Hadis yang diriwayatkan oleh
Mu'awiyah bin Al-Hakam As-Salami menceritakan ketika beliau hendak membebaskan
(Jariah) hamba perempuannya, maka beliau bertanya kepada Rasulullah saw.
kemudian baginda (Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam) menyuruh agar hamba
tersebut dipanggil lalu baginda bersabda:
أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ
Di manakah Allah? dia menjawab: Di Langit baginda bertanya lagi : Siapa aku?
Jawab Jariah: Kamu Rasulullah. Lalu baginda berkata: merdekakan dia karena dia
adalah Mukminah.
Takhrij hadis ini seperti berikut:
1. Muslim bin Hajjaj dalam Sahih Muslim, no: 537.
2. Malik bin Anas dalam al-Muwattha', no: 1468.
3. Abu Daud al-Tayalisi dalam al-Musnad, no: 1105.
4. Muhammad bin Idris as-Syafi'i dalam al-Umm, no: 242.
5. 'Abd al-Razzaq dalam al-Musannaf, no: 16851.
6. Ibn Abi Syaibah dalam al-Musannaf, no 30333.
7. Ahmad bin Hanbal dalam al-Musannaf, no: 7906, 23762, 23765 & 23767.
8. Abu Daud al-Sajastani dalam Sunan Abu Daud, no: 930 & 3282.
9. Ibn Qutaibah dalam Ta'wil Mukhtalaf al-Hadis, no: 272.
10. 'Utsman bin Sa'id al-Darimi dalam al-Rad 'ala al-Jahmiyyah, no: 62.
11. al-Harith bin Abi Usamah dalam al-Musnad, no: 015.
12. 'Amr bin Abi 'Ashim al-Shaibani dalam al-Sunnah Li Ibn Abi 'Ashim, no: 489.
13. al-Nasai dalam Sunan al-Nasai, no: 1142, 7708, 8535 & 11401.
14. Ibn Jarud dalam al-Muntaqa, no: 212.
15. Ibn Khuzaimah dalam Kitab al-Tauhid wa Itsbat Sifat al-Rabb 'Azza wa Jalla,
no: 178, 179, 180, 181 & 182.
16. Abi 'Uwanah dalam al-Musnad, no: 1727 & 1728.
17. Abu al-Husain 'Abd al-Baqi' dalam al-Mu'jam al-Sahabah, 735.
18. Ibn Hibban dalam Sahih Ibn Hibban, no: 165 & 2247.
19. al-Thabrani dalam Mu'jam al-Kabir, no: 937 & 938.
20. Muhammad bin Ishaq bin Manduh dalam al-Iman, no: 091.
21. al-Lalaka'I dalam Syarah Usul I'tiqad Ahl al-Sunnah, no: 652.
22. Abu Nu'aim al-Asbahani dalam al-Musnad al-Mustakhraj 'ala Sahih Imam
Muslim, no: 1183.
23. Ibn Hazm dalam al-Muhalla, no: 1664.
24. al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra, no: 15266, 15268, 19984 & 19985.
25. 'Abd Allah bin Muhammad bin 'Ali al-Harawi dalam al-'Arba'in fi Dalail
al-Tauhid, no: 011
Lalu Imam Ad Dzahabi berkata dalam Kitab Al Uluw: "Dan demikian ra'yu
(pendapat) kami (setuju dengan hadits) setiap orang yang ditanya : "Dimana
Allah ? "Dia segera dengan fitrahnya menjawab : Di atas langit !. Di dalam
hadits ini ada dua masalah : Pertama : Disyariatkan pertanyaan seorang muslim :
Dimana Allah ?. Kedua : Jawapan orang yang ditanya : Dengan berkata (Allah) di
atas langit ! Maka barangsiapa yang mengingkari dua masalah ini berarti dia
telah mengingkari Al-Musthafa (Nabi) SAW".
Imam Ad Daarimi pula berkata dalam Kitab Ar Raddu Alal Jahmiyyah: "Di
dalam hadits Rasulullah SAW ini, ada dalil bahawa seseorang apabila tidak
mengetahui sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berada di atas langit bukan di
bumi, tidaklah dia seorang mu'min".
Ibn ‘Abd al-Barr menjelaskan tentang hadits ini:
“Dan adapun hadits jariah: Di manakah Allah? Maka menjadi pegangan atasnya oleh
jama’ah ahli sunnah dan mereka-mereka juga adalah ahli hadits dan seluruh
perawi yang memahaminya, mereka semua berkata sebagaimana firman Allah dalam
kitabnya: “al-Rahman Bersemayam di atas ‘Arsy.” Dan bahwa sesungguhnya Allah
‘Azza wa Jalla di langit dan Ilmu-Nya pada setiap tempat. [Al-Istizkar:
al-Jamii' li mazhab Fuqaha al-Ansor wa 'Ulama al-Aqtar]
Al-Hafizh Al-Baihaqy berkata dalam Al-I’tiqod (1/114), “Ayat-ayat itu merupakan
dalil yang membatalkan pendapat orang Jahmiyyah yang menyatakan bahwa Dzat
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berada dimana-mana.”
Tetapi kaum yang tidak puas dengan sunnah dan tidak mahu meniti pada jalan
nubuwah menganggapnya sebagai sebuah hadith yang dhaif!
PENILAIAN PIHAK YANG MENDHAIFKAN HADITH JARIYAH
Mereka beranggapan bahawa ada dua alasan untuk melemahkan hadith yang
diriwayatkan oleh banyak ilam hadith:
Pertama; Hadis ini mengandung Idhthirob (goncangan/kekacauan/pertentangan) pada
sanad dan matannya.
Kedua: Hadis riwayat Imam Muslim mengandung ‘illat (Ma’lul) iaitu menyalahi
Ushulus Syari’ah (asas syariah) dan mukhalafah al-hadis al-mutawatir (menyalahi
hadis mutawatir). Hadis Imam Muslim secara makna zahirnya menyalahi Hadis
Mutawatir Muttafaqun Alaih (Riwayat al-Bukhari dan Muslim). Menurut ilmu
Mushtholahul Hadis; Setiap hadis yang menyalahi Hadis Mutawatir hukumnya
bathil.
Hadits Mutawatir yang dilawan oleh riwayat Muslim adalah: “Saya diperintahkan
untuk memerangi umat manusia sampai mereka mengucapkan dua kalimat syahadat”.
Riwayat Muslim yang dinyatakan di atas menyalahi prinsip agama yang dipahamii
bahwa seseorang dapat dikatakan muslim/mu’min apabila ia mengucapkan dua
kalimat syahadat bukan dengan mengucapkan Allah fis sama’ (Allah berada di
langit).
SEJENAK MERENUNG
Kita berhenti sebentar lalu coba merenung hujjah kaum Mu'tazilah, Jahmiyyah,
Asya'irah dan yang semisal dengan mereka; apakah benar butir bicara mereka atau
mereka sebenarnya sedang melakukan makar - berdiri diranting rapuh.
Seandainya dikatakan bahawa hadits Jariah ini menyalahi asas syariah dan
menyalahi hadith mutawatir, hujjah-hujjah dibawah telah menjawabnya secara
tuntas. Malah hadith jariah ini diriwayatkan oleh 23 ulama hadith dalam
kitab-kitab mereka dan mereka menilainya shahih!
Berkenaan dengan pertentangan antara riwayat, ia sebenarnya tidak wujud.
Sengaja dikatakan setiap jalur itu bertentangan oleh mereka hanya untuk melemahkannya.
FIRMAN ALLAH SEBAGAI HUJJAH DIA DI ATAS ARSY
Dalil-dalil dari al-qur’an
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
Tuhan yang Maha Pemurah beristiwa di atas ‘Arasy. [QS. Taha: 5]
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy.” (QS. Al A’raf: 54)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan.”
(QS. Yunus: 3)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat,
kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy.” (QS. Ar Ra’d: 2)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy.” (QS. Al-Furqon: 59)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
“Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `arsy.” (QS. As-Sajadah: 4)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu
semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh
dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
Kemudian Dia beristiwa ke arah langit dan langit itu masih merupakan asap. [QS.
Fushsilat: 11]
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
Allah, Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, kemudian Dia beristiwa di atas ‘Arasy. [QS al-Sajdah:
4]
Berkata Ibn Kathir Rahimahullah:
“Dan adapun FirmanNya Ta’ala: “Kemudian Dia Bersemayam diatas ‘Arsy”, maka bagi
manusia pada masalah ini pendapat yang banyak dan bukanlah di sini tempat
membahasnya dan sesungguhnya hendaklah diikuti dalam masalah ini madzhab
As-Salaf Ash-Shålih: Malik, Auza’i, As-Tsaury, Al-Laith bin Saad, Asy-Syafi’i,
Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuwaih, dan selainnya daripada imam-imam muslimin
dahulu dan sekarang yaitu menjalankan dan memahaminya sebagaimana datangnya
tanpa takyif (memberi rupa), dan tidak pula tsaybih (penyerupaan), dan tidak
pula ta’thil (membatalkan sifat)….” –Tafsir al-’Adzhim.
HADITH-HADITH YANG MENUNJUKKAN ALLAH DI ATAS ARSY
"Orang-orang yang penyayang, mereka itu akan disayangi oleh Allah
Tabaaraka wa Ta'ala (Yang Maha berkat dan Maha Tinggi). oleh karena itu
sayangilah orang-orang yang di muka bumi, nescaya Dzat yang di atas langit akan
menyayangi kamu". (Sahih. Diriwayatkan oleh Imam-imam : Abu Dawud No.
4941. Ahmad 2/160. Hakim 4/159. dari jalan Abdullah bin 'Amr bin 'Ash. Hadits
ini telah disahihkan oleh Imam Hakim dan telah pula disetujui oleh Imam
Dzahabi. Demikian juga Al-Albani telah menyatakan hadits ini sahih dikitabnya
"Silsilah Sahihah No. 925).
"Barangsiapa yang tidak menyayangi orang yang di muka bumi, niscaya tidak
akan disayang oleh Dzat yang di atas langit". (Sahih, diriwayatkan oleh
Imam Thabrani di kitabnya "Mu'jam Kabir No. 2497 dari jalan Jarir bin
Abdullah. Imam Dzahabi di kitabnya "Al-Uluw" hal : 83 diringkas oleh
Al-Albani) mengatakan : Rawi-rawinya tsiqaat/kepercayaan).
"Tidakkah kamu merasa aman kepadaku padahal aku orang kepercayaan Dzat
yang di atas langit, datang kepadaku berita (wahyu) dari langit di waktu pagi
dan petang". (Sahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim 3/111 dan
Ahmad 3/4 dari jalan Abu Sa'id Al-Khudry).
"Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya ! Tidak seorang suami pun yang
mengajak isterinya ke tempat tidurnya (bersetubuh), lalu si isteri menolaknya,
melainkan Dzat yang di atas langit murka kepadanya sampai suaminya redha
kepadanya ". (Sahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim 4/157 dari jalan Abu
Hurarirah).
"Silih berganti (datang) kepada kamu Malaikat malam dan Malaikat siang dan
mereka berkumpul pada waktu solat subuh dan solat ashar. Kemudian naik malaikat
yang bermalam dengan kamu, lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka, padahal
Dia lebih tahu keadaan mereka : "Bagaimana (keadaan mereka) sewaktu kamu
tinggalkan hamba-hamba-Ku ? Mereka menjawab : "Kami tinggalkan mereka
dalam keadaan solat dan kami datang kepada mereka dalam keadaan solat".
(Sahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari 1/139 dan Muslim 2/113 dll).
"Jabir bin Abdullah telah meriwayatkan tentang sifat haji Nabi dalam satu
hadits yang panjang yang didalamnya diterangkan khutbah Nabi
salallahualaihiwasalam di padang 'Arafah : "(Jabir menerangkan) : Lalu
Nabi Salallahualaihiwasalam mengangkat jari telunjuknya ke arah langit,
kemudian beliau tunjukkan jarinya itu kepada manusia, (kemudian beliau berdo'a)
: "Ya Allah saksikanlah ! Ya Allah saksikanlah ! ( Riwayat Imam Muslim
4/41).
"Dari Ibnu Abbas (ia berkata) : " Bahawa Rasulullah SAW berkhutbah
kepada manusia pada hari Nahr (10 Zulhijah) -kemudian Ibnu Abbas menyebutkan
khutbah Nabi kemudian baginda mengangkat kepalanya (ke langit) sambil
mengucapkan : Ya Allah bukankah Aku telah menyampaikan ! Ya Allah bukankah aku
telah menyampaikan !. (Riwayat Imam Bukhari Juz 2 hal : 191).
PERKATAAN SAHABAT AKAN ALLAH DI ARSY
1. Umar bin Khatab pernah mengatakan : "Bahawasanya segala urusan itu
(datang/keputusannya) dari sini". Sambil Umar mengisyaratkan tangannya ke
langit " [Imam Dzahabi di kitabnya "Al-Uluw" hal : 103.
mengatakan : Sanadnya seperti Matahari (yakni terang benderang keshahihannya)].
2. Ibnu Mas'ud berkata : Artinya : "'Arsy itu di atas air dan Allah 'Azza
wa Jalla di atas 'Arsy, Dia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan".
Riwayat ini shahih dikeluarkan oleh Imam Thabrani di kitabnya "Al-Mu'jam
Kabir" No. 8987. dan lain-lain Imam.
Imam Dzahabi di kitabnya "Al-Uluw" hal : 103 berkata : sanadnya
sahih,dan Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyetujuinya (beliau meringkas dan
mentakhrij hadits ini di kitab Al-Uluw).
Tentang 'Arsy Allah di atas air ada firman Allah 'Azza wa Jalla. "Dan
adalah 'Arsy-Nya itu di atas air" (Hud : 7) .
3. Anas bin Malik menerangkan : "Adalah Zainab memegahkan dirinya atas
isteri-isteri Nabi SAW yang lain, Dia berkata : "Yang mengahwinkan kamu
(dengan Nabi) adalah keluarga kamu, tetapi yang mengahwinkan aku (dengan Nabi)
adalah Allah Ta'ala dari ATAS TUJUH LANGIT".
Dalam satu lafadz Zainab binti Jahsyi mengatakan : "Sesungguhnya Allah
telah menikahkan aku (dengan Nabi) dari atas langit". (Riwayat Bukhari juz
8 hal:176).
Perkahwinan Nabi SAW dengan Zainab binti Jahsyi dilangsungkan oleh Allah Ta'ala
yang menikahkannya dari atas 'Arsy-Nya. Firman Allah di dalam surat Al-Ahzab :
37 "Kami kawinkan engkau dengannya (yakni Zainab)"
IMAN PARA IMAM AHLUS SUNNAH AKAN ALLAH ISTIWA DI ATAS ARSY
1. Imam Ibnu Khuzaimah di kitabnya "At-Tauhid" (hal : 114-115)
diantara keterangannya : "Perkataan Fir'aun (sesungguhnya aku
menyangka/mengira ia termasuk dari orang-orang yang berdusta) terdapat dalil
bahwa Musa telah memberitahukan kepada Fir'aun :" Bahawa Tuhannya Yang
Maha Besar dan Maha Tinggi berada di tempat yang tinggi dan di atas".
2. Berkata Imam Al-Asy'ary setelah membawakan ayat di atas : "Fir'aun
telah mendustakan Musa tentang perkataannya : Sesungguhnya Allah di atas
langit" (Al-Ibanah : 48).
3. Berkata Imam Ad-Daarimi di kitabnya "Raddu 'Alal Jahmiyyah hal : 37
Setelah membawakan ayat di atas : " Di dalam ayat ini terdapat keterangan
yang sangat jelas dan dalil yang nyata, bahwa Musa telah mengajak Fir'aun
mengenal Allah bahawa Dia berada di atas langit. Oleh karena itu Fir'aun
memerintahkan membuat bangunan yang tinggi".
4. Berkata Syaikhul Islam Al-Imam As-Shaabuny di kitabnya "Itiqad Ahlus
Sunnah wa Ashabul Hadits wal A'imah " (hal : 15) : "Bahwasanya
Fir'aun mengatakan demikian (yakni menuduh Musa berdusta) karena dia telah
mendengar Musa as menerangkan bahwa Tuhannya berada di atas langit. Tidakkah
engkau perhatikan perkataannya : "Sesungguhnya aku mengira dia itu
berdusta" yakni tentang perkataan Musa : Sesungguhnya di atas langit ada
Tuhan".
5. Imam Abu Abdillah Haarits bin Ismail Al-Muhaasiby diantara keterangannya :
"Berkata Fir'aun : (Sesungguhnya aku mengira dia itu berdusta) tentang apa
yang ia (Musa) katakan kepadaku : Sesungguhnya Tuhannya berada di atas
langit". Kemudian beliau menerangkan : "Kalau sekiranya Musa
mengatakan : "Sesungguhnya Allah berada di tiap-tiap tempat dengan
Dzatnya, nisacaya Fir'aun akan mencari di rumahnya, atau di hadapannya atau ia
merasakannya, -Maha Tinggi Allah dari yang demikian- tentu Fir'aun tidak akan
menyusahkan dirinya membuat bangunan yang tinggi". (Fatwa Hamawiyyah Kubra
: 73).
6. Berkata Imam Ibnu Abdil Bar : "Maka (ayat ini) menunjukan sesungguhnya
Musa mengatakan (kepada Fir'aun) : "Tuhanku di atas langit ! sedangkan
Fir'aun menuduhnya berdusta". (baca Ijtimaaul Juyusy Al-Islamiyyah hal :
80).
7. Berkata Imam Al-Waasithi di kitabnya "An-Nahihah fi Shifatir Rabbi
Jalla wa 'Alaa" (hal : 23 cetakan ke-3 th 1982 Maktab Al-Islamy) :
"Dan ini menunjukkan bahwa Musa telah mengabarkan kepadanya bahwa Tuhannya
yang Maha Tinggi berada di atas langit. Oleh karena itu Fir'aun berkata :
"Sesungguhnya aku mengira dia ini berdusta".
8. Imam Ahmad bin Hambal pernah di tanya : "Allah di atas tujuh langit
diatas 'Arsy-Nya, sedangkan kekuasaan-Nya dan ilmu-Nya berada di tiap-tiap
tempat.?
Jawab Imam Ahmad : "Benar ! Allah di atas 'Arsy-Nya dan tidak sesuatupun
yang tersembunyi dari pengetahuan-nya".
9. Imam Ali bin Madini pernah ditanya : "Apa perkataan Ahlul Jannah
?".
Beliau menjawab : "Mereka beriman dengan ru'yah (yakni melihat Allah pada
hari kiamat dan di syurga khusus bagi kaum mu'minin), dan dengan kalam (yakni
bahwa Allah berkata-kata), dan sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla di atas langit
di atas 'Arsy-Nya Dia istiwaa".
10. Imam Tirmidzi telah berkata : "Telah berkata ahli ilmu : "Dan Dia
(Allah) di atas 'Arsy sebagaimana Dia telah sifatkan diri-Nya".
(Baca: "Al-Uluw" oleh Imam Dzahabi)
ANCAMAN BAGI MEREKA YANG MENYELISIHI AQIDAH PARA SAHABAT
1. Imam Abu Hanifah berkata :
"Barangsiapa yang mengingkari sesungguhnya Allah berada di atas langit,
maka sesungguhnya dia telah kafir".
Adapun terhadap orang yang tawaqquf (diam) dengan mengatakan "aku tidak
tahu apakah Tuhanku di langit atau di bumi". Berkata Imam Abu Hanifah :
"Sesungguhnya dia telah 'Kafir !".
Kerana Allah telah berfirman : "Ar-Rahman di atas 'Arsy Dia istiwaa".
Yakni : Abu Hanifah telah mengkafirkan orang yang mengingkari atau tidak tahu
bahwa Allah istiwaa diatas 'Arsy-Nya.
2. Imam Ibnu Khuzaimah -Imamnya para imam- :
"Barangsiapa yang tidak menetapkan sesungguhnya Allah Ta'ala di atas
'Arsy-Nya Dia istiwaa di atas tujuh langit-Nya, maka dia telah kafir dengan
Tuhannya...".
(Riwayat ini shahih dikeluarkan oleh Imam Hakim di kitabnya Ma'rifah
"Ulumul Hadits" hal : 84).
3. Syaikhul Islam Imam Abdul Qadir Jailani -diantara perkataannya- :
"Tidak boleh mensifatkan-Nya bahawa Dia berada diatas tiap-tiap tempat,
bahkan (wajib) mengatakan : Sesungguhnya Dia di atas langit (yakni) di atas
'Arsy sebagaimana Dia telah berfirman :"Ar-Rahman di atas 'Arsy Dia
istiwaa (Thaha : 5). Dan patutlah memuthlakkan sifat istiwaa tanpa ta'wil
sesungguhnya Dia istiwaa dengan Dzat-Nya di atas 'Arsy. Dan keadaan-Nya di atas
'Arsy telah tersebut pada tiap-tiap kitab yang. Ia turunkan kepada tiap-tiap
Nabi yang Dia utus tanpa (bertanya):"Bagaimana caranya Allah istiwaa di
atas 'Arsy-Nya ?" (Fatwa Hamawiyyah Kubra hal : 87).
KERSIMPULAN
Rasulullah SAW bersabda: “Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam
iaitu ketika sepertiga malam terakhir. Dia berfirman: “Siapa yang berdoa
kepada-Ku, maka akan Aku perkenannya, siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan
Aku berikan, dan sesiapa yang memohon ampun kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.”
(Hadis Riwayat al-Bukhari, 1145. Muslim, 758)
Imam Ibnu ‘Abdil Barr berkata berkenaan hadis ini:
“Dalam hadis ini terdapat dalil bahawasanya Allah berada di atas langit, di
atas ‘Arsy sebagaimana dikatakan oleh para ulama. Hadis ini adalah salah satu
hujjah Ahli Sunnah terhadap kelompok Mu’tazilah dan Jahmiyah yang berpendapat
bahawa Allah ada di mana-mana, bukan di atas ‘Arsy.” (at-Tamhid lima fi
al-Muwaththa’ min al-Ma’ani wa al-Asanid, Ibnu ‘Abdil Barr, 3/338. Kitab
at-Tauhid, Ibnu Khuzaimah, m/s. 126)
Imam Ibnu Khuzaimah "Kami beriman dengan khabar dari Allah Jalla wa A'laa
(yang Maha Besar dan Maha tinggi) sesungguhnya pencipta kami (Allah) Ia istiwaa
di atas 'Arsy-Nya.Kami tidak akan mengganti/mengubah Kalam (firman) Allah dan
kami tidak akan mengucapkan perkataan yang tidak pernah dikatakan (Allah)
kepada kami sebagaimana (kaum) Jahmiyyah yang menghilangkan sifat-sifat Allah,
dengan mengatakan "Sesungguhnya Ia (Allah) istawla (menguasai) 'Arsy-Nya
tidak istawaa!". Maka mereka telah mengganti perkataan yang tidak pernah
dikatakan (Allah) kepada mereka seperti perbuatan Yahudi tatkala mereka
diperintah mengucapkan : "Hith-thatun (ampunkanlah dosa-dosa kami)"
Tetapi mereka mengucapkan : "Hinthah (gandum).?". Mereka (kaum
Yahudi) telah menyalahi perintah Allah yang Maha Besar dan Maha tinggi, begitu
pula dengan (kaum) Jahmiyyah". (At-Tauhid, hal 101)
Ibnu Abil Izz Al-Hanafi berkata dalam Syarh Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah:
“Dalil-dalil yang semisal dengannya,kalau seandainnya dihitung satu-persatu,
maka akan mencapai ribuan dalil”.
http://huffazpengubahdunia.blogspot.com/2010/08/pro-dan-kontra-hadith-jariah-istiwanya.html
http://huffazpengubahdunia.blogspot.com/2010/08/pro-dan-kontra-hadith-jariah-istiwanya.html
Inilah fakta bahwa Tauhid Salafi Wahabi sangat menyimpang dari Tauhid Ahlus Sunnah Waljama’ahumum nya dan bahkan menyimpang dari Manhaj Salaf khususnya, Hadits Jariyah yang sering dijadikan alat pembenaran Salafi Wahabi atas akidah sesat mereka yaitu menduga Allah bersemayam di atas ‘Arasy, atau bertempat di atas ‘Arasy, atau berada tinggi di atas langit, bahkan mereka bicara akidah ini atas nama Al-Quran dan As-Sunnah, dan atas nama Manhaj Salaf, dan atas nama Ahlus Sunnah Waljama’ah, tapi kenyataan nya mereka hanyalah mendustai Allah dan Rasul dan Sahabat dan Salafus sholih, karena faktanya pemahaman mereka bertolak-belakang dengan pemahaman Salafus Sholih khususnya, mereka hanya pandai berteori dan menggoda ummat dengan mengajak kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaf, tapi fakta nya tidak sama sekali, mereka menggoda ummat mengajak bertauhid dengan Tauhid nya Salaful ummah, tapi nyata nya tidak sama sekali, berikut ini adalah salah satu bukti dari sekian banyak bukti yang membungkam kelancangan Salafi Wahabi, bahwa akidah yang benar yaitu akidah Rasulullah dan para Sahabat, dan akidah Ahlus Sunnah Waljama’ah baik Salaf ataupun Khalafadalah “Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat”dan bahwa Hadits Jariyah bukan dalil bahwa “Allah berada di atas” dan pemahaman Salafi Wahabi tentang Hadits Jariyah telah menyimpang dengan pemahaman ulama Salaful ummah.
Berkata Imam asy-Syafi’i
–rahimahullah- :
واختلف عليه في إسناده ومتنه، وهو إن صح فكان النبي –
صلى الله عليه وسلم– خاطبها على قَدرِ معرفتها، فإنها وأمثالها قبل الإسلام كانوا يعتقدون في الأوثانأنها آلهة في الأرض، فأراد أن يعرف إيمانها، فقال لها:
أين اللَّه؟ حتى
إذا أشارتإلى الأصنام عرف أنها غير مؤمنة، فلما قالت: في السماء، عرف أنها برئت منالأوثان، وأنها مؤمنة بالله الذي في السماء إله
وفي الأرض إله، أو أشار، وأشارتإلى ظاهر ما ورد به الكتاب.
“Dan telah terjadi khilaf pada sanad dan matannya (hadits jariyah), dan seandainya shohihHadits tersebut, maka adalah Nabi –shallallahu‘alaihi wasallam- bertanya kepada hambatersebut menurut kadar pemahaman nya,karena bahwa dia (hamba) dan kawan-kawannya sebelum Islam, mereka meyakini bahwaberhala adalah Tuhan yang ada di bumi, makaNabi ingin mengetahui keimanan nya, makaNabi bertanya : “Dimana Allah
?” sehinggaapabila ia menunjuk kepada berhala, Nabimengetahui bahwa ia bukan Islam, makamanakala ia menjawab :
“Di atas langit” Nabimengetahui bahwa ia terlepas dari berhala danbahwa ia adalah orang yang percaya kepadaAllah yaitu Tuhan di langit dan Tuhan di bumi,atau Nabi mengisyarah dan ia mengisyarahkepada dhohir yang datang dalam Al-Quran”.
[Lihat Kitab Tafsir Imam asy-Syafi’i pada surat
al-Mulk -قال الله عزَّ وجلَّ: أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي
السَّمَاءِ -] dan [Lihat KitabManaqib Imam Syafi’i jilid 1
halaman 597 karangan Imam Baihaqqi, pada Bab -ما يستدل
به على معرفة الشَّافِعِي بأصول الكلام وصحة اعتقاده فيها- ]
PERHATIKAN SCAN KITAB MANAQIB IMAMSYAFI’I DI BAWAH INI :
واختلف عليه في إسناده ومتنه
“Dan telah terjadi khilaf
pada sanad dan matan nya”
Maksudnya : Pada Hadits
Jariyah telah banyak terjadi perbedaan pendapat ulama Hadits, baik dalam
keshohihan sanad nya atau dalam matan nya, sepantasnya Hadits ini ditinggalkan
bagi orang yang ingin beraqidah dengan aqidah yang selamat, karena
ketidak-jelasan status Hadits ini.
وهو إن صح فكان النبي –
صلى الله عليه وسلم – خاطبها على قَدرِ معرفتها
“dan seandainya shohih Hadits
tersebut, maka adalah Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- bertanya kepada hamba
tersebut menurut kadar pemahaman nya”
Maksudnya : Bila
ternyata Hadits Jariyah itu benar Hadits Shohih, atau bagi orang yang
menganggapnya sebagai Hadits Shohih, maka jangan di telan mentah-mentah, pahami
dulu bagaimana maksud Nabi sesungguhnya dalam Hadits tersebut, Imam Syafi’i
mengatakan bahwa maksud Nabi bertanya kepada hamba itu dengan pertanyaan
“Dimana Allah” adalah bertanya menurut kemampuan kepahaman hamba tersebut,
artinya Nabi bertanya “Siapa Tuhan nya” sebagaimana didukung oleh sanad dan
matan dalam riwayat yang lain, Nabi tidak bermaksud menanyakan arah atau
tempat keberadaan Allah.
فإنها وأمثالها قبل الإسلام كانوا يعتقدون في الأوثان أنها آلهة في الأرض
“karena bahwa dia (hamba) dan
kawan-kawan nya sebelum Islam, mereka meyakini bahwa berhala adalah Tuhan yang
ada di bumi”
Maksudnya : Cara Rasulullah
bertanya untuk mengetahui status nya muslim atau non muslim dengan pertanyaan
“Dimana Allah” adalah menyesuaikan dan mempertimbangkan keadaan hamba
tersebut yang masih awam, karena mereka sebelum datang Islam, mereka menyembah
dan meyakini bahwa berhala yang bertempat di bumi adalah Tuhan mereka, maka
sesuailah keadaan tersebut dengan pertanyaan Nabi “Dimana Allah”.
Sementara Allah tidak seperti Tuhan-Tuhan mereka yang bertempat.
فأراد أن يعرف إيمانها، فقال لها:
أين اللَّه؟
“maka Nabi ingin mengetahui
keimanan nya, maka Nabi bertanya : Dimana Allah ?”
Maksudnya : Nabi bertanya
“Dimana Allah” untuk mengetahui status keimanan hamba tersebut, artinya
Rasul bertanya siapa Tuhan yang ia imani, Nabi tidak bermaksud bertanya dimana
tempat berhala nya berada bila hamba itu seorang penyembah berhala, dan tidak
bermaksud menanyakan dimana tempat Allah berada bila hamba tersebut percaya
kepada Allah, tapi hanya menanyakan apakah ia beriman kepada Allah atau bukan.
حتى
إذا أشارت إلى الأصنام عرف أنها غير مؤمنة
“sehingga apabila ia menunjuk
kepada berhala, Nabi mengetahui bahwa ia bukan Islam”
Maksudnya : Mempertimbangkan
keadaan orang-orang dimasa itu yang masih banyak menyembah berhala, maka ketika
Rasul ingin mengetahui status hamba tersebut, Rasul bertanya dengan pertanyaan
“Dimana Allah” agar muduh bagi nya menjawab bila ia penyembah berhala,
maka ia menunjukkan tempat berhala yang ia sembah, dan otomatis diketahui bahwa
ia bukan orang yang percaya kepada Allah.
فلما قالت: في السماء، عرف أنها برئت من الأوثان
“maka manakala ia menjawab :
“Di atas langit” Nabi mengetahui bahwa ia terlepas dari berhala”
Maksudnya : Ketika hamba itu
menjawab “Di ataslangit” maka Nabi mengetahui bahwa ia adalah bukan penyembah
berhala, jawaban hamba ini juga tidak bisa dijadikan alasan bahwa Nabi mengakui
“Allah bersemayam di atas langit” karena tidak ada hubungan antara jawaban
dan pertanyaan Nabi, seperti dijelaskan di atas bahwa maksud Nabi bertanya
demikian adalah ingin mengetahui status hamba muslim atau non muslim, maka
jawaban hamba ini dipahami sesuai dengan maksud dari pertanyaan, Nabi tidak
menanyakan apakah ia berakidah “Allah ada tanpa arah dan tempat” atau “Allah
ada di mana-mana” atau “Allah bersemayam di atas langit” atau lain
nya, bukan itu masalah nya di sini.
وأنها مؤمنة بالله الذي في السماء إله
وفي الأرض إله
“dan bahwa ia adalah orang
yang percaya kepada Allah yaitu Tuhan di langit dan Tuhan di bumi”
Maksudnya : Dan dari jawaban
hamba tersebut dapat diketahui bahwa ia adalah orang yang percaya
kepada Allah yaitu Tuhan di langit dan Tuhan di bumi, ini poin penting
yang harus digaris-bawahi oleh para Salafi Wahabi yang menduga “Allah
bersemayam di atas ‘Arasy”. Imam Syafi’i membungkam akidah sesat
Salafi Wahabi dengan pernyataan beliau “Allah yaitu Tuhan di langit dan
Tuhan di bumi”. Allah di langit bukan berarti Allah berada atau
bersemayam di langit, dan Allah di bumi bukan berarti Allah berada di bumi
atau di mana-mana, tapi Allah adalah Tuhan sekalian alam, baik di langit atau
di bumi, makhluk di langit bertuhankan Allah, dan makhluk di bumi juga
bertuhankan Allah,inilah akidah Imam Syafi’i bahwa “Allah ada tanpa arah
dan tempat” sebagaimana akidah Ahlus Sunnah Waljama’ah Salaf dan
Khalaf, pernyataan Imam Syafi’i ini menepis semua pemahaman salah
dari Hadits Jariyah tersebut.
أو أشار، وأشارت إلى ظاهر ما ورد به الكتاب
“atau Nabi mengisyarah dan ia
mengisyarah kepada dhohir yang datang dalam Al-Quran”
Maksudnya : Bahkan Imam
Syafi’i berkata kemungkinan tanya-jawab Nabi dan hamba di atas tidak pernah
ada, Nabi hanya mengisyarah tidak bertanya dengan kata-kata, dan hamba juga
menjawab nya dengan isyarah tanpa kata, dan kata-kata di atas hanya berasal
dari perawi atau pemilik hamba yang menceritakan kejadian tersebut, maka tidak
mungkin sama sekali menjadikan Hadits Jariyah ini sebagai bukti
kebenaran akidah Wahabi.
Fakta ini masih juga
dipungkiri oleh Salafi Wahabi, semoga mereka mendapat hidayah Allah, sangat jelas
sekali penyimpangan akidah Salafi Wahabi dengan akidah Imam Syafi’i, dan
ulama Salaf lain nya, dan dengan akidah Ahlus Sunnah Waljama’ah pada umum
nya, Manhaj Salaf yang didakwahkan oleh Salafi Wahabi sangat jauh
menyimpang dari hakikat Manhaj Salaf para ulama Salaf, maha suci Allah
dari segala sangkaan Salafi Wahabi.
Maha suci Allah dari arah dan tempat
Penyangah lainnya :
Penjelasan Hadis Jariyah di tanya “Dimana
Allah” lalu jariyah tersebut menjawab “di langit”
Hadis Jariyah menurut Imam Nawawi
( baca juga 9 ulasannya )