengeluarkan hadits ini untuk menetapkan keutamaan shahabat Mu’awiyah Ra. Beliau sebutkan hadits ini dalam bab: “Orang yang dilaknat atau dicerca atau didoakan kejelekan oleh Nabi saw dan ia bukan orang yang pantas mendapatkannya maka doa itu menjadi kesucian, pahala dan rahmah Allah.”

Hal ini berdasarkan sabda beliau dalam Shahih Muslim:
إنما أنا بشرٌ أرضى كما يرضى البشر؛ وأغضبُ كما يغضب البشر، فأيما أحد دعوتُ عليه من أمتي بدعوة ليس لها بأهلٍ أن تجعلَها له طهورا وزكاة وقُربة تُقربه بها منه يوم القيامة”.
“Sungguh aku hanya seorang manusia, ridho sebagaimana manusia juga ridho, dan aku marah sebagaimana manusia juga marah. Maka siapa pun dari umatku yang aku doakan kejelekan, dengan doa yang ia tidak pantas mendapatkannya jadikanlah doaku itu kebersihan, kesucian dan kebaikan yang mendekatkannya kepada Allah  di Hari Kiamat.”

An-Nanawi rahimahullah berkata dalam syarah hadits ini:[8] Apa yang terucap dari Ar-Rasul berupa celaan atau doa semisal ini tidak beliau maksudkan, akan tetapi hal tersebut perkara yang biasa terucap dalam adat orang Arab berupa ucapan tanpa niat., seperti ucapan: (تَرِبَت يمينُك) “Celaka tangan mu.”… dan hadits Mu’awiyah (لا أشبع الله بطنه) “Allah tidak akan kenyangkan perutnya.” dan semisalnya.  Mereka orang Arab tidak memaksudkan sedikitpun hakekat (makna yang terkandung) dari kalimat tersebut, Rasulullah   saw (sebagai manusia biasa) pun khawatir seandainya (muncul dari beliau ucapan yang tidak beliau niatkan)  kemudian doa tersebut dikabulkan, maka beliau meminta Rabbnya dan mengharap kepada-Nya agar ucapan tersebut dijadikan sebagai rahmat, kafarah, kebaikan, kesucian dan pahala (bagi orang yang mendapatkan perkataan tanpa maksud tersebut). Ucapan seperti itu hanya terjadi sesekali dan sangat jarang, dan beliau saw bukan seorang yang kasar, perkataannya kotor, suka melaknat atau membalas dendam untuk membela diri beliau.”[9]

Berkata Ibnu Katsir: “Sungguh Mu’awiyah sangat mengambil manfaat dari doa ini di dunia dan juga di akhirat. Adapun di dunia, semenjak beliau menjadi gubernur di Syam beliau makan sehari tujuh kali, dihidangkan dihadapan beliau qash’ah (nampan besar) berisi daging yang banyak dan bawang beliau makan dari nampan tersebut, dalam sehari beliau makan tujuh kali dengan daging demikian pula kue-kue dan buah-buahan yang banyak (dan beliau tidak kekenyangan) bahkan beliau berkata: “Demi Allah aku tidak kenyang, namun aku berhenti karena letih.” Dan ini hakekatnya adalah nikmat yang didambakan banyak para raja. (Bidayah wan Nihayah)

Adapun kebaikan di akherat tampak dalam sabda Rasulullah   saw:
فأيما أحد دعوتُ عليه من أمتي بدعوة ليس لها بأهلٍ أن تجعلَها له طهورا وزكاة وقُربة تُقربه بها منه يوم القيامة
Maka siapa pun dari umatku yang aku doakan kejelekan, dengan doa yang ia tidak pantas mendapatkannya jadikanlah doaku itu kebersihan dan kesucian dan kebaikan yang mendekatkannya kepada Allah  di Hari Kiamat.”

Khatimah
Diantara kaum yang paling getol melakukan berbagai macam kebusukan adalah syiah rafidhah bersama dengan barisan musuh-musuh islam. Tarikh membuktikan andil mereka yang sangat besar dalam membuat kerusakan di muka bumi dan bagaimana mereka terus berupaya mengusik kemurnian islam dengan kesyirikan dan kebid’ahan.

Fakta ini tidak bisa ditutupi atau dipungkiri, lisan-lisan mereka mengucapkan, buku dan tulisan menjadi saksi kedengkian mereka kepada sahabat, istri-istri  Rasulullah   saw bahkan diri Rasulullah   saw. Permusuhan mereka dengan Islam secara umum sangat tampak terlebih khusus permusuhan dengan ahlus sunnah. Hadits-hadits palsu dan lemah, demikian pula tafsiran-tafsiran ngawur terhadap hadits-hadits shahih yang telah bersama kita kaji adalah diantara hadits yang dipakai kaum rafidhah untuk mencela sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra.

Permusuhan rafidhah terus berlangsung sejak agama rafidhah dibangun Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi hingga saat ini hingga masa yang Allah kehendaki. Kalau bukan ruang yang membatasi, ingin sesungguhnya kita nukilkan ucapan-ucapan kotor salah seorang pembesar Rafidhah yaitu Komaeni, mulutnya banyak dipenuhi caci maki celaan dan cercaan kepada shahabat, istri-istri Rasul bahkan Nabi Muhammad saw. Ucapan-ucapan kufurnya tertulis dalam buku-buku syi’ah yang tidak mungkin mereka pungkiri.

Semoga Allah selamatkan hati-hati kita dari kedengkian kepada islam dan kaum muslimin, terkhusus generasi terbaik, shahabat Rasulullah   saw, semoga Allah selamatkan kita dari fitnah-fitnah yang datang seperti potongan malam yang gelap gulita. Amin.


[1] Atsar adalah ucapan yang disandarkan kepada shahabat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam atau generasi setelahnya. Adapun hadits adalah apa yang disandarkan kepada Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir (persetujuan) atau sifat.
[2] Beberapa riwayat Marfu’ dan Atsar tentang keutamaan Mu’awiyah Ra bisa dilihat kembali pada kajian utama Edisi ini berjudul “Keutamaan Mu’awiyah kesepakatan Ahlus sunnah sepanjang Zaman.”
[3] Lihat Juz 10/605-611 hadits no.4930
[4] Berhujjah dengan hadits “Bunuhlah Mu’awiyah.” artinya mencela semua shahabat Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melihat Mu’awiyah, termasuk yang dicela adalah ahlul bait masuk di antaranya Ali bin Abi Thalib Ra dan Al-Hasan bin Ali, karena tidak ada satupun dari mereka melaksanakan perintah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam membunuh Mu’awiyah, bahkan sebaliknya mereka berbaiat dan mengiringi Mu’awiyah berjihad dalam futuhat (pembukaan wilayah baru islam).
[5] Tadlis Taswiyah adalah jenis tadlis yang paling berat. Karena orang yang melakukan Tadlis Taswiyah menggugurkan rawi dha’if di antara dua orang Tsiqah yang salah seorang diantara keduanya mendengar dari yang lain.
[6] Hadits ini dikeluarkan pula Imam Ahmad dalam Al-Musnad (4/132). dalam riwayat Ahmad, Baqiyyah terang-terangan mendengar hadits dari gurunya Bahir bin Sa’d, namun tidak cukup untuk menguatkan bagian yang terkait dengan kisah Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra.
[7] Abu Turob adalah julukan sahabat Ali bin Abi Thalib Ra.
[8] Lihat juga Al-Bidayah Wan-Nihayah Ibnu Katsir (11/402) dan Adz-Dzahabi dalam As-Siyar (3/124) dan ( 14/130)
[9]Makna yang benar tentang hadits disebutkan pula Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (1/164-167) hadits no 82, 83 dan 84.
Posted by salafartikel

Al Isra’ Ayat 33: Muawiyah Menuntut Hukum Qisas Ke Atas Pembunuh Khalifah Usman.
‘Aliy bin Abi Thaalib : Mu’aawiyyah adalah Saudara Seiman, Sama dengan Dirinya
Dialog Indah antara Aisyah, Ali dan Muawiyah radhiyallahu anhum
Fitnah Terhadap Daulah Bani Umayyah
Imam Ali: Andai Saja Muawiyah Mau Menukar 1 Orangnya Dengan 10 Syiahku
Imam Hasan, Imam Maksum Yang Dibenci Syiah, Mengapa Dia Membai'ah Muawiyah?
Keutamaan Mu'awiyah Bin Abu Sufyan (Bantahan Untuk Syiah)
Kisah Tahkim Yang Palsu
Keutamaan Muawiyah, Kaum Anshar dan Siapa ( Dimana Posisi ) Kita ? ( Bagian Pertama )
Keutamaan Muawiyah, Kaum Anshar dan Siapa ( Dimana Posisi ) Kita ? ( Bagian Kedua )
Kitab Syiah: Bagaimana pandangan Imam Ali terhadap Muawiyah?
Memandang Perang Shiffin Bukan dari Mata Pendengki
Mengenal Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu 'anhuma
Majmu Fatawa: Kedudukan Muawiyah dan Amr Bin Ash
Makam Muawiyah Oleh Syi’ah Dianggap Tempat Pembuangan Sampah
Meneliti 5 Riwayat Hadits Yang Menghujat Sahabat Mu'awiyah
Menghujat Abu Hurairah, Syiah Menghujat Kitabnya Sendiri, Apakah Imam Syiah Menjadi Antek Muawiyah?
Muawiyah Dan Keutamaannya, Beliau Adalah Juru Tulis Rasulullah, Bahkan Dijanjikan Masuk Surg
Meluruskan Pemahaman Tentang Shahabat Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu
Muawiyah, Gerbang Kehormatan Sahabat
[Mengenang Kembali] Muawiyyah Ibnu Abu Sofyan
Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Pemimpin Cerdas yang Mendapat Banyak Fitnah
Pembelaan Salafi Ahlussunnah terhadap Kehormatan Shahabat Nabi, Mu’awiyah bin Abi Sufyan (1): SIAPA KITA, SIAPA MU’AWIYAH?
Pembelaan Salafi Ahlussunnah terhadap Kehormatan Shahabat Nabi, Mu’awiyah bin Abi Sufyan (2): KONSPIRASI MENCABIK KEHORMATAN MU’AWIYAH BIN ABI SOFYAN
Pembelaan Salafi Ahlussunnah Terhadap Kehormatan Shahabat Nabi, Mu’awiyah bin Abi Sufyan (3): KEUTAMAAN MU’AWIYAH KESEPAKATAN AHLUSSUNAH SEPANJANG ZAMAN
Sesungguhnya Mu'awiyyah Radhiyallaahu 'Anhu Lebih Baik Bagiku Daripada Mereka Yang Mengaku-Ngaku Sebagai Syi'ahku!!!!
Sikap Ahlus Sunnah Terhadap Mu'awiyah Dan Pertikaiannya Dengan Ali
Surat kepada Abu Hasan ( Penggugat ) : Muawiyah r.a – 1
Tanggapan Atas Artikel “Distorsi Sejarah dalam Serial Muawiyah, Hasan dan Husein”