Friday, June 12, 2015

Abu Hurairah Vs Jabir Al Ju'fi

Abu Hurairah digugat! Katanya karena meriwayatkan 5000 hadits hanya dengan tiga tahun masuk Islam. Tetapi ada perawi syiah yang yang lebih dahsyat dari Abu Hurairah. Rupanya banyak teman syiah –dan sunni-  belum pada tahu tentang rahasia ini.
Kita sering mendengar gugatan terhadap Abu Hurairah, seorang sahabat Nabi yang konon baru masuk Islam pada perang Khaibar. Mengapa Abu Hurairah digugat? Karena Abu Hurairah yang hidup di Madinah selama tiga tahun sebelum wafatnya Nabi, meriwayatkan hadits lebih banyak dari Abubakar, yang masuk islam pertama kali, lebih banyak dari Ali, orang yang beruntung dapat hidup di bawah asuhan Nabi Muhammad saw. Abu Hurairah meriwayatkan konon kurang lebih 5000 hadits sedangkan dia hanya masuk Islam tiga tahun hingga Nabi saw wafat, sedangkan Abubakar yang 22 tahun sebelum Nabi wafat riwayat haditsnya tidak sebanyak itu.

Salah satu pelopor gugatan ini adalah seorang ulama syiah bernama Abdul Husein Syarafuddin Al Musawi, yang menulis buku berjudul Abu Hurairah. Buku ini menjadi rujukan bagi syiah untuk mengajak orang masuk mazhabnya dengan menjelek-jelekkan tokoh mazhab lain.

Logika ini digunakan untuk mengarahkan pembaca bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah adalah buatan sendiri, bukan didengarnya dari Nabi. Lumrahnya, Abubakar lah yang mestinya meriwayatkan lebih banyak riwayat hadits Nabi ketimbang Abu Hurairah, begitu juga mestinya Ali meriwayatkan lebih banyak riwayat ketimbang Abu Hurairah, begitu juga dengan sahabat-sahabat Nabi lainnya. Namun di sini kita harus bersikap kritis dan tidak begitu saja percaya dengan logika sederhana ini. Apakah ada data-data yang belum disertakan, atau ada sebab-sebab lain hingga riwayat hadits dari Abubakar As Shiddiq bisa sangat sedikit dibanding sahabat lain, apalagi dibanding Abu Hurairah.


Sebelum kita melanjutkan tentang Abu Hurairah ada baiknya anda simak kisah di bawah ini:

Pada suatu hari, seseorang sedang berada di angkot dalam perjalanan pulang dari kantor, seperti biasanya, angkot melaju pelan-pelan, sambil mengernyitkan dahi dia memandang ke arah penumpang angkot lainnya, tak lupa sambil menarik napas panjang. Angkot berhenti di depan rumah sakit, seorang ibu naik bersama anaknya, sepanjang jalan anaknya gelisah, berteriak-teriak dengan suara keras, dia menolehkan kepalanya ke arah si anak dan memandangnya dengan pandangan kesal. Begitu juga penumpang lainnya. Beban pekerjaan di kantor, perjalanan yang macet, masih harus ditambah dengan suara gaduh anak kecil dalam angkot. Anehnya, si ibu memandang ke jalanan dengan pandangan kosong. Seorang penumpang dengan sewot mengatakan: “bu, tolong lah bu, anak anda begitu mengganggu”. Si ibu sepertinya kaget, lalu dengan lirih bergumam: “maaf pak, ayahnya baru saja meninggal dunia, barangkali dia masih belum bisa menerima kenyataan ini”. 

Barangkali pembaca pernah membaca cerita di atas. Barangkali juga belum. Cerita di atas adalah “versi Indonesia” dari kisah yang mirip dan mungkin terjadi di dunia barat sana. Ternyata pikiran kita sangat mempengaruhi persepsi kita terhadap sesuatu. Yang sering tertipu ternyata bukan hanya mata, pikiran pun juga. Pikiran bisa menipu kita ketika kita kekurangan data, atau ada sisi-sisi dari peristiwa yang belum kita ketahui. Segala sesuatu memiliki peluang untuk kita pahami secara berbeda. Dua orang bisa memiliki persepsi dan pemahaman yang berbeda dalam menilai sesuatu. Bahkan kita sendiri bisa dengan cepat merubah penilaian kita terhadap suatu peristiwa, contohnya seperti kisah di atas. Artinya bisa jadi penilaian kita terhadap sesuatu bukanlah hasil final, yang mencerminkan keadaan sesuatu itu yang sebenarnya. 
Bisa jadi asumsi yang tercipta di benak kita keliru.

Mengapa Abu Hurairah meriwayatkan hadits lebih banyak dari Abubakar?

Singkatnya, karena Abubakar wafat dua tahun setelah Nabi wafat, hingga tidak memiliki banyak murid seperti Abu Hurairah yang wafat tahun 57 H. Abu Hurairah memiliki murid yang banyak, disebutkan bahwa 800 orang baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in pernah mendengar hadits Nabi dari Abu Hurairah. Bisa dilihat dalam kitab AL Isti’ab, Siyar A’lam Nubala, Hilyatul Auliya, Tahdzibul Kamal dan kitab-kitab liannya. Maka tidaklah mengherankan jika riwayat Abu Hurairah sedemikian banyak tersebar dalam kitab-kitab hadits, jauh lebih banyak dibanding riwayat Abubakar. Begitu juga Ali, yang tidak memiliki murid sebanyak Abu Hurairah, namun riwayat Ali dalam kitab Ahlussunnah lebih banyak dari riwayat Abubakar, Umar dan Utsman. 

Juga Abu Hurairah selama tiga tahun kehidupannya di Madinah tinggal di masjid, termasuk mereka yang disebut sebagai ahlussuffah, yang tidak memiliki pekerjaan. Maka Abu Hurairah menggunakan kesempatan itu untuk menimba ilmu dari Nabi. Sementara sahabat lainnya tidak memiliki waktu luang seperti Abu Hurairah, hingga Ibnu Umar pun pernah berkata pada Abu Hurairah, seperti dalam Sunan Tirmidzi :
wahai Abu Hurairah, engkau adalah orang yang paling sering bersama Rasulullah saw dan orang yang paling mengetahui haditsnya di antara kami.

Demikian keterangan singkat mengenai Abu Hurairah.

Namun seperti yang kami jelaskan di atas, ada yang lebih “dahsyat” dari Abu Hurairah, yang dapat meriwayatkan 70.000 hadits dalam sekali pertemuan!!! Siapa dia? 

Dialah Jabir Al Ju’fi . Al Hurr Al Amili dalam Wasa’il Syi’ah jilid 20 hal 151 mengatakan: dia meriwayatkan tujuh puluh ribu hadits dari Al Baqir, dan meriwayatkan seratus empat puluh ribu hadits, nampaknya tidak ada perawi yang meriwayatkan hadits dari para imam secara langsung, yang lebih banyak dari Jabir .
Sedangkan jumlah hadits dalam 4 literatur utama syiah adalah sekitar 44244 hadits, seperti tercantum dalam A’yanus Syi’ah jilid 1 ha 248. Berarti bisa dibilang sebagian besar riwayat dalam literatur hadits syiah adalah melalui perawi yang satu ini.

Lalu pertanyaannya, berapa lama Jabir Al Ju’fi  menimba ilmu dari Abu Ja’far? Kita simak jawabannya dalam Rijalul Kisyi jilid 2 hal 437, yang ditahqiq oleh Sayid Mahdi Raja'i, terbitan Muassasah Alulbait Alaihimussalam, Ja’far As Shadiq mengatakan : aku hanya melihat dia menemui ayahku sekali saja, dia belum pernah masuk menemuiku sama sekali.

Lalu dari mana Jabir Al Ju’fi meriwayatkan puluhan ribu hadits jika hanya sekali bertemu Abu Ja’far? 

Jika Abdul Husein Al Musawi bisa menerima Jabir Al Ju’fi, bahkan memujinya seperti dalam Al Muraja’at [diterjemahkan dengan judul : Dialog Sunnah Syiah], lalu  mengapa Abu Hurairah digugat?