Artikel terkait :
Apa dan Siapa disebut Zalim (ظلم). [ IT ]
2 Dosa Besar Yang Kerap Membuat Seorang Ustadz/Kyai
/Ulama Tergelincir Dari Qudwah ( 18 Dosa Besar Lainnya Mungkin Bisa Dipatuhi )
Yaitu Ghibah Dan Riba (Bagian I)
[ Out Of Topics ] Tidak Semua Muslim Layak Dijadikan
Guru Atau Ustadz
Dari Al-Hasan al Bashri rahimahullah berkata,
“Semoga Allah merahmati seorang hamba. Apabila muncul keinginan untuk melakukan
sesuatu, maka dia pikirkan terlebih dahulu. Dan apabila hal itu murni karena
Allah maka dia lanjutkan, namun apabila bukan karena Allah maka ia tunda.”
(Lihat Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, hal. 470)
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَتَدْرُوْنَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوْا الْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ
دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي
يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكاَةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا
وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا
فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ
حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ
فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Tahukah kalian,
siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”, mereka (para sahabat) berkata,
“Orang bangkrut yang ada diantara kami adalah orang yang tidak ada dirhamnya
dan tidak memiliki barang”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat
dengan membawa amalan sholat, puasa, dan zakat. Dia datang dan telah mencela si
fulan, telah menuduh si fulan (dengan tuduhan yang tidak benar), memakan harta
si fulan, menumpahkan darah si fulan, dan memukul si fulan. Maka diambillah
kebaikan-kebaikannya dan diberikan kepada si fulan dan si fulan. Jika
kebaikan-kebaikan telah habis sebelum cukup untuk menebus
kesalahan-kesalahannya maka diambillah kesalahan-kesalahan mereka (yang telah
ia dzolimi) kemudian dipikulkan kepadanya lalu iapun dilemparkan ke neraka.”
(HR Muslim IV/1997 no 2581)
TAHRIJ HADITS :
Hadits di atas
derajadnya shahih. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (2 : 334, No. 8395),
Muslim (4 : 1997, No. 2581), Tirmidzi (4 : 613, No. 2418), Thabrani dalam
Al-Ausath ( 3 : 156, No. 2778) dan Dailami (2 : 60, No. 2338). Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
PENJELASAN :
Dalam Syarhu
as-Sunani Abi Daud oleh Abdul Muhsin al-Ibad (6 : 500), dapat kita baca
penjelasan hadits di atas sebagai berikut :
“Para sahabat
memahami al-muflis sebagai kebangkrutan duniawi, sedangkan maksud Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kebangkrutan ukhrawi. Maka jawab beliau :
‘al-muflis (bangkrut) ialah orang yang di hari kiamat dengan membawa
(sebanyak-banyak) pahala shalat, zakat, puasa dan haji; tetapi (sementara itu)
datanglah orang-orang yang menuntutnya, karena ketika (di dunia) ia mencaci
ini, menuduh itu, memakan harta si ini, melukai si itu, dan memukul si ini.
Maka di berikanlah pahala-pahala kebaikannya kepada si ini dan si itu. Jika
ternyata pahala-pahala kebaikannya habis sebelum dipenuhi apa yang menjadi
tanggungannya, maka diambillah dosa-dosa mereka (orang-orang yang pernah di
dzalimi, dipukul, di fitnah), lalu dosa-dosa itu ditimpakan kepadanya. Kemudian
dia dicampakkan ke dalam api neraka’.
Sedangkan dalam
Syarhu Riyadhu ash-Shalihin oleh ‘Utsaimin (27 : 38-39) disebutkan :
“Adapun yang dimaksud
dalam hadits ini adalah informasi kepada para sahabat tentang hal yang tidak
diketahui atau mereka tidak mengetahui apa yang dimaksudkan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, ‘Tahukah kalian, siapakah orang yang
bangkrut itu ?’
Merekapun menjawab :
‘Orang yang bangkrut menurut kita adalah mereka yang tidak memiliki uang dan
harta benda yang tersisa.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bukan
dalam konteks uang dan harta, yaitu sesuatu dari jenis harta. Maksudnya
al-muflis dalam konteks seperti ini adalah fakir (miskin) dan pengertian
seperti ini sudah dimaklumi orang banyak. Maka apabila ditanyakan, ‘Siapa yang
bangkrut ?” Maksudnya adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta, dan ini
adalah fakir.
Maka jawab beliau :
‘al-muflis (bangkrut) ialah orang yang di hari kiamat dengan membawa
(sebanyak-banyak) pahala shalat, zakat’. Dalam riwayat lain, ‘Orang yang di
hari kiamat dengan membawa kebajikan ibarat besarnya gunung’, yaitu orang
datang di hari kiamat dengan kebajikan yang banyak.Orang itu penuh dengan
kebajikan, tetapi ketika (di dunia) ia mencaci ini, menuduh itu, memakan harta
si ini, melukai si itu, dan memukul si ini.Maksudnya ia menzalimi orang lain
dengan berbagai kezaliman dan orang-orang yang pernah dizaliminya itu menuntut
haknya yang tidak diperoleh ketika di dunia dan menuntutnya di akhirat. Lalu
terpenuhilah tuntutannya itu. Maka diambillah pahala amal kebajikan orang yang
pernah menzalimi di dunia itu menjadi pahala amal kebajikan orang yang pernah
dizaliminya secara adil. Inilah pembalasan (qishas) yang hakiki nantinya. Jika
pahala amal kebajikannya tidak mencukupinya lagi untuk membalas kesalahannya,
selanjutnya ia dicampakkan ke dalam neraka. Semoga Allah memberikan
perlindungan dalam hal seperti ini.…’ “
NIKMAT-NYA DI GHIBAHI
:
Dikatakan kepada
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah bahwasanya si fulan telah mengghibahmu. Maka
beliaupun mengirim sepiring makanan yang manis kepada orang yang telah
mengghibahnya tersebut lalu berkata kepadanya, “Telah sampai kabar kepadaku
bahwasanya engkau telah menghadiahkan (pahala) kebaikan-kebaikanmu kepadaku
maka aku ingin membalas kebaikanmu tersebut” (Lihat Wafayaatul A’yaan wa anbaa’
abnaauz zamaan II/71)
Seorang penyair
berkata:
يُشَارِكُ لَكَ
الْمُغْتَابُ فِي حَسَنَاتِهِ وَيُعْطِيْكَ أَجْرَ صَوْمِهِ وَصَلاَتِهِ
فَكَافِهِ
بِالْحُسْنَى وَقُلْ رَبِّ جَازِهِ بِخَبْرٍ وَكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ
فَيَا أَيُّهَا
الْمُغْتَابُ زِدْنِي فَإِنْ بَقِيَ ثَوَابُ صَلاَةٍ أَوْ زَكاَةٍ فَهَاتِهِ
Orang yang
mengghibahmu menyertakan engkau dalam kepemilikan kebaikan-kebaikannya
Dan ia menghadiahkan
kepadamu pahala puasa dan sholatnya
Maka hendaklah engkau
membalasnya dengan kebaikan dan katakanlah, “Wahai Tuhanku balaslah dia dengan
kebaikan dan hapuslah dosa-dosanya”
Wahai orang yang
menggibahku tambahlah hadiahmu kepadaku…
Jika masih tersisa
pahala sholatmu dan zakatmu maka berikanlah kepadaku.
Saudara dan saudari
ku yang kucinta karna Allah.. Jika kita benar-benar paham hakikat dan fakta
ini, apa masih ada alasan untuk marah? Apakah masih ada alasan untuk kecewa?
Apakah masih ada alasan untuk meluapkan emosi? Bahkan mengumpat, atau berusaha
untuk merubah skor satu sama? Renungkanlah..
BAGI PARA
PENG-GHIBAH, PARA PEN-FITNAH
Bertaubatlah kepada
Allah Subhanahu wata'ala, kepana Anda men-fitnah seseorang? Apakah karna Anda
benci dia? Kira-kira mau tidak memberikan uang anda kepada orang yang Anda
benci?
Kalau Anda tidak
ingin memberikan uang Anda kepada orang yang Anda benci, mengapa Anda dengan
mudahnya memberikan pahala Anda kepada orang yang Anda benci? Kenapa Anda
memberikan ganjaran-ganjaran dari amal ibadah Anda kepada orang yang Anda
benci? Dan mengapa Anda mempertaruhkan sehingga orang tersebut memberikan
dosanya kepada Anda? Renungkanlah..
Berkata Al-Hasan
Al-Bashri, كَفَّارَةُ
الْغِيْبَةِ أَنْ تَسْتَغْفِرَ لِمَنِ اغْتَبْتَهُ “Penebus dosa ghibah adalah engkau
meminta ampunan bagi orang yang engkau ghibahi.” (Lihat Majmu’ fatawa
XVIII/189)
Disaling dari
berbagai sember
Penyusun : Ibnu Umar
Artikel :
asdhar.blogspot.com Kota Gorontalo : 15 Rabiuts Tsani 1436 H / 4 Februari 2015
****************
PERINGATAN!
Ada dua hal yang
perlu disampaikan di sini agar tidak timbul kesalahpahaman bagi sebagian orang.
Dua hal tersebut adalah:
1. Imam At Tirmidzi di dalam kitab Sunannya
(13/121) menukilkan kalam Al Maziri rahimahullah: “Sebagian ahli bid’ah
menyangka bahwa hadits ini bertentangan dengan firman Allah ta’ala:
وَلَا تَزِرُ
وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“Seorang yang berdosa
tidak akan memikul dosa orang lain.” [QS Al An’am: 164]
Ini adalah
(persangkaan) batil dan kejahilan yang nyata karena orang itu (pelaku
kezhaliman) sesungguhnya dihukum akibat perbuatannya dan dosanya, sehingga
ditujukan atasnya hak-hak para korban (kezhaliman) nya, lalu diberikan kepada
mereka kebaikannya. Ketika (pahala) kebaikannya habis, diambillah (dosa)
perbuatan jelek korbanya, lalu diletakkan untuknya (pelaku). Maka hakikat
hukuman (yang dia terima) adalah disebabkan karena kezhalimannya, dan bukan
dihukum karena kesalahan yang tidak dilakukannya.” Demikian perkataan Imam Al
Maziri.
2. Syaikh Al
‘Utsaimin rahimahullah berkata di dalam kitab Syarh Riyadhush Shalihin (27/39):
“Akan tetapi hadits ini tidak berarti bahwasanya dia (pelaku kezhaliman yang
telah habis pahalanya) kekal berada di neraka. Akan tetapi dia disiksa sesuai
dengan kadar dosa orang lain yang telah ditimpakan kepadanya, kemudian setelah
itu tempat kembalinya adalah ke surga, karena seorang mukmin tidak kekal berada
di dalam neraka.
Akan tetapi api itu
panasnya sangat dahsyat. Seseorang tidak akan mampu menahan (panasnya) api
walaupun sebentar saja. Ini adalah api dunia, maka terlebih lagi api neraka.
Semoga Allah melindungi kami dan anda daripadanya.” Demikian perkataan Syaikh
Al 'Utsaimin.
وبالله التوفيق
*******************
وَابْتَغِ فِيمَا
ءَاتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ اْلآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فِي
اْلأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashas : 77)
3. Hakekat ( المفلس ) kebangkrutan yang digambarkan
oleh Rasulullah SAW. Bahwa secara bahasa, muflis berasal dari kata ( إفلاس ) yang artinya bangkrut, ketidak
mampuan membayar dan kegagalan. Dalam hadits ini, kebangkrutan itu bukan karena
seseorang tidak memiliki sesuatupun di dunia ini, namun orang yang bangkrut
adalah orang kelak pada hari kiamat datang menghadap Allah SWT dengan pahala
shalatnya, puasanya, zakatnya maupun pahala amal ibadahnya yang lain, namun di
sisi lain ia juga membawa dosa karena suka mencela orang lain, menuduh, memakan
harta manusia, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Dan karena perbuatan
dosanya kepada orang lain itulah, ia dimintai pertanggung jawaban dengan cara
seluruh khazanah kebaikannya diambil untuk menutupi perbuatannya terhadap
orang-orang yang pernah dizaliminya. Bahkan seluruh khazanah kebaikannya telah
ludes habis, namun belum dapat memenuhi seluruh kedzalimannya yang dilakukan
terhadap orang lain, maka Allah SWT mengambil dosa-dosa orang yang didzaliminya
tersebut lalu dicampakkan pada dirinya. Sehingga jadilah ia orang yang muflis
(bangkrut), karena kebaikannya tidak dapat menutupi keburukannya, sehingga ia
dilemparkan ke dalam api neraka, na'udzubillah min dzalik. Padahal ia adalah
ahli shalat, ahli puasa, ahli zakat maupun ahli ibadah lainnya.
4.Pentingnya berbuat
ihsan terhadap sesama insan dalam bermualah sehari-hari, bahkan terhadap hewan
sekalipun. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ اللَّهَ
كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا
الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ
شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ - رواه مسلم
Sesungguhnya Allah
SWT menwajibkan untuk berbuat baik dalam segala hal. Maka apabila kamu
membunuh, bunuhlah dengan baik. Dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah
dengan baik. Dan hendaklah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan
mengistirahatkan hewan sembelihannya. (HR. Muslim)
Jika terhadap hewan
saja, kita diperintahkan untuk berbuat ihsan semaksimal mungkin, apatah lagi
ihsan terhadap sesama manusia. Al-Qur'an dan sunnah banyak sekali menggambarkan
tentang pentingnya berbuat ihsan dalam muamalah sesama manusia, oleh karenanya
kita lihat diantaranya diharamkan menggunjing (baca; ghibah), bahkan disamakan
dengan seseorang memakan bangkai saudaranya yang telah meninggal dunia, dsb.
Tidak baiknya seseorang dalam bermuamalah terhadap sesama manusia akan
mengakibatkan kehancuran dirinya dan menjerumuskannya ke dalam api neraka,
kendatipun ia seorang ahli ibadah.
5. Pentingnya
mengikhlaskan atau mengembalikan segala sesuatu kepada Allah SWT dalam apapun
juga. Karena hal yang demikian ini, akan dapat menambah khazanah kebaikan kita
di akhirat kelak. Contoh dari hal tersebut adalah 'sabar' menghadapi celaan dan
cercaan maupun tingkah negatif orang lain. Jika kita bersabar dan
mengembalikannya kepada Allah, insya Allah akan menambah khazanah amal kebaikan
kita di akhirat.
6. Memungkinkannya
ditambahkan atau dikuranginya pahala dan dosa seseorang di hari akhir kelak,
dari hasil perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Hadits di atas
dengan jelas menggambarkan hal tersebut (فيعطى هذا من حسناته وهذا من حسناته ) 'maka diberikanlah
kebaikan-kebaikannya pada orang (yang didzaliminya tersebut).' Oleh karena
itulah, dalam kondisi apapun, kita tetap harus dapat melakukan perbuatan baik
(baca ; sunnah hasanah). Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ
سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ
بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ
سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ
عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ - رواه مسلم
Barang siapa yang
dalam Islam melakukan suatu sunnah (perbuatan) yang baik kemudian diikuti oleh
orang-orang sesudahnya, maka ia mendapatkan kebaikannya dan kebaikan (pahala)
dari orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.
Dan barang siapa yang dalam Islam melakukan satu sunnah (perbuatan) yang buruk,
kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka ia mendapatkan dosanya dan
dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurani dosa mereka sedikitpun. (HR.
Muslim)
7. Indahnya metode
Rasulullah SAW dalam mentaujih (baca ; memberikan nasehat) para sahabatnya,
yaitu dengan metode interaktif. Beliau memancing konsentrasi para sahabatnya
dengan tanya jawab, lalu beliau memberikan penjelasan yang tuntas dari
permasalahan yang dilemparkan ke para sahabatnya.
Wallahu A'lam Bis
Shawab
By.
Rikza Maulan Lc., M.Ag