Mu’awwiyah bin Abu Sofyan bin Harb bin Umaiah Al Qurasyi Al Umawi adalah
pendiri Daulat Umaiah di Suriah. Beliau lahir di Mekah dan sempat memusuhi
Islam dan akhirnya memeluk Islam ketika penaklukan kota Mekah (8 H). Beliau
sempat belajar baca tulis dan matematika, sehingga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengangkatnya menjadi juru tulisnya. Beliau bertugas di Suriah
di masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. Beliau menentanag
Ali dan berkonfrontasi dengan Ali dalam perang Shiffin (37 H/657 M) yang
berakhir dengan sebuah arbitrase. Beliau dinobatkan menjadi khalifah (40-60
H/661-680 M) di mana ibu kota pemerintahan dia pindahkan ke Damaskus. Beliau
termasuk tokoh penakluk ternama dalam sejarah Islam, di mana penaklukannya
sampai ke daerah di Lautan Atlantik.
Dia
meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebanyak
seratus enam puluh tiga hadits. Beberapa sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan
hadits darinya antara lain : Abdullah bin Abbas, Abdulah bin Umar, Abdullah bin
Zubair, Abu Darda’, Jarir aI-Bajali, Nu’man bin Basyir dan yang lain. Sedangkan
dari kalangan tabiin antara lain : Sa’id bin al-Musayyib, Hamid bin Abdur
Rahman dan lain-lain.
Dia
termasuk salah seorang yang memiliki kepintaran dan kesabaran. Banyak hadits
yang menyatakan keutamaan pribadinya, namun dari hadits-hadits tersebut hanya
sedikit yang bisa diterima.
Imam
at-Tirmidzi meriwayatkan (dia mengatakan bahwa hadits ini hasan) dari Abdur
Rahman bin Abi Umairah (seorang sahabat Rasulullah) dari Rasulullah bahwa dia
bersabda kepada Mu’awiyah, “Ya Allah, jadikanlah dia orang yang memberi
petunjuk dan mendapat petunjuk.”
Imam
Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan dari al-Mirbadh bin Sariyyah dia berkata:
Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Ya Allah ajarilah Mu’awiyah al-Qur’an dan
hisab serta lindungilah dia dari adzab.”
Ibnu Abi
Syaibah dalam Mushannafnya dan Imam ath-Thabarani dalam kitabnya al-Kabir
meriwayatkan dari Abdul Malik bin Umair dia berkata: Mu’awiyyah berkata : Sejak
Rasulullah bersabda kepada saya. “Wahai Mu’awiyah, jika kamu menjadi raja, maka
berbuat baiklah!” saya selalu menginginkan jabatan kekhilafahan.
Mua’wiyyah
adalah seorang lelaki yang bertubuh tinggi berkulit putih dan tampan serta
karismatik. Suatu ketika Umar bin Khaththab melihat kepadanya dan berkata, “Dia
adalah kaisar Arab.”
Diriwayatkan
dari Ali bin Abu Thalib dia berkata, “Janganlah kalian membenci pemerintahan
Mu’awiyah. Sebab andai kalian kehilangan dia, niscaya akan kalian lihat
beberapa kepala lepas dari lehernya.”
Al-Maqbari
berkata : “Kalian sangat kagum kepada kaisar Persia dan Romawi namun kalian
tidak mempedulikan Mu’awiyah! Kesabarannya dijadikan sebuah pepatah. Bahkan
Ibnu Abid Dunya dan Abu Bakar bin ‘Ashim mengarang buku khusus tentang
kesabarannya.”
Ibnu ‘Aun
berkata, “Ada seorang lelaki berkata kepada Mu’awiyah: Demi Allah hendaknya
kamu menegakkan hukum dengan lurus wahai Mu’awiyah. Jika tidak, maka kamilah
yang akan meluruskan kamu!”
Mu’awiyah
berkata, “Dengan apa kalian akan meluruskan kami?”
Dia menjawab,
“Dengan pentungan kayu!”
Muawiyyah
menjawab, “Jika begitu kami akan berlaku lurus.”
Qubaishah
bin Jabir berkata : Saya menemani Mu’awiyah beberapa lama, ternyata dia adalah
seorang yang sangat sabar. Tidak saya temui seorang pun yang sesabar dia, tidak
ada orang yang lebih bisa berpura-pura bodoh darinya, sebagaimana tidak ada
orang yang lebih hati-hati daripadanya.
Tatkala
Abu Bakar mengutus pasukan ke Syam, dia dan saudaranya Yazid bin Abu Sufyan
berangkat ke sana. Tatkala Yazid meninggal dia ditugaskan untuk menggantikan
saudaranya di Syam untuk menjadi gubernur. Umar mengokohkan apa yang ditetapkan
Abu Bakar dan Utsman menetapkan apa yang ditetapkan oleh Umar. Utsman
menjadikan Syam seluruhnya berada di bawah kekuasaannya. Dia menjadi gubernur
di Syam selama dua puluh tahun dan menjadi khalifah juga selama dua puluh
tahun.
Muawwiyah
Bin Abu Sofyan adalah juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat
turunnya wahyu.
Dan
sungguh telah meriwayatkan Imam Muslim di dalam Sohihnya dari hadits Ikrimah
bin Ammar, dari Abi Zamil Sammak bin Walid dari Ibnu Abbas bahwasanya Abu sofyan
Berkata : “Wahai Rasulullah berikanlah tiga perkara kepadaku?” Rasulullah
menjawab: “ya”. Beliau berkata : “perintahkanlah aku supaya memerangi
orang-orang kafir sebagaimana dulu aku memerangi orang-orang Islam.” Rasulullah
menjawab: “ya”, Beliau berkata lagi : “dan Muawiyah engkau jadikan sebagai
penulis disisimu?” Rasulullah menjawab: “ya”.
Mu’awwiyah dijamin masuk Surga
Al-Imam
al-Bukhari meriwayatkan di dalam Sohihnya dari Kholid bin Ma’dan dan bahwasanya
Umair bin Mas’ud telah menceritakan kepadanya bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda : “Pasukan pertama daripada kalangan umatku yang
berperang di laut, telah dipastikan bagi mereka (tempat di syurga).”
Fakta
sejarah mencatat bahawa armada laut yang pertama bagi umat Islam dipimpin oleh
Muawiyah pada zaman pemerintahan Amirul Mukminin Usman ibn Affan Radhiallahu.
عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ
الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ ،
وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ حِمْصَ ، وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ ،
أُمُّ حَرَامٍ ، قَالَ عُمَيْرٌ : فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ
أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ :
أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا ، قَالَتْ
أُمُّ حَرَامٍ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ ، قَالَ أَنْتِ
فِيهِمْ ، ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوَّلُ
جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ ، فَقُلْتُ
: أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ : لَا . رواه البخاري (2924) .
Dari Khalid bin Ma’dan bahwa ‘Umair bin Al Aswad Al
‘Ansiy bercerita kepadanya bahwa dia menjumpai ‘Ubadah bin ash-Shomit ketika
dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya dan bersama dengan
Ummu Haram. ‘Umair berkata; \”Maka Ummu Haram bercerita kepada kami bahwa dia
mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: \”Pasukan dari ummatku
yang pertama kali akan berperang dengan mengarungi lautan pasti akan diberi
pahala dan surga\”. Ummu Haram berkata; Aku katakan: \”Wahai Rasulullah, aku
termasuk diantara mereka?\” Beliau berkata; \”Ya, kamu termasuk dari mereka\”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda lagi: \”Pasukan dari ummatku yang
pertama kali akan memerangi kota Qaishar (Romawi) pasti mereka akan diampuni\”.
Aku katakan: \”Aku termasuk diantara mereka, wahai Rasulullah?\” Beliau
menjawab: ‘Tidak\”. (HR
Al-Bukhari)
قال الحافظ ابن حجر في ” الفتح ” (6/120) : قَالَ
الْمُهَلَّب : فِي هَذَا الْحَدِيثِ مَنْقَبَة لِمُعَاوِيَة لِأَنَّهُ أَوَّلُ
مَنْ غَزَا الْبَحْرَ وَمَنْقَبَةٌ لِوَلَدِهِ يَزِيد لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ
غَزَا مَدِينَةَ قَيْصَرَ .ا.هـ.
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam “Al-Fath” 120/6: al-Muhallab
berkata: Dalam hadits ini defile/ parade (perarakan barisan tentara)
bagi Mu’awiyah karena dia adalah orang pertama yang berperang di laut, dan
manqabah/ parade bagi anaknya, Yazid, karena dia orang pertama yang menyerang
kota Kaisar. Selesai.
Mu’awwiyah adalah Orang yang Faqih
Pada
zaman pemerintahan Umar bin khottob Radiallahu anhu pernah seorang mengadu
kepada Ibn Abbas radhiallahu ‘anh bahwa Muawiyah melaksanakan solat witir
dengan hanya satu rakaat. Ibn Abbas menjawab : “(Biarkan), sesungguhnya dia
seorang yang faqih (faham agama).” [Shahih al-Bukhari – hadis no: 3765]
Muawwiyah
adalah orang yang didoakan untuk mendapat hidayah
Dalam
sebuah hadis yang dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendoakan Muawiyah : “Ya Allah! Jadikanlah
beliau orang yang memimpin kepada hidayah dan berikanlah kepada beliau
hidayah.” [Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (Maktabah al-Ma`arif, Riyadh, 1995),
hadits no: 1969]
Pujian Para Sahabat Kepada Mu’awwiyah
Sahabat
besar Saad bin Abi Waqqas radhiallahu ‘anhu berkata : “Tak pernah saya melihat
seorang yang lebih pandai memutuskan hukum selepas Sayyidina Utsman daripada
tuan pintu ini (beliau maksudkan Mu’awiyah)”. (Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8
m.s. 133)
Seorang
lagi sahabat Qabishah bin Jabir berkata : “Tak pernah saya melihat seorang yang
lebih penyantun, lebih layak memerintah, lebih hebat, lebih lembut hati dan
lebih luas tangan di dalam melakukan kebaikan daripada Mu’awiyah”. (Al-Bidayah
Wa an-Nihayah jilid 8 m.s. 135)
Abdullah
bin Mubarak, seorang tabi’in terkenal pernah ditanya : “ Apa pendapat anda tentang
Mua’awiyah dan Umar bin Abdul Aziz, siapakah di antara mereka yang lebih
utama?”. Mendengar pertanyaan itu Abdullah Ibnu al-Mubarak naik Pitam lalu
berkata: “Kamu bertanya tentang perbandingan keutamaan antara mereka berdua.
Demi Allah! Debu yang masuk ke dalam lubang hidung Mu’awiyah karena berjihad
bersama-sama Rasulullah itu saja lebih baik dari Umar bin Abdul Aziz”.
(Al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 8 m.s. 139)
Pujian para Ulama kepada Mu’awwiyah
Imam
Adz-Dzahabi berkata bahwa hadist-haidist riwayat Muawiyah berjumlah 163 hadist
dalam Musnad Baqiyi (bin Makhlad). Al Ahwazi telah menyusun Musnad Muawiyah
dalam satu jilid kitab. Hadisnya (Muawiyah) yang disepakati Bukhari-Muslim
sebanyak 4 hadist, dan yang diriwatkan oleh Imam Bukhari sebanyak 4 hadist dan
Imam Muslim sebanyak 5 hadist (Siyar A’lam Nubala 3/162)
Dari
Irbadh bin Sariyah berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,” Ya Allah, ajarkanlah Muawiyah ilmu tulis dan hitung dan
lindungilah dia dari siksa.” (Hasan Lighairihi Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah
1938, Ibnu Hibban 2278, Ahmad 4/127, dan Fadhail Ash-Shahihah 1748, Al-Bazzar
2723, Al Fai dalam Tarikh 2/345, Ath-Thabrani dalam Al Mu’jam 18/252/628)
Dari
Abdur Rahman bin Abi Umairah Al-Muzanni, berkata Said dan dia termasuk sahabat
Nabi dari Nabi bahwa beliau berdo’a untuk Muawiyah, ”Ya Allah, jadikanlah dia
penunjuk dan yang memberi petunjuk, tunjukilah ia dan berilah manusia petunjuk
karenanya.” (Hasan Shahih Diriwayatkan Bukhari dalam Tarikh 4/1/327, Tirmidzi
2/316, Ibnu Asakir 16/684-686, dan Adz-Dzahabi dalam Siyar 8/38)
Umar bin
Khattab berkata tatkala mengangkatnya sebagai Gubernur Syam, ”Janganlah kalian
menyebut Muawiyah kecuali dengan kebaikan”. (Al-Bidayah 8/125)
Ali bin
Abi Thalib berkata sepulangnya dari perang Shiffin,” Wahai manusia, janganlah
kalian membenci kepemimpinan Muawiyah, seandainya kalian kehilangan dia,
niscaya kalian akan melihat kepala kepala bergelantungan dari badannya (banyak
pembunuhan)”. (Al-Bidayah 8/134)
Ibnu Umar
radhiallahu ‘anhuma berkata, ”Saya tidak melihat setelah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam orang yang lebih pandai memimpin manusia daripada Muawiyah.”
Dikatakan
padanya, ”Sekalipun Ayahmu?” katanya, ”Ayahku Umar lebih baik daripada
Muawiyah, tetapi Muawiyah lebih pandai berpolitik darinya.” (As-Sunnah I/443
Al-Khallal, Siyar A’lam Nubala 3/152, Al-Bidayah 8/138)
Ibnu
Abbas berkata, ”Saya tidak melihat seorang yang lebih arif tentang kenegaraan
daripada Muawiyah” (Al-Bidayah 8/138) Beliau juga mensifati Muawiyah dengan
“faqih” (Shahih Bukhari 3765)
Mujahid
berkata, ”Seandainya kalian melihat Muawiyah, niscaya kalian akan mengatakan :
Inilah Al Mahdi.” Ucapan senada juga dikatakan Qatadah (As-Sunnah I/438
Al-Khallal)
Zuhri
berkata, ”Muawiyah bekerja dalam pemerintahan Umar bin Khattab bertahun-tahun
tiada cela sedikit pun darinya.” (As-Sunnah I/444 Al-Khallal).
Suatu
kali pernah diceritakan kepada A’masy tentang keadlian Muawiyah, maka dia
berkata, ”Bagaimana kiranya seandainya kalian mendapati Muawiyah?” Mereka
berkata, ”Wahai Abu Muhammad apakah dalam kelembutannya?” Dia menjawab, ”Tidak,
demi Allah, bahkan dalam keadilannya.” (As-Sunnah I/437)
Al-Muafa
bin Amran pernah ditanya, ”Wahai Abu Mas’ud, siapakah yang lebih utama: Umar
bin Abdul Aziz atau Muawiyah?” Beliau langsung marah sekali seraya berkata,”
Seorang sahabat tidak dibandingkan dengan seorang pun. Muawiyah adalah sahabat
Nabi, iparnya, penulis wahyunya.” (Tarikh Dimasyq 59/208)
Ibrahim
bin Maisarah berkata, ”Saya tidak melihat Umar bin Abdul Aziz memukul sesorang
kecuali seorang yang mencela Muawiyah, beliau mencambuknya dengan beberapa
cambukan.” (Tarikh Dimasyq 59/211)
Imam
Ahmad pernah ditanya tentang seseorang yang Muawiyah dan Amr bin Ash, “Apakah
dia Rafidhah?” Katanya,” Tak seorang pun berani mencela keduanya kecuali
mempunyai tujuan jelek.” (Tarikh Dimasyq 59/210)
Ibnu
Qudamah Al-Maqdisi berkata, ”Muawaiyah adalah paman kaum mukminin, penulis
wahyu Alloh, salah seorang khalifah muslimin- semoga Allah meridhai mereka.”
(Lum’atul I’tiqad hal 33)
Ibnu
Taimiyah berkata,” Para ulama sepakat bahwa Muawiyah adalah raja terbaik dalam
umat, karena 4 pemimpin sebelumnya adalah para khalifah nubuwwah, adapun dia
adalah awal raja dan kepemimpinannya adalah rahmat.” (Majmu’ Fatawa 4/478,
Minhaj Sunnah 6/232)
Ibnu Abil
Izzi Al Hanafi berkata, ”Raja pertama kaum muslimin adalah Muawiyah, dan dia
adalah sebaik-baiknya raja kaum muslimin.” (syarh Aqidah Thahawiyah hal 722)
Adz-Dzahabi
berkata dalam biografinya, ”Amirul mukminin, raja Islam. Muawiyah adalah raja
pilihan yang keadilannya mengalahkan kezhaliman.” (Siyar 3/120, 259) …
Ka’ab
al-Ahbar berkata : “Tidak ada orang yang akan berkuasa sebagaimana berkuasanya
Mu’awiyah.”
Adz-Dzahabi
berkata : “Ka’ab meninggal sebelum Mu’awiyah menjadi khalifah, maka benarlah
apa yang dikatakan Ka’ab. Sebab Mu’awiyah menjadi khalifah selama dua puluh
tahun, tidak ada pemberontakan dan tidak ada yang menandinginya dalam
kekuasaannya. Tidak seperti para khalifah yang datang setelahnya. Mereka banyak
yang menentang, bahkan ada sebagian wilayah yang menyatakan melepaskan diri.”
Mu’awiyah
melakukan pemberontakan kepada Ali sebagaimana yang telah disinggung di muka,
dan dia menyatakan dirinya sebagai khalifah. Kemudian dia juga
melakukan pemberontakan kepada al-Hasan. Al-Hasan akhirnya mengundurkan diri.
Kemudian Mu’awiyah menjadi khalifah pada bulan Rabiul Awal atau Jumadil Ula,
tahun 41 H. Tahun ini disebut sebagai ‘Aam Jama’ah (Tahun Kesatuan), sebab pada
tahun inilah umat Islam bersatu dalam menentukan satu khalifah. Pada tahun itu
pula Mu’awiyah mengangkat Marwan bin Hakam sebagai gubernur Madinah.
Pada tahun 43 H, kota Rukhkhaj dan beberapa kota lainnya
di Sajistan ditaklukkan. Waddan di Barqah dan Kur di Sudan juga ditaklukkan.
Pada tahun itu pulalah Mu’awiyah menetapkan Ziyad anak ayahnya. Ini -menurut
ats-Tsa’labi- merupakan keputusan pertama yang dianggap mengubah hukum yang
ditetapkan Rasulullah.
Pada tahun 45 H, Qaiqan dibuka.
Pada tahun 50 H, Qauhustan dibuka lewat peperangan. Pada
tahun 50 H, Mu’awiyah menyerukan untuk membaiat anaknya Yazid sebagai putra
mahkota dan khalifah setelahnya jika dia meninggal.
Mu’awiyah
meninggal pada bulan Rajab tahun 60 H. Dia dimakamkan di antara Bab al-Jabiyyah
dan Bab ash-Shaghir. Disebutkan bahwa usianya mencapai tujuh puluh tujuh tahun.
Dia memiliki beberapa helai rambut Rasulullah dan sebagian potongan kukunya.
Dia mewasiatkan agar dua benda itu di diletakkan di mulut dan kedua matanya pada
saat kematiannya. Dia berkata, “Kerjakan itu, dan biarkan saya menemui Tuhan
Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang!”.
Diposting oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim, diambil dari ‘Biografi
Ahlul Hadits’,
Rabu, 11 Mei 11
Diberi terjemahan hadits yang belum diterjemah, oleh
nahimunkar.com
\
Betapa kaum Syi’ah adalah kaum pendusta yang mengaku-ngaku
pengikut Ahlul Bait, mereka membenci Sayyidinaa Mu’awiyyah, melaknat beliau
tiap siang dan malam mereka, padahal Imam Husain bin ’Ali sendiri di kitab
mereka begitu sharih (jelas) mendoakanRAHMATkepada beliau radhiyallaahu
’anhum.
فقال
حسين كانه لا يظن ما يظن من موت معاوية: الصلة خير من القطيعة، اصلح الله ذات
بينكما فلم يجيباه في هذا بشئ، وجاء حتى جلس، فأقرأه الوليد الكتاب ونعى له معاوية
ودعاه إلى البيعة، فقال حسين: انالله وانا إليه راجعون
ورحم الله معاوية وعظم لك الاجر
Maka Husain berkata, nampaknya beliau tidak menduga mengenai
kematian Mu’awiyyah : “Persambungan itu lebih baik daripada perpecahan.” Semoga
Allah membuat baik keadaan kalian berdua (Marwan bin Al-Hakam dan Al-Walid bin
‘Utbah). (Tetapi) mengenai hal ini keduanya tidak menjawabi beliau sama sekali,
(Lalu) beliau beranjak sehingga terduduk. Kemudian Al-Walid membacakan sebuah
kitab kepada beliau dan menceritakan berita tentang kematian Mu’awiyyah serta
mengajaknya untuk bai’at. Maka Husain
mengucapkan : "INNA LILLAAHI WA INNA ILAIHI RAAJI'UN, SEMOGA ALLAH
MERAHMATI MU’AWIYYAH DAN MEMBERIKAN PAHALA YANG BESAR KEPADAMU’’ [Maqtalu Al-Husain
oleh Dedengkot Abu Mikhnaf Luth bin Yahya Al-Azdi hal. 32, Darul Mahajjah
Al-Baidha']
عن إسحاق بن إبراهيم الحنظلي يقول : لا يصح عن النبي
صلى الله عليه وسلم في فضل معاوية بن أبى سفيان شئ.
Ishaq bin Ibrahim Al-Handzali berkata: Tidak ada satupun
hadits shahih dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan
Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Takhrij
Atsar[1]
Atsar
Ishaq bin Ibrahim Al-Handzali rahimahullah diriwayatkan Ibnu Asakir
dalam Tarikh Dimask(59/106), diriwayatkan pula Ibnul Jauzi
dalam Al-Maudhu’at (2/24) melalui jalan Zahir bin
Thahirdari Ahmad bin Al-Hasan Al-Baihaqi dari Abu Abdillah
Al-Hakim dari Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf
Al-‘Ashom dari bapaknya dari Ishaq bin Ibrahim Al-Handzali yang lebih
terkenal dengan Ishaq bin Rohuyah rahimahullah.
Atsar
ini dha’if (lemah) baik dari tinjauan sanad maupun matannya.
Dalam
sanad, ada rawi bernama Zahir bin Thahir Abul Qasim Asy-Syahhaami.
Tentang
ia Adz-Dzahabi rahimahullah berkata: “Sama’ (pengambilan riwayatnya)
shahih, namun ia menyia-nyiakan shalatnya sehingga banyak huffadz (ahlu hadits)
meninggalkan riwayat darinya.” Mizanul I’tidal (3/95)
Adapun
matannya, sangat tampak keganjilan. Bagaimana tidak, Atsar Ishaq menyelisihi
sekian banyak hadits marfu’ dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan
bertentangan dengan atsar-atsar shahih tentang keutamaan shahabat Mu’awiyah bin
Abi Sufyan Ra.
Ibnu
Asakir mengisyaratkan penyelisihan tersebut. Beliau berkata setelah
meriwayatkan atsar Ishaq: “Riwayat paling shahih tentang keutamaan
Mu’awiyah Ra adalah Hadits Abu Hamzah dari Ibnu Abbas Ra bahwa Mu’awiyah adalah
sekretaris Nabi r, diriwayatkan Muslim dalam Shahihnya.
Kemudian
hadits Irbadh (bin Sariyah ra), (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendoakan Mu’awiyah):
اللهم علّمه الكتاب
“Ya Allah ajarkanlah Mu’awiyah Al-Kitab.”,
Juga
hadits Ibnu Abi ‘Amirah (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendoakan Mu’awiyah):
اللهم اجعله هاديا مهديّا
Ya Allah jadikanlah Muawiyah seorang yang mendapat
hidayah dan terbimbing.” (Tarikh Dimasyk (59/106) .
Sebagian
riwayat shahih tersebut cukup sebagai bantahan bagi mereka yang menyatakan
tidak ada sama sekali riwayat mengenai keutamaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra. [2]
Mempermainkan
Hadits-Hadits Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Jalan Ahli Bid’ah.
Hadits dan
atsar Maudhu’ (palsu) atau Dha’if (lemah), oleh para pengekor hawa nafsu
seringkali dijadikan alat memerangi Islam, bahkan ayat-ayat Al-Quran dan hadits
shahih tidak ketinggalan dipelintir makna dan pemahamannya kepada makna batil,
menurut hawa nafsu mereka.
Atsar
Ishaq bin Rahuyah dapat kita jadikan sebagai sebuah contoh. Kandungan riwayat
Ishaq adalah vonis bahwa tidak ada satu pun hadits shahih menetapkan keutamaan
Mu’awiyah Ra. Jadilah atsar ini dalih untuk mendhaifkan semua riwayat tentang
keutamaan beliau ra.
Syubhat
ini sudah barang tentu memberikan pengaruh buruk terutama bagi mereka yang
tidak mengetahui hadits-hadits nabawi, terlebih ucapan ini dinisbatkan kepada
seorang pemuka ahli hadits, Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad Al-Handzali Abu
Muhammad bin Rahuyah Al-Marwazi (238 H), sahabat karib Imam Ahmad bin Hanbal
Asy-Syaibani (241 H) .
Akan tetapi
Alhamdulillah, syubhat ini terbantah dengan terbuktinya kelemahan riwayat baik
dari sisi matan demikian pula sanadnya.
Bahkan
seandainya pun atsar ini shahih, bisa ditakwilkan kepada makna bahwa
Ishak mungkin saja mengucapkannya ketika belum mengetahui riwayat-riwayat
shahih tentang keutamaan Mu’awiyah Ra. Takwil ini kita tetapkan karena telah
terbukti banyak riwayat shahih tentang keutamaan Mu’awiyah ra, demikian pula
ahlul hadits bersepakat akan kemuliaan beliau sebagai salah seorang shahabat
Rasulullah Saw.
Pembaca
rahimakumullah, untuk lebih melihat sepak terjang musuh-musuh Allah –seperti
Syiah Rafidhah- dalam mempermainkan riwayat, kita akan telaah bersama beberapa
hadits lemah yang mereka jadikan sandaran untuk mencela Muawiyah demikian pula hadits atau atsar
shahih yang mereka selewengkan maknanya demi menjatuhkan kehormatan Amirul
Mukminin Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra.
Sebagian
riwayat tersebut sengaja ditampilkan sebagai peringatan bagi seluruh kaum
muslimin dari pemikiran pengikut hawa nafsu dan semoga menjadi bekal untuk kita
tidak mempedulikan lagi bualan orang-orang yang berpenyakit karena di balik
kefasihan yang mereka miliki ada racun yang demikian berbahaya bagi hati
seorang mukmin. Wallahul Musta’an.
Diantara Hadits-hadits lemah berisi celaan kepada Mu’awiyah Ra.
Hadits Pertama: Rasulullah saw memerintahkan shahabat membunuh
Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra.
Diriwayatkan
dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إذا رأيتم معاوية على منبري فاقتلوه
“Apabila kalian melihat Mu’awiyah di atas mimbarku, bunuhlah
ia.”
Syiah
Rafidhah dan musuh-musuh Allah yang bersama mereka menampakkan hadits ini untuk
memuaskan kedengkian mereka kepada Mu’awiyah bin abi Sufyan ra. Hadits ini
dijadikan salah satu dalil untuk mengkafirkan Mu’awiyah ra.
Sebagai
jawaban kita katakan: “Wahai rafidhah, kalian adalah kaum yang telah
tersesat dari jalan kebenaran, buku-buku kalian dipenuhi dengan celaan kepada
islam, shahabat, bahkan istri-istri Rasul saw dan ahlul bait, sehingga kami
tidak percaya dengan ucapan yang muncul dari mulut-mulut kotor kalian. Termasuk
hadits yang kalian bawakan ini.
Wahai
Rafidhah, bagaimana mungkin kita menerima celaan kalian atas Mu’awiyah ra
sementara salaful ummah, para ulama Ahlul hadits dan kaum muslimin telah
bersepakat akan keutamaan Mu’awiyah ra. bahkan tidak ada satu pun ulama ahlus
sunnah mencela beliau apalagi berkeyakinan halalnya pembunuhan atas beliau ?
Terkait
dengan hadits yang kalian bawakan, ketahuilah bahwa hadits
ini Maudhu’ (palsu), seluruh jalan-jalan periwayatannya batil.
As-Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyebutkan jalan-jalan hadits ini
dalam Silsilah Adh-Dha’ifah dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri,
Abdullah bin Mas’ud, Sahl bin Hanif dan Al-Hasan Al-Bashri secaramursal.[3]
Seluruh
ulama hadits mendustakannya. Di antara mereka adalah Ayyub
As-Sikhtiyani sebagaimana disebutkan Ibnu ‘Ady dalam Al-Kamil Fi Dhu’afa`
Ar-Rijal (5/101), Imam Ahmad bin Hanbal dalam Al-‘Ilal hal. 138,
Abu Zur’ah Ar-Razi sebagaimana dinukil dalam Adh-Dhu’afa`2/427),
Al-Bukhari dalam Tarikh Al-Ausath (1/256), Ibnu Hibban Al-Busty
dalam Al-Majruhin(1/157, 250) dan (2/172), Ibnu ‘Ady
dalam Al-Kamil (2/146, 209, 5/101, 200, 314 dan 7/83), Ibnu Asakir
dalam Tarikh Dimasyk (59/155-158), Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at (2/24)
demikian pula Adz-Dzahabi dalam Al-Mizan dan Ibnu Katsir
Rahimahumullah.
Berkata
Al-Bukhari setelah menyebutkan illat (cacat) hadits ini dari jalan yang paling
masyhurnya:
«.. ليس لها أصول، ولا يثبت عن النبي r خبرٌ على هذا النحو في أحدٍ
من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم، إنما يقولُه أهلُ الضَّعف».
“Hadits ini tidak ada asalnya, dan
tidak ada satu kabarpun yang semisal ini (berisi perintah membunuh atau celaan)
dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang sahabatpun, hanyalah
orang-orang lemah yang berbicara seperti itu.” (Tarikh
Al-Ausath (1/256)
Berkata
Al-Jauzaqani: “Hadits ini maudhu’ (palsu), Bathil, tidak ada asalnya dalam
hadits-hadits (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ), dan
tidak lain hadits ini hasil perbuatan ahli bid’ah para pemalsu hadits, semoga
Allah hinakan mereka di dunia dan akhirat, dan barangsiapa meyakini (kandungan)
hadits palsu ini dan yang semisalnya atau terbetik dalam hatinya bahwa
hadits-hadits ini keluar dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sungguh ia adalah seorang zindiq…” Al-Abathil Wal Manakir
(1/200)
Tindak-tanduk
pengikut hawa nafsu memang sangat membingungkan, menunjukkan kerusakan akal dan
hatinya. Mereka berhujjah dengan hadits maudhu’ (palsu) di atas, sementara itu
mereka menutup mata akan hadits-hadits shahih tentang keutamaan Mu’awiyah bin
Abi Sufyan Ra.
Pujian
dan doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
shahabat Mu’awiyah disembunyikan, kedudukan Mu’awiyah sebagai saudara ipar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mereka
lupakan, seolah-olah tidak ada berita itu, justru berita-berita palsu
ditampakkan dan disebarkan. Inikah sikap keadilan ?
Hadits
palsu ini, kalau dicermati lebih dalam, justru mengandung celaan kepada seluruh
sahabat bahkan ahlul bait semisal Al-Hasan bin ‘Ali Ra. Sebuah kejadian tarikh
yang masyhur dilalaikan para pencela Mu’awiyah Ra, yaitu ‘Amul Jama’ah (Tahun
Persatuan) ketika Al-Hasan bin Ali Ra menyerahkan kekhilafahan kepada Muawiyah
bin Abi Sufyan Ra dan berbaiat kepada beliau tahun 41 H, dalam keadaan
Al-Hasan memiliki pasukan besar dan mampu mengobarkan pertempuran hebat. Wahai
Rafidhah, mengapa Al-Hasan bin Ali Ra tidak membunuh Mu’awiyah bin Abi Sufyan
Ra melaksanakan perintah dan wasiat kakeknya Rasulullah saw – kalau
hadits ini memang benar-?.[4]
Terakhir,
wahai rafidhah, ketahuilah hadits maudhu’ ini diriwayatkan pula dengan lafadz:
إذا رأيتم معاوية على منبري فاقبلوه
Jika kalian melihat Mu’awiyah di atas mimbarku, terimalah
ia.
Kenapa
kalian tidak mengambil riwayat yang kedua ini, sebagaimana kalian memakai
riwayat pertama yang juga berita dusta ?
Berkata
As-Suyuthy dalam Al-Laali` Al-Mashnuu’ah (1/389): “Sesungguhnya
riwayat kedua ini lebih masuk akal daripada riwayat pertama.”
Hadits Kedua: Mu’awiyah Ra. difitnah sebagai ahli maksiat, memakai baju sutera
dan menghamparkan kulit harimau sebagai tempat duduk.
Tuduhan
keji ini dilandasi sebuah riwayat panjang, dikeluarkan Al-Imam Abu Dawud dalam
As-Sunan Bab Julud An-Numur wa As-Siba’ (Kulit-kulit harimau dan
hewan buas) (11/176) no. 3602). Dalam hadits itu dikatakan:
…. قَالَ يَا مُعَاوِيَةُ إِنَّ أَنَا صَدَقْتُ فَصَدِّقْنِي
وَإِنْ أَنَا كَذَبْتُ فَكَذِّبْنِي قَالَ أَفْعَلُ قَالَ فَأَنْشُدُكَ بِاللَّهِ
هَلْ تَعْلَمُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى
عَنْ لُبْسِ الذَّهَبِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَنْشُدُكَ بِاللَّهِ هَلْ تَعْلَمُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ
قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَنْشُدُكَ بِاللَّهِ هَلْ تَعْلَمُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ لُبْسِ جُلُودِ السِّبَاعِ
وَالرُّكُوبِ عَلَيْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَوَاللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ هَذَا
كُلَّهُ فِي بَيْتِكَ يَا مُعَاوِيَةُ فَقَالَ مُعَاوِيَةُ قَدْ عَلِمْتُ أَنِّي
لَنْ أَنْجُوَ مِنْكَ يَا مِقْدَامُ
“…. Berkata Miqdad Ra: “Wahai Mu’awiyah, jika aku benar
katakan benar, namun jika aku salah katakanlah salah.” Kata Mu’awiyah:
“Baiklah.” Kata Miqdad: “Dengan nama Allah, tahukah engkau bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk memakai
emas (yakni bagi kaum lelaki-pen)? Mu’awiyah berkata: Benar. Kata Miqdad:
“Dengan nama Allah, tahukah engkau bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah melarang untuk memakai sutera? Mu’awiyah berkata: Benar. Kata
Miqdad: “Dengan nama Allah, tahukah engkau bahwa Rasulullah saw
telah melarang memakai kulit hewan buas dan mendudukinya? Mu’awiyah berkata:
Benar. Lalu berkata Miqdad: “Demi Allah sungguh aku menyaksikan semua itu ada
di rumahmu Wahai Mu’awiyah.” Maka berkatalah Mu’awiyah: “Sungguh aku tahu, aku
tidak akan selamat darimu wahai Miqdam.!”
Kisah ini dha’if (lemah), dalam sandanya ada Baqiyyah bin
Al-Walid dia seorang mudallis, dan dia melakukan Tadlis Taswiyah[5] sementara
ia meriwayatkan hadits dengan ‘An’anah dari gurunya.[6]
Seandainya
pun hadits ini shahih, wajib bagi kita berhusnudzon kepada seluruh shahabat
Rasulullah saw. Karena mereka kaum yang telah diridhoi Allah
ta’ala. Demikianlah
adab yang dicontohkan salaf. Tidak ada seorang ulama ahlus sunnah memahami
hadits Abu Dawud di atas untuk mencela Mu’awiyah ra.
Syaikh
Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah ketita mensyarah perkataan Al-Miqdad bin
Al-Aswad:
فَوَاللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ هَذَا كُلَّهُ فِي
بَيْتِكَ يَا مُعَاوِيَةُ
“Demi Allah sungguh aku menyaksikan semua itu ada di
rumahmu Wahai Mu’awiyah.”
Maksud
Miqdam Ra, beliau melihat kemungkaran pada sebagian saudara atau keluarga
Mu’awiyah. Dan perkara yang diketahui bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra tidak
setuju hal itu, tidak pula meridhoinya. (Adapun masih adanya kemungkaran pada
sebagian keluarga beliau) mungkin saja beliau tidak mengetahui kemungkaran
tersebut atau beliau mengetahuinya dan telah melarangnya. Dalam memahami berita
seperti ini tentang shahabat, wajib kita bawa kepada makna yang baik sebagai
bentuk husnudzon kepada mereka. (Syarah Sunan Abu Dawud Syaikh Abdul Muhsin)
Diantara Hadits dan Atsar Shahih Yang Diselewengkan Maknanya.
Hadits Ketiga: Mu’awiyah Ra. dituduh Mencela Ali bin Abi Thalib Ra dan
memerintahkan rakyatnya mencela Ali Ra.
Tuduhan
keji terhadap Mu’awiyah ini mereka dasari dengan sebuah riwayat shahih yang
mereka pelintir maknanya kepada hawa nafsu mereka.
عن عامر بن سعد بن أبي وقاص قال أمر معاوية سعدا فقال
ما منعك أن تسب أبا تراب قال أما ما ذكرت ثلاثا قالهن رسول الله ( فلن أسبه لأن
تكون لي واحدة منهن أحب إلي من حمر النعم سمعت رسول الله ( يقول له وقد وخلفه في
بعض مغازيه فقال له علي يا رسول الله تخلفني مع النساء والصبيان فقال له رسول الله
( أما ترضى أن تكون مني بمنزلة هرون من موسى إلا أنه لا نبوة بعدي وسمعته يقول في
يوم خيبر لأعطين الراية رجلا يحب الله ورسوله ويحبه الله ورسوله».
Dari ‘Amir bin Sa’d bin Abi Waqqash berkata: Mu’awiyah
memanggil Sa’d lalu bertanya: “Apa yang menghalangimu mencela Abu Turob ?”[7] Sa’d menjawab: Adapun jawaban
pertanyaanmu, Ada tiga perkara yang semuanya diucapkan Rasulullah
saw, sehingga aku tidak mencelanya (yakni Ali Ra) … Aku mendengar
Rasulullah bersabda kepada Ali –ketika beliau tugaskan Ali tinggal
di madinah pada sebagian peperangan, dan saat itu Ali berkata: Wahai
Rasulullah saw apakah engkau tinggalkan aku beserta kaum wanita dan
anak-anak kecil (dan aku tidak bisa ikut berperang)? Lalu Beliau bersabda:
“Tidakkah engkau ridha wahai Ali, kedudukanmu disisiku seperti kedudukan Harun
di sisi Musa? hanya saja (engkau bukan nabi) tidak ada kenabian sesudahku. Dan
aku mendengar Beliau bersabda saat perang Khaibar: “Sungguh esok aku akan
berikan panji peperangan kepada seorang yang mencintai Allah dan rasulnya dan
ia dicintai Allah dan Rasulnya.
Hadits
ini tidak diragukan keshahihannya, dikeluarkan Imam Muslim
dalam As-Shahih no. 2404.
Musuh-musuh
Allah dan Rasul-Nya melihat ada celah dalam hadits ini untuk dibawa kepada
makna batil. Sisi tersebut adalah pertanyaan Mu’awiyah kepada Sa’d bin Abi
Waqqash:
ما منعك أن تسب أبا تراب
“(Wahai Sa’d) Apa yang menghalangimu mencela Abu Turob
(julukan Ali bin Abi Thalib Ra) ?.
Segera
Syiah Rafidhah mengambil kesimpulan keji dari pertanyaan itu bahwa Mu’awiyah
membenci Ali bin Abi Thalib dan mengajak manusia membenci dan mencela Ali bin
Abi Thalib ra.
Tidak ada
seorang ulama ahlus sunnahpun memahami riwayat ini sebagai celaan atas
Mu’awiyah ra. Coba kalian sebut wahai rafidhy, siapakah ulama yang memaknai
hadits ini dengan celaan kepada Mu’awiyah !
Bahkan
sebaliknya, riwayat ini justru sanjungan atas Mu’awiyah dan juga Daulah
Umawiyah, karena ada tuduhan dari kalangan Rafidhah bahwasannya bani Umayyah
telah berbuat makar yaitu: menyembunyikan dan melarang disampaikannya
hadits-hadits nabi tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib Ra.
Hadits
Muslim di atas justru sebaliknya, dalam kisah di atas tampak bagaimana
Mu’awiyah Ra menetapkan keutamaan Ali bin Abi Thalib yang disampaikan Sa’d bin
Abi Waqqash Ra. Dan hadits ini sampai kepada kita setelah melalui zaman yang
cukup panjang termasuk zaman bani Umayyah.
Akan
tetapi rafidhah dan pengikut mereka sebagaimana biasanya menyimpang dari jalan
salaf (Shahabat, tabi’in dan atbaut tabiin) dan memilih jalan kesesatan. Mereka
memalingkan maknanya kepada pemahaman yang sama sekali tidak pernah terbersit
dalam benak ulama salaf.
Pembaca,
mari kita simak keterangan salah seorang ulama Syafi’iyyah, Imam An-Nawawi
rahimahullah. Beliau berkata: “Tidak ada (dalam perkataan Mu’awiyah) perintah
kepada Sa’d untuk mencela Ali, tetapi yang ada hanyalah pertanyaan kepada Sa’d
tentang sebab yang menghalanginya dari mencela Ali. (Makna pertanyaan
Mu’awiyah): “Wahai Sa’d, Engkau menjauhkan diri dari mencela Ali apakah
(kau tinggalkan itu) karena wara’ (yakni karena Allah) atau karena takut
(manusia)? Jika Engkau meninggalkannya karena wara’ maka engkau benar dan telah
berbuat baik, namun jika engkau meninggalkan karena takut (manusia) maka masalahnya
lain.”
Sepertinya
Mu’awiyah mengungkapkan pertanyan ini karena Sa’d (di zaman itu) berada di
tengah-tengah kaum yang mencela Ali bin Abi Thalib (khawarij) namun tidak
mengikuti mereka … maka Mu’awiyah mengajukan pertanyaan ini. (Syarh Shahih Muslim
15/175-176 atau 184-185)
Hadits Keempat: Mu’awiyah Ra. dituduh Memerintahkan pengikutnya memakan
harta dengan cara yang batil dan memerintahkan mereka untuk bunuh diri.
Sekali
lagi, ini diantara fitnah keji ditujukan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra.
Penulis wahyu Allah, kepercayaan Rasulullah saw.
Dalam
upaya menegakkan syubhat ini mereka ketengahkan sebuar atsar shahih, seorang
berkata kepada Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash:
إن ابن عمك معاوية يأمرنا أن نأكل أموالنا بيننا
بالباطل ونقتل أنفسنا فسكت عبد الله بن عمرو ساعة ثم قال: أطِعه في طاعة الله
واعصه في معصية الله
Sesungguhnya anak pamanmu, Mu’awiyah, menyuruh kami untuk
memakan (merampas) harta-harta sebagian kita dengan batil, dan memerintahkan
kita untuk membunuh diri-diri kita. Abdullah bin ‘Amr terdiam sejenak (atas
pertanyaan itu) lalu beliau berkata: Taatilah Mu’awiyah dalam ketaatan
kepada Allah dan ingkarilah dalam kemaksiatan kepada Allah.”
Atsar ini
shahih, Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya kitab Imarah bab (وجوب الوفاء ببيعة الخليفة الأول فالأول )
no. 1844.
Sebagai
jawaban atas syubhat ini, kita cukupkan keterangan Al-Imam An-Nawawi
rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (12/476) beliau berkata:
“Sang
penanya, ketika mendengar Abdullah bin Amr bin Al-Ash ra menyebutkan hadits
tentang haramnya memberontak khalifah pertama, adapun yang kedua dibunuh
(karena menentang penguasa pertama), muncul dalam benak penanya bahwa sifat ini
ada pada Mu’awiyah karena Ali telah dibaiat sebagai khalifah. Maka sang penanya
menyangka bahwa nafkah yang dikeluarkan Mu’awiyah untuk para prajuritnya dan
pengikutnya dalam peperangan berhadapan dengan Ali ra (dahulu dalam perang
Shiffin-pen) termasuk memakan harta dengan batil dan termasuk bunuh diri karena
peperangan itu (shiffin) adalah perang yang tidak haq…”
Telah
lalu dalam pembahasan perang Shiffin, bahwa perang tersebut adalah perang fitnah.
Terjadi karena perbedaan ijtihad dua shahabat mulia dalam masalah penegakan
qishahsh atas para pembunuh Utsman bin Affan Ra. Mereka berdua berhak
mendapatkan pahala mujtahid, bukan celaan sebagaimana dilontarkan kaum Rafidhah
yang telah buta mata hati mereka. Wal ‘iyadhu billah.
Hadits Kelima: Mu’awiyah Ra. didoakan kejelekan Oleh Rasulullah
saw
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ أَلْعَبُ مَعَ
الصِّبْيَانِ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَتَوَارَيْتُ خَلْفَ بَابٍ قَالَ فَجَاءَ فَحَطَأَنِي حَطْأَةً وَقَالَ اذْهَبْ
وَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ قَالَ ثُمَّ قَالَ
لِيَ اذْهَبْ فَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ
فَقَالَ (( لَا أَشْبَعَ اللَّهُ بَطْنَهُ )) قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى قُلْتُ
لِأُمَيَّةَ مَا حَطَأَنِي قَالَ قَفَدَنِي قَفْدَةً
Dari Ibnu Abbas berkata: Saat aku bermain bersama
anak-anak kecil, datang Rasulullah saw, aku pun bersembunyi di
balik pintu, maka beliau pegang aku seraya berkata: “Pergilah kau panggil
Muawiyah kepadaku.” (Aku pergi) lalu aku datang dan kukatakan: Ia sedang makan.
Rasulpun bersabda: “Allah tidak akan mengenyangkan perutnya.”
لَا أَشْبَعَ اللَّهُ بَطْنَهُ
Hadits ini
shahih, diriwayatkan Muslim no. 4713.
Imam Muslim
memahami sebagaimana difahami ulama salaf, ahlul hadits, bahwa Mu’awiyah bukan
orang yang pantas mendapatkan doa kejelekan –terlebih telah kita dengar
hadits-hadits berisi pujian Rasulullah saw kepada Mu’awiyah-
sehingga Imam Muslim memasukkan hadits ini termasuk dari keutamaan Mu’awiyah
Ra.
Sepintas
hadits ini memang doa kejelekan untuk Mu’awiyah bin Abu Sufyan Ra. Namun
sebaliknya salafus shaleh justru memahaminya sebagai keutamaan sahabat yang
mulia ini.
Oleh
karenanya Muslim mengeluarkan hadits ini untuk menetapkan keutamaan shahabat
Mu’awiyah Ra. Beliau sebutkan hadits ini dalam bab: “Orang yang dilaknat atau
dicerca atau didoakan kejelekan oleh Nabi saw dan ia bukan orang yang pantas
mendapatkannya maka doa itu menjadi kesucian, pahala dan rahmah Allah.”
Hal ini
berdasarkan sabda beliau dalam Shahih Muslim:
إنما أنا بشرٌ أرضى كما يرضى البشر؛ وأغضبُ كما يغضب
البشر، فأيما أحد دعوتُ عليه من أمتي بدعوة ليس لها بأهلٍ أن تجعلَها له طهورا
وزكاة وقُربة تُقربه بها منه يوم القيامة”.
“Sungguh aku
hanya seorang manusia, ridho sebagaimana manusia juga ridho, dan aku marah
sebagaimana manusia juga marah. Maka siapa pun dari umatku yang aku doakan
kejelekan, dengan doa yang ia tidak pantas mendapatkannya jadikanlah doaku itu
kebersihan, kesucian dan kebaikan yang mendekatkannya kepada Allah di
Hari Kiamat.”
An-Nanawi
rahimahullah berkata dalam syarah hadits ini:[8] Apa
yang terucap dari Ar-Rasul berupa celaan atau doa semisal ini tidak beliau
maksudkan, akan tetapi hal tersebut perkara yang biasa terucap dalam adat orang
Arab berupa ucapan tanpa niat., seperti ucapan: (تَرِبَت يمينُك) “Celaka tangan mu.”…
dan hadits Mu’awiyah (لا أشبع الله بطنه) “Allah tidak akan
kenyangkan perutnya.” dan semisalnya. Mereka orang Arab tidak memaksudkan
sedikitpun hakekat (makna yang terkandung) dari kalimat tersebut,
Rasulullah saw (sebagai manusia biasa) pun khawatir seandainya (muncul
dari beliau ucapan yang tidak beliau niatkan) kemudian doa tersebut
dikabulkan, maka beliau meminta Rabbnya dan mengharap kepada-Nya agar ucapan
tersebut dijadikan sebagai rahmat, kafarah, kebaikan, kesucian dan pahala (bagi
orang yang mendapatkan perkataan tanpa maksud tersebut). Ucapan seperti itu
hanya terjadi sesekali dan sangat jarang, dan beliau saw bukan seorang yang
kasar, perkataannya kotor, suka melaknat atau membalas dendam untuk membela
diri beliau.”[9]
Berkata Ibnu
Katsir: “Sungguh Mu’awiyah sangat mengambil manfaat dari doa ini di dunia dan
juga di akhirat. Adapun di dunia, semenjak beliau menjadi gubernur di Syam
beliau makan sehari tujuh kali, dihidangkan dihadapan beliau qash’ah (nampan
besar) berisi daging yang banyak dan bawang beliau makan dari nampan tersebut,
dalam sehari beliau makan tujuh kali dengan daging demikian pula kue-kue dan
buah-buahan yang banyak (dan beliau tidak kekenyangan) bahkan beliau berkata:
“Demi Allah aku tidak kenyang, namun aku berhenti karena letih.” Dan ini
hakekatnya adalah nikmat yang didambakan banyak para raja. (Bidayah wan
Nihayah)
Adapun
kebaikan di akherat tampak dalam sabda Rasulullah saw:
فأيما أحد دعوتُ عليه من أمتي بدعوة ليس لها بأهلٍ أن
تجعلَها له طهورا وزكاة وقُربة تُقربه بها منه يوم القيامة
Maka siapa
pun dari umatku yang aku doakan kejelekan, dengan doa yang ia tidak pantas
mendapatkannya jadikanlah doaku itu kebersihan dan kesucian dan kebaikan yang
mendekatkannya kepada Allah di Hari Kiamat.”
Khatimah
Diantara
kaum yang paling getol melakukan berbagai macam kebusukan adalah syiah rafidhah
bersama dengan barisan musuh-musuh islam. Tarikh membuktikan andil mereka yang
sangat besar dalam membuat kerusakan di muka bumi dan bagaimana mereka terus
berupaya mengusik kemurnian islam dengan kesyirikan dan kebid’ahan.
Fakta ini
tidak bisa ditutupi atau dipungkiri, lisan-lisan mereka mengucapkan, buku dan
tulisan menjadi saksi kedengkian mereka kepada sahabat, istri-istri
Rasulullah saw bahkan diri Rasulullah saw. Permusuhan
mereka dengan Islam secara umum sangat tampak terlebih khusus permusuhan dengan
ahlus sunnah. Hadits-hadits palsu dan lemah, demikian pula tafsiran-tafsiran
ngawur terhadap hadits-hadits shahih yang telah bersama kita kaji adalah diantara
hadits yang dipakai kaum rafidhah untuk mencela sahabat Mu’awiyah bin Abi
Sufyan Ra.
Permusuhan
rafidhah terus berlangsung sejak agama rafidhah dibangun Abdullah bin Saba’
Al-Yahudi hingga saat ini hingga masa yang Allah kehendaki. Kalau bukan ruang
yang membatasi, ingin sesungguhnya kita nukilkan ucapan-ucapan kotor salah
seorang pembesar Rafidhah yaitu Komaeni, mulutnya banyak dipenuhi caci maki
celaan dan cercaan kepada shahabat, istri-istri Rasul bahkan Nabi Muhammad saw.
Ucapan-ucapan kufurnya tertulis dalam buku-buku syi’ah yang tidak mungkin
mereka pungkiri.
Semoga
Allah selamatkan hati-hati kita dari kedengkian kepada islam dan kaum muslimin,
terkhusus generasi terbaik, shahabat Rasulullah saw, semoga Allah
selamatkan kita dari fitnah-fitnah yang datang seperti potongan malam yang
gelap gulita. Amin.
[1] Atsar
adalah ucapan yang disandarkan kepada shahabat Nabishallallahu ‘alaihi wa
sallam atau generasi setelahnya. Adapun hadits adalah apa yang disandarkan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa ucapan,
perbuatan, taqrir (persetujuan) atau sifat.
[2] Beberapa
riwayat Marfu’ dan Atsar tentang keutamaan Mu’awiyah Ra bisa dilihat kembali
pada kajian utama Edisi ini berjudul “Keutamaan Mu’awiyah kesepakatan
Ahlus sunnah sepanjang Zaman.”
[3] Lihat Juz
10/605-611 hadits no.4930
[4] Berhujjah
dengan hadits “Bunuhlah Mu’awiyah.” artinya mencela semua shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melihat Mu’awiyah, termasuk yang dicela
adalah ahlul bait masuk di antaranya Ali bin Abi Thalib Ra dan Al-Hasan bin
Ali, karena tidak ada satupun dari mereka melaksanakan perintah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membunuh Mu’awiyah, bahkan
sebaliknya mereka berbaiat dan mengiringi Mu’awiyah berjihad dalam futuhat (pembukaan
wilayah baru islam).
[5] Tadlis
Taswiyah adalah jenis tadlis yang paling berat. Karena orang yang melakukan
Tadlis Taswiyah menggugurkan rawi dha’if di antara dua orang Tsiqah yang salah
seorang diantara keduanya mendengar dari yang lain.
[6] Hadits ini
dikeluarkan pula Imam Ahmad dalam Al-Musnad (4/132). dalam riwayat Ahmad,
Baqiyyah terang-terangan mendengar hadits dari gurunya Bahir bin Sa’d, namun
tidak cukup untuk menguatkan bagian yang terkait dengan kisah Mu’awiyah bin Abi
Sufyan Ra.
[7] Abu Turob
adalah julukan sahabat Ali bin Abi Thalib Ra.
[8] Lihat juga
Al-Bidayah Wan-Nihayah Ibnu Katsir (11/402) dan Adz-Dzahabi dalam As-Siyar
(3/124) dan ( 14/130)
[9]Makna yang benar
tentang hadits disebutkan pula Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah
(1/164-167) hadits no 82, 83 dan 84.
Posted
by salafartikel
Al Isra’ Ayat 33: Muawiyah Menuntut Hukum Qisas Ke Atas Pembunuh
Khalifah Usman.
‘Aliy bin Abi Thaalib : Mu’aawiyyah adalah Saudara Seiman, Sama
dengan Dirinya
Dialog Indah antara Aisyah, Ali dan Muawiyah radhiyallahu anhum
Fitnah Terhadap Daulah Bani Umayyah
Imam Ali: Andai Saja Muawiyah Mau Menukar 1 Orangnya Dengan 10
Syiahku
Imam Hasan, Imam Maksum Yang Dibenci Syiah, Mengapa Dia
Membai'ah Muawiyah?
Keutamaan Mu'awiyah Bin Abu Sufyan (Bantahan Untuk Syiah)
Kisah Tahkim Yang Palsu
Keutamaan Muawiyah, Kaum Anshar dan Siapa ( Dimana Posisi ) Kita
? ( Bagian Pertama )
Keutamaan Muawiyah, Kaum Anshar dan Siapa ( Dimana Posisi ) Kita
? ( Bagian Kedua )
Kitab Syiah: Bagaimana pandangan Imam Ali terhadap Muawiyah?
Memandang Perang Shiffin Bukan dari Mata Pendengki
Mengenal Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu 'anhuma
Majmu Fatawa: Kedudukan Muawiyah dan Amr Bin Ash
Makam Muawiyah Oleh Syi’ah Dianggap Tempat Pembuangan Sampah
Meneliti 5 Riwayat Hadits Yang Menghujat Sahabat Mu'awiyah
Menghujat Abu Hurairah, Syiah Menghujat Kitabnya Sendiri, Apakah
Imam Syiah Menjadi Antek Muawiyah?
Muawiyah Dan Keutamaannya, Beliau Adalah Juru Tulis Rasulullah,
Bahkan Dijanjikan Masuk Surg
Meluruskan Pemahaman Tentang Shahabat Mu’awiyah Radhiallahu
‘Anhu
Muawiyah, Gerbang Kehormatan Sahabat
[Mengenang Kembali] Muawiyyah Ibnu Abu Sofyan
Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Pemimpin Cerdas yang Mendapat Banyak
Fitnah
Pembelaan Salafi Ahlussunnah terhadap Kehormatan Shahabat Nabi,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan (1): SIAPA KITA, SIAPA MU’AWIYAH?
Pembelaan Salafi Ahlussunnah terhadap Kehormatan Shahabat Nabi,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan (2): KONSPIRASI MENCABIK KEHORMATAN MU’AWIYAH BIN ABI
SOFYAN
Pembelaan Salafi Ahlussunnah Terhadap Kehormatan Shahabat Nabi,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan (3): KEUTAMAAN MU’AWIYAH KESEPAKATAN AHLUSSUNAH
SEPANJANG ZAMAN
Sesungguhnya Mu'awiyyah Radhiyallaahu 'Anhu Lebih Baik Bagiku
Daripada Mereka Yang Mengaku-Ngaku Sebagai Syi'ahku!!!!
Sikap Ahlus Sunnah Terhadap Mu'awiyah Dan Pertikaiannya Dengan
Ali
Surat kepada Abu Hasan ( Penggugat ) : Muawiyah r.a – 1
Tanggapan Atas Artikel “Distorsi Sejarah dalam Serial Muawiyah,
Hasan dan Husein”