Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا
الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah
kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS al-Baqarah [2]: 42)
Kita dikejutkan berita baru di
negeri ini dengan munculnya istilah “Islam Nusantara” atau “Islam Pribumi”.
Pembelanya justru tokoh umat yang terkenal. Di sisi lain, kita dibenturkan pula
dengan istilah “Islam Timur Tengah”, tetapi kita tidak mendengar ada sebutan
“Kristen Nusantara”, “Hindu Nusantara”, atau yang semacamnya. Persoalannya, apa
gerangan maksud mereka?
Makna
ayat secara umum
Ibnu Katsir berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang orang Yahudi mencampuradukkan perkara yang batil dengan
yang hak, melarang menyembunyikan yang hak dan menampakkan kebatilan. Allah Subhanahu wa Ta’alamelarang mereka dua perkara
ini. Sebaliknya, AllahSubhanahu wa Ta’ala memerintah mereka agar menampakkan kebenaran, karena mereka
mengetahui yang benar.” (Tafsīr Ibn Katsīr 1/245)
Islam
sudah sempurna
Islam agama yang telah sempurna
dan mencakup segala aspek kehidupan sehingga tidak diperlukan ide-ide dan
inovasi baru untuk mengkritik dan menyempurnakan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terakhir ini. AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
“Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agama kalian bagi kalian,
menyempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan meridai Islam sebagai agama kalian.” (QS al-Mā’idah [5]: 3)
Penambahan atau pengurangan
atau penyisipan atau perubahan—walau sedikit saja—baik dalam lafaz atau makna
hukumnya haram dan tertolak. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
« مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا
هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ »
“Barang
siapa membuat hal baru (muhdats) di dalam urusan kami
(syariat) ini yang tidak ada ada asalnya darinya, maka hal itu tertolak.” (HR
al-Bukhari: 2697 dan Muslim: 1718)
Maka tidaklah satu pun orang
yang punya keahlian bahasa dan sastra mau menyusupkan satu kalimat atau mau
memalingkan makna Islam pasti ketahuan, dan pasti dibantah oleh pembela Sunah,
karena Allah Subhanahu wa Ta’alatelah berjanji menjamin
kemurnian Islam ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kepada hamba yang beriman agar hendaknya menjadikan
Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam sebagai cermin kehidupannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى
اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن
يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا
“Tidaklah patut bagi orang-orang yang beriman laki-laki dan
perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu keputusan, akan
ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan
kesesatan yang nyata.” (QS al-Ahzāb [33]: 36)
Abdullah bin Ukaim menyebutkan
bahwa Umar bin KhattabRadhiallahu’anhu pernah berkata, “Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan sesungguhnya sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Nabi
Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Ingatlah,
bahwa semua yang diada-adakan adalah bid‘ah dan setiap kebid‘ahan adalah sesat
dan kesesatan itu (tempatnya) di neraka.” (al-Lalika’i 1/84)
Islam
hanya satu untuk seluruh umat
Islam hanya satu, bersumber
dari al-Qur’an dan sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dengan keterangan para sahabat dan pengikut mereka yang setia.
AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ
الدِّينَ عِندَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ وَمَااخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلاَّ
مِن بَعْدِ مَاجَآءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ
“Sesungguhnya agama (yang
diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah
diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka.” (QS Āli ‘Imrān [3]: 19)
Ibnu Katsir berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’alamengabarkan bahwa agama yang diterima oleh AllahSubhanahu wa
Ta’ala hanyalah Islam. Selainnya ditolak. Agama Islam
ini mengikuti para utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada zamannya sehingga mereka berakhir dengan diutusnya Nabi
Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam yang menutup semua agama sesudahnya. Barang siapa dia meninggal
dunia mengikuti agama selain yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam tidak diterima seperti yang dijelaskan oleh Allah di dalam surat
Āli ‘Imrān ayat 82.” (Baca Tafsīr Ibn Katsīr 2/25.)
Penjelasan di atas membantah
para pengusung dan pembela paham yang mengatakan bahwa Islam berpecah menjadi
“Islam Timur Tengah”, “Islam Arab”, “Islam Nusantara”, “Islam Pribumi”, “Islam
Jawa”, dan seterusnya. RasulullahShallallahu’alaihi wa sallam menolak istilah bid‘ah tersebut semuanya,
dengan sabdanya:
« يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا
إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ
عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى
أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ »
“Wahai
sekalian manusia! Rabb kalian hanya satu dan ayah kalian satu. Ingat! Tidak ada
kelebihan bagi orang Arab atas orang ajam (non-Arab) dan bagi orang ajam atas
orang Arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit
hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah, kecuali dengan
ketakwaan. Bukankah aku telah menyampaikannya?” (HR Ahmad no. 24204 disahihkan
oleh Albani di dalam Silsilah al-Shahīhah no. 2700)
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam menolak adanya agama selain yang beliau sampaikan. Beliau
bersabda:
« وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ
بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا
نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا
كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ »
“Demi Zat
yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini baik
Yahudi dan Nasrani mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak
beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk
penghuni neraka.” (HR Muslim no. 403)
Islam bukan untuk kepentingan
suatu bangsa atau suku, melainkan rahmat untuk semua lapisan manusia bahkan
juga untuk kelompok jin yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّرَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.” (QS al-Anbiyā’ [21]: 107)
Al-Hafizh Ibnu Katsir
menafsirkan ayat ini, “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’alamenjadikan Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam rahmat untuk alam semesta, maksudnya AllahSubhanahu wa Ta’ala mengutus beliau agar semua manusia mendapatkan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Siapa saja yang menerima
rahmat dan mau mensyukuri nikmat ini, dia pasti bahagia hidupnya di dunia dan
di akhirat. Sebaliknya, barang siapa menolak nikmat ini dan mengingkarinya dia
pasti celaka di dunia dan di akhiratnya.” (Tafsīr Ibn Katsīr5/385)
Itulah makna rahmatan lil ‘ālamīn. Maknanya bukan seperti
penafsiran pengusung “Islam Nusantara” bahwa rahmatan lil
‘ālamīn artinya Islam bisa menerima semua budaya daerah atau suku
masing-masing, seperti Islam tidak perlu mempermasalahkan hari raya ketupat,
takbir hari raya disertai alat musik; budaya pesta pernikahan wanita dicukur
alisnya, memakai bulu mata palsu dan rambut palsu; pria mencukur jenggotnya;
kedua mempelai didudukkan di kursi ditonton oleh pengunjung; belum lagi adat
Minang, adat Sunda, dan adat lainnya. Jika perkara ini kita teliti dengan ilmu
syar‘i, tentu banyak penyimpangannya, tidak bisa diterima oleh ajaran Islam
karena melanggar syariat Allah.
Islam agama yang universal.
Allah Subhanahu wa Ta’alamengutus Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallamuntuk menyebarkan Islam kepada seluruh umat manusia. Karena
sumbernya sama, ajaran Islam sedunia sama. Maka dari itu, ketika ada orang yang
memiliki kerangka ajaran yang berbeda, berarti itu bukan Islam ajaran beliau.
AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَآأَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ
بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
“Aku tidak mengutus kamu, melainkan untuk umat manusia seluruhnya,
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS Saba’ [34]: 28)
Al-Hafizh Ibnu Katsir menafsirkan
ayat ini, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam diutus untuk seluruh makhluk yang mukalaf, baik orang Arab maupun
luar Arab. Hanya, yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling taat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Tafsīr Ibn Katsīr 6/518)
Islam
turun untuk menepis budaya jahiliah
Menurut asal, kita dilarang
menghidupkan budaya jahiliah karena budaya mereka pada umumnya bersumber dari
hawa nafsu, kecuali perkara yang ditetapkan oleh syariat Islam. Menghidupkan
budaya jahiliah berarti mendukung hawa nafsu, menghidupkan kebodohan,
kesesatan, dan kezaliman. Seandainya budaya jahiliah banyak faedahnya dan tidak
membahayakan umat, tentu sia-sia Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dan menurunkan wahyu-Nya. Diutusnya utusan/rasul dan diturunkannya
wahyu menunjukkan bahwa jahiliah itu hina dan berbahaya. Oleh karena itu, di
antara isi khotbah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam pada waktu haji wadak, tatkala beliau di Arafah, beliau bersabda:
« أَلَا كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ
الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُوعٌ وَدِمَاءُ الْجَاهِلِيَّةِ
مَوْضُوعَةٌ »
“Ketahuilah,
sesungguhnya segala perkara pada masa jahiliah dikubur di bawah kedua kakiku,
darah pada masa jahiliah telah digugurkan.” (HR Muslim 4/39–43)
Itu salah suatu bukti,
bagaimana upaya beliau menolak setiap budaya atau tradisi jahiliah yang
bertentangan dengan wahyu. Dari sini kita mendapat pelajaran, bahwa budaya
harus disesuaikan dengan Islam, bukan Islam yang disesuaikan dengan budaya.
Sering kita mendengar perkataan “inilah budaya Islam”, “inilah filsafat Islam”,
inilah “filasafat iqra’”, “filsafat puasa”; maka orang yang mengilmui al-Qur’an
dan sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam tentu tidak membenarkan istilah ini, karena “budaya” dan
“filsafat”bukan wahyu. Budaya hari raya ketupat, takbir hari raya bercampur
dengan musik, pementasan kedua mempelai saat akad nikah, saling berjabat tangan
dengan wanita yang bukan mahramnya, bangga dengan kedudukan, mencela keturunan;
itu adalah budaya yang menyebar di masyarakat, tetapi Islam menolaknya karena
hal itu melanggar larangan AllahSubhanahu wa Ta’ala.
Orang yang menghidupkan budaya
jahiliah berhak dilaknat sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam:
أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللهِ
ثَلَاثَةٌ مُلْحِدٌ فِي الْحَرَمِ وَمُبْتَغٍ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةَ
الْجَاهِلِيَّةِ وَمُطَّلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهَرِيقَ دَمَهُ
“Manusia
yang paling dimurkai Allah ada tiga: orang yang melakukan pelanggaran di tanah
haram (tanah suci), orangyang
mencari-cari perilaku jahiliah padahal telah masuk Islam, dan memburu darah seseorang tanpa alasan yang dibenarkan untuk
menumpahkan darahnya.” (HR al-Bukhari no. 6374)
Ibnu Taimiah berkata, “Hadis
ini (hadis tentang empat perkara termasuk jahiliah) menunjukkan semua perkara
jahiliah dan perbuatan mereka tercela, jika tidak, tentu kemungkaran mereka
tidak dikatakan jahiliah.” (Baca Iqtidhā’
al-Shirāth al-Mustaqīm 1/69.)
Bahaya
mencampuradukkan Islam dengan budaya
Jika orang menyakiti manusia
berbahaya di dunia bahkan di akhiratnya, maka bagaimana dengan orang yang
merusak makna ayat dan sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam untuk kepentingan dunia? Tentu bahayanya lebih besar. Orang yang
merusak ayat Allah Subhanahu wa Ta’aladan sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam seperti orang yang mencampuradukkan budaya dengan ajaran Islam ia
tergolong menyakiti Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ
لَعَنَهُمُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا
مُّهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah
akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang
menghinakan.” (QS al-Ahzāb [33]: 57)
Ibnu Katsir berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam dengan azab-Nya yang sangat pedih kepada orang yang
menyakiti-Nya. Orang yang menyakiti Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah orang yang menolak
perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan terus-menerus melanggar larangan-Nya, mencela Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dengan melecehkan sunahnya. Maka kita berlindung kepada AllahSubhanahu
wa Ta’ala dari perbuatan yang tercela ini. Ikrimah
berkata, ‘Orang yang menggambar makhluk yang benyawa juga termasuk menyakiti
Allah Subhanahu wa Ta’ala.’” (Tafsīr Ibn Katsīr 6/480)
Orang yang mencampuradukkan
budaya dengan Islam mendapatkan dosa yang berlipat ganda. RasulullahShallallahu’alaihi
wa sallam bersabda:
« وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً
كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ
يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ »
“Dan
barang siapa memulai kebiasaan buruk di dalam Islam, dia akan mendapatkan
dosanya dan dosa orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dosa mereka sedikit
pun.” (HR Muslim no. 1017)
Mencampuradukkan
Islam dengan budaya warisan orang Yahudi
Islam tidak butuh kepada
pemikiran dan pendapat manusia karena Islam wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya AllahSubhanahu wa Ta’ala yang paling benar perkataan-Nya, paling adil hukum dan
hukuman-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berhak mengadili semua perkataan dan perbuatan hamba. Orang
yang memiliki ilmu din (ilmu agama) yang cukup
hendaknya menjadi contoh dan suri teladan yang baik sehingga bisa menyinari
umat ketika mereka dilanda kegelapan. Jangan menjadi yang sebaliknya, seperti
ulama Yahudi, yang memiliki kebiasaan buruk mencampuradukkan yang hak dengan
yang batil karena kepentingan kedudukan dan mengambil harta manusia dengan cara
yang haram.
Ibnu Katsir di dalam
menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِّنَ
اْلأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ
وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللهِ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang
dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah.” (QS al-Taubah [9]: 34)
(Kata Ibnu
Katsir): “Sufyan bin Uyainah berkata, ‘Ulama umat ini sesat karena meniru orang
Yahudi, dan ahli ibadah umat ini sesat karena meniru orang Nasrani.”
(Selanjutnya Ibnu Katsir
berkata): “Kita dilarang meniru perkataan dan perbuatan orang Yahudi dan
Nasrani. AllahSubhanahu wa Ta’ala menjelaskan sifat jelek mereka لَيَأْكُلُونَ
أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ‘mereka memakan harta orang dengan jalan yang
batil’; maksudnya, mereka meraih kenikmatan dunia, pangkat, dan kedudukan
dengan mengorbankan agamanya; mereka mengambil harta manusia seperti ulama
Yahudi mengambil harta orang jahiliah dengan mengambil pajak dan upeti. Adapun
makna firman Allahيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللهِ‘mereka menghalang-halangi
(manusia) dari jalan Allah’; mereka belum puas jika hanya makan dari hasil yang
haram, tetapi mereka menghalangi manusia dari syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang benar, dengan cara
mencampuradukkan yang benar dengan yang batil; mereka menilai orang yang
mendakwakan syariat Islam adalah orang yang dungu dan bodoh; mereka beranggapan
bahwa dirinya yang mendakwakan kebenaran, padahal merekalah orang yang bodoh;
mereka itu mengajak manusia ke neraka sampai hari kiamat.” (Tafsīr
Ibn Katsīr 2/461)
Fitnah
ulama sū’ (jahat) perusak umat
Hidup pada zaman sekarang,
kita—orang awam—harus waspada dan berhati hati. Banyak fitnah perusak agama
yang muncul dari kalangan orang yang terpandang tokoh umat atau ulama. Tidak
semua ulama pasti jujur dan benar bicaranya dan tidak pula pasti istiqamah
perbuatannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah menjelaskan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِيْ ءَاتَيْنَاهُ ءَايَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا
فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِيْنَ
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi al-Kitab), kemudian dia
melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia
tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat”. (QS al-A‘rāf [7]: 175)
(Syaikhul
Islam berkata): “Inilah contohnya ulama sū’ (jahat), ulama penyesat umat.” (Baca Majmū‘
al-Fatāwā 7/625.)
Ibnul Jauzi berkata, “Jika kamu
mengamati tingkah laku sebagian ulama, kamu akan tahu, mereka itu dikuasai oleh
hawa nafsunya. Akibatnya, mereka menolak ajaran Islam. Mereka cenderung kepada
yang haram. Mereka tidak mendapatkan manisnya bermuamalah dengan AllahSubhanahu
wa Ta’ala. Perhatian mereka, yang penting berhasil dan terpenuhi
keinginannya.” (Shaidul Khāthir hlm. 315)
Diriwayatkan dari Ziyad bin
Hudair, ia berkata, “Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu pernah berkata kepadaku:
هَلْ تَعْرِفُ مَا يَهْدِمُ الإِسْلَامَ؟
قَالَ قُلْتُ: لَا. قَالَ: يَهْدِمُهُ زَلَّةُ الْعَالِمِ وَجِدَالُ الْمُنَافِقِ بِالْكِتَابِ وَحُكْمُ
الأَئِمَّةِ الْمُضِلِّينَ
‘Tahukah
engkau apa yang menghancurkan Islam?’” Ia (Ziyad) berkata, “Aku menjawab,
‘Tidak tahu.’ UmarRadhiallahu’anhu berkata, ‘Yang menghancurkan
Islam adalah penyimpangan orang berilmu, bantahan orang munafik terhadap
al-Qur’an, dan hukum (keputusan) para pemimpin yang menyesatkan.’” (HR
ad-Darimi no. 214 dan berkata Syaikh Albani, “Hadis ini sahih.” Lihat al-Misykāt no. 269)
Ibnul Mubarak berkata:
وَهَلْ أَفْسَدَ الدِّينَ إِلَّا
الْمُلُوكُ … وَأَحْبَارُ سُوءٍ وَرُهْبَانُهَا
“Tidaklah
yang merusak agama Islam melainkan penguasa, ulama jahat, dan ahli ibadah sufi
yang tersesat.” (Baca Syarah Aqidah Thahawiyah 1/463.)
Imam Ibnu Abil Izzi berkata:
“Penguasa yang curang, mereka menolak syariat Islam
karena kepentingan politik yang tersesat. Mereka mendahulukan undang-undang
yang dibuat oleh manusia daripada berhukum dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam.
Sementara itu, ulama sū’
(jelek/jahat) adalah ulama yang keluar dari syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena mempertahankan pendapat
dan kias yang salah, menghalalkan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, dan mengharamkan
yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Mereka menyuruh manusia kepada perkara yang batil
dan sebaliknya, mereka melarang orang berpegang kepada yang benar. Mereka
memutlakkan yang muqayyad (dibatasi) dan sebaliknya,
membatasi yang dimutlakkan. Dan seterusnya.
Sementara itu, rahib adalah kelompok tasawuf yang menolak hakikat iman dan syariat
Allah Subhanahu wa Ta’ala karena mereka mendahulukan perasaan, khayalan, penemuan, dan
firasat; mereka jadikan hal ini sebagai tatanan agama, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala membencinya. Mereka menolak
syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka menolak hakikat iman
yang sebenarnya karena tertipu oleh setan dan hawa nafsunya.
Penguasa
yang curang berkata, ‘Apabila kepentingan politik bertentangan dengan syariat
Allah Subhanahu wa Ta’alamaka kita mendahulukan kepentingan politik.’ Ulama sū’ ( jahat) berkata, ‘Apabila dalil nas bertentangan dengan pendapat maka kami
mendahulukan pendapat.’ Rahib
atau ahli tasawuf berkata, ‘Jika perasaan
bertentangan dengan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala maka kami mendahulukan perasaan.’” (Baca Syarah
Aqidah Thahawiyah1/4564.)
Begitu kejamnya tiga kelompok
tersebut ketika mereka dikuasai oleh hawa nafsunya karena mereka ambisi dunia.
Tidak ada yang selamat dari bahaya tiga golongan ini kapan saja dan di mana
saja, melainkan orang yang berilmu din, yang dikaruniai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hidayah dan taufik-Nya.
Makna
“Islam Nusantara”
Setelah kita memahami makna
Islam, berikut ini kita perlu mengetahui apakah “Islam Nusantara” dan apa yang
mereka inginkan dengan mengada-adakan istilah tersebut.
Nusantara sebutan (nama) bagi seluruh wilayah kepulauan
Indonesia (lihat kamus KBBI). Sementara itu, Islam Nusantara; setelah kami membaca dan menyaring berita yang beredar, mereka
menginginkan Islam Nusantara ini sebagai berikut:
Azyumardi Azra (Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Jakarta) mengatakan, “Islam Nusantara adalah Islam distingtif
(artinya islam yang unik) sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi,
indigenisasi (disesuaikan keadaan pribumi) dan vernakularisasi (disesuaikan
kedaerahan) Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di
Indonesia…”
“Islam
Nusantara artinya Islam yang tidak menghapus budaya, Islam yang tidak memusuhi
tradisi, Islam yang tidak menafikan atau menghilangkan kultur. Islam Nusantara,
Islam moderat dan toleran. Islam kompatibel (mampu bergerak dan bekerja dengan
keserasian, kesesuaian) dengan berbagai komponen ketatanegaraan modern, seperti
demokrasi. Kemajemukan masyarakat tidak menjadi penghalang bagi Islam untuk
cocok dengan demokrasi dan malah menjadi faktor pemersatu entitas negara bangsa
bernama Indonesia. Mengontekstualisasikan Islam dengan kearifan lokal, bukan
hanya sebagai simbol, tapi riil,” ujar Rektor UINSA Abdul A‘la.
Dikatakan pula bahwa Islam
Nusantara adalah Islam yang tidak memusuhi ataupun memberangus budaya yang ada.
Justru budaya setempat diakomodir dan dilestarikan selama tidak bertentangan
dengan aturan atau syariat Islam.
Mereka memberi contoh bahwa
Islam kuat karena didukung budaya. Budaya menjadi lestari karena dipoles oleh
Islam. Kecuali tradisi yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam, itu jelas
kita tolak; misalnya dalam ritualnya ada hubungan seks bebas. Akan tetapi,
kirim doa orang mati 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1.000 hari kita
lestarikan. Kita isi dengan tahlilan, zikir-zikir kepada Allah.
Bantahan
terhadap Islam Nusantara
Setelah kita mengamati maksud
mereka sebagaimana yang tercantum di atas, jelas bahwa mereka melanggar surat
al-Baqarah ayat 42. Mereka ingin mencampuradukkan akal, perilaku, dan budaya
manusia dengan wahyu AllahSubhanahu wa Ta’ala, agar budaya kufur,
syirik, bid‘ah, dan kemaksiatan bisa diterima oleh tiap-tiap suku dan bangsa,
sehingga tidak perlu membahas halal dan haram, karena standarnya “budaya”.
Padahal, tiap-tiap suku punya budaya, tentu tidak mau disalahkan. Inilah produk
Muktazilah atau Islam Liberal; menghendaki Islam berpandangan bebas dan terbuka
yang digelar oleh Bapak Harun Nasution; baca kitabnya (Teologi Pembaruan, Fauzan S., 2004, hlm. 264).
Mereka memberi contoh budaya
yang haram semisal dalam ritual ada hubungan seks bebas; adapun kirim doa orang
mati 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1.000 hari kita lestarikan. Maka dapat
kita pahami bahwa budaya yang haram menurut mereka apabila sudah jelas
keharamannya dari al-Qur’an atau hadis dan dihukumi oleh manusia secara umum
haram. Adapun bergaul dengan wanita tanpa mahram, menyanyi, bepergian dengan
wanita tanpa mahram, berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya tidak
dinamakan haram sekalipun menurut syariat Islam hukumnya haram. Berikutnya,
semua budaya yang ada hubungannya dengan keagamaan yang tidak ada nasnya haram,
seperti kirim doa orang mati, tahlilan, atau salat dengan bahasa Jawa yang
diajarkan di Pesantren I’tikaf Ngadi Lelaku, Malang, membaca al-Qur’an dengan
langgam Jawa, salat hanya tiga waktu. Budaya-budaya tersebut bisa diterima.
Tidak boleh mempermasalahkannya walaupun berkaitan dengan masalah ibadah karena
tidak ada nas yang melarangnya—Na‘udzubillahi min dzalik—. Jadi, menurut
mereka, tidak ada istilah bid‘ah sayyi’ah menurut syariat. Padahal, RasulullahShallallahu’alaihi wa
sallam yang menjelaskan:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا
هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang
siapa mengadakan cara baru dalam urusan din kami ini, maka ditolak.” (HR Muslim Kitābul
Qadhā’ no. 4589)
Dalam riwayat lain, beliau
bersabda:
وَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهْوَ رَدٌّ
“Barang
siapa mengamalkan suatu amalan (ibadah) tidak di atas tununan kami, maka
ditolak.” (HR al-Bukhari no. 60)
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberi petunjuk kepada kita semua, dan kita
diselamatkan dari bersilatnya lidah orang munafik dan perusak dinul-Islam.
Islam
Timur Tengah
Para pendukung “Islam
Nusantara”, agar misi mereka bisa diterima oleh orang awam, mereka membenturkan
dengan istilah baru yang juga produk mereka yaitu “Islam Timur Tengah”. Islam
Timur Tengah, menurut mereka, suka bertengkar dan berontak, Islam yang radikal,
kejam, tidak toleran dengan saudaranya yang lain pendapat; beda dengan Islam
Nusantara menurut mereka yang selalu berjiwa lembut dan toleran. Perhatikan
perkataan mereka:
Kata Said Agil Siradj:
“Kita
lihat keadaan umat Islam di Timur Tengah. Perang saudara tidak berkesudahan. Di
Irak, Suriah, Yaman, Somalia, Afganistan, Mesir, Libya.
Mayoritas muslim di Indonesia
seperti dibangkitkan dari kesadaran terpendam bahwa praksis Islam mereka selama
ini sebenarnya contoh baik dari agama rahmat semesta alam ini. Namun, praksis
itu tenggelam dalam ingar-bingar wajah Islam radikal, tak ramah perbedaan, dan
cenderung mengakomodasi kekerasan.
Praksis radikal itu justru
lebih menonjol meski dilakukan oleh kelompok yang jauh lebih sedikit jumlahnya,
tetapi lebih ekspresif setelah keran demokrasi terbuka sejak era reformasi.
Ekspresi seperti ini memang terbentuk dari pertemuan dengan sentimen Islam di
Timur Tengah yang jauh dari suasana damai.
Belum lagi konflik dalam negeri
yang terjadi pada negara-negara Timur Tengah, seperti Suriah dan Yaman, ikut mengobarkan
sentimen konflik keagamaan yang kental di antara dua kelompok besar dalam
Islam, Sunni dan Syiah.”
Bantahan
terhadap adanya “Islam Timur Tengah”
Itulah tata bahasa yang mereka
susun agar orang awam bisa menerima bahwa Islam yang baik adalah “Islam
Nusantara”. Sementara itu, istilah “Islam Timur Tengah” yang mereka boyong,
dimaui/dikehendaki sebagai sarana mematikan syariat Islam yang sebenarnya.
Kalau seandainya mereka menyebut “sebagian orang Islam Timur Tengah” maka itu
masih mendingan karena sebagian besar orang Islam menyimpang dari syariat Alah Subhanahu wa Ta’ala.
Setelah kita memahami makna dan
istilah “Islam Timur Tengah” menurut mereka, mereka tidak menyebutkan dalil
dari al-Qur’an maupun sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, dan tidak pula mereka
menyertakan salah satu mazhab imam empat atau para ahli hadis lainnya yang
menjadi pegangan kita umat Islam. Bahkan kalau kita baca bab sebelumnya, justru
prinsip mereka ini melawan al-Qur’an dan sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dan protes kepada semua mazhab Ahlusunah wal Jamaah.
Mereka ingin menjauhkan umat
Islam Indonesia dari berpegang kepada al-Qur’an dan sunah RasulullahShallallahu’alaihi
wa sallam dan jejak para sahabatRadhiallahu’anhum, dengan cara
mengumpulkan berita negatif, kejadian dan peristiwa peperangan di Timur Tengah,
bahwa begitulah Islam Timur Tengah. Padahal, kalau mereka mau memahami ilmu
syar‘i dan menggunakan akal yang sehat, mereka diperalat oleh bangsa asing yang
kafir yang berkuasa di dunia ini, untuk menghancurkan kaum muslimin yang
berpegang kepada sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. Berapa banyak kaum muslimin Ahlusunah dibantai oleh mereka, yang
dipelopori oleh kelompok Syiah—di belakangnya orang Yahudi—dan kelompok
Khawarij yang keduanya muncul setelah wafatnya Khalifah Usman bin AffanRadhiallahu’anhu,
dua kelompok ini bertambah kejam setelah dakwah sunah menyebar seluruh dunia
dan setelah mereka mendapatkan bantuan dan dukungan dari negara kafir, mereka
memakai label “pembela Islam” agar bisa diterima oleh khalayak ramai. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ
وَاللهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut
(ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun
orang-orang kafir benci.” (QS al-Shaff [61]: 8)
Al-Imam Ibnu Katsir berkata,
“Mereka (musuh AllahSubhanahu wa Ta’ala) berusaha menolak kebenaran
dengan mengganti yang batil, semisal mereka orang yang ingin memadamkan sinar
matahari dengan mulutnya, tentu hal ini mustahil, demikian juga mereka tidak
akan mampu memadamkan cahaya wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Dan
Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.’ (QS
al-Shaff [61]: 8).” (Tafsīr Ibn Katsīr 8/12)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَكَرُوا
وَمَكَرَ اللهُ وَاللهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu
daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS Āli ‘Imrān [3]: 54)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa‘di menafsirkan ayat ini, “Tatkala orang kafir mau membunuh utusan Allah
dan mau memadamkan cahaya Islam ini, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala segera membalas tipu daya
mereka, mereka tidak mampu memadamkan wahyu ilahi, tetapi tipu daya mereka
kembali kepada diri mereka sendiri dan mereka menjadi orang yang rugi.” (Tafsīr
al-Karīmur Rahmān 1/132)
Sungguh aneh para pengusung
“Islam Nusantara” ketika membenturkan “Islam Nusantara” dengan istilah “Islam
Timur Tengah”, mereka memberi contoh negara Timur Tengah yang bentrok. Mereka
tidak menyebut negara Arab Saudi yang aman, padahal negeri ini berulang kali
mau direbut oleh musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari luar dan dalam; mau
direbut oleh penguasa zalim Saddam Husein Presiden Irak, mau direbut oleh
Khumaini penguasa Iran, bahkan tidak henti-hentinya orang Syiah mau merebut
kota suci Makkah dan Madinah dengan mengadakan serangan di Yaman agar bisa
masuk kota suci Makkah dan Madinah, demikian juga Penguasa Suriah dan negara
sekeliling Arab Saudi. Akan tetapi, Allah Subhanahu wa Ta’ala membendung mereka dan
melindungi negeri ini, dengan diberi taufik rakyatnya menaati pemimpinnya dan
pemimpinnya melaksanakan syariat Islam; belum kita jumpai negara Islam lain
yang menandingi negeri (Arab Saudi) ini. Namun, nikmat ini sengaja
disembunyikan oleh orang yang kena penyakit hasud dari kelompok Yahudi dan
Nasrani dan orang yang mengikuti jejak mereka. Wallahulmusta‘an.
Bahaya
“Islam Nusantara”
Ide “Islam Nusantara”, pada
dasarnya adalah bagian dari rangkaian proses sekularisasi pemikiran Islam yang
telah dikumandangkan sejak tahun 80-an oleh Nurcholis Madjid. Ide “Islam
Nusantara” itu tidak lebih dari sekularisasi merek baru. Di dalam bukunya, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan (Mizan, 1987), Nurcholis Madjid menyerukan untuk membangun Islam
yang bersifat terbuka dan toleran terhadap ajaran agama lain dan budaya
keindonesiaan. Padahal, sekularisme, pluralisme, dan liberalisme (sepilis)
telah difatwakan haram oleh MUI.
Ide “Islam Nusantara”
berpotensi besar untuk memecah belah kesatuan kaum muslim. Negeri muslim akan
dipecah belah melalui isu kedaerahan; ada Islam
Nusantara, Islam Timur Tengah, Islam Turki, Islam Salafi Wahabi, dan sebagainya. Ini merupakan
“politik belah bambu” yang memang merupakan strategi penjajah untuk melemahkan
kaum muslim.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahayanya mengikuti arus budaya dan kemauan manusia
secara umum:
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي اْلأَرْضِ يُضِلُّوكَ
عَنْ سَبِيلِ اللهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ
يَخْرُصُونَ
Dan jika kamu menuruti
kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu
dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan
mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (QS al-An‘ām [6]: 116)
Akhirnya, umat manusia akan
mengedepankan budaya dan merusak norma-norma Islam sehingga mereka keluar dari
akidah Islam sedikit demi sedikit, bahkan berakhir akan memerangi kaum muslimin
yang berpegang kepada sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. Itulah fakta yang kita
saksikan. Orang yang mengedepankan rasionya itulah penyembah hawa nafsu yang
harus kita waspadai dan kita perangi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ
وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ
عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah
telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS al-Jātsiyah [45]: 23)
Demikianlah yang dapat
disampaikan, semoga kita senantiasa mendapatkan taufik dan hidayah-Nya, dan
menjadi pejuang penegak sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam di tengah badai fitnah syubhat dan syahwat yang mereka boyong
dalam rangka mengelabui orang awam. Ya Allah, hanya kepada-Mu kami berlindung
dari bala ini; dan hanya kepada-Mu, ya Allah, kami minta pertolongan.
Oleh Ustadz Aunur Rofiq bin
Ghufron