Sunday, February 21, 2016

Al-Muflis ( Bangkrut )


Artikel terkait :
Apa dan Siapa disebut Zalim (ظلم). [ IT ]
2 Dosa Besar Yang Kerap Membuat Seorang Ustadz/Kyai /Ulama Tergelincir Dari Qudwah ( 18 Dosa Besar Lainnya Mungkin Bisa Dipatuhi ) Yaitu Ghibah Dan Riba (Bagian I)
[ Out Of Topics ] Tidak Semua Muslim Layak Dijadikan Guru Atau Ustadz


Dari Al-Hasan al Bashri rahimahullah berkata, 

“Semoga Allah merahmati seorang hamba. Apabila muncul keinginan untuk melakukan sesuatu, maka dia pikirkan terlebih dahulu. Dan apabila hal itu murni karena Allah maka dia lanjutkan, namun apabila bukan karena Allah maka ia tunda.” 
(Lihat Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, hal. 470)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَتَدْرُوْنَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوْا الْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكاَةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Tahukah kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”, mereka (para sahabat) berkata, “Orang bangkrut yang ada diantara kami adalah orang yang tidak ada dirhamnya dan tidak memiliki barang”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan sholat, puasa, dan zakat. Dia datang dan telah mencela si fulan, telah menuduh si fulan (dengan tuduhan yang tidak benar), memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan, dan memukul si fulan. Maka diambillah kebaikan-kebaikannya dan diberikan kepada si fulan dan si fulan. Jika kebaikan-kebaikan telah habis sebelum cukup untuk menebus kesalahan-kesalahannya maka diambillah kesalahan-kesalahan mereka (yang telah ia dzolimi) kemudian dipikulkan kepadanya lalu iapun dilemparkan ke neraka.” (HR Muslim IV/1997 no 2581)
TAHRIJ HADITS :

Hadits di atas derajadnya shahih. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (2 : 334, No. 8395), Muslim (4 : 1997, No. 2581), Tirmidzi (4 : 613, No. 2418), Thabrani dalam Al-Ausath ( 3 : 156, No. 2778) dan Dailami (2 : 60, No. 2338). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
PENJELASAN :

Dalam Syarhu as-Sunani Abi Daud oleh Abdul Muhsin al-Ibad (6 : 500), dapat kita baca penjelasan hadits di atas sebagai berikut :

“Para sahabat memahami al-muflis sebagai kebangkrutan duniawi, sedangkan maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kebangkrutan ukhrawi. Maka jawab beliau : ‘al-muflis (bangkrut) ialah orang yang di hari kiamat dengan membawa (sebanyak-banyak) pahala shalat, zakat, puasa dan haji; tetapi (sementara itu) datanglah orang-orang yang menuntutnya, karena ketika (di dunia) ia mencaci ini, menuduh itu, memakan harta si ini, melukai si itu, dan memukul si ini. Maka di berikanlah pahala-pahala kebaikannya kepada si ini dan si itu. Jika ternyata pahala-pahala kebaikannya habis sebelum dipenuhi apa yang menjadi tanggungannya, maka diambillah dosa-dosa mereka (orang-orang yang pernah di dzalimi, dipukul, di fitnah), lalu dosa-dosa itu ditimpakan kepadanya. Kemudian dia dicampakkan ke dalam api neraka’.

Sedangkan dalam Syarhu Riyadhu ash-Shalihin oleh ‘Utsaimin (27 : 38-39) disebutkan :

“Adapun yang dimaksud dalam hadits ini adalah informasi kepada para sahabat tentang hal yang tidak diketahui atau mereka tidak mengetahui apa yang dimaksudkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, ‘Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu ?’

Merekapun menjawab : ‘Orang yang bangkrut menurut kita adalah mereka yang tidak memiliki uang dan harta benda yang tersisa.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bukan dalam konteks uang dan harta, yaitu sesuatu dari jenis harta. Maksudnya al-muflis dalam konteks seperti ini adalah fakir (miskin) dan pengertian seperti ini sudah dimaklumi orang banyak. Maka apabila ditanyakan, ‘Siapa yang bangkrut ?” Maksudnya adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta, dan ini adalah fakir.
 
Maka jawab beliau : ‘al-muflis (bangkrut) ialah orang yang di hari kiamat dengan membawa (sebanyak-banyak) pahala shalat, zakat’. Dalam riwayat lain, ‘Orang yang di hari kiamat dengan membawa kebajikan ibarat besarnya gunung’, yaitu orang datang di hari kiamat dengan kebajikan yang banyak.Orang itu penuh dengan kebajikan, tetapi ketika (di dunia) ia mencaci ini, menuduh itu, memakan harta si ini, melukai si itu, dan memukul si ini.Maksudnya ia menzalimi orang lain dengan berbagai kezaliman dan orang-orang yang pernah dizaliminya itu menuntut haknya yang tidak diperoleh ketika di dunia dan menuntutnya di akhirat. Lalu terpenuhilah tuntutannya itu. Maka diambillah pahala amal kebajikan orang yang pernah menzalimi di dunia itu menjadi pahala amal kebajikan orang yang pernah dizaliminya secara adil. Inilah pembalasan (qishas) yang hakiki nantinya. Jika pahala amal kebajikannya tidak mencukupinya lagi untuk membalas kesalahannya, selanjutnya ia dicampakkan ke dalam neraka. Semoga Allah memberikan perlindungan dalam hal seperti ini.…’ “
NIKMAT-NYA DI GHIBAHI :

Dikatakan kepada Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah bahwasanya si fulan telah mengghibahmu. Maka beliaupun mengirim sepiring makanan yang manis kepada orang yang telah mengghibahnya tersebut lalu berkata kepadanya, “Telah sampai kabar kepadaku bahwasanya engkau telah menghadiahkan (pahala) kebaikan-kebaikanmu kepadaku maka aku ingin membalas kebaikanmu tersebut” (Lihat Wafayaatul A’yaan wa anbaa’ abnaauz zamaan II/71)

Seorang penyair berkata:

يُشَارِكُ لَكَ الْمُغْتَابُ فِي حَسَنَاتِهِ وَيُعْطِيْكَ أَجْرَ صَوْمِهِ وَصَلاَتِهِ
فَكَافِهِ بِالْحُسْنَى وَقُلْ رَبِّ جَازِهِ بِخَبْرٍ وَكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ
فَيَا أَيُّهَا الْمُغْتَابُ زِدْنِي فَإِنْ بَقِيَ ثَوَابُ صَلاَةٍ أَوْ زَكاَةٍ فَهَاتِهِ

Orang yang mengghibahmu menyertakan engkau dalam kepemilikan kebaikan-kebaikannya
Dan ia menghadiahkan kepadamu pahala puasa dan sholatnya
Maka hendaklah engkau membalasnya dengan kebaikan dan katakanlah, “Wahai Tuhanku balaslah dia dengan kebaikan dan hapuslah dosa-dosanya”
Wahai orang yang menggibahku tambahlah hadiahmu kepadaku…
Jika masih tersisa pahala sholatmu dan zakatmu maka berikanlah kepadaku.

Saudara dan saudari ku yang kucinta karna Allah.. Jika kita benar-benar paham hakikat dan fakta ini, apa masih ada alasan untuk marah? Apakah masih ada alasan untuk kecewa? Apakah masih ada alasan untuk meluapkan emosi? Bahkan mengumpat, atau berusaha untuk merubah skor satu sama? Renungkanlah..
BAGI PARA PENG-GHIBAH, PARA PEN-FITNAH

Bertaubatlah kepada Allah Subhanahu wata'ala, kepana Anda men-fitnah seseorang? Apakah karna Anda benci dia? Kira-kira mau tidak memberikan uang anda kepada orang yang Anda benci?

Kalau Anda tidak ingin memberikan uang Anda kepada orang yang Anda benci, mengapa Anda dengan mudahnya memberikan pahala Anda kepada orang yang Anda benci? Kenapa Anda memberikan ganjaran-ganjaran dari amal ibadah Anda kepada orang yang Anda benci? Dan mengapa Anda mempertaruhkan sehingga orang tersebut memberikan dosanya kepada Anda? Renungkanlah..

Berkata Al-Hasan Al-Bashri, كَفَّارَةُ الْغِيْبَةِ أَنْ تَسْتَغْفِرَ لِمَنِ اغْتَبْتَهُ “Penebus dosa ghibah adalah engkau meminta ampunan bagi orang yang engkau ghibahi.” (Lihat Majmu’ fatawa XVIII/189)
Disaling dari berbagai sember
Penyusun : Ibnu Umar
Artikel : asdhar.blogspot.com Kota Gorontalo : 15 Rabiuts Tsani 1436 H / 4 Februari 2015
    ****************
PERINGATAN!

Ada dua hal yang perlu disampaikan di sini agar tidak timbul kesalahpahaman bagi sebagian orang. Dua hal tersebut adalah:

1.  Imam At Tirmidzi di dalam kitab Sunannya (13/121) menukilkan kalam Al Maziri rahimahullah: “Sebagian ahli bid’ah menyangka bahwa hadits ini bertentangan dengan firman Allah ta’ala:

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

“Seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” [QS Al An’am: 164]

Ini adalah (persangkaan) batil dan kejahilan yang nyata karena orang itu (pelaku kezhaliman) sesungguhnya dihukum akibat perbuatannya dan dosanya, sehingga ditujukan atasnya hak-hak para korban (kezhaliman) nya, lalu diberikan kepada mereka kebaikannya. Ketika (pahala) kebaikannya habis, diambillah (dosa) perbuatan jelek korbanya, lalu diletakkan untuknya (pelaku). Maka hakikat hukuman (yang dia terima) adalah disebabkan karena kezhalimannya, dan bukan dihukum karena kesalahan yang tidak dilakukannya.” Demikian perkataan Imam Al Maziri.

2. Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata di dalam kitab Syarh Riyadhush Shalihin (27/39): “Akan tetapi hadits ini tidak berarti bahwasanya dia (pelaku kezhaliman yang telah habis pahalanya) kekal berada di neraka. Akan tetapi dia disiksa sesuai dengan kadar dosa orang lain yang telah ditimpakan kepadanya, kemudian setelah itu tempat kembalinya adalah ke surga, karena seorang mukmin tidak kekal berada di dalam neraka.

Akan tetapi api itu panasnya sangat dahsyat. Seseorang tidak akan mampu menahan (panasnya) api walaupun sebentar saja. Ini adalah api dunia, maka terlebih lagi api neraka. Semoga Allah melindungi kami dan anda daripadanya.” Demikian perkataan Syaikh Al 'Utsaimin.
وبالله التوفيق
                                  
        *******************

وَابْتَغِ فِيمَا ءَاتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ اْلآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فِي اْلأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashas : 77)

3. Hakekat ( المفلس ) kebangkrutan yang digambarkan oleh Rasulullah SAW. Bahwa secara bahasa, muflis berasal dari kata ( إفلاس ) yang artinya bangkrut, ketidak mampuan membayar dan kegagalan. Dalam hadits ini, kebangkrutan itu bukan karena seseorang tidak memiliki sesuatupun di dunia ini, namun orang yang bangkrut adalah orang kelak pada hari kiamat datang menghadap Allah SWT dengan pahala shalatnya, puasanya, zakatnya maupun pahala amal ibadahnya yang lain, namun di sisi lain ia juga membawa dosa karena suka mencela orang lain, menuduh, memakan harta manusia, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Dan karena perbuatan dosanya kepada orang lain itulah, ia dimintai pertanggung jawaban dengan cara seluruh khazanah kebaikannya diambil untuk menutupi perbuatannya terhadap orang-orang yang pernah dizaliminya. Bahkan seluruh khazanah kebaikannya telah ludes habis, namun belum dapat memenuhi seluruh kedzalimannya yang dilakukan terhadap orang lain, maka Allah SWT mengambil dosa-dosa orang yang didzaliminya tersebut lalu dicampakkan pada dirinya. Sehingga jadilah ia orang yang muflis (bangkrut), karena kebaikannya tidak dapat menutupi keburukannya, sehingga ia dilemparkan ke dalam api neraka, na'udzubillah min dzalik. Padahal ia adalah ahli shalat, ahli puasa, ahli zakat maupun ahli ibadah lainnya.

4.Pentingnya berbuat ihsan terhadap sesama insan dalam bermualah sehari-hari, bahkan terhadap hewan sekalipun. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ - رواه مسلم
Sesungguhnya Allah SWT menwajibkan untuk berbuat baik dalam segala hal. Maka apabila kamu membunuh, bunuhlah dengan baik. Dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Dan hendaklah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan mengistirahatkan hewan sembelihannya. (HR. Muslim)

Jika terhadap hewan saja, kita diperintahkan untuk berbuat ihsan semaksimal mungkin, apatah lagi ihsan terhadap sesama manusia. Al-Qur'an dan sunnah banyak sekali menggambarkan tentang pentingnya berbuat ihsan dalam muamalah sesama manusia, oleh karenanya kita lihat diantaranya diharamkan menggunjing (baca; ghibah), bahkan disamakan dengan seseorang memakan bangkai saudaranya yang telah meninggal dunia, dsb. Tidak baiknya seseorang dalam bermuamalah terhadap sesama manusia akan mengakibatkan kehancuran dirinya dan menjerumuskannya ke dalam api neraka, kendatipun ia seorang ahli ibadah.

5. Pentingnya mengikhlaskan atau mengembalikan segala sesuatu kepada Allah SWT dalam apapun juga. Karena hal yang demikian ini, akan dapat menambah khazanah kebaikan kita di akhirat kelak. Contoh dari hal tersebut adalah 'sabar' menghadapi celaan dan cercaan maupun tingkah negatif orang lain. Jika kita bersabar dan mengembalikannya kepada Allah, insya Allah akan menambah khazanah amal kebaikan kita di akhirat.

6. Memungkinkannya ditambahkan atau dikuranginya pahala dan dosa seseorang di hari akhir kelak, dari hasil perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Hadits di atas dengan jelas menggambarkan hal tersebut (فيعطى هذا من حسناته وهذا من حسناته ) 'maka diberikanlah kebaikan-kebaikannya pada orang (yang didzaliminya tersebut).' Oleh karena itulah, dalam kondisi apapun, kita tetap harus dapat melakukan perbuatan baik (baca ; sunnah hasanah). Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ - رواه مسلم
Barang siapa yang dalam Islam melakukan suatu sunnah (perbuatan) yang baik kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka ia mendapatkan kebaikannya dan kebaikan (pahala) dari orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa yang dalam Islam melakukan satu sunnah (perbuatan) yang buruk, kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurani dosa mereka sedikitpun. (HR. Muslim)

7. Indahnya metode Rasulullah SAW dalam mentaujih (baca ; memberikan nasehat) para sahabatnya, yaitu dengan metode interaktif. Beliau memancing konsentrasi para sahabatnya dengan tanya jawab, lalu beliau memberikan penjelasan yang tuntas dari permasalahan yang dilemparkan ke para sahabatnya.
Wallahu A'lam Bis Shawab
By. Rikza Maulan Lc., M.Ag